Nacl Baguss Nih
Nacl Baguss Nih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rinosinusitis Kronik
1. Definisi
Nasal Polyps 2012 (EPOS 2012) dapat didefinisikan sebagai inflamasi pada
hidung dan sinus paranasal yang dikarakteristik oleh dua atau lebih gejala, salah
satunya harus berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau nasal discharge
(anterior/posterior nasal drip), nyeri atau tekanan pada wajah, penurunan atau
rinosinusitis kronik merupakan polip hidung dan atau mukopurulen dari meatus
medius dan atau edema pada meatus medius dan berdasarkan perubahan CT scan
ditemukan mukosa yang berubah diantara ostiomeatal complex dan atau sinus
2. Patofisiologi
Pada keadaan ini ventilasi dan drainase sinus masih mungkin dapat
kembali normal, baik secara spontan atau efek dari obat-obat yang
bakteri sekunder pada mukosa dan cairan sinus paranasal. Pada saat
Pada pemeriksaan kultur jamur, dijumpai 96% jamur positif pada 210
pada rinosinusitis kronik, dari yang non invasif sampai yang invasif.
Bentuk rinosinusitis karena jamur, antara lain; sinusitis fungal invasif baik
3
eosinofilia, dan peningkatan IL-5 dan IL-13 (Bernstein, 2006; Shah et al.,
2008).
b. Alergi
ini berbeda dengan alergi saluran napas bagian bawah. Histamin bekerja
langsung pada reseptor histamin selular, dan secara tidak langsung melalui
refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui sistem saraf
encer (watery rhinorrhoe) dan edema lokal. Reaksi ini timbul segera
Reaksi alergi terjadi di jalan nafas dan sinus yang menghasilkan edema
Infeksi gigi (infeksi dentogenik) pada gigi rahang atas merupakan salah
satu faktor risiko rinosinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus
alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga sinus maksila hanya
tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar
dentogen pada rinosinusitis kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus
teriritasi atau robek sebagai akibat infeksi gigi, trauma maksilaris, benda
dan destruksi dari soket gigi yang disebut marginal periodontitis (Costa et
al., 2007).
media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung (Becker,
2011).
rinosinusitis kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam
silia dan kualitas sekret. Gangguan salah satu faktor tersebut atau kombinasi
palut lendir ditentukan oleh struktur polimerik dan derajat hidrasi. Perubahan pada
rheologi palut lendir dapat mempengaruhi mekanisme kerja silia (Krouse and
Mucosal Inflamtion
Type 1 Hypersensitivity
T-Cell mediated eosinophilia
Leukotriene dysfunction (Aspirine
sensitive)
Local Ig-E mediated
Super - antigen / bacterial by-product
Environmental damage
3. Penatalaksanaan
Penggunaan cuci hidung dengan larutan salin terbukti aman bagi anak-
anak, orang dewasa, kehamilan maupun usia lanjut. Pencucian hidung dengan
larutan salin isotonik dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada rinosinusitis,
rinitis alergi, infeksi saluran napas atas dan pasca pembedahan sinus.
Kontraindikasi penggunaan terapi ini adalah trauma wajah yang belum sembuh
melaporkan adanya efek samping yang serius terhadap penggunaan larutan salin
isotonik ini. Keluhan yang sering ditemui adalah rasa tidak nyaman dan cemas
pada saat penggunaan awal larutan tersebut (Papsin et al., 2003; Rabago et al.,
2009).
dengan syringe atau neti pot, sedangkan tehnik pencucian hidung dengan semprot
al., 2009).
superolateral kavum nasi dalam posisi duduk atau posisi berdiri, dengan kepala
condong ke kanan atau kekiri dengan sudut sekitar 450 sehingga satu lubang
hidung berada di atas lubang hidung sisi lain. Hidung dicuci dengan cara
mengalirkan cairan cuci hidung pada lubang hidung yang berada di atas sehingga
cairan keluar dari lubang hidung sisi lain. Pada saat proses cuci hidung
berlangsung, dianjurkan bernafas melalui mulut. Alat cuci hidung difiksasi pada
8
bagian superior dari lubang hidung. Buang napas perlahan melalui kedua lubang
hidung setelah proses pencucian selesai untuk membersihkan sisa-sisa cairan dan
dengan terapi konservatif. Tindakan pembedahan dapat berupa irigasi sinus atau
B. Transpor Mukosilia
simultan tergantung pada gerakan silia untuk mendorong gumpalan mukus dan
benda asing yang terperangkap masuk saat menghirup udara melalui sistem
secara inhalasi dapat menyebabkan penumpukan beberapa benda asing yang lain
histopatologi sel hidung, hambatan sel ekskresi ataupun obstruksi anatomi. Waktu
iklim, kelembaban, kebiasaan dan ras. Dalam hal ras, perbedaan luas permukaan
cairan transepitel adalah transpor aktif ion sekunder, terutama, Na+, Cl- dan
bikarbonat. Ion epitel dan proses transpor cairan menentukan komposisi dan
ASL terdiri dari lapisan sol (suspensi cairan dari koloid padat dalam
cairan) atau lapisan perisiliar (PCL) yang terdapat dipermukaan epitel dan
ketebalannya sesuai dengan tinggi silia, dilapisan atasnya terdapat lapisan gel.
kecepatan proses transpor mukosilia. Jika lapisan mukus terlalu tebal dan
dalam bentuk kental dan elastis. Keelastisitasan lapisan mukus penting dalam
proses pembersihan jalan napas oleh silia karena dapat mentrasfer energi secara
efektif dengan sedikit jumlah energi yang dikeluarkan. Semakin kental cairan
mukus, semakin banyak energi yang dibutuhkan dalam proses transpor mukosilia.
Keseimbangan antara gerakan silia, lapisan mukus dan serous yang terbentuk
Gambar 2.2. Lapisan epitel mukosa hidung. 1. Lapisan mukus. 2. Silia dan
Lapisan perisiliar (PCL). 3. Sel bersilia. 4. Sel goblet penghasil mukus ( dikutip
dari Hendrik, 2013).
Ada tiga hal utama yang berperan dalam menjaga fungsi fisiologis sinus,
ostiomeatal saat inflamasi akut mukosa sinus menyebabkan sekret tidak dapat
mengalir ke luar ostium. Edema pada mukosa menyebabkan mukosa sinus yang
Hal tersebut menyebabkan retensi sekret yang akan menjadi media bagi
kualitas dan kuantitas sekret sehingga viskositasnya menjadi lebih kental dan
mekanisme pertahanan tubuh antara silia epitel dengan virus, bakteri maupun
partikel benda asing lainnya yang bekerja secara aktif menjaga agar saluran
11
pernafasan atas selalu bersih dan sehat dengan membawa partikel debu, bakteri,
virus, allergen, toksin dan benda asing lain yang tertangkap pada lapisan mukus
Epitel mukosa hidung terdiri dari lapisan tipis Airway Surface Liquid
(ASL) dan cairan perisiliar (PCL) dengan viskositas rendah. Silia terdapat pada
pada hidrasi ASL dan pergerakan silia. Pada rinosinusitis kronik terdapat
gangguan pada transpor ion Na+ dan Cl- yang menyebabkan dehidarsi ASL dan
Gambar 2.3. Lapisan epitel pada keadaan normal lapisan 1- ASL; 2: PCL; 3:
epitel kolumnar bersilia (dikutip dari Hendrik, 2013).
12
yang larut maupun tidak larut dalam air. Zat yang bisa larut seperti sakarin, obat
topikal, atau gas inhalasi, sedangkan yang tidak larut adalah lamp black, colloid
sulfur, 600-um alluminium disc atau substansi radioaktif seperti human serum
albumin, teflon, bismuth trioxide (Lund and Sacadding, 2004; Valia et al., 2008).
photoelectron maupun metode tidak langsung dengan uji sakarin dan 99mTc-
Uji sakarin telah dilakukan oleh Anderson et al., (1974) dan sampai
sekarang banyak dipakai untuk pemeriksaan rutin. Uji sakarin cukup ideal untuk
untuk tidak menghirup, makan atau minum, batuk dan bersin. Penderita duduk
13
menelan secara periodik tertentu kira-kira satu menit sampai penderita merasakan
manis. Waktu dari mulai sakarin diletakkan di bawah konka inferior sampai
merasakan manis dicatat dan disebut sebagai waktu transpor mukosilia atau waktu
Nilai rerata waktu transpor mukosilia hidung pada orang sehat dilaporkan
sebesar 9,05 ± 3,46 menit sedangkan Ural et al., (2009) menyatakan 17,53 menit.
Jenis larutan salin yang paling banyak digunakan adalah larutan salin isotonik
NaCl 0,9%, tetapi akhir-akhir ini semakin banyak penelitian yang meneliti
salin isotonik adalah suatu larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut yang
sama (tekanan osmotik yang sama) dengan konsentrasi didalam sel (Hernandez,
gerakan silia. Cuci hidung dengan larutan salin isotonik digunakan sebagai terapi
kronik, rinitis alergi, dan penyakit sinonasal lainnya) (Culig et al., 2010;
terlarut yang lebih tinggi daripada didalam sel. Dikarenakan ada perbedaan
konsentrasi, sehingga secara fisiologis larutan didalam sel akan bergerak ke luar
sel untuk menyeimbangkan konsentrasi zat didalam dan luar sel (Halperin, 2009).
menyebabkan palut lendir berada dalam fase sol sehingga sekret bersifat kurang
dan peningkatan ciliary beat. Larutan hipertonik juga memiliki efek mukolitik
15
pada konsentrasi NaCl 7%. Larutan salin hipertonik memiliki efek antibakteri
serta dapat mengurangi edema mukosa (Garavello et al., 2003; Lee et al., 2003).
substansi melewati membran sel dari daerah yang berkonsentrasi rendah ke daerah
hasilnya adalah terjadi peningkatan ASL kembali normal dalam waktu singkat.
Natrium dan Klorida memasuki sel sebagai respon pemberian salin hipertonik.
NaCl pada permukaan ASL menghasilkan perbedaan grandien sehingga air dapat
bergerak transepitelial dan pada arah yang berlawanan yang dibangkitkan oleh ion
transpor aktif, yaitu secara osmotik air berpindah melalui submukosa ke ASL.
Aliran air terjadi terus menerus selama kurang lebih 30-40 detik mengikuti aliran
hiperosmotik dan selama periode equilibrasi NaCl diserap dengan arah yang
Na+ yang relatif tinggi. Sehingga penyerapan air menjadi lebih tinggi pada ASL
Gambar 2.5. Salin Hipertonik menarik air untuk rehidrasi ASL dan mengencerkan
mukus dan memperbaiki transpor mukosilia (dikutip dari Rogers, 2007)
clearance. Larutan hipertonik yang paling banyak digunakan adalah NaCl 3%.
Untuk penggunaan NaCl dengan konsentrasi yang lebih tinggi masih dihindari
C. Kerangka Teori
Faktor etiologi:
viskoelastisitas
mukus Edema mukosa
gerakan silia
RINOSINUSITIS KRONIK
Keterangan :
permukaan sel sehingga mengurangi edema mukosa lebih cepat. Setelah ASL
dapat ditingkatkan.
19
D. Kerangka Konsep
Rinosinusitis Kronik
E. Hipotesis