Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam
menentukan bangsa yang berkualitas. Mutu pendidikan yang baik dipercaya
mampu membentuk masyarakat Indonesia menjadi insan yang beriman, cerdas
dan kompetitif. Mutu pendidikan Indonesia, terutama dalam mata pelajaran
matematika masih rendah. Menurut Marpaung (2008:2) mutu pendidikan kita
dari tahun ke tahun sejak 1975 sampai sekarang terkesan tidak meningkat,
apalagi kalau dibandingkan dengan perkembangan di negara-negara lain
termasuk beberapa negara tetangga yang dulu keadaannya relatif sama dengan
Indonesia, seperti Korea Selatan, dan Malaysia. Indikator rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia diantaranya: prestasi wakil-wakil Indonesia pada
even-even internasional seperti IMO (International xiii Mathematics
Olympiad) tahun 2007 Indonesia ranking 52 dari 93 negara peserta, PISA
(Programme for International Student Assessment) tahun 2006 Indonesia
rangking 32 dari 33 negara dan prestasi dalam ujian nasional yaitu untuk
mencapai skor 5,0 saja sangat sulit bagi banyak siswa dan menimbulkan
masalah dalam masyarakat.
Data yang dikeluarkan oleh Kemendikbud menunjukkan Nilai rata-rata
UN tahun 2013 sebesar 6,10, sedangkan nilai rata-rata UN tahun 2014 sebesar
6,52. Ini berarti terjadi peningkatan rata-rata nilai UN sebesar 0,42%.
Peningkatan persentase juga terjadi pada tingkat kelulusan siswa yang mana
pada tahun 2013 tingkat kelulusan siswa SMP/MTs sebesar 95,56%,
sedangkan pada tahun 2014 tingkat kelulusannya mencapai 99,94%. Ini berarti
bahwa jika dibandingkan dengan tahun 2013, maka tingkat kelulusan siswa
SMP/MTs pada tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 0,38%. Meskipun
data tersebut menunjukkan peningkatan rata-rata nilai UN dan tingkat
kelulusan, tetapi di sisi lain daya serap untuk materi statistik justru
menunjukkan penurunan. Pada tahun 2012 rata-rata nilainya adalah 77,91,

1
2

tahun 2013 rata-rata nilainya adalah 66,71, sedangkan pada tahun 2014
semakin turun hingga rata-rata nilainya hanya 58,01.
Bermacam-macam faktor yang menyebabkan rata-rata nilai ujian
nasional matematika hanya sedikit sekali peningkatannya dan justru
menunjukkan penurunan rata-rata nilia pada materi statistika diantaranya
faktor internal dan eksternal dengan kecerdassan, fisiologis, sikap, minat,
bakat, dn motivasi yang berasal dari dalam diri siswa dan merupakan faktor
internal, dan guru, model pembelajaran, lingkungan dan fasilitas yang ada di
sekolah sebagai faktor eksternalnya. Beberapa penelitian yang dilakukan di
sekolah berkaitan dengan model pembelajaran, karena model pembelajaran
yang digunakan oleh beberapa guru model konvensional sehingga
menyebabkan siswa cenderung merasa bosan dalam proses belajar matematika
di kelas. Menurut Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani (2007:57)
sejauh ini paradigma pembelajaran matematika di sekolah masih didominasi
oleh paradigma pembelajaran konvensional, yakni paradigma mengajar siswa
diposisikan sebagai objek, siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa.
Sementara guru memposisikan diri sebagai orang yang mempunyai
pengetahuan, sebagai satu-satunya sumber ilmu. Kegiatan belajar mengajar
mengajar dikelas yang berpusat kepada guru menyebabkan rendahnya
aktivitas siswa baik antara siswa dengan siswa yang lain, maupun antara siswa
dengan guru sehingga interaksi yang terjadi di kelas menjadi rendah. Hal ini
menjadikan tantangan bagi setiap guru matematika untuk menyajikan model
pembelajaran yang memudahkan siswa, menyenangkan, dan efektif bagi
peningkatan hasil belajar matematika.
Menurut Anita Lie (2008:11) perlu ada perubahan paradigma dalam
menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah
seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan
siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-
muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur
proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga
saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Sistem pengajaran yang
3

memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama
siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem pembelajaran
gotong royong atau cooperative learning (pembelajaran kooperatif).
Belajar dengan cara kerja sama (cooperative learning) dapat dilakukan
dalam suasana yang menyenangkan. Peneliti berkeinginan untuk
membandingkan dua model pembelajaran yang sama-sama melibatkan siswa
dalam kegiatan pembelajaran sebagai anggota kelompok-kelompok kecil, tipe
pembelajaran kooperatif Teams-Games-Tournament (TGT) dalam bentuk
permainan. Pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan jenis pembelajaran
kooperatif dimana siswa setelah belajar dalam kelompok diadakan turnamen
akademik. Dalam turnamen tersebut siswa akan berkompetisi sebagai wakil-
wakil dari kelompok mereka dengan anggota kelompok lainnya yang
berkemampuan sama. Pemilihan model ini bertujuan untuk menghilangkan
kebosanan yang dialami oleh siswa saat proses pembelajaran berlangsung
karena model ini memberian kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan
memberikan latiihan soal yang berbentuk kuis, sehingga para siswa akan
merasa seakan bermain padahal mereka sedang belajar matematika.
Permasalahan yang ada di dalam materi statistika yang berupa data, dan
lambang-lambang menyebabkan siswa mengalami kebingungan menggunakan
rumus yang mana. Kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran
termasuk dalam hal bertanya bisa diatasi menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS). Adanya diskusi antar siswa
dalam kelompok maupun di luar kelompok yang ada d dalam model
pembelajaran TS-TS ini bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kemampuan
bertanya dan memahami materi, khususnya materi statistik: penyajian data dan
ukuran pemusatan.
Selain model pembelajaran, ada faktor lain yang mempengaruhi
keberhasilan suatu proses pembelajaran, yaitu faktor gaya belajar yang berasal
dari siswa. Setiap siswa mempunyai karakteristik gaya belajar yang berbeda.
Menurut Melvin (2006:28) kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta
didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan
4

sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka
lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Sebagian siswa
mengandalkan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama
pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya
oleh suara atau kebisingan. Sebagian siswa lain lebih suka belajar dengan
terlibat langsung dalam kegiatan, seperti bekerja sama dalam kelompok.
Dengan mengetahui gaya belajar yang berbeda, diharapkan membantu para
guru dalam membimbing dan menyajikan model pembelajaran yang
memudahkan siswa, menyenangkan dan efektif dalam peningkatan hasil
belajar matematika.
Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut, peneliti
melakukan sebuah penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe
Teams-Game-Tournament dan Two Stay-Two Stray untuk meningkatkan
prestasi belajar belajar matematika siswa kelas IX SMP Se-Kotamadya Kediri
khususnya pada materi statistik: peluang teoritik dan empirik ditinjau dari
gaya belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Kurang tepatnya model pembelajaran matematika yang digunakan guru
dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa.
2. Penggunaan model pembelajaran matematika yang berbeda kemungkinan
dapat menyebabkan perbedaan prestasi belajar siswa.
3. Adanya perbedaan gaya belajar siswa kemungkinan dapat menyebabkan
perbedaan prestasi belajar matematika siswa.
4. Karena perbedaan gaya belajar siswa maka ada kemungkinan bahwa
penggunaan suatu model pembelajaran matematika tidak selalu cocok bagi
semua siswa.
5

C. Pembatasan Masalah
agar penelitian lebih terarah dilakukan pembatasan masalah-masalah sebagai
berikut:
1. Model pembelajaran yang dibandingkan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS).
2. Karakteristik siswa yang dibatasi pada gaya belajar siswa yang
dikategorikan ke dalam gaya belajar visual, gaya belajar auditorial atau
gaya belajar kinestetik.
3. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri Se-Kotamadya
Kediri
4. Prestasi belajar matematika siswa dibatasi pada prestasi belajar
matematika siswa pada materi pokok statistika.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik,
siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-
Games-Tournament (TGT) atau Two Stay Two Stray (TS-TS)?
2. Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik,
siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditorial atau kinestetik?
3. Pada masing-masing kategori model pembelajaran kooperatif manakah
prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang memiliki gaya
belajar visual, auditorial atau kinestetik?
4. Pada masing-masing kategori gaya belajar siswa, manakah yang
mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament
(TGT) atau Two Stay Two Stray (TS-TS)?
6

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui prestasi belajar matematika yang lebih baik, peserta didik
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-
Tournament (TGT) atau Two Stay Two Stray (TS-TS).
2. Untuk mengetahui prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa yang
menggunakan gaya belajar visual, auditorial atau kinestetik.
3. Untuk mengetahui prestasi belajar matematika yang lebih baik pada masing-
masing kategori model pembelajaran kooperatif, siswa dengan gaya belajar
visual, auditorial atau kinestetik.
4. Untuk mengetahui prestasi belajar matematika yang lebih baik pada masing-
masing kategori gaya belajar siswa, siswa yang menggunakan gaya belajar
visual, auditorial atau kinestetik.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh melalui penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan
praktis sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan pengetahuan yang lebih terperinci mengenai model
pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT), model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) untuk
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
b. Sebagai bahan acuan dan referensi untuk pertimbangan bagi penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa
1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-
Tournament (TGT), model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray (TS-TS) dalam matematika dapat membantu dan mempermudah
siswa dalam memahami suatu konsep matematika.
2) Meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
3) Siswa lebih berminat dalam mengikuti proses belajar mengajar.
7

b. Bagi guru matematika


Membantu guru dalam memilih dan menentukan alternatif model
pembelajaran yang sebaiknya digunakan dalam proses pembelajaran agar
pencapaian penanaman konsep matematika benar-benar tepat dan efektif
pada pokok bahasan.

Anda mungkin juga menyukai