Anda di halaman 1dari 4

A.

NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL DAN NILAI PRAKSIS

Dalam kaitannya dalam penjabarannya, maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam yaitu nilai dasar, nilai instrumen, nilai praksis.
a. Nilai Dasar
Walaupun memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, namun
dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang
bersifat nyata (praksis) namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya
disebut onotologis), yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-
nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif
segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia tau segala sesuatu lainnya.
b. Nilai Instrumental
Nilai intrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan.
Bilamana nilai intumrntal tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-
hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral. Namun jikalau nilai instrumental itu berkaitn
dengan suatunorganissi atau negara maka nilai-nilaiinstrumental itu merupakan suatu arahan,
kebijaksanaan strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat juga dikatakkan bahwa
nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitsi dari nilai dasar.
c. Nilai Praksis
Nilai Praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam suatu kehidupan yang nyat. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai
instrumrntal itu. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian tidak bisa
menyimpang atau bahkantidak bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan
nilai praksis itu merupakna suatu sisitem perwujudannya tidak boleh menimpang dari sistem
tersebut

B. PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA POLITIK.


1. Etika Politik.
Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa filsafat dibagai menjadi beberapa cabang,terutama
dalam hubungan dengan bidang yang di bahas. Pengelompokan etika sebagaimana dibahas di muka,
dibedakan atas etika umum dan etilka khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi
segenap tindakan manuisa, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup hidupnya. Secara substantif
pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagi pelaku etika yaitu manusia.
Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan
kenyataan bahwa pengertian `moral' senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Oleh karena itu aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan
martabat manusia sbagai manusia.
a. Pengertian Politik
Telah dijelaskan di muka bahwa etika politik termasuk lingkup etika sosial, yang secara
harfiah berkaitan dengan bidang kehidupan politik. Oleh karena itu dan hubungan ini perlu
dijelaskan terlebih dahulu lingkup pengertian politik sebagai subjek material kajian bidang ini, agar
dapat diketahui lingkup pembahasannya secara jelas.
Pengertian 'politik' berasal dari kosa kata 'politics', yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau `negara' yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan
dari sistem itu dan di ikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. pengambilan keputusan atau
'clecisionmaking' mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi
antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan
tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok
termasuk portal politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.
b. Dimensi Politis Manusia
1) Manusia sebagai makhiuk Individu-Sosial
Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kaca
mata yang berbeda-beda. Paham individualisme yang merupakan cikal Bakal paham liberalisme,
memandang manusia sebagai mahkluk individu yang bebas. Konsekuensinya dalam setiap
kehidupan masyarakat, bangsa maupun negara dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik
negara. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan
kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagi individu. Sebaliknya
kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat
kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari,
manusia tidak mungkin memenuhi segala kebutuhannya, jikalau mendasarkan pada suatu anggapan
bahwa sifat kodrat manusia hanya bersifat individu atau sosial saja. Manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya
senantiasa tergantung kepada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai warga masyarakat
atau sebagai makhluk sosial.
Berdasarkan sifat kodrat manusia tersebut, maka dalam cara manusia memandang dunia,
menghayati dirinya sendiri, menyembah Tuhan Yang Maha Esa, dan menyadari apa yang menjadi
kewajibannya, senantiasa dalam hubungannya dengan orang lain. Oleh karena itu, tangung jawab
moral pribadi manusia hanya dapat berkembang dalam kerangka hubungannya dengan orang lain,
sehngga kebebasan moralitasnya senantiasa berhadapan dengan masyarakat.
Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam
budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat
`monodualisme’ yaitu sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagi makhluk sosial. Maka sifat
dan ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah hanya demi tujuan kepentingan
individu-individu belaka. Dan bukan juga demi tujuan kolektivitas saja melainkan tujuan bersama
baik meliputi kepentingan dan kesejahteraan individu maupun masyarakat secara bersama. Dasar
ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga
konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara Indonesia harus
dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.
2) Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan manusia secara alamiah, jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai
individu maupun makhluk sosial sulit untuk dapat dilaksanakan, karena terjadinya perbenturan
kepentingan di antara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya anarkisme dalam
masyarakat. Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu
menjamin hak-haknya, dan masyarakat itulah yang disebut negara. Oleh karena itu berdasarkan
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimenensi politis mencangkup
lingkaran kelembagaan hukum dan negara, sistem-sistem nilai sena ideologi yang memberikan
legitimasi kepadanya.
Maka etika politik berkaitan dengan objek formal etika yaitu, tujuan berdasarkan prinsip-
prinsip dasar etika, terhadap objek material politik yang meliputi legitimasi negara, hukum,
kekuasaan serta penilaian kritis terhadap legitimasi-legitimasi tersebut.
c. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Etika Politik
Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas, terutama dalam hubungannya
dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam melaksanakan dan
penyelenggaraan negara. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, serta Sila kedua kemanusiaan
yang adil dan beradab' adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan
senantiasa untuk rakyat (sila IV). Dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut
kekuasaan eksekutif, legislatif serta yudikatif, konsep penganbilan keputusan, pengawasan serta
partisipasi harus berdasarkan legitimasidari rakyat, atau dengan lain perkataan harus memiliki
‘legitimasi demokratis’.Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praktis dalam
kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya.
Etika politik ini juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara
kongkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat Ekskutif, anggota legislatif maupun
yudikatif, para pejabat negara, anggota DPR maupun MPR aparat pelaksana dan penegak hukum,
harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasar pada
legitimasi moral. Misalnya suatu kebijakan itu sesuai dengan hukum belum tentu sesuai dengan
moral. Misalnya gaji Para pejabat dan angota DPR, MPR itu sesuai dengan hukum, namun
mengingat kondisi rakyat yang sangat menderita belum tentu layak secara moral.

http://liyayudistira.blogspot.co.id/

Anda mungkin juga menyukai