PENDAHULUAN
Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum
tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomi dan industri berkembang, angka kejadian
keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga
kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat.1
Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya.2 Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus
kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki
peringkat ketiga dari semua kasus kanker.3 Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari
berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati
angka 1,8 per 100.000 penduduk.4
Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang
ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk,
terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan
Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di
Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita;
banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan
pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang
ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang
berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon
rektosigmoid.2
Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.3 Keluhan
pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari
lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic
anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat
berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.2
Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak
98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan
sarkoma (0,3%).1
BAB II.
ISI
Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai
fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya
dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum
dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri
colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica
inferior.5
Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperi toneal,
dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang
variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung
isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis
melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan
dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding
mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari cabang-
cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica
inferior.
Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis
superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang
bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis
superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan antara vena
parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi
pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu
aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan
ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra
menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus
intersigmoideus.6
Fisiologi
Pertukaran air dan elektrolit
Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebnyak 90 %
kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium diabsorpsi secara aktif
melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap
secara pasif mengikuti dengan natrium melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif
disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif
melalui pertukaran klorida-bikarbonat.
Degradasi bakteri dari protein dan urea menghasilkan amonia. Amonia adalah
substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke hati. Absorpsi amonia ini tergantung daro
pH intraluminal. Penggunaan antibiotik akan menyebabkan penurunan bakteri usus dan
penuran pH intraluminal yang akan menyebabkan penurunan absorpsi amonia.
Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat diproduksi
oleh fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam lemak rantai
pendek ini berguna sebagai sumber energi bagi mukosa kolon dan
metabolisme usus seperti transportasi natrium. Kekuranga sumber penghasil
Asam lemak rantai pendek atau kolostomi, ileostomi akan menyebabkan
atrofi mukosa.
Mikroflora kolon dan gas intestinal
Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri. Mikroorganisme yang
terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah Bacteroides. Escherichia coli merupakan
bakteri aerob terbanyak. Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan karbohidrat dan
protein di kolon dan berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan
kolesterol. Bakteri ini juga di[perlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat
pertunbuhan bakteri patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi tingginya jumlah bakteri
pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses dan infeksi.
Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan produksi
intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen
dan methan. Nitrogen dan oksigen dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida
diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi
asam lemak. Hidrogen dan methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi
sekitar 100-200 mL dan dikeluarkan melalui flatus.
Motilitas
Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan karaktersistik dari kompleks
migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan kontraksi intermiten. Amplitudo rendah,
kontraksi durasi pendek akan meningkatkan waktu transit di kolon, dan meningkatkan
absorpsi air dan perubahan elektrolit. Secara umum, aktivasi kolinergik meningktkan
motilitas kolon. 6
Secara umum, aktivitas fisik seperti postur, cara berjalan berperan penting dalam
stimulus pergerakan isi kolon. Selain itu juga dipengaruhi oleh keadaan emosi. Waktu transit
di kolon dipercepat oleh makan makanan yang mengandung serat. Serat ialah matrix sel
tumbuhan yang tidak larut dan terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lilgnin. Pergerakan
kolon normal lambat, kompleks dan bervariasi. Pada kebanyakan, makanan mencapai sekum
dalam 4 jam dan 24 pada rektosigmoid. Kolon transversum merupakan tempat penyimpanan
feses.5
Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus. Faktor yang
mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah kegiatan dan tidur, jumlah distensi
kolon dan variasi hormonal.
Jenis- jenis gerakan :
- Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini memperpanjang
lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan meningkatkan absorpsi air dan
elektrolit
- Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot longitudinal dan sirkular.
- Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan dengan kontraksi
antegrade dan propulsif.7
Defekasi
Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi melibatkan pergerakan
massa kolon, peningkatan tekanan intra abdominal dan rektal serta relaksasi lantai pelvis.
Rasa ingin defekasi terbentuk ketika feses memasuki rektum dan menstimulasi reseptor di
dinding rektum atau otot levator.5 Distensi dari rektum menyebabkan relaksasi dari sfingter
ani yang menyebabkan kontak dengan kanal anal. Refleks ini menyebabkan epitel
memisahkan feses padat dari gas dan cair.6
Epidemiologi
Di dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan
mortalitas.1,5 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan
tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 % pria penderita kanker terkena kanker kolorektal,
sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker.1
Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru;
sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Di
Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada
pria dan wanita pada tingkat insidensi dan mortalitas.2
Didapatkan suatu hubungan yaitu
- Terdapat perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang meningkat
seiring dengan usia
- Meningkatnya insiden kanker kolorektal seiring dengan kepadatan penduduk
- Rendahnya insiden pada pria yang belum pernah menikah dibandingkan dengan pria
lainnya.
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Namun,
hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah Sakit. Dewasa ini
kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data
yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan
salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita.6
Etiologi
Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan :
Sindroma kanker familial
Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan kolorektal.
Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini.
Kasus sporadik
Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh keganasan
kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat diidentifikasi, namun
kekerabatan tingkat pertama dari pasien kanker kolorektal memiliki peningkatan
resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak
jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan resiko ini untuk
individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa
orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.7
Faktor Resiko
Polip
Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker
itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia
sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia menuju transformasi
maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal
deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan
peningkatan displasia dan invasif karsinoma.8
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel yaitu
proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen gatekeeper.
Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. TSG
menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis (kematian sel yang terprogram).
Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif
pada pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein
dengan berat molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA,
menginduksi reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik
dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini
karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker.
Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan melalui
siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-onkogen, TSG, dan gen
gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah
satu tidak berfungsi dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan
penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker
dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan
menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat
gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi
ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan
menyebabkan kelainan siklus sel akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering
terjadi pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang
tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.
Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik. Non
neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik yaitu polip
hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma (juvenile polip), limfoid aggregate dan
inflamatory polip.7
Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna; dan
berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan
villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85%
tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.8
Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen dari
adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif karsinoma
pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi dengan besarnya polip,
tingkat displasia, dan umur. Polip yang diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat
dan secara histologi tergolong sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi
untuk menjadi kanker kolorektal. Polip yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan
dengan meningkatnya timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4
kali lipat jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang mempunyai
multipel polip. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi malignansi tergantung beratnya derajat
displasia.8
2. Penyakit Crohn’s
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk menderita
kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis.8
Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%.
Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada
tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat strikturoplasty
menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan
strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma
meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohn’s disease.5
Faktor Genetik
1. Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker
kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai
kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih
tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal
pada keluarganya.6
2. Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju mukosa
kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan adenokarsinoma yang besar
berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari
sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat
pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari
seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon
dan adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari
sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini,
dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang
berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal
cancer (HNPCC).7
Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian,
meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan
kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan
resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk
asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya
adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi
insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada
sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi
dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut
dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi
berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara
experimental. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya
fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah
akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,
karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan
lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat
meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat
dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-
inflamasi; atau (c) anti-oksidan.
Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh
dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan
hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.8
Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk
memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih
dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang
berukuran besar. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya
risiko kanker kolorektal.
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan
asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan
energi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas
fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan
dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang
berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa
penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.8
Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita adalah
61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000
orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per
tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Peningkatan
resiko kanker kolorektal meningkat sesuai dengan usia.7
Defek pada gen APC yang merupakan pertama kali dideskripsikan pada pasien
dengan FAP. Dengan meneliti dari populasi ini, maka karakteristik mutasi dari gen APC
dapat diidentifikasi. Mereka sekarang diketahui ada dalam 80% kasus sporadik kanker
kolorektal. Gen APC merupakan gen supresi tumor. Mutasi pada setiap alel diperlukan untuk
pembentukan polip. Mayoritas dari mutasi ialah prematur stop kodon yang menghasilkan
truncated APC protein. Inaktivasi APC sendiri tidak menghasilkan karsinoma. Akan tetapi,
mutasi ini menyebabkan akumulasi kerusakan genetik yang menghasilkan keganasan.
Tambahan mutasi pada jalur ini ialah aktivasi onkogen K-ras dan hilangnya gen supresi
tumor DCC dan p53.
K-ras diklasifikasikan sebagai proto onkogen karena mutasi 1 alel siklus sel. Gen K-
ras menghasilkan produk G protein yang akan menyebabkan transduksi signal intraceluler.
Ketika aktif, K-ras berikatan dengan guanosine triphosphate (GTP) yang dihidrolisis menjadi
guanosis diphosphate (GDP) kemudian menginaktivasi G protein. Mutasi K-ras
menyebabkan ketidakmampuan dalam hidrolisis GTP yang menyebabkan G protein aktiv
secara permanen. Hal ini yang menyebabkan pemecahan sel yang tidak terkontrol.
DCC ialah gen supresi tumor dan kehilangan semua alelnya diperlukan untuk
degenerasi keganasan, mutasi DCC terjadi pada lebih dari 70% kasus karsinoma kolorektal
dan memiliki prognosis negatif. Gen supresi tumor p-53 sudah banyak dikarakteristikan
dalam banyak keganasan. Protein p53 penting untuk menginisiasi apoptosis dalam sel pada
kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki. Mutasi p53 diperlihatkan dalam 75% kasus.
Jalur genetik
Terdapat 2 jalur utama dalam inisasi dan progesi dari tumor yaitu jalur LOH dan jalur
replication error (RER). Jalur LOH dikarakteristikan dengan delesi pada kromosom dan
tumor aneuploidi. 80% dari karsinoma kolorektal merupakan mutasi dari jalur LOH, sisanya
merupakan mutasi jalur RER yang dikarakteristikan dengan kesalahan pasangan sewaktu
replikasi DNA. Beberapa gen sudah diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting dalam
mengenali dan memperbaiki kesalahan replikasi. Kesalahan pencocokan gen yaitu include
hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6/GTBP. Mutasi satu dari beberapa gen ini
merupakan predisposisi dalam mutasi sel yang dapat terjadi pada proto onkogen ataupun gen
supresi tumor.
Jalur RER berhubungan dengan instabilitasi mikrosatelit. Tumor dengan instabilitas
mikrosateliti memiliki karakteristik yang berbeda dari jalur LOH. Tumor ini lebih banyak
terdapaat pada bagian kanan dan memiliki prognosis yang lebih baik. Tumor yang berasal
dari LOH terjadi pada kolon distal dan berprognosis lebih buruk.6
Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel
usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari
tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).
Neoplasma primer adenokarsinoma
Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :
1. Tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol kedalam lumen usus, berbentuk
kembang kol dan ditemukan terutama di daerah sekum dan kolon asendens.
2. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,
terutama ditemukan di daerah kolon desendens, sigmoid dan rektum.
3. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum.
Pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak
maligna.6
Manifestasi Klinis
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai
darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri
mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,
kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker
kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal
berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal
ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum
terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak
tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh
ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan
penyakit gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan
berkemih.
Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses
ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang
menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB.
Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat diliputi atau tercampur
dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan dengan gumpalan
darah atau feses.
Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan
seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien
dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker
tetap harus dipikirkan.
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika
ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya
adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini
adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan
penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau
buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat
terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan
menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal
ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika
urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria.
Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan
hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.
Gambar 8. Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi sebanyak 73% dapat dideteksi dengan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi (data unit endoskopi, Divisi Departemen Ilmu penyakit
Dalam FKUI/RSCM, Jakarta 2005)
Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma kolorektal
Kolon kanan :
- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia
- Tes darah samar pada feses
- Gejala dispepsia
- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten
- Teraba massa abdominal
Kolon kiri :
- Gangguan pola buang air besar
- Darah makro pada feses
- Gejala obstruksi
Rektum :
- Pendarahan per rektal
- Gangguan pola buang air
- Adanya sensasi tidak lampias
- Teraba tumor intrarectal5
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan penyaring pada kanker kolorektal (CRC):
Tabel 4. Screening pada tiap resiko5
Resiko Prosedur Onset Frekuensi
Resiko rendah
- Asimptomatik Tes darah samar 50 TDS tiap tahun
(TSD), fleksibel FS tiap 5 tahun
sigmoidoskopi (FS)
- Tidak ada kerabat Kolonoskopi, barium 50 Tiap 5-10 tahun
tingkat 1 yang kena enema dan
proctosigmoidoscopy
Resiko menengah
- CRC pada kerabat Kolonoskopi 40 atau 10 tahun Setiap 5 tahun
tingkat 1,usia < sebelum kasus CRC
55th atau > 2 termuda
keluarga tingkat
pertama terkena
- CRC pada keluarga Kolonoskopi 50 atau 10 tahun Setiap 5 – 10 tahun
tingkat pertama, sebelum kasus CRC
usia > 55 th termuda
- Riwayat polip Kolonoskopi 1 tahun setelah Jika rekuren, tiap
kolorektal besar > polipektomi tahun. Jika tidak, tiap
1cm atau multipel 5 tahun
- Riwayat CRC Kolonoskopi 1 tahun setelah Jika normal 3 th,
setelah reseksi reseksi bila tetap normal tiap
5 tahun. Jika
abnormal, tiap 5
tahun
Resiko tinggi
- FAP FS, pemeriksaan 12-14 tahun ( Tiap 2 tahun
genetik pubertas)
- HNPCC Kolonoskopi, 21-40 tahun Tiap 2 tahun
pemeriksaan genetik 40 tahun Tiap tahun
- IBD Kolonoskopi 8-15 tahun Tiap 2 tahun
Rigid Proctoscopy
Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan kolon sigmoid.
Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan biasanya terdapat cahaya diatasnya.
Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum,
kemudian obturator disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur ini biasa
digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum.
Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko kematian pada kanker
rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi walaupun resiko kematian kanker kolon
tidak dipengaruhi. Akan tetapi, dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini
hanya sedikit dicantumkan dalam program skrining modern ini.
Flexible Sigmoidoscopy
Skrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun menyebabkan penurunan
mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu resiko tinggi dengan adenoma. Pada pasien
dengan polip, kanker atau lainnya pada fleksibek sigmoidoskopi maka memerlukan
kolonoskopi.
Colonoscopy
Kolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan paling baik digunakan
dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat sensitif dalam mendeteksi polip kecil
sekalipun dan dapat dilakukan biopsi, polipektomi, mengontrol pendarahan dan dilatasi
striktur. Akan tetapi, pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus dan menyebabkan
ketidaknyamanan karena memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan dengan bantuan
endoskopi. Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah perforasi dan pendarahan, namun
sangat kecil.
Gambar 11. Kolonoskopi dan sigmoidoskopi
Barium enema kontras
Kontras barium enema juga sensitif dalam mendeteksi polip > 1cm yaitu sekitar 90%.
Akan tetapi, tidak ada studi yang membuktikan efikasinya dalam skrining populasi besar.
Akurasi paling tinggi pada kolon proksimal, akan tetapi dapat juga digunakan pada kolon
sigmoid bila ada divertikulosis signifikan. Untuk alasan ini, maka barium enema
dikombinasikan dengan fleksibel sigmoidoskopi sebagai skrining. Kerugian pada metode ini
ialah memerlukan persiapan pada usus. Kolonoskopi juga dilakukan bila ditemukan lesi.
CT Colonografi
Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak invasif tetapi
akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan rekonstruksi 3 dimensi
untuk menggabarkan kolon intraluminal. Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi
dengan udara lalu dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi.6
CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah “Virtual Colonography”
merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical (multi- slice) CT Scan yang dapat
menghasilkan gambaran interior kolon dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi
exposure yang rendah dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi.
Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu membersihkan usus
besar dengan bahan laksan, ditambah memasukkan udara ke dalam kolon melalui kateter
rektal. Pemeriksaan dilakukan pada posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan
sedasi. Penelitian meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan spesifisitas
yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan 95%. Penelitian lainnya
CTC dengan 4-detector-row scanners menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas
90%-98% untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya
perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan.8
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal, mengidentifikasi
emtastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut berperan dalam pengobatan. Area
supraclavicula harus dipalpasi untuk memeriksa adanya kelenjar yang mengalami
metastase. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas
operasi, penonjolan massa, kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm
steifung). Palpasi dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau
nyeri tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau
melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal pada abdomen
ialah timpani. Bila terdapat masssa maka perubahan suara menjadi redup. Pada
auskultasi didengarkan bising usus.
Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata, keras, oval atau melingkar
dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan ukuran dan derajat perlekatan
jaringan. Pada pemeriksaan RT, maka dapat didapatkan darah pada sarung tangan.5,7
Pemeriksaan penunjang
Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti: anemia
mikrositik, hematoskezia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan defekasi. Oleh sebab
itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di
feses memperkuat dugaan neoplasia namun bila tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.
Laboratorium
Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil
normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah urinalisis, hitung leukosit dan hemoglobin.
Pemeriksaan lain yang dapat diperiksa sesuai dengan indikasinya ialah protein serum,
kalsium, bilirubin, alkali fosfatase dan kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip besar
dapat dideteksi melalui darah sama feses atau defesiensi Fe.
Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan kolorektal ialah
carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein yang ditemukan pada sel
membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC. Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi
dan dideteksi dengan radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan
tubuh, urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan dengan kanker
kolorektal. Kadar CEA tin ggi pada 70% pasien dengan kanker usus besar. CEA tidak
dapat digunakan sebagai prosedur screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.5
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon
dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran pasase kontras, jenis bagian rektosigmoid sering
sulit untuk divisualisasi meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi senior. Oleh karena itu,
pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan.
Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk
biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan alternatif lain untuk
kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tidak bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema
barium cukup efektif untuk memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau
dengan pemeriksaan kolonoskopi.
Gambar 14. gambaran polip pada barium enema Gambar 15. peduncaled polyp
Gambaran radiologis karsinoma rektum:
Gambaran pasase kontras
Tergantung jenisnya:
- Pendorongan : kelainan bentuk dan anatomis
- Filling defect : mukosa tidak rata
DIAGNOSIS
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda.
Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian
diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.
Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter
kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk metastasis.
DIAGNOSIS BANDING
Kolon kanan Kolon tengah Kolon kiri Rectum
Abses apendiks Tukak peptic Colitis ulserosa Polip
Massa apendiks Karsinoma lambung Polip Proktitis
Amoeba Abses hati Diverticulitis Fisura anus hemoroid
Enteritis regionalis Karsinoma hati Endometriosis Karsinoma anus
Kolesistitis
Kelainan pancreas
Kelainan sal empedu
TATALAKSANA
Kanker kolon
Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan drainase
regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun telah terjadi
metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma
kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari
pembuluh darah yang mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong
seperti omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat
diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan diawali dengan irigasi
usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin yang diharapkan sel tumor dalam
lumen dapat tercuci atau dihancurkan.
Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap
CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma ( field defect) dan harus
dilkukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker
secara bersamaan. Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi
sebelumnya) juga diterapi serupa.
Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan laparotomi,
maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman. Selanjutkan dilakukan
anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan
membutuhkan proksimal stoma atau bypass.
Reseksi kolorektal
Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma ( jinak dan ganas),
inflamatori bowel disease dan kasus lain.
Reseksi
Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran darah pada bagian
kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kurativ dari CRC dicapai
dengan ligasi PD mesenterika proksimal dan pembersihan kelenjar getah bening
mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses benign, tidak diperlukan reseksi
mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan.
Emergensi reseksi
Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi. Pada keadaan
ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan
atau proksimal tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat dilakukan.
Reseksi laparoskopik
Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi nyeri post operasi
dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar secara laparoskopik
membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi secara terbuka.
Gambar 16. Gambar reseksi kolon berdasarkan tumor primer5
Anastomosis
Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa
handsewn atau stapled.
Jenis anastomosis :
1. End to end
Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini terutama
dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam kolostomi atau anastomosis
usus kecil.
2. End to side
Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik ini dilakukan
pada obstruksi kronik.
3. Side to end
Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.
4. Side to side
Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah atau segmens
usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.
End to end End to side
Side to side
Gambar 17. Anastomosis
Colostomy
Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding dengan loop
kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding abdomen dibuat dan
akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui
dinding abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmann’s pouch.
Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan
odentifikasi usus distal, kemudian dilakukan anastomosis end to end.
Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi dikarenakan
terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi lebih sedikit beresiko.6
Terapi lokal
Sepanjang 10 cm distal dari rektum dapat dijangkau melalui anus. Karena itulah,
beberapa terapi dilakukan secara lokal. Untuk jenis yang benign, noncircumferential dan
adenoma villous dilakukan dengan baik dengan eksisi transanal. Akan tetapi rekurensi tinggi
walau dengan terapi kemoradiasi. Transanal endoscopic microsurgery (TEM) dioperasikan
dengan menggunakan proctoscope dan alat-alat serupa dengan laparoskopi yang membuat
eksisi lokal dapat dilakukan pada tempat yang lebih tinggi yaitu sekitar 15 cm. Lokal eksisi
harus diikuti dengan eksisional biopsi.
Teknik ablasi seperti elektrokauter atau radiasi endocavitary juga dapat digunakan.
Kerugian dari teknik ini ialah tidak dapat diambilnya spesimen patologis untuk diketahui
stadiumnya. Teknik ini digunakan pada individu dengan resiko tinggi yang tidak dapat
mentoleransi terapi radikal lainnya.
Reseksi radikal
Reseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak kasus karsinoma
rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang terkena bersama dengan limfovaskularnya.
Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan diseksi tajam
untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal. Untuk tumor rektosigmoid, eksisi
partial mesorektal paling tidak sepanyak cm distal dari tumor. TME menurunkan rekurensi
dan meningkatakan survival. Teknik ini hanya sedikit dari yang hilang dibanding dengan
operasi tajam.
Agen biologis
Bevacizumab (Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama yang
diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi monoklonal untuk
vascular endothelial growth factor (VEGF) dan meningkatkan survival bila ditambahkan pada
kemoterapi. Agen biologis lain yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor
receptor ( EGFR).
Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai monoterapi
atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal yang refrakter dengan 5-FU
dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi monoklonal human dan diindikasikan untuk
monoterapi bila kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis ialah bevacizumab
dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan).
Terapi radiasi
Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker rektum, tetapi
terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun metastatik,
hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.11
PENYEBARAN TUMOR
Penyebaran tumor dapat terjadi melalui:
a. Penyebaran langsung
Karsinoma tumbuh secara melingkari usus sebelum terdiagnosa, khususnya bagi
kolon kiri yang memiliki kaliber lebih kecil dibanding dengan kanan. Membutuhkan waktu 1
tahun bagi tumor untuk melingkari ¾ bagian usus. Lesi menyebar secara radial dan
berpenetrasi ke lapisan luar dinding usus dan dapat mengenai struktur di dekatnya seperti
hati, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halis, pankreas, limpa, kandung kemih,
vagina, ginjal, ureter dan dinding abdomen. Kanker rektum dapat menginvasi dinding vagina,
kandung kemih, prostat atau sakrum.
b. Metastasis hematogen
Invasi melalui pembuluh darah dapat menyebabkan tumor terbawa melalui sistem
vena porta yang menyebabkan metastasi ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena
lumbal atau vertebral ke paru. Kanker rektum menyebar melalui vena hipogastrik.
Penyebaran ke ovarium terutama melalui hematogen yaitu terlihat pada 10.3% pasien wanita
dengankanker kolorektal. Untuk mencegah metastase melalui hematogen sewaktu operasi
dilakukan manipulasi minimal dengan ligasi pembuluh darah.
c. Metastasis kelenjar getah bening regional
Ini merupakan tipe penyebaran yang paling umum. Kanker rektum bermetastase
proksimal melalui kelenjar getah bening mesorectalm iliac dan mesenterika inferior. Serta
bermetastase secara radial sepanjang dinding pelvis. Kelenjar getah bening harus diangkat
sewaktu operasi.
d. Metastasis transperitoneal
Terjadi sewaktu tumor berektensi melalui lapisan serosa dan memasuki kavitas
peritoenal, memproduksi lokal implant carcinomatosis.
e. Metastasis intraluminal
Sel ganas dari lapisan tumor dapat tersapu sepanjang usus melalui isi feses.5
PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi penyebaran
tumor dan tingkat keganasan sel tumor.
Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan
hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan
penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu persen. Bila disertai differensiasi
sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.
KESIMPULAN