Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
Malformasi anorektal merupakan suatu anomali kongenital yang terdiri
dari anus imperforata dan kloaka persisten. Atresia ani atau anus imperforata atau
malformasi anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti.
Anus imperforata merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus
tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi.1
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang tergolong rendah angka
kejadiannya dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Di dunia,
insidensi bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi
terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup. Kejadian di
Amerika Serikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang didapatkan kejadian
atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran hidup, dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani.6
Insidensi kelahiran bayi dengan imperforate anus sebanyak 1 dari setiap
4000-5000 kelahiran, imperforata anus tanpa fistula jarang di ikuti dengan
anomali kelainan kongenital lainnya, imperforata anus ini sekitar 10% dari
anomali kongenital, risiko kejadian anomali kongenital pada pasangan yang
memiliki anak dengan anomali kongenital pada anak pertama, mempunyai risiko
1% pada anak kedua.2
Malformasi ini lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak
mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet 40% - 70% dari
penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya.
Defek urologi adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan malformasi
anorektal, diikuti defek pada vertebra, ekstrimitas dan sistem kardiovaskular. 2

1
BAB II
ATRESIA ANI
2.1. DEFINISI
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum, atau keduanya. Atresia ani terjadi karena
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal.1

Gambar 1. Atresia ani


2.2. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI

Gambar 2. A. Usus belakang masuk ke bagian posterior kloaka, bakal kanalis


anorektalis; alantois masuk ke bagian anterior, bakal sinus urogenitalis.
Septum urorektal dibentuk oleh penyatuan mesoderm yang menutupi alantois
dan yolk sac. B. Sewaktu bagian kaudal mudigah ini terus mengalami
pelipatan, septum urorektale bergerak mendekati membrana kloakalis,
meskipun septum ini tidak pernah berkontak dengan membran tersebut. C.
Memanjangnya tuberkulum genitale menarik bagian urogenital kloaka ke

2
arah anterior; pecahnya membran kloakalis menciptakan sebuah lubang untuk
usus belakang dan sebuah lubang untuk sinus urogenitalis. Ujung septum
urorektale membentuk badan perineal.3

Kanal anal memiliki panjang sekitar 2 – 3 cm. Membran mukosa kanal


anal disusun oleh lipatan longitudinal yang disebut columna anal yang
mengandung arteri dan vena. Pembukaan kanal anal sampai ke arah luar,
disebut anus, yang dikelilingi oleh otot polos yaitu sfingter ani internal
(involunter) dan otot rangka yaitu sfingter ani externa (volunter). Normalnya
sfingter ini akan menjaga anus tetap dalam keadaan tertutup kecuali jika
sedang mengeluarkan feses.5

Gambar 3. Ilustrasi kanal anal. (Sumber: Brunicardi FC. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery.
Tenth Edition. New York. Mc Graw-Hill; Ganz, RA. The Evaluation and Treatment of
Hemorrhoids: A Guide forthe Gastroenterologist. Clinical Gastroenterology and Hepatology. 2013
(11) : P 593 – 603)

3
Vaskularisasi anorektal
Kanalis analis dan rektum mendapatkan vaskularisasi dari arteri
hemoroidalis superior, arteri hemoroidalis media, dan arteri hemoroidalis
inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan akhir dari arteri mesenterika
inferior dan melalui dinding posterior dari rektum dan mensuplai dinding
posterior, juga ke kanan dan ke kiri dinding pada bagian tengah rektum,
kemudian turun ke lineadentata. Arteri hemoroidalis media merupakan
cabang dari arteri illiaca interna. Arteri hemoroidalis inferior merupakan
cabang dari arteri pudenda interna, ia berjalan di medial dan vertikal untuk
mensuplai kanalis analis di bagian distal dari linea dentata.5
Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta,
sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang
vena illiaca.Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis
internus dan berjalan kearah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan
seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta.Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaca
interna dan sistem kava.5

Gambar 4. Vaskularisasi anorektal

4
Persarafan
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatis dan
parasimpatis.Inervasi parasimpatis berasal dari nervus sacralis III, V yang
kemudian membentuk nervusepiganti, memberikan cabang ke rektum dan
berhubungan dengan pleksus Auerbach. Saraf ini berfungsi sebagai motor
dinding usus dan inhibitor sfingter serta sensor distensi rektum. Pesarafan
simpatis berasal dari ganglion lumbalis II, III, V dan pleksus para aurticus,
kemudian membentuk pleksus hipogastrikus kemudian turun sebagai
nervuspresakralis. Saraf ini berfungsi sebagai inhibitor dinding usus dan
motor sfingter internus. Inervasi somatik dari muskulus levator ani dan
muscle complex berasal dari radiks anterior nervussacralis III,V5.
Sistem Limfatik
Sistem limfe dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limfe
sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah kelenjar limfe paraaorta
melalui kelenjar limfeilliaca interna, sedangkan limfe yang berasal dari
kanalis analis mengalir ke arah kelenjar inguinal5.

2.3. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi, atresia ani diperkirakan terdapat dalam 1:5000
kelahiran, dengan insiden laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Pada
laki-laki, yang lebih sering terjadi adalah atresia ani dengan fistula
rektouretral, diikuti fistula rektoperineal kemudian fistula rektovesika,
sedangkan pada perempuan adalah fistula rektovagina dan fistula
rektovestibuler kemudian kloaka persisten. 40% - 70% dari penderita
mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Defek
urologi adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan kelainan ini,
diikuti defek pada vertebra, ekstremitas, dan sistem kardiovaskular. 1

2.4. ETIOLOGI
Etiologi sebenarnya belum diketahui, atresia ani disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan

5
embriogenik, karena kegagalan pemisahan dari hindgut cloaca atau kegagalan
dari pembentukan canal anorectal. diduga faktor genetik berpengaruh
terhadap terjadinya atresia ani, namun masih jarang terjadi, bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang
mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk
diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai
sindrom genetik, kelainan kromosom, atau kelainan kongenital lain juga
berisiko untuk menderita atresia ani, contohnya adalah penderita Down
Syndrome. 6
Sebanyak 60% pasien dengan atresia ani dapat disertai dengan
beberapa kelainan kongenital saat lahir yang disebut dengan Sindroma
VACTERL (Vertebrae, Anal, Cardial, Tracheoesophageal, Renal, Limb). 1

2.5. KLASIFIKASI
Secara tradisional, klasifikasi atresia ani dibagi menjadi dua
berdasarkan letak terminasi rektum terhadap dasar pelvis, yaitu1:
1. Anomali letak rendah
Rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm. Anomali ini dapat berupa stenosis anus yang
hanya membutuhkan dilatasi membran atau merupakan membran anus tipis
yang mudah dibuka segera setelah anak lahir. Baik pada laki-laki maupun
perempuan, anomali letak rendah berhubungan dengan perineal fistula. Pada
laki-laki, fistula berhubungan dengan midline raphe dari skrotum atau penis
(Gambar 5). Pada perempuan, fistula dapat berakhirpada vestibulum vagina
(fistula rektovestibular), karena rektum lebih ke depan mendekati vestibulum
(Gambar 6). Terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik
dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius. 1

6
Gambar 5. Anomali letak rendah pada laki-laki, perineal fistula midline raphe

Gambar 6. Fistula vestibular, pada fistula dimasukkan sebuah kateter


2. Anomali letak tinggi (supralevator)
Pada anomali letak tinggi, ujung rektum tidak mencapai tingkat muskulus
levator ani dengan jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistel genitourinarius –
rektovesikal (pria) atau rektovagina (perempuan). Pada perempuan, anomali
letak tinggi sering berhubungan dengan kloaka persisten. Jika fistula yang

7
terbentuk adekuat, maka secara klinis tidak terdapat tanda-tanda obstruksi.
Sedangkan bila tidak adekuat, maka terdapat tanda-tanda obstruksi yang lebih
nyata. 1
Tipe Atresia Ani menurut Stephens dan Smith dengan beberapa ahli
dari berbagai negara, mencetuskan “wingspread classification” (1984) yaitu2 :
1. High / tinggi (Supra levator).
2. Intermediate / sedang (sebagian translevator).
3. Low / rendah (fully translevator).
Klasifikasi Perempuan Laki-laki
Letak tinggi Agenesis anorektal dengan Agenesis anorektal dengan
atau tanpa fistula atau tanpa fistula uretra
rektovaginal, atresia rekti. rektoprostatik, atresia rekti.
Intermediat Rectovestibular fistula Rectobulbar urethral fistula
Rectovaginal fistula Anal agenesis tanpa fistula
Agenesis anal tanpa fistula
Letak rendah Fistula anovestibular atau Fistula anokutaneus
fistula anokutaneus (anteriorly displaced anus),
(anteriorly displaced stenosis anus
anus), stenosis anus

Cloaca

Laki-laki
1. Fistula perineal
Fistula perineal adalah kelainan yang paling sederhana yang dapat terjadi
baik pada pria maupun wanita. Pasien memiliki lubang kecil yang terletak
pada perineum anterior ke pusat sfingter eksternal, dekat dengan skrotum
pada pria atau vulva pada wanita. Frekuensi kerusakan organ lain terkait yang
mempengaruhi sekitar 10%. Diagnosis ditetapkan oleh inspeksi perineum
sederhana, tetapi sering kali diagnosis ini terlewatkan karena pemeriksaan
neonatal yang kurang memadai. Keterlambatan diagnosis mungkin memiliki
dampak signifikan yaitu obstipasi.2

8
Gambar 7. Fistula perineal
2. Anal Membran
Bayi dengan imperforate anal membrane tidak dapat mengeluarkan
mekonium dan terlihat membran yang menonjol berwarna kehijauan.
Setelah dilakukan eksisi, fungsi usus dan sfingter kembali normal2.
3. Anal Stenosis
Pada anal stenosis, lubang anal sempit, defekasi menjadi sulit dan kotoran
menjadi “ribbonlike” 2 .
4. Fistula rektouretral
fistula rektouretral, defek yang paling banyak terjadi pada laki-laki,
rektum berkomunikasi dengan bagian bawah uretra (uretra bulbar) atau
bagian atas dari uretra (uretra prostat). Mekanisme sfingter pada umumnya
baik, tetapi pada sebagian pasien memiliki otot-otot perineal dan perineum
datar. Sakrum juga memiliki derajat perkembangan yang berbeda,
terutama dalam kasus fistula rektouretral prostat. Sebagian besar pasien
memiliki sakrum yang kurang berkembang, perineum yang datar, skrotum
terpecah menjadi dua belah, dan letak lesung anal sangat dekat dengan
skrotum.2

9
Gambar 8. Fistula rektouretral
5. Fistula rektovesikal (bladder neck)
Pada pasien yang memiliki fistula rektovesikal, rektum berkomunikasi
dengan saluran kemih pada tingkat leher kandung kemih. Mekanisme sfingter
pada umumnya kurang berkembang. Sakrum kurang berkembang dan
perineum terlihat datar. Kelainan ini terjadi pada 10% dari jumlah pasien laki-
laki. Prognosis biasanya tidak baik.2

Gambar 9. Fistula rektovesikal


6. Anus imperforata tanpa fistula
Kelainan ini memiliki karakteristik yang sama pada kedua jenis kelamin.
Anus yang tertutup biasanya ditemukan 2 cm diatas kulit perineum.Sakrum
dan mekanisme sfingter pada umumnya berkembang dengan baik.Prognosis
pada umumnya juga baik.Kelainan ini sering dikaitkan dengan sindrom
down.2

Gambar 10. Anus imperforata tanpa fistula

10
7. Atresia rektum
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang terjadi, yaitu hanya 1% dari
anomali anorektal. Karakteristik pada kedua jenis kelamin sama. Gambaran
yang unik dari kelainan ini yaitu bahwa pasien memiliki lubang anus yang
normal dan anus yang normal.Sebuah halangan terdapat sekitar 2cm diatas
permukaan kulit.Prognosis fungsionalnya sangat baik karena memiliki
sfingter yang normal dan sensasi yang normal. 2

Perempuan
1. Fistula vestibular
Kelainan ini merupakan kelainan yang sering pada wanita. Rektum terbuka
didepan alat kelamin wanita diluar selaput dara. Pasien sering disalahartikan
sebagai fistula rektovaginal. Prognosis fungsionalnya baik, sakrum biasanya
normal, alur garis tengah perineum, dan lesung anal yang semuanya
menunjukkan mekanisme sfingter masih utuh. 2

Gambar 11. Fistula vestibular

2. Vaginal Fistula
Rectum berhubungan dengan bagian bawah atau atas dari vagina,
meconium terlihat dari hymen . dimana dengan terliat mekonium ini
merupakan salah satu dasar untuk menegakkan diagnosis. 2

11
3. Anorectal Agenesis tanpa fistula
defek jenis ini pada perempuan sama dengan pada laki-laki. Defek seperti ini
lebih banyak terjadi pada perempuan dari pada laki-laki. 2
4. Kloaka persisten
Dalam kasus kloaka persisten, rektum, vagina, dan saluran kemih bertemu
dalam satu saluran tunggal. Perineum memperlihatkan suatu lubang tunggal
tepat dibelakang klitoris. Panjang saluran ini bervariasi antara 1-10 cm,
panjang dari saluran ini menunjukkan suatu prognosis. Pasien dengan saluran
dengan panjang <3cm pada umumnya sakrum dan sfingter berkembang
dengan baik. Pasien dengan panjang saluran >3cm sering kali menunjukkan
kelainan yang lebih kompleks dengan sakrum dan sfingter yang kurang
berkembang dengan baik. Pasien dengan kloaka persisten merupakan suatu
kedaruratan urologi karena 90% memiliki kelainan urologi. Sebelum
dilakukan kolostomi, diagnosis urologi harus segera ditegakkan untuk
dekompresi saluran kemih. 2

Gambar 12. Kloaka persisten

2.6. PATOFISIOLOGI
Asal anus dan rektum merupakan stuktur embriologis yang disebut
kloaka.Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut,
dan Hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernapasan bagian
bawah, esofagus, lambung, sebagian duodenum, hati, sistem bilier, serta
pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, caecum,

12
apendiks, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut
meluas dari midgut hingga ke membran kloaka, membran ini tersusun dari
endoderm kloaka dan ektoderm dari protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai
minggu keempat disebut sebagai primitif gut. 3
Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis
menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali
letak rendah atau translevator berasal dari defek perkembangan proktoderm
dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal.Sedangkan otot sfingter eksternus dan
internus dapat tidak ada atau rudimenter. 6
Atresia ani terjadi akibat kegagalan punurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Terjadinya atresia ani adalah karena kelainan
kongenital dimana saat proses perkembangan embriogenik tidak lengkap pada
proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya,
ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan
berkembang jadi genito urinari dan struktur anorektal. Atresia ani ini terjadi
karena ketidak sempurnaan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara
7- 10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga
karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan
vagina atau juga pada proses obstruksi. Atresia ani dapat terjadi karena tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses
tidak dapat dikeluarkan. 6
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. 6

13
2.7. DIAGNOSIS
Pasien dengan atresia ani biasanya berada dalam kondisi yang stabil
dan diagnosisnya segera tampak setelah kelahiran. Cara penegakkan
diagnosis adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan
termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi
juga untuk mengetahui apakah terdapat atresia ani atau tidak.Selain itu juga
diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang secara
cermat. 1
A. Anamnesis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan
lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal,
adanya membran anal, dan fistula eksternal pada perineum2.
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48
jam. Gejala itu antara lain:7
- Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (tidak bisa
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir).
- Perut membuncit dan pembuluh darah di kulit abdomen terlihat menonjol.
Perut kembung biasanya terjadi antara empat sampai delapan jam setelah
lahir.
- Muntah (cairan muntahan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau
juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium).
Adapun perbedaan gejala klinis antara anomali letak rendah dan letak tinggi,
yaitu:
- Obstruksi usus halus letak tinggi memiliki gejala muntah lebih dahulu dan
dehidrasi yang sangat cepat.
- Obstruksi usus halus letak rendah, nyeri lebih dominan pada sentral
distensi. Muntah biasanya lebih lambat.
B. Pemeriksaan fisik
Inspeksi dan Palpasi Perianal7
- Apakah terdapat anus atau tidak, bisa juga tidak ada anus dan hanya
berupa lengkungan (anal dimple).

14
- Jika tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula.
- Bila terdapat mekonium pada perineum mengindikasikan defek letak
rendah dan mekonium di urine merupakan bukti adanya fistula di saluran
kemih. Bila terdapat mekonium bercampur urin, maka terdapat 2
kemungkinan, yaitu fistula rektouretral atau rektovesika. Pada fistula
rektouretral didapatkan mekoneum mula-mula keluar bersama miksi,
urine selanjutnya makin lama makin jernih, dan dapat juga mekoneum
keluar tanpa melalui miksi. Sedangkan pada fistula rektovesika,
didapatkan miksi bercampur bersama dengan mekoneun dan dari awal
sampai akhir miksi berwarna kehitaman. Selain itu, cara membedakannya
juga dapat dengan menggunakan kateter. Jika setelah dipasang kateter
didapatkan urin jernih, maka fistula rektouretral karena fistula tertutup
oleh kateter, sedangkan bila terdapat urin bercampur mekonium maka
fistula rektovesika.
- Pada perempuan diperiksa genitalia eksterna (fistula vestibulum).
- Pada perempuan jika urine bercampur mekonium dan terdapat hematuria
maka defek berupa letak tinggi. Jika dari uretra keluar mekonium,
kencing jernih, dan terdapat fistula pada perineum maka defek letak
rendah.
- Dilihat pada saat anak menangis apakah anus menonjol atau tidak, jika
menonjol maka anomali letak rendah, sedangkan jika tidak maka anomali
letak tinggi.
- Pada bayi yang baru lahir, hal yang harus kita lakukan adalah mengukur
suhu rektum sekaligus melihat apakah terdapat adanya lubang pada anus
dengan menggunakan termometer yang sudah diberi gel.
- Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi = perut tampak kembung
Palpasi = distensi, nyeri tekan tidak dijumpai.
Perkusi = hipertimpani
Auskultasi = Peristaltik meningkat, dapat terdengar metalic sound

15
- Jika dalam 24 jam pertama tidak tampak mekonium baik pada perineum
ataupun urin, dapat dilakukan cross table lateral x-ray dengan posisi bayi
tengkurap.
C. Pemeriksaan Penunjang
Meskipun diagnosis atresia ani dapat dibuat dengan pemeriksaan fisik,
sering kali sulit untuk menentukan apakah bayi memiliki lesi tinggi atau
rendah. Sebuah radiograf polos dari perut dapat membantu menemukan lesi.
Selain itu, harus dicari adanya kelainan lain yang terkait (Sindrom
VACTERL) sampai tidak terbukti adanya kelainan tersebut. Untuk
memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut1 :
- Invertogram (Radiografi Abominal Lateral dengan marker radiopaque
pada perineum)
Teknik pengambilan foto ini dapat dibuat setelah udara yang ditelan oleh
bayi sudah mencapai rektum, dan bertujuan untuk menilai jarak puntung
distal rektum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus
di kulit peritoneum. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah
bayi lahir agar usus terisi udara, dengan cara Wangensteen & Rice (kedua
kaki dipegang dengan posisi badan vertikal dengan kepala di bawah) atau
knee chest position (sujud), dengan sinar horizontal diarahkan ke
trochanter mayor. Prinsipnya adalah agar udara menempati tempat
tertinggi.Selanjutnya, diukur jarak dari ujung udara yang ada di ujung
distal rektum ke tanda logam (marker Pb) di perineum. Cara Wangensteen
dan Rice digunakan pada kondisi dengan fistula, sedangkan pada knee
chest position digunakan pada kondisi tanpa fistula dengan adanya gejala
ostruksi usus. Dengan menggunakan invertogram, dapat diketahui anomali
yang terjadi merupakan letak rendah atau tinggi (Gambar 13). 1

16
Gambar 13. Perbedaan invertogram pada anomali letak rendah (gambar a)
dan anomali letak tinggi (gambar b)
Adapun perbedaan gambaran radiologis antara anomali letak rendah dan
letak tinggi, yaitu:
- Obstruksi usus halus letak tinggi terdapat distensi minimal dan sedikir
air fluid level pada pemeriksaan radiologi.
- Obstruksi usus halus letak rendah terdapat multiple central air fluid
level terlihat pada pemeriksaan radiologi.
Interpretasi pada invertogram :
a. Pada Wangensteen dan Rice
Bila letak udara paling distal: > 1 Cm = letak tinggi / high
< 1 cm = letak rendah / low
=1cm= letak intermediate / sedang
b. Pada knee chest position
Dengan Pubococcygeal line (PC line), yaitu dibuat garis imajiner
antara Pubo/Pubis (tumpang tindih dengan trochanter mayor)
dengan os coccygeal (Gambar 14). 6
Interpretasinya adalah sebagai berikut:
Ujung buntu di atas PC Line = letak rendah
Ujung buntu di bawah PC Line = letak tinggi

17
Gambar 14. Pubococcygeal line
- USG
USG abdomen dapat membantu menentukan apakah ada anomali saluran
kemih atau saraf pada tulang belakang.1,
- Ekokardiografi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat kelainan
bawaan pada jantung pasien.1
2.8. PENATALAKSANAAN
Gambar.15 merupakan algoritma pengambilan keputusan untuk manajemen
awal pada pasien laki-laki2 :

18
Gambar.16 merupakan algoritma pengambilan keputusan untuk manajemen
awal pada pasien perempuan2 :

Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dilakukan secara operatif, yaitu:


1. Kolostomi
Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus
preternaturalis yaitu pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus
besar melalui dinding perut untn8nuk mengeluarkan feses. Kolostomi dapat
dilakukan pada kolon transversalis ataupun sigmoid yang merupakan organ
intraabdominal. Kolon dipisahkan pada daerah sigmoid, dengan usus bagian
proksimal sebagai kolostomi dan usus bagian distal sebagai mukus fistula.
Pemisahan secara komplit dari usus akan meminimalkan kontaminasi feses
menuju fistula rektourinarius sehingga mengurangi risiko terjadinya
urosepsis. Selanjutnya, bagian distal usus di evaluasi secara radiografik untuk
menentukan lokasi dari fistula rektourinarius. Kolostomi dilakukan pada
kolon transversum sebelah kiri di flexura lienalis atas pertimbangan sebagai
proteksi karena di sebelah kiri tidak ada organ-organ penting, kolon lebih
mobile sehingga lebih mudah, dan pada daerah ini tidak terjadi dehidrasi
karena absorbsi elektrolit maksimal di daerah tersebut sehingga konsistensi
feces tidak keras. 1,6
Adapun indikasi kolostomi adalah sebagai berikut:
- Dekompresi usus pada obstruksi
- Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi

19
- Sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis
distal.
Manfaat kolostomi, yaitu:
a. Mengatasi obstruksi usus.
b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih.
c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.
Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi dengan atresia ani adalah
kolostomi loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung kolon
yang dieksteriorisasi. 1,6
2. Postero Sagital Anorectoplasty (PSARP)
Suatu tindakan operasi definitif pada pasien atresia ani dengan teknik
operasi menggunakan irisan kulit secara sagital mulai dari tulang koksigeus
sampai batas anterior bakal anus. Prosedur ini memberikan beberapa
keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun
rektovaginal dengan cara membelah otot dasar perlvis, sling, dan sfingter.Saat
ini, teknik yang paling banyak dipakai adalah minimal, limited atau full
PSARP.6
Macam-macam PSARP
1. Minimal PSARP
Tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang
penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum
dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus.Indikasi dari
minimal PSARP, yaitu dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal
membran, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum
kurang dari 1 cm dari kulit.6
2. Limited PSARP
Yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fiber, muscle complex
serta tidak membelah tulang koksigeus. Yang penting adalah diseksi

20
rektum agar tidak merusak vagina.Indikasi dari limited PSARP
adalahatresia ani dengan fistula rektovestibuler.6
3. Full PSARP
Dibelah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan
koksigeus.Indikasi dari full PSARP, yaitu atresia ani letak tinggi dengan
gambaran invertogram gambaran akhiran rektum lebih dari 1 cm dari kulit,
pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum, dan
stenosis rektum.6
Dua minggu setelah operasi Dilatasi anus dimulai dengan Heger
dilatation. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian
dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga.
Setiap minggu, lebar dilator ditambah 1 mm hingga tercapai ukuran yang
diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat
lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama
sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali
seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga
bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan
kolostomi. Indikasi penutupan kolostomi adalah apabila sudah tercapai
ukuran pada dilatasi anal yang sudah sesuai dengan umur (maksimal 16
French pada usia 3 tahun).6
Tabel ukuran businasi menurut usia :
Umur Ukuran
1-4 bulan #12
4-12 bulan #13
8-12 bulan #14
1-3 Tahun #15
3-12 tahun #16
>12 tahun #17

21
Untuk mengevaluasi pasien pasca oprasi dapat dilakukan penilaian
dengan menggunakan Skoring Koltz:

VARIABEL KONDISI SKOR


1-2x sehari 1
2 hari 1x 1
1. Defekasi 3-5x hari sekali 2
3 hari sekali 2
>4 hari sekali 3
Tidak pernah 1
2. Kembung Kadang-kadang 2
Terus menerus 3
Normal 1
3. Konsistensi Lembek 2
Encer 3
4. Perasaan ingin buang air Terasa 1
besar Tidak terasa 3
Tidak pernah
1
5. Terjadi bersama
Soiling 2
flatus
3
Terus menerus
>1 menit
1
6. Kemampuan menahan feses <1 menit
2
yang keluar Tidak bisa
3
menahan
Tidak ada 1
7. Komplikasi Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor 3

Tabel 6. Skoring Koltz


Penilaian hasil skoring: Nilai scoring 7-21
<7 = sangat baik
8-10 = baik
11-13 = cukup
>14 = kurang

22
2.9 PROGNOSIS
Morbiditas yang ada pasien berhubungan dengan anomali lain yang ada
pada pasien. Sebanyak 75% pasien memiliki pergerakan usus volunter.
Konstipasi merupakan sekuele yang paling umum. 6
Pasien dengan fistula perineal, atresia rektal, dan anus imperforata
tanpa fistula pada umumnya setelah dilakukan operasi perbaikan memiliki
fungsi defekasi yang baik. Sekitar 80% dapat mencapai kontrol usus anatara
usia 3- 4 tahun.9
Pasien pria dengan fistula prostat rektouretral sekitar 60% dapat mencapai
kontrol usus pada usia 3 tahun. Pasien dengan fistula rektovesikal
prognosisnya kurang baik sekitar 20% dapat mencapai kontrol usus atau
buang air besar secara normal pada usia 3 tahun. Pada sakrum yang tidak
normal atau letak rendah pada umumnya akan terjadi inkontinensia feses, dan
sakrum yang tidak normal pada umumnya terjadi pada fistula rektovesikal
dan prostat rektouretral.9
Pasien wanita dengan fistula rektovestibular sekitar 90% dapat
memiliki gerakan usus yang normal pada usia 3 tahun. Pasien wanita dengan
kloaka dengan saluran kurang dari 3 cm sekitar 80% dapat mencapai gekaran
usus yang normal pada umur 3tahun. Bila saluran lebih dari 3cm pada
umumnya juga terdapat kelainan pada sakrum, maka prognosisnya sekitar 25
% terjadi inkontinensia feses, dan 70 % dari pasien kloaka persisten dengan
saluran lebih dari 3 cm menbutuhkan katerisasi intermiten untuk
mengosongkan kandung kemih.9

23
BAB III
KESIMPULAN
Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital
yang terdiri dari anus imperforata dan kloaka persisten.Anus imperforata atau
atresia ani merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak
sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genitalia, dan traktus digestivus tidak terjadi.Etiologi
secara pasti atresia ani belum diketahui, namun faktor genetik diduga berpengaruh
terhadap insiden tersebut.
Berdasarkan letak anatomi, atresia ani dapat dibagi mejadi 3 yaitu letak
tinggi, intermediet, dan rendah. Dan dapat juga di klasifikasikan berdasarkan ada
atau tidaknya fistula dan letak fistula.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya.Diagnosis didapatkan dengan melihat manifestasi klinis yang
muncul dan dengan inspeksi pada regio perianal. Tindakan yang dilakukan untuk
evakuasi feses yang utama yaitu dengan kolostomi dilanjutkan dengan PSARP
disesuaikan dengan kelainan yang ada.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews
JB, et al. Schwartz’s Principles of Surgery. 9th edition. McGraw Hill;
2010.p. 2777-2780.
2. Ashcraft, M.D. Keith W and Holder, M.D, Pedriatic Surgery. W.B.
Sanders Company 2nd eition; 1980.p.372-392
3. Sadler T.W. Langman et all. Embriologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta :
EGC, 2007
4. Williams N, Bulstrode CJK, O’connell PR. Bailey and love short practice
of surgery. 25th edition. Edward Arnold (Publisher) Ltd;2008.p.87-88,
1247.
5. Tortora, G & Derrickson, B. Principles of Anatomy and Physiology.
Twelfth Edition. United States of America. John Wiley & Sons. Inc. 2009.

6. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery


University of Michigan. [cited May 25,2012]. Available:
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmal
formation.
7. Pena A. Surgical Condition of the Anus, Rectum, and Colon. Pediatric
Surgery. Germany: Springer; 2006.p. 289 -312.

25

Anda mungkin juga menyukai