LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
a. Nama : Ny. DM
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Usia : 52 tahun
d. Alamat : Dusun Kepahyang
e. Agama : Islam
f. MR : 125933
2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : BAB berdarah sejak 6 bulan SMRS
3. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Praesens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,60C
Respirasi : 20 x/menit
2. Status generalis
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
6. DIAGNOSIS
Tumor rektum ec Suspek Karsinoma Recti
7. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Hemorrhoid
Prolaps recti
8. USULAN PEMERIKSAAN
Tumor marker CEA(carcinoembryonic antigen)
Barium Enema
Sigmoidoscopy
Colonoscopy
Biopsi
Pneumocolon Computed Tomography (PCT)
CT-scan dan MRI
9. RENCANA TERAPI
Operasi : Teknik Operasi Miles
Radioterapi dan Kemoterapi
10. PENGKAJIAN
Dari anamnesa terhadap pasien, diperoleh keluhan utama yang dibawa oleh
pasien adalah adanya perdarahan yang keluar dari anus dan perlu diingat bahwa
keluhan ini tidak spesifik menandakan bahwa pasien menderita suatu karsinoma
rektum. Terkadang keluhan ini disalah artikan sebagai suatu hemoroid. Darah yang
keluar berwarna merah segar atau agak kecoklatan yang kita kenal dengan istilah
hematochezia. Terkadang darah yang keluar bercampur mukus atau lendir. Pasien
juga mengeluhkan adanya perubahan pola defekasi menjadi tidak teratur disertai
perasaan yang tidak puas setelah buang air besar. Keluhan perasaan ingin buang air
besar terus-menerus menunjukkan bahwa massa dari karsinoma berukuran cukup
besar sehingga menyebabkan peregangan pada dinding rektum. Keadaan ini juga
dapat menimbulkan keluhan tenesmus dan kolik pada pasien yang sering pasein alami
yaitu nyeri pada perut bawah. Keluhan mual muntah dan kesulitan buang air besar
menunjukkan tanda-tanda obstruksi dari penyakit ini. Adanya penurunan berat badan
yang drastis biasanya menunjukkan pasien telah berada dalam tahap lanjut dari suatu
keganasan. Adanya keluhan inkotinensia defekasi menunjukkan adanya invasi yang
mencapai sfingter ani, terkadang nyeri pada tulang belakang menandakan terlibatnya
pleksus sakralis dan infeksi pada traktus urinari, fistula rektovesical atau gagal ginjal
menandakan adanya invasi ke sistem urinarius, namun pasien tidak mengeluhkan hal
tersebut.
Pasien juga memiliki beberapa faktor risiko , seperti usia pasien, semakin
meningkatnya usia maka akan meningkatkan risiko seseorang terkena karsinoma
rektum. Dimana umur yang menunjukkan puncaknya suatu populasi mengalami
karsinoma rektum adalah pada usia 50 tahun ke atas. Dimana pasien juga memiliki
kebiasaan memakan makanan berlemak, Diet tinggi lemak dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena karsinoma rektum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa
lemak secara langsung bersifat toksik terhadap mukosa rektum terutama lemak jenuh
yang dapat menginduksi awal dari suatu keganasan. Diduga lemak jenuh dapat
mengakibatkan perubahan pada sistem imun seseorang, meningkatkan peroksidasi
lipid dan memodulasi sintesa prostaglandin melalui metabolisme asam arakidonat
sehingga memulai proses awal dari suatu keganasan. Penelitian lainnya juga
mengatakan bahwa dengan semakin tingginya konsumsi lemak akan meningkatkan
produksi asam empedu yang oleh bakteri kolon kandungan deoxycholic acid pada
asam empedu tersebut akan diubah menjadi suatu bahan yang bersifat karsinogenik
terhadap kolon dan rektum. Diet rendah serat juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya karsinoma rektum karena dengan diet rendah serat akan memperlambat
transit time dari makanan yang kita makan sehingga akan memperlama paparan
terhadap mukosa kolon dan rektum oleh bahan-bahan karsinogenik yang terdapat
dalam makanan tersebut. Diet rendah serat juga diduga memberi kesempatan lebih
lama kepada bakteri-bakteri di kolon untuk mengubah asam empedu menjadi bahan
karsinogenik. Untuk faktor risiko herediter atau keturunan pasien menyangkal hal
tersebut.
Pada pasien dengan karsinoma rektum, ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan
colok dubur, yaitu indurasi dan adanya suatu penonjolan tepi. Dari pemeriksaan fisik
pada rectal toucher pada pasien, didapatkan Teraba masssa intraluminal pada pukul 1
– 6 , massa padat, permukaan massa tidak rata berdungkul dungkul, nyeri tekan (+),
jari tidak dapat meraba ujung atas massa, massa tidak dapat digerakkan, pada
handscoon ditemukan darah dan tidak ditemukan lendir ataupun feses yang
memperkuat untuk penegakan diagnosis. Selain itu dari pemeriksaan fisik bisa
didapatkan tanda-tanda anemia sebagai manifes dari perdarahan yang sudah cukup
lama terjadi, adanya dyspneu menunjukkan adanya embolisasi dari bahan tumor pada
pembuluh darah paru. Pemeriksaan kelenjar limfe pada regio supraklavikular dan
inguinal juga perlu diperhatikan untuk melihat adanya kemungkinan metastase
limfogenik. Dari pemeriksaan abdomen bisa didapatkan adanya suatu massa yang
berbentuk oval dengan konsistensi padat, tepi tidak rata dan mobile. Selain itu
didapatkannya pembesaran hepar, pembengkakan vena pada dinding abdomen dan
ascites menandakan bahwa telah terjadi metastase ke hepar dan kemungkinan adanya
obstruksi pada vena porta namun pada pasien tidak di temukan hal tersebut untuk
menyangkal adanya metastase. Namun masih di perlukan pemeriksaan penunjang
lainnya untuk menegakkan diagnosis. Usulan pemeriksaan pada pasien ini yaitu
pemeriksaan barium enema, sigmoidoscopy, colonoskopy dan biopsi untuk
memastikan letak tumor dan tipe tumor. Sedangkan penatalaksanaan pada pasien ini
adalah operative, radioterapi dan kemoterapi.