Selain itu, Inggris sebagai lokomotif imperialisme modern memiliki kepentingan tersendiri
dengan wilayah Indonesia yang benar-benar kaya sumber daya alam. Peralatan-peralatan
yang ditemukan di Inggris membutuhkan begitu banyak bahan untuk diolah. Inggris
sebagai negara dengan kekuatan imperialisme yang besar ternyata berseteru dengan pihak
Belanda, sampai akhirnya peperangan yang terjadi antara Prancis dan Inggris dimenangkan
oleh Inggris.
Hal ini terjadi setelah para penguasa-penguasa pribumi tidak mampu mempertahankan
wilayah kekuasaannya dari penetrasi orang-orang Eropa yang berupaya menguasai wilayah-
wilayah di Indonesia untuk menjalankan politik dagang monopolinya. Pada akhirnya,
dengan diterapkannya sistem pemerintahan baru (pemerintahan kolonial), para raja/sultan
semakin kehilangan peranannya dalam mengatur kebijakan politiknya, sedangkan
pemerintahan kolonial semakin kuat.
Imperialisme modern telah mampu mengeruk ekonomi Indonesia dengan keuntungan yang
gilang gemilang di tangan para imperialis, sementara rakyat menjadi kuli di rumahnya
sendiri. Bangsa Indonesia sempat dikenalkan dengan beberapa sistem perekonomian dari
dunia Barat, namun kerugian yang diderita oleh Indonesia jauh lebih besar ketimbang
keuntungan yang dihasilkan.
Perubahan mendasar terjadi ketika Indonesia mengalami masa sistem ekonomi liberal dan
tanam paksa. Pada era ini rakyat diharuskan melakukan kegiatan ekonomi berupa
pengolahan perkebunan yang cenderung hanya memperhatikan pada kebutuhan orang-
orang Eropa saja, sedangkan kebutuhan rakyat pribumi, seperti pertanian, menjadi
terabaikan.
Pada masa pemerintahan Raffles, dengan politik sewa tanahnya yang diilhami dari pengaruh
paham liberal, rakyat Indonesia belum paham sepenuhya dengan sistem ekonomi uang.
Sehingga system land rente dianggap mengalami kegagalan, karena rakyat masih terbiasa
dengan sistem ekonomi tertutup, dimana pembayaran pajak belum sepenuhnya dengan
uang tetapi in natura. Faktor utama lainnya yang dianggap sebagai biang kegagalan
liberalisasi ekonomi Indonesia adalah masih kuatnya praktik budaya feodalisme.
Setelah Indonesia kembali menjadi jajahan Belanda, di bawah pengawasan Gubernur
Jenderal van Den Bosch yang beraliran konservatif, diterapkan sistem tanam paksa yang
bertentangan dengan sistem sewa tanah sebelumnya. Hal ini, menurut van Den Bosch,
dikarenakan kondisi realitas Indonesia yang bersifat agraris, seperti halnya keadaan negara
induk (Belanda) yang juga masih bersifat agraris.
Walaupun keadaan di Eropa, rentang waktu 1800–1830, sedang muncul pertentangan
pemikiran, antara liberalis dan konservatis telah mengakibatkan kegamangan dalam
pelaksanaan pemerintahan di negara jajahan. Tetapi satu hal yang perlu dipahami, baik
konservatif yang akan meneruskan system politik VOC atau liberalis yang ingin
meningkatkan taraf hidup rakyat, dalam tujuannya sama-sama menginginkan daerah
jajahan perlu memberi keuntungan bagi negeri induk.
Kondisi ekonomi bangsa Indonesia saat itu sangat menyedihkan. Hal itu dapat dilihat pada
awal abad ke-20, diketahui bahwa penghasilan rata-rata sebuah keluarga di Pulau Jawa
hanya 64 gulden setahun. Dengan penghasilan yang sangat sedikit itu, mereka harus
melakukan berbagai kewajiban, antara lain untuk urusan desa. Hal itu menggambarkan
betapa miskinnya rakyat Indonesia, padahal Indonesia memilki kekayaan alam yang
melimpah.
Selama masa tanam paksa, pemerintah Belanda memperoleh keuntungan ratusan juta
gulden. Keuntungan yang diperoleh itu semuanya digunakan untuk membangun negeri
Belanda. Tidak ada pemikiran untuk menggunakan sebagian keuntungan itu bagi
kepentingan Indonesia. Kemiskinan yang diderita rata-rata rakyat Indonesia adalah akibat
politik drainage (politik pengerukan kekayaan) yang dilakukan pemerintah Belanda untuk
kepentingan negeri Belanda. Politik dranaige itu mencapai puncaknya pada masa tanam
paksa (cultuur stelsel) dan kemudian dilanjutkan pada masa sistem ekonomi liberal.
Sistem ekonomi liberal pun tidak meningkatkan taraf kehidupan rakyat. pada masa itu
berkembang kapitalisme modern yang berlomba-lomba menanamkan modalnya di
Indonesia, antara lain perkebunan raksasa. Pemerintah mengizinkan para pemilik modal
menyewa tanah, termasuk tanah rakyat. Akibatnya, lahan untuk pertanian rakyat
berkurang. Sebagian besar petani terpaksa menjadi buruh di pabrik atau perkebunan
dengan upah yang rendah.
Pada sisi lain, perusahaan-perusahan pribumi mengalami kemunduran atau sama sekali
gulung tikar sebab tidak mampu bersaing dengan modal raksasa. Pengusaha tekstil
tradisional pun terpukul akibat membanjirnya tekstil yang diimpor dari Belanda. Para
pengusaha pribumi juga dirugikan sebab pemerintah Belanda lebih banyak memberikan
kemudahan kepada pedagang Cina.
1. Diskriminasi Sosial
Dalam bidang sosial terjadi perbedaan yang mencolok antara golongan Barat atau Belanda
dengan golongan pribumi. Dalam bidang pemerintahan juga terjadi diskriminasi, pembagian
kerja dan pembagian kekuasaan didasarkan pada warna kulit. Orang pribumi yang
mendapatkan jabatan pastilah jabatan rendah dan dibatasi kekuasaannya. Diskriminasi juga
terjadi di kalangan militer.
Untuk pangkat yang sama, gaji orang Indonesia yang berdinas dalam militer Belanda lebih
rendah daripada gaji anggota militer Belanda. Bahkan diadakan pula perbedaan gaji antara
serdadu Ambon dan serdadu Jawa. Diskriminasi berlaku juga di tempat hiburan. Ada
tempat-tempat yang tidak boleh dimasuki oleh orang Indonesia, seperti tempat pemandian,
restoran bahkan pada angkutan umum, seperti kereta api lintas-kota atau trem (kereta api
dalam kota).
Rupanya para penggagas Politik Etis hendak menciptakan hubungan yang harmonis antara
Belanda dan golongan pribumi, namun kesamaan pandangan yang diharapkan ternyata tak
berbuah seperti yang diharapkan. Orang-orang Indonesia yang telah mendapatkan
pendidikan dari Belanda, semakin menyadari tentang arti penting kemerdekaan yang pada
akhirnya mereka menjadi pemuda-pemuda pergerakan kemerdekaan Indonesia. Hal ini
membuktikan bahwa diskriminasi berdasarkan ras menjadi salah satu faktor lahirnya
pergerakan nasional.
Sesungguhnya jalur darat telah dibuka sejak masa Daendels memerintah Jawa, yaitu
dengan dibukanya rute baru: Anyer- Panarukan yang membelah Pulau Jawa pada awal abad
ke-19. Dengan tujuan semula untuk mempercepat proses informasikomunikasi antarkantor
pos, maka Jalan Raya Pos (The Grote Postweg) ini pada masa selanjutnya berguna pula
untuk jalur mobilitas penduduk yang ingin ke luar kota atau pulau.
1. Mobilitas Penduduk dan Masalah Demografi
Industrialisasi mengakibatkan perpindahan penduduk dari desa ke kota-kota besar.
Berdirinya pabrik-pabrik telah mendorong kehidupan baru dalam masyarakat Indonesai
yang sebelumnya masyarakat agraris dan maritim. Terbentuklah komunitas pekerja kasar
dan buruh yang bekerja di pabrik-pabrik partikelir (swasta). Kota-kota besar, terutama
Jakarta dan Surabaya, merupakan tempat tujuan orang-orang untuk mengadu nasib.
Untuk mendapatkan pegawai-pegawai semacam juru ketik atau tulis yang murah maka
pemerintah kolonial membangun sekolah-sekolah kejuruan guna menghasilkan tenaga-
tenaga ahli dari pribumi yang tentunya jauh lebih murah honornya bila dibandingkan tenaga
ahli dari Eropa. Tenaga tulis/ketik tersebut selain dipekerjakan di instansi pemerintahan,
juga dipekerjakan pegawai rendah di perkebunan pemerintah.
Pada masa pelaksanaan ekonomi liberal sekolah didirikan untuk tujuan yang sama. Pada
1851, didirikan sekolah dokter pertama di Jawa yang sebenarnya merupakan sekolah untuk
mendidik mantri cacar atau kolera. Maklum kala itu kedua penyakit tersebut sering menjadi
wabah di beberapa daerah. Sekolah “mantri” tersebut kemudian berkembang menjadi
STOVIA (School Tot Opleiding Voor Inlandse Artsen) atau sekolah dokter pribumi.
Munculnya sekolah-sekolah ala Eropa di Jawa, khususnya Batavia dan Bandung, menggiring
orang-orang dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan tempat-tempat lainnya
berdatangan ke Jawa. Orang-orang di Jawa pun, terutama anakanak priyayi dan bangsawan
atau pedagang kaya yang memiliki biaya lebih, berbondong-bondong datang ke Jakarta dan
Bandung yang saat itu memiliki sekolah setingkat perguruan tinggi (THS dan STOVIA).
Perpindahan atau mobilitas kaum terpelajar tersebut tentunya sangat memengaruhi
populasi kota. Perubahan demografis cukup mecengangkan.
Imperialisme modern yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa memiliki tiga tujuan:
Kolonialisme
Kolonialisme muncul pasca-Revormasi Industri yang sebagai akibat dari adanya hasrat
untuk mencari sumber daya alam yang sebesar-besarnya yang digunakan sebagai bahan
industri di kawasan Eropa. Bermulai dari kepentingan berdagang, bangsa-bangsa Eropa ini
kemudian mulai menjajah daerah-daerah yang didatangi menjadi miliknya. Hal ini semakin
jelas setelah Perjanjian Zaragosa antara Portugis dan Spanyol di sepakati dengan membagi
dunia atas dua bagian yang menjadi milik mereka. Dalam perkembangannya muncullah
Negara Eropa lain, seperti Inggris, Belanda, Perancis yang juga menjajah daerah-daerah
yang mereka datangi sebagai Negara jajahannya. Inilah yang disebut kolonialisme.
Penjajahan samudra yang dilakukan bangsa Spanyol pertama kali dipimpin oleh Christhoper
Columbus. Colombus mengajukan misi pelayaran kepada Raja Spanyol untuk menemukan
daerah penghasil rempah-rempah di dunia Timur. Misi bertujuan Ekonomi ini disetujui oleh
Raja Spanyol, pada tahun 1492, Colombus memulai misi penjelajahan bangsa Spanyol.
Tujuan dari misi ini adalah untuk menemukan Kepulauan Hindia, daerah penghasil rempah-
rempah.
Misi yang kedua dilakukan Ferdinand Magellan pada 20 september 1519. Ia berlayar mulai
dari Sanlucar de barrameda Spanyol kea rah barat menuju bagian selatan Benua Amerika.
Tahun 1520, Maggelan mencapai Kepulauan Filipina. Pada saat mendaratkan kapalnya di
Filipina sedang terjadi pertikaian antara-suku local. Ia berusaha mendamaikannya akan
tetapi ia malah terbunuh dan meninggal pada 27 April 1521.
Misi perjalanan Magellan dilanjutkan oleh Sabastian Del Cano. Pada tahun 1521 armada
Spanyol mendarat dikepulauan Maluku. Di Maluku pimpinan perjalanan Sabastian Del Cano
membeli rempah-rempah dan membawanya ke Spanyol dengan kapal Victoria. Berita
bahwa Del Cano berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah segera tersenar di
penjuru Spanyol. Akibatnya hingga tahun 1534, kapal-kapal Spanyol berduyun-duyun
dating ke Kepulauan Maluku. Selai membawa misi ekonomi, misi ini menyebarkan agama
Katolik. Seorang pastor yang menjalankan misi penyebaran agama Katolik ke Maluku
adalah Santo Franciscus Xaverius, ia juga menyebarkan agama Katolik di Ambon, Ternate,
dan Morotai.
Misi bangsa Portugis dipimpin oleh Bartholomeu Dias, seorang pelaut Portugis yang
mendapatkan perintah dari Raja Portugis. Pada tahun 1488, Bartholomeu Dias berhasil
sampai Tanjung Harapan di ujung selatan Benua Afrika. Namun ia tidak bisa melanjutkan
misi perjalanan karena kerusakan kapal.
Perjalanan selanjutnya dilakukan oleh Vasco da Gama yang mendarat di Calicut atau India
pada tahun 1498. Dari India, pada tahun 1510, Portugis mengirim misi ekspedisi ke timur
yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Pada tahun yang sama armada de Albuquerque
sampai di Goa, India bagian selatan. Di Goa, de Albuquerque mendengar cerita tentang
kekayaan daerah Malaka. Pada tahun 1511, Alfonso de Albuquerque bersama pasukannya
menyerang Malak dan berhasil.
Dari Malaka, ekspedisi bangsa Portugis meneruskan perjalanan ke timur di bawah pimpinan
Francisco Serro. Bangsa Portugis akhirnya sampai di Ternate, Maluku pada tahun 1512.
Setelah menguasai Malaka dan Maluku, bangsa Portugis bermaksud memperluas
kekuasaannya ke Pulau Sumatera yang kaya akan lada, Namun usaha dalam merebut
pulau Sumatra kurang berhasil karena terdapat Kerajaan Aceh yang mendominasi
perdagangan lada di pulau Sumatra. Bangsa Portugis juga memperluas perdaganganya ke
Pulau Jawa.
Pada thun 1595, ekspedisi Belanda berlayar ke Asia. Ekspedisi ini dilakukan dengan empat
buah kapal. Armada bangsa Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Pada Juni
tahun 1596 Cornelis de Houtman sampai di Banten. Dari Banten misi pelayaran terus
bergerak ke timur menuju Kepulauan Malaka. Di kepulauan Malaka, armada de Houtman
berhasil mengangkut rempah-rempah dalam jumlah banyak.
Pada tahun 1600, Ratu Elizabeth 1 dari Inggris memberi hak Oktrooi kepada Maskapai
Hindia Timur atau The East India Company (EIC). Maskapai Hindia Timur ini merupakan
kongsi dagang inggris yang berpusat di India. Pada tahun 1602 Sir James Lancaster adalah
orang pertama yang ditunjuk untuk memimpin armada palayaran Inggris ke dunia timur
dan armada ini tiba di Aceh dan kemudian ia melanjutkan ke Banten.
Misi pelayaran selanjutnya di pimpin oleh Sir Henry Middleton pada tahun 1604. Middeton
berhasil sampai ke Ternate, Tidore, Ambon dan Banda. Di Kepulauan Maluku, Inggris
mendapat persaingan dari Portugis dalam usah mendapatkan rempah-rempah. Pada tahun
1811, tentra Inggris menyerang wilayah-wilayah yang di kuasai Belanda. Pemerintahan
Belanda menyerah tanpa syarat.
Merkantilisme
Paham bertujuan mengumpulkan emas sebanyak-banyaknya dalam kas negara.
Neraca perdagangan aktif
Ciri – ciri :
1. Etatisme
2. Proteksionisme
3. Monopoli Perdagangan
4. Industri dalam negeri
5. Mencari daerah jajahan dengan kekayaan alam tinggi
Dianut : Perancis, Belanda, Jerman
Pengaruh di Indonesia :
Belanda yang menganut paham merkantilisme juga menerapkan paham tersebut di
negeri jajahannya termasuk di Indonesia.
Revolusi Industri
Perubahan besar dalam memproduksi barang
Pelopor : Inggris
Tahap – tahap :
Revolusi industri I : Teknik kuno, (Kayu , batu bara) di Inggris
Revolusi industri II : Teknik baru, ( listrik, bensin) Di AS, Jerman
Revolusi Industri III : Biotehnik, (atom, nuklir) Di Amerika , Uni Soviet
Akibat :
a). Bidang Ekonomi :Harga barang murah
Upah buruh murah
Pertentangan kaum buruh – para majikan
Pelayaran dan perdagangan dunia maju
Kapitalisme muda diganti kapitalisme modern
Perkembangan Kapitalisme
Kapitalisme kuno : (Kapitalis sebagai Perantara )
Kapitalisme muda : (Kapitalis sebagai partner negara)
Kapitalisme modern : (Kapitalis sebagai produsen, Pedagang,dan distributor )
b). Bidang social : Urbanisasi besar-besaran
Kota industri penuh kaum buruh
Melonjak kejahatan
Kaum buruh diperas majikan
c). Bidang politik : Berkembang imperialisme modern
Berkembang paham liberalisme
2 macam imperialisme :
– Imperialisme kuno ( gold , glory , gospel )
– Imperialisme modern : ( cari tanah jajahan untuk mendapat bahan mentah, tenaga
murah,Pasar bagi barang industri)
Mengapa Inggris menentang merkantilisme?
Merkantilisme dianggap tidak menguntungkan tetapi hanya menimbulkan
kesengsaraan bagi rakyat di negeri jajahan
Mengapa Inggris mempelopori liberalisme di Eropa?
Inggris menginginkan agar dihapusnya proteksionisme shg inggris dapat memasarkan
produknya ke negara lain
Mengapa Inggris mempelopori imperialisme modern ?
Inggris ingin dapat bahan mentah, tenaga murah , serta pasar bagi hasil produksinya di
negeri jajahannya
Kebijakan Pemerintahan
Raffles badan penasihat Muntinghe
Cranssen
Gillespie
1). Bidang Birokrasi Pemerintahan
– pulau Jawa menjadi16 karesidenan
– Penguasa pribumi (turun –temurun) Dilepas kedudukan
– Sistem pemerintahan kolonial bercorak barat
2). Bidang Ekonomi
– Kebebasan menanam tanaman ekspor
– Hapus pajak hasil bumi dan penyerahan wajib
– sistem sewa tanah, ada 3 kelas:
Kelas I , tnh subur – pajak ½ bruto
Kelas II, tnh ½ subur – pajak 1/3 bruto
Kelas III, tnh tandus, – pajak 2/5 bruto
– Pungutan pajak per desa
– Monopoli garam dan minuman keras
Tujuan Sewa Tanah
– Menjual secara bebas
– Pemasukan tetap
– Daya beli masyarakat
– Sistem ekonomi barang
Pelaksanaan Sewa tanah
– Paksaan diganti kebebasan
– Adat-istiadat longgar
– Hubungan perjanjian
Hambatan pelaksanaan
– Pegawai Cakap terbatas
– Belum ada Pengukuran tanah
– Pajak tinggi
– Pejabat Sewenang-wenang
– Belum mengenal Dagang ekspor
3). Bidang Hukum
– Berorientasi pada besar kecilnya kesalahan
– Court of justice
– Police of magistrate
– Court of request
4). Bidang Sosial
– Hapus kerja rodi
– Hapus perbudakan
– Penghapusan pynbank
5). Bidang ilmu pengetahuan
– History of java
– Rafflesia Arnoldi
– Kebun raya Bogor
– Bataviaach Genootschap
Kaum liberal
Eksploitasi ekonomi Diserahkan Swasta barat
Kaum konservatif
Pungutan hasil bumi Oleh pemerintah Secara langsung
Bagi Indonesia
Miskin dan menderita
Pajak besar
Gagal panen
Jml penduduk menurun
Mengenal ekspor
Reaksi :
Rakyat Indonesia
Perlawanan di Sumbar
Pembakaran tembakau di Jawa
Kaum pengusaha
Sistem tanam paksa dihapus
Kaum humanis Belanda
Baron Van Hoevell
Edward Douwes Dekker
( Max Havellar – Multatuli )
Akibat
Politik Liberal Kolonial
Bagi Belanda :
Untung besar
Belanda menjadi pusat perdagangan
tanah jajahan
Hasil perkebunan dan pertambangan mengalir ke Belanda
Bagi Indonesia :
Tingkat Kesejahteraan Penduduk merosot
Adanya krisis perkebunan
Konsumsi bahan makanan menurun
Usaha kerajinan rakyat menurun
Pengangkutan dengan gerobak menurun penghasilannya
POLITIK ETIS
Latar Belakang
– Ekonomi liberal tidak mengubah nasib rakyat
– Belanda menindas rakyat
– Tanam paksa menimbulkan Pendeitaan rakyat
– Rakyat kehilangan tanah
– Kritik terhadap praktik Kolonial liberal
Tujuan Pelaksanaan :
Belanda memiliki kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran Dan perkembangan sosial
ekonomi Penduduk Hindia
Migrasi ekstern :
Perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain
Pulau Jawa dijadikan sebagai pusat migrasi karena pulau Jawa merupakan pusat
kenegaraan. Modernisasi Dan pusat pendidikan ( pelajar, pedagang, pegawai, militer,
tukang )
Akibat Sosial Migrasi
1. hubungan. Antarsuku dan antardaerah makin erat
2. Tumbuh Persatuan
3. Konflik penduduk asli & pendatang
Kepadatan Penduduk & Gejala Sos-Eko
Gejala Sos-Eko
1. Kemajuan teknologi Pertanian
2. Kaum petani meningkat
3. Petani kaya sebagai tuan tanah
4. Jenis pekerjaan bertambah
5. Jumlah petani kaya meningkat
Kehidupan Sos-bud Masyarakat Masa Kolonial
Perubahan Struktur sosial
Penggolongan Penduduk :
a. Gol. Belanda
Gol. Eropa
Org bangsa lain
b. Gol timur asing
c. Gol Pribumi
Penggolongan Lapisan :
a. Lap. Bawah ( buruh, tukang)
b. Lap. Tengah (pegawai, pedag)
c. Lap. Atas ( bangsawan )
Perluasan Pengajaran & Mobilitas Sosial
Adanya peningkatan status atau Pekerjaan seseorg karena pendidikan Sehingga hal itu
menarik kaum pribumi untuk mengikuti pendidikan
Mobilitas geografis
merupakan perubahan tempat tinggal
Mobilitas sosiologi
merupakan perubahan pekerjaan ( m. horisontal & m. vertical )
“Dampak Politik, Budaya, Sosial, Ekonomi, dan Pendidikan pada Masa Kolonialisme”
· Pembahasan
Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia pada hakikatnya merupakan bentuk penjajahan dan
eksploitasi terhadap sumber daya alam yang dimiliki oleh tanah air kita yaitu Indonesia. Negara – Negara
Barat yang pernah menjajah Indonesia yaitu :
- Portugis
- Inggris
- Spanyol
- Belanda
Tujuan mereka pada awalnya hanya untuk mencari rempah – rempah. Namun, seiring berjalannya
waktu mereka mulai melakukan Kolonialisme dan Imperialisme ke daerah – daerah yang kaya akan
rempah – rempah untuk kepentingan Negaranya sendiri.
Pada abad ke – 18, Belanda hampir menguasai daerah – daerah yg ada di Indonesia, hal ini jelas
menguntungkan pihak Belanda karna mereka mengambil sumber daya alam yang orang pribumi miliki
dengan cara yg kejam.
Mereka menggunakan tak – tik terjitunya yaitu Politik adu domba atau Devide et Impera, untuk
memperoleh Kekuasaan yang lebih luas. Kehidupan dibawah penjajahan bangsa Barat memiliki dampak
Positif dan Negatif.
Namun, pada kenyataannya Dampak Negatif lebih dominan dari pada Dampak Positifnya. Berikut
dampak yg ditimbulkan oleh para penjajahan bangsa Barat, khususnya Belanda baik dari segi Politik,
Sosial, Ekonomi, maupun Pendidikan.
Kuatnya pengaruh dibidang politik, Pemerintah Kolonial Belanda tidak sekedar memengaruhi jalannya
Pemerintahan Pribumi/Kekuasaan Kerajaan – Kerajaan yang ada di Indonesia. akan tetapi, juga dapat
mengambil wilayah kekuasaan Kerajaan, dan tidak sedikit wilayah – wilayah kekuasaan Kerajaan yg ada
di Indonesia diambil alih oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Wilayah kekuasaan yang diduduki oleh
Kerajaan terus dipersempit, bahkan ada kerajaan yg hancur lebur akibat ulah para Kolonial Belanda.
- Pemerintahan dibentuk dengan sistem sentralisasi yang pusatnya di Batavia (sekarang Jakarta).
Selain pemerintahan kerajaan, rakyat pribumi pun terkena dampak tersebut. Keberadaan rakyat
Indonesia pada masa itu dibagi menjadi 2, yaitu :
Situasi sebelum dijalankannya politik etis, kehidupan masyarakat terdiri atas tiga golongan, yaitu :
- Masyarakat kalangan bawah, yaitu meliputi : kaum buruh, pedagang, petukang, dan pekerja
rendah lainnya.
- Masyarakat kalangan menengah, yaitu meliputi : petani yang memiliki tanah dan para pegawai
pemerintahan kolonial Belanda.
- Masyarakat kalangan atas, yaitu meliputi : Pemuka agama dan para Bangsawan.
Sedangkan keberadaan setelah dijalankannya politik etis, keberadaan masyarakat Indonesia ditandai
dengan adanya kalangan – kalangan pelajar.
Ketika pemerintah kolonial Belanda berkuasa, para pengusaha pribumi kedudukannya menjadi aparatur
pemerintah kolonial, mereka tidak lagi mendapatkan penghasilan dan upeti seperti sebelumnya.
Pendapatan mereka diganti dengan gaji menurut ketentuan pemerintah kolonial, akibatnya penghasilan
mereka menurun drastis dari sebelumnya.
Nasib rakyat, terutama para petani menanggung beban yg amat berat. Petani harus menanam tanaman
yang diperintahkan pemerintah kolonial. Banyak barang dagangan mereka yang dijadikan Monopoli
pemerintah kolonial Belanda, dan banyak pula rakyat yang bekerja sebagai kuli perkebunan. Rakyat juga
mengalami hambatan di bidang kerajinan tangan, karena banyaknya barang – barang yang datang dari
negeri Belanda.
Mereka tidak bisa bergerak bebas di bidang perekonomian, karena pekerjaan mereka di awasi dan di
batasi oleh pemerintah kolonial Belanda.
Nasib rakyat Indonesia, khususnya para penguasa sangat buruk. Kedudukan mereka yang sebelumnya
menjadi penguasa, berubah menjadi aparatur pemerintah kolonial Belanda. Derajat dan kehormatan
mereka sebagai pemuka masyarakat pribumi menurun, kedudukan mereka tidak diakui oleh pemerintah
kolonial Belanda. Mereka bukan lagi sebagai penguasa, melainkan pembantu dalam menjalankan
pemerintahan kolonial.
Sedangkan derajat kehidupan rakyat biasa dinjak – injak. Martabat dan hak mereka tidak mendapat
pengakuan dan perlindungan. Keseharian mereka diliputi rasa takut, cemas, tidak percaya diri, bodoh
dan terhina. Kedudukan sosial bangsa Indonesia dibagi menjadi 3 kelas, yaitu : kelas ke - satu diduduki
oleh bangsa Barat, kelas ke - dua oleh Timur Asing, dan kelas ke – tiga diduduki oleh masyarakat
pribumi.
Usaha – usaha yang dilakukan oleh kolonial Belanda dalam bidang pendidikan tidak lain adalah untuk
keuntungan pemerintahan Belanda, yaitu menghasilkan pegawai administrasi Belanda yg murah,
terampil, dan terdidik. Selain itu Pemerintah Belanda menyusun kurikulum pendidikannya sendiri,
akibatnya perkembangan pendidikan dan pengajaran di Indonesia sampai abad ke – 19 menunjukkan
kecenderungan Politik dan Kebudayaan. Tidak semua masyarakat mendapatkan pendidikan, masyarakat
yang mempunyai jabatan lah yang dapat merasakan pendidikan, seperti keturunan raja, keturunan
bangsawan, pengusaha kaya, dan yang lainnya.
Para Pahlawan kita lah yang mengajarkan pendidikan kepada rakyat - rakyat jelata, dengan tujuan agar
masyarakat Indonesia tidak lagi dibodoh – bodohi oleh para kolonial Belanda.
- Bangsa Indonesia bisa membaca dan menulis sehingga dapat menjadi tenaga – tenaga kerja di
perusahaan Belanda.