Anda di halaman 1dari 245

Daftar Isi

1 Daftar Isi
2 Kata Pengantar
3 Curriculum Vitae
4 Daftar Abstrak Pemakalah Undangan
5 Daftar Abstrak Pemakalah Oral
6 Daftar Abstrak Pemakalah Poster
Kata Pengantar

Sejawat Apoteker yang kami banggakan,


Memasuki abad ke 21, Semua unsur dan elemen kefarmasian Indonesia
(regulator, perguruan tinggi, asosiasi profesi, masyarakat bisnis farmasi)
harus bersama bergerak ke depan membangun keunggulan kompetitif
yang dinamis, inovatif dan adaptif terhadap era perubahan khususnya
pelayanan kesehatan di masa yang akan datang.
Di abad ke 21, permasalahan kesehatan telah menjadi masalah yang sangat kompleks,
karenanya fasiltas kesehatan harus mengambil langkah pendekatan yang lebih holistik
terhadap pengobatan, penanganan dan perawatan pasien, perawatan kesehatan yang
efektif harus melibatkan seluruh tenaga kesehatan termasuk didalamnya profesi apoteker.
International Pharmaceutical Federation (FIP) telah mencanangkan tema untuk tahun
2015, yaitu “Pharmacists: your partners in health”. Setiap hari diharapkan tiga juta
apoteker di dunia dan lebih dari 40 ribu apoteker di antaranya di Indonesia harus
bertindak sebagai mitra profesi tenaga kesehatan lainnya, di seluruh rantai pelayanan
kesehatan dengan visi bersama untuk mewujudkan kesehatan masyarakat yang lebih baik.
RAPAT KERJA NASIONAL & PERTEMUAN ILMIAH NASIONAL 2015, yang
berlangsung dari tanggal 7 Mei 2015 sampai dengan 10 Mei 2015 di Bukittinggi,
Sumatera Barat diharapkan menjadikan:
• Organisasi IAI yang lebih kokoh untuk melaksanakan tugas pokok organisasi,
mempersatukan, memberdayakan, melindungi, membina, dan mengayomi seluruh
anggota ikatan
• Apoteker menjadi profesi tenaga kesehatan yang paling mudah diakses oleh
masyarakat dan sangat terampil di bidangnya untuk mewujudkan peningkatkan
kualitas, mutu dan ketepatan biaya (cost effective) dengan menempatkan patient
safety di atas segalanya pada seluruh pelayanan kesehatan di Indonesia
Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing dan melindungi langkah kita
sehingga hidup kita semakin bermanfaat bagi diri kita, keluarga kita dan bagi nusa bangsa
tercinta

Jakarta, April 2015


Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt
Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia
Curriculum Vitae
Maura Linda Sitanggang

1. Full Name : Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D.

2. Institution : Ministry of Health, Republic of Indonesia


Position : Director General of Pharmaceutical Services and Medical
Devices

3. Place/ Date of birth : Medan, May 3rd 1958

4. Educational Background :
 Undergraduate : Faculty of Pharmacy, Institut Teknologi Bandung, 1981
 Pharmacist (Apoteker) : Faculty of Pharmacy, Institut Teknologi Bandung, 1982
 Postgraduate : School of Pharmacology University of Bath, United
Kingdom, 1988

5. Working experience :
 2001-2007 : Director of Drug and Biological Product and Evaluation,
National Agency of Drug and Food Control
 2007-2010 : Inspector of National Agency of Drug and Food Control
 2010-2012 : Director of Traditional Medicines Cosmetics and Food
Suplement Evaluation, National Agency of Drug and
food Control
 2012- now : Director General of Pharmaceutical Services and Medical
Devices
Arustiyono

Nama : Drs. Arustiyono, Apt. MPH


Tempat/Tanggal Lahir : Kudus, 12 Agustus 1963
Alamat : Jl. Cempaka Putih Tengah XXA No. 11 Jakarta Pusat
Pekerjaan : Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan
PKRT, Badan POM RI, Jl. Percetakan Negara 23,
Jakarta Pusat
Riwayat Jabatan :  Tahun 2009 – 2010: Kepala Biro Umum , Badan
POM RI
 Tahun 2010 -2014: Kepala Biro Perencanaan dan
Keuangan, Badan POM RI
 Tahun 2014 – sekarang: Direktur Pengawasan
Distribusi Produk Terapetik dan PKRT, Badan POM
RI
Riwayat Pendidikan :  Tahun 1982 -1987: Farmasi, ITB
 Tahun 1987-1988: Apoteker, ITB
 Tahun 1998-1999: Master Public Health, Boston
University, Amerika Serikat
Dayar Arbain

Nama : Prof. Drs. Dayar Arbain, PhD, Apt


Tempat/Tanggal Lahir : Bukittinggi, 27 Nofember 1948
Alamat : Jl Perjuangan IV no 02, Belanti Timur, Padang 25137
Pekerjaan : Dosen Falkultas Farmasi - Unand
Riwayat Jabatan :  Ketua Jurusan Farmasi Unand 1988-1991
 Ketua Lembaga Penelitian Unand, 1998-2006
Riwayat Pendidikan :  Sarjana Farmasi- Unand 1976
 Apoteker, Farmasi Unand 1977
 PhD University of Western Australia, 1986
Dedy Almasdy

Nama : Dr (clin pharm) Dedy Almasdy MSi., Apt.


Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Alam / 19 Februari 1971
Alamat : Jl. Barito no. 12 Padang Barat - Padang (25115)
Pekerjaan : Staf Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Riwayat Jabatan : 1997 - 1998 : CPNS
1998 - 2002 : Asisten Ahli
2002 - 2008 : Lektor
2008 - 2015 : Lektor Kepala
Riwayat Pendidikan : S1 : Fakultas Farmasi – Universitas Andalas (1996)
S2 : Sekolah Farmasi – Institut Teknologi Bandung (2001)
S3 : PP Sains Farmasi – Universiti Sains Malaysia (2011)
Profesi Apoteker : Fakultas farmasi Universitas Andalas (1997)
Ernawati Sinaga

Nama : Prof. Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt.


Tempat/Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 31 Juli 1955
Alamat : Jalan R.M. Kahfi I Tanah Baru RT 003/08 No. 18, Beji
Depok

Pekerjaan : Ketua Dewan Editor Jurnal Farmasi Indonesia


Riwayat Jabatan : A. Struktural
 Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian
kepada Masyarakat dan Kerjasama Universitas
Nasional, tahun 2010 - sekarang
 Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat Universitas Nasional, tahun
2011 - sekarang
 Kepala P3TO (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tumbuhan Obat) Universitas
Nasional, tahun 2001 - 2010
 Dekan Fakultas Biologi UNAS, tahun 1997 -
2000

B. Fungsional
 Dosen Fakultas Biologi UNAS, tahun 1982 –
sekarang
 Dosen Program Pasca Sarjana Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia, 2003 – sekarang
 Dosen Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,
tahun 2005-sekarang
 Dosen Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2003 – 2010

C. Lain-lain
 Ketua Dewan Editor Jurnal Farmasi Indonesia
(terakreditasi), ISSN 1412-1107, Penerbit
Ikatan Apoteker Indonesia, 2002-sekarang
 Mitra Bestari Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia (terakreditasi), ISSN 1693 - 1831,
Penerbit Universitas Pancasila, 2008-sekarang
 Mitra Bestari Jurnal Ekologi Kesehatan, ISSN
1412-4025. Penerbit Puslitbangkes. 2012-
sekarang
 Mitra Bestari Jurnal Vis Vitalis, Fabiona, 2008
- sekarang
 Mitra Bestari Majalah Ilmu dan Budaya,
Universitas Nasional, 2006-2011
 Reviewer proposal Hibah Penelitian
Desentralisasi Kemenristekdikti, tahun 2014-
sekarang

Riwayat Pendidikan :  Program Doktor Ilmu Kimia, Kekhususan


Biokimia-Biologi Molekuler, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia, (Penelitian di Dept.
Pharmaceutical Chemistry University of
Kansas, Lawrence KS USA), lulus tahun 2001
 Magister Sains Ilmu Kedokteran Dasar
Program Studi Biomedik, Kekhususan
Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, lulus tahun 1991
 Pendidikan Apoteker, Jurusan Farmasi,
FMIPA-UI, lulus tahun 1980
Henny Lucida

CURRICULUM VITAE

Nama : Prof. Dr. Henny Lucida, Apt

Tempat/Tanggal Lahir : Padang Panjang, 15 Januari 1967

Alamat :

Pekerjaan : Guru Besar

Riwayat Jabatan :

Riwayat Pendidikan :  Sarjana Farmasi (Universitas Andalas, Padang),


1990
 Apoteker (Universitas Andalas, Padang), 1991
 Doctor of Philosophy (Curtin University of
Technology, Perth, Western Australia) 1998
Iis Rukmawati

Nama : IIS RUKMAWATI, S.Si., MM.Kes., Apt.


Tempat/Tanggal Lahir :
Alamat : UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung
Pekerjaan :
Riwayat Jabatan :  Tahun 1984 – 2011 Apotek
 Tahun 1991 Dinas Kesehatan Kota Bandung
 Tahun 1996 Puskesmas Salam
 Tahun 2008 Puskesmas Ibrahim Adjie

Riwayat Pendidikan :  Sekolah Asisten Apoteker Tahun 1984


 Teknologi Makanan Tahun 1988
 Apoteker Tahun 2011
 Magister Manajemen Kesehatan Tahun 2014
Lente Melanie

Nama : Dra. Lente Melanie, Apt.


Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 17 Oktober 1957
Alamat : Jln. Mangga No. 17 Bandung
Pekerjaan : PT. MEDIKA ANTAPANI - Director
KBIH YAYASAN LABBAIK - Foundation President
YAYASAN MAZAYA INSANI - Foundation President

Riwayat Jabatan :  Tahun 1989 mendirikan Apotek Medika dan BP


Medika Antapani Jl. Purwakarta No. 3 Antapani
Bandung
 Pemilik & Direktur Utama PT. Medika Antapani
(unit usaha diantaranya: Klinik, Apotek, dan Lab).
 Pemilik Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan
Umroh Yayasan Labbaik Sejak Tahun 1993.
 Pemilik dan Ketua Yayasan Mazaya Insani Sejak
Tahun 2014

Riwayat Pendidikan : 1984


Pharmacist Padjadjaran University.

1972-1974
SMA Negeri V Bandung

1969 - 1971
SMPN 5 Bandung

1963 -1968
SDN Banjarsari Bandung
Mariyatul Qibtiyah

Nama : Mariyatul Qibtiyah, S.Si, SpFRS, Apt


Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 15 Februari 1971
Alamat : Jl. Mejoyo I no. 23 Kalirungkut - Surabaya

Pekerjaan :  Ka.Unit Pelayanan Farmasi IRNA Anak RSUD


Dr.Soetomo
 Sekretaris Tim PPRA RSUD Dr.Soetomo

Riwayat Jabatan :  Praktisi Farmasis klinik di SMF. Ilmu Kes Anak


 Supervisor Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
 Tim Trainer Layanan Sepenuh Hati (LSH)
 Tim Panitia Akreditasi Rumah Sakit (PARS)
 Sekretaris Tim Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba (PPRA) RSUD Dr.Soetomo
 Sekretaris II Komite Pengendalian Resistensi
Antimikroba (KPRA)- Kemenkes RI
 Pengajar program magister farmasi klinik di
Universitas Airlangga dan Universitas Ahmad
Dahlan

Riwayat Pendidikan : - S-1 Farmasi – FFUA lulus th 1994

- Profesi Apoteker- FFUA lulus th 1995

- Spesialis Farmasi Rumah Sakit-FFUA lulus th 2001


Muslim Suardi

Nama : Dr. Muslim Suardi, M.Si., Apt.


Tempat/Tanggal Lahir : Bukittinggi, 14 Desember 1956
Alamat : Jl. Durian No. 8 Purus Baru Padang 25115
Pekerjaan : Dosen Fakultas Farmasi Unand
Riwayat Jabatan :  Rektor Universitas Mohammad Natsir
Bukittinggi
 Dekan Fakultas Farmasi Unand
 Pembantu Dekan III FMIPA Unand
 Ketua Program Studi Pascasarjana Unand
Riwayat Pendidikan :  S3: School of Pharmacy Universiti Sains
Malaysia - Penang Malaysia
 S2: Jurusan Farmasi ITB – Bandung
 Apoteker: Jurusan Farmasi FMIPA Unand
 S1: Jurusan Farmasi FMIPA Unand
Shirly Kumala

Nama : Prof. Dr.Shirly Kumala, M.Biomed, Apt


Tempat/Tanggal Lahir :
Alamat : Srenseng Sawah, Jagakarsa Jakarta Selatan
Pekerjaan : Dewan Editor Jurnal Farmasi Indonesia
Riwayat Jabatan : 
Riwayat Pendidikan :  2005: Lulus Doktor Program Ilmu Kedokteran
Dasar (Biomed) Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
 1997: Lulus Magister Biomedik, Kekhususan
Mikrobiologi Program Pasca Sarjana, Universitas
Indonesia.
 1982: Lulus Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas
Pancasila
 1989: Lulus Sarjana Farmasi, Universitas Pancasila
Zullies Ikawati

Nama : Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt.


Tempat/Tanggal Lahir :
Alamat : Jl.Kaliurang Km 6.7 Gg. Sumatera E 117, Yogyakarta
Pekerjaan : Guru Besar
Riwayat Jabatan : 1993 – sekarang: Dosen Fakultas Farmasi UGM
2001 – 2012 dan 2015 - sekarang: Pengelola Program
Pasca Sarjana Magister Farmasi Klinik UGM

Riwayat Pendidikan :  1992: Sarjana Farmasi FF UGM


 1993: Apoteker FF UGM
 2001: Doctor of Philosophy in Pharmacology,
Ehime University School of Medicine, Japan
Asman Manaf
Prof. Dr. dr. Asman Manaf, SpPD-KEMD
NIP 19450102 197503 1 001
Tempat/Tgl. Lahir Payakumbuh, 2 Januari 1945
Jurusan / Prodi Ilmu Penyakit Dalam / Endokrin
Metabolik
Istri dr. Gayatri Asman
Anak 4 (empat) orang
Fakultas Fak.Kedokteran / Univ Andalas
Pendidikan
S1 1973 : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Sp1 1980 : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas /
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sp2 1992 : PB Perkeni
S3 2004 : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Course 1990 : Thyroidology/Nuclear Medicine Paris,
France
Jabatan 2002 – 2012 : Kepala Subbagian Endokrinologi Metabolik dan
Diabetes Bag. IPD Fak. Kedokteran Unand/
RS Dr. M. Djamil Padang.
_____________________________________________________
2003: Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FK Unand
2004 – 2012 : KPS PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK Unand
2005 – 2012 : Ketua Tim Koordinator Pengelola PPDS
( TKP - PPDS ) FK Unand
2005 – Sekarang : Ketua Perkeni Cabang Sumatera Barat
 N a m e : MAYAGUSTINA ANDARINI
 Current Position:
1. Head of Sub Directorate Cosmetics Product Safety
Evaluation, the Directorate of Traditional Medicine, Health
Supplement and Cosmetics Product Safety Evaluation, the
National Agency for Drug and Food Control, the Republic of
Indonesia
2. Deputy Secretary General , the Indonesian Pharmacist
Association

 Educational Background:

NO Level of Year of Subject University


Education passed
1 Undergraduate 1990 Pharmaceutical Faculty of Pharmacy, Gadjah
Sciences Mada University, Yogyakarta,
Indonesia
2 Profession 1991 Pharmacist Faculty of Pharmacy, Gadjah
Mada University, Yogyakarta,
Indonesia
3 Postgraduate 2007 Molecular Department of Pharmaceutical
Toxicology Sciences, Vrije Universiteit
Amsterdam, the Netherlands

 Working Experience:
NO Position Year
1 Staff of the Sub Directorate Cosmetics and Medical Devices 1993-1999
Regulations, the Directorate of Cosmetics and Medical Devices
Control, the Directorate General of Drug and Food Control, Ministry
of Health, the Republic of Indonesia
2 Acting Head Section of Cosmetics Products Registration, the 1999-2000
Directorate of Cosmetics and Medical Devices Control, the
Directorate General of Drug and Food Control, Ministry of Health,
the Republic of Indonesia
3 Head Section of Drug’s Price Information, the Directorate General 2000-2001
of Drug and Food Control, Ministry of Health, the Republic of
Indonesia
4 Head Section of Permanent Secretary Administration, the National 2001-2002
Agency for Drug and Food Control, the Republic of Indonesia
5 Head of Sub Directorate Cosmetics Standardization, the Directorate 2002-2005
Standardization Traditional Medicines, Cosmetics and
Complementary Products, the National Agency for Drug and Food
Control, the Republic of Indonesia
6 Head of Sub Directorate Cosmetics Product Safety Evaluation, the 2010 –now
Directorate of Traditional Medicine, Health Supplement and
Cosmetics Evaluation, the National Agency for Drug and Food
Control, the Republic of Indonesia
Name: Xavier Couvignou
Current Position:
Regulatory Affairs Director for South East Asia Australasia
for Foods and Home Personal Care Unilever. Xavier has been
working 19 years for Unilever R&D in 5 different countries.

Educational Background:
BSc and MSc in Chemistry, Xavier specialized another 2 years
with an Engineer degree (MEng) in Food Science from the
ENSIA (French National Superior School for Food Industries)
in Paris, France.

Working Experience:
- He joined Unilever in November 94 in Strasbourg /
France as Project Manager for Knorr products. In 97, he became R&D Manager for the
European R&D Center of Excellence for liquid Savory products and led the Team who
developed and launched liquid soups, sauces & bouillons across Europe.

- In February 2000, he moved to Argentina to lead the Department of new technologies for
Argentina, Brazil, Chile, Uruguay & Paraguay. Two years later, he moved to Cambridge /
UK and the Unilever Global Research Center in Colworth, north of London where he
worked in the SEAC (Safety & Environmental Assurance Centre) global group for more
than 7 years where he was successively Director of the Global Safety Approval
Department, Programme Director and Resource Director.

- In September 2009, he joined the other Unilever Global Research centre in Vlaardingen,
in the Netherlands to be the Global Strategy and Operations Director for Unilever
Clinicals group, coordinating Clinicals Teams & activities across 7 locations globally.

- In September 2011, he then moved to Bangkok as Regulatory Affairs Director for South
East Asia Australasia. His Teams, based across 10 locations in 6 countries, are ensuring
regulatory compliance of all Foods and Home Personal Care Unilever products in the
region, as well as driving Innovation support and advocacy activities.
 Name : Ms. Fusae Harada

 Current Position : Director of Human and Environmental Safety Evaluation


Center,
Research and Development Headquarters (Lion
Corporation)

 Education :
April 1982- March 1985 : Bachelor of Science (Biology) at Ochanomizu University

 Career History :
o April 1985 Joined Lion Corporation
o January 2009- Present : Director of Human and Environmental Safety
Evaluation Center
 NAME : Masato Hatao, Ph.D.

 Current Position : General Manager in Safety Research & Development Laboratory -


SHISEIDO

 EDUCATION :
o 1979 (Bachelor of Engineering; Chemistry)
o 1981 (Master of Engineering; Chemistry) Waseda University (Tokyo, Japan)
o 1991 (Master of Science; Cosmetic Science) University of Cincinnati (Ohio, USA)
o (1992-1994) Researcher - Drug Analysis Laboratory - Nagoya City University
(Aichi, Japan)
o 1995 (Doctor of Philosophy; Pharmaceutical Sciences) Showa University (Tokyo,
Japan)

 AWARDS
o 1991: Society of Cosmetic Chemists Ohio Valley Chapter Scholar Incentive Award
o 1993: Japanese Society of Alternatives to Animal Experimentation Golden
Presentation Award
o 1999: Award for Scientific Research from Japanese Society of Alternatives to
Animal Experimentation
o 2004: Japanese Cosmetic Science Society Award

OTHER APPOINTMENTS
o Japan Cosmetic Industry Association UV Task Force: Chair (2007-present)
o ISO TC217 WG7 Expert (2007-present)
o Japanese Society of Immunotoxicology : Committee Member (2003-present)
o Research and Development of in vitro and in vivo Assays for Progressive Hazard
Assessment Methods ”Development of in vitro assays to detect hepatotoxicity,
nephrotoxicity, and neurotoxicity: Interim Evaluation Meeting Peer Review Panel
(2013)
o National Institute of Drug and Food Health Sciences (Japan) Research Project: Peer
Review Board (2001-2008)
o National Institute of Environmental Health Science / National Institute of Health
(USA): Local Lymph Node Assay Peer Review Panel (1998)
o Japanese Society of Alternatives to Animal Experiments: Auditor (1997-1999)
Committee Member (1999-2003, 2005-present)
o Alternatives to Animal Testing and Experimentation: Associate Editor (2000-2003,
2005-present)

PROFESSIONAL CAREER Shiseido Research Center (1981-present)


o 2013-present : General Manager in Safety Research & Development Laboratory
o 2009-2013 : General Manager of Functional Food Research & Development
Center
o 2008-2009 : Manager for Open Innovation in Innovative Science R& D Center
o 2007-2008 : Director of Skin Research Laboratories
o 2005-2007 : Director of Cosmetic Pharmacology Laboratories
o 2001-2004 : Meiji Pharmaceutical University : Adjunct Lecturer - Cosmetic
Science
SUPPLEMENTARY INFORMATION:
Academic Societies: Japanese Society for Investigative Dermatology, Japanese Society of
Immunotoxicology, Japanese Society for Photomedicine and Photobiology, Japanese Society
of Alternatives to Animal Experiments Japanese Cosmetic Science Society, Japanese Society
of Cosmetic Chemists
2013 : Invited Lectures, Symposia:The 67th Annual Congress of Japan Clinical
Ophthalmology (Yokohama)
2012 : Fragrance Journal Seminar (Tokyo)
2012 : Society of Photoaging (Tokyo)
2012 : Oleo Science Seminar (Tokyo)
2007 : Societa Italiana di Chimica e Scienza Cosmetologiche (Milan) Innovation Day
2005 : The 7th Asian Congress of Dermatology (Kuala Lumpur)
2004 : The 29th Annual Meeting of Japanese Cosmetic Science Society (Tokyo)
2004 : Academic Conference of Dermatology of the Integration of TCM with Western
Medicine (Guangzhou)
2002 : The 16th Annual Meeting of Japanese Society of Alternatives to Animal
Experimentation (Tokyo)
2001 : The 74th Annual Meeting of Japanese Tissue Culture Society and The 15th Annual
Meeting of Japanese Society of Alternatives to Animal Experimentation (Tsukuba)
2000 : European Society for Cosmetic & Aesthetic Dermatology (Niece)
1999 : The 24th Annual Meeting of Japanese Society of Investigative Dermatology (Kobe)
1999 : The 6th Annual Meeting of Japanese Society of Immunotoxicology (Sendai)
1998 : Workshop for the Status of Alternatives to Animal Experimentation and Related
OECD Guidelines (Tokyo)
1998 : Japanese Society of Industrial Health Society (Tokai District Meeting) (Shizuoka)
1995 : The Tenth International Conference on Contact Dermatitis (Nagoya)
CURRICULUM VITAE

Name : SRI SAYEKTI


Education : Graduated from University of Gadjah Mada, Majoring Pharmacist ( 1979 )
Work Experiences :

Pharmaceutical Industry Profesional for +/- 35 years at :


• PT Phapros Tbk
• PT Kalbe Farma
• PT Novartis Biochemie
• PT Combiphar
• Mensa Group

Job Position :
• Registration Officer ; Quality Control supervisor ; Production Manager ; Logistics Manager
(coordinating PPIC- Purchasing - Warehouse of Starting Material , Packaging & Finished Product ) ;
Quality Assurance Manager ;
• Plant Manager ;
• Technical Operations Director ( for API & Pharma plants ) ;
• Head of Quality Assurance & Product Development ;
• Production Director ;
• Corporate Technical Advisor

Current assignments :
1. Expert team
- Good Manufacturing Practice (GMP) – BPOMRI
- Good Distribution Practice (GDP) – Directorate of Distribution - BPOMRI
- Good Manufacturing Practice of Traditional Medicines – BPOMRI
2. Secretary and Organization Development Director of ISPE Indonesian Affiliate
Nama Lengkap : dr. Hari Paraton, SpOG(K)
Tempat, tgl.lahir : Kediri, 1 Mei 1954
Alamat : Sidosermo V – 10 Surabaya
Telepon/ email : 0811314571 , email: hparathon@yahoo.com
Unit Kerja : SMF/Dep. Obstetri Ginekologi
RSUD Dr.Soetomo – FKUA
Jabatan :
1. Kepala Divisi Uroginekologi Rekonstruksi SMF/Dep. OBSGIN RSUD
Dr.Soetomo-FKUA
2. Ketua Tim PPRA RSUD Dr.Soetomo
3. Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) KEMENKES
RI

Riwayat Pendidikan:
1. Dokter : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tahun 1981
2. Spesialis ObGin : Fak. Kedokteran Unair/ RSU Dr. Soetomo tahun 1989
3. Konsultan ObGin : Kolegium Obstetri Ginekologi tahun 2003

Pendidikan tambahan:
1. Pelatihan Ketrampilan Melatih (CTS) dan Pelatihan Advanced Training Skill (ATS) di Jakarta
th 1995
2. Pelatihan Instructional design di Jakarta th 1995
3. Pelatihan laparoskopi di bidang Ginekologi di Perth Autralia th 2000
4. Pelatihan Prudent Use of Antibiotics di Rotterdam th 2004
5. Pelatihan How to influence the people di Rotterdam th 2004
6. Pelatihan International Registered Certification Auditor (IRCA) di Surabaya th 2005
7. Pelatihan High Impact Presentation di Singapore th 2006
8. Pelatihan Uroginekologi di Sydney th 2007

Organisasi:
1. Penasehat POGI cabang Surabaya
2. Pengurus Pusat POGI
3. Pengurus PERKINA cabang Surabaya
4. Pengurus IDI Wilayah Jawa Timur
5. Anggota IRCA (International Registered Certification Auditor)
6. Anggota IHQN (Indonesian Heath Quality Network)
7. Anggota APUA Indonesia chapter (Alliance Prudent Use of Antibiotic)

Riwayat pekerjaan:
1. Puskesmas Dili Timor-Timor 1982-1983
2. Pertamina 1984-1985
3. PPDS OBSGIN FKUA 1985-1989
4. RSUD Baucau Timor-Timor 1990-1991
5. RSUP Dili Timor-Timor 1991-1992
6. RSUD Dr.Soetomo 1992-sekarang
7. Auditor ISO 9001:2000 th 2006-sekarang
8. Auditor PPRA Kemkes th 2005-sekarang
ABSTRAK
PEMAKALAH
UNDANGAN
Penguatan Quadruple Helix dalam Peningkatan Kompetensi Apoteker Guna
Pengembangan Bahan Baku Farmasi"Oleh: Maura Linda Sitanggang

Oleh: Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D


Dirjen Binfar & Alkes, Kementerian Kesehatan RI

ABSTRAK

Kemandirian di bidang bahan baku farmasi merupakan salah satu prioritas yang selalu
diupayakan oleh pemerintah, mengingat ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku
farmasi impor baik bahan aktif, bahan pembantu, bahan kosmetika maupun bahan baku obat
tradisional masih sangat tinggi. Untuk menunjukkan keseriusan ini pemerintah telah
mencantumkan program kemandirian bahan baku farmasi dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010-2014 dan RPJMN tahun 2015-2019.

Pengembangan bahan baku farmasi di Indonesia memerlukan keterlibatan berbagai


stakeholder terkait, baik dalam penyediaan bahan baku, penelitian, pengembangan maupun
pemasaran. Jejaring/networking pengembangan bahan baku farmasi yang terdiri dari
kalangan akademisi (academic), dunia usaha (business), pemerintah (government) dan
masyarakat (community) atau dikenal dengan Quadruple Helix, perlu terus ditingkatkan agar
dapat terus berpartisipasi dalam koridornya masing-masing, untuk satu tujuan yang sama
yaitu pengembangan bahan baku obat di Indonesia.

Peranan apoteker dalam mengembangkan bahan baku farmasi sangatlah penting, mengingat
apoteker merupakan peran kunci dalam keseluruhan pekerjaan kefarmasian. Apoteker dapat
menjadi akademisi, pelaku usaha maupun pengguna dari bahan baku kefarmasian, baik dalam
pengembangan produk kefarmasian, maupun sebagai tenaga profesi pelayanan kefarmasian.
Untuk itu diambil langkah-langkah strategis, pemerintah bersama dengan apoteker,
mengembangkan bahan baku farmasi dalam negeri untuk mewujudkan kemandirian di bidang
bahan baku farmasi di dalam negeri, untuk mewujudkan ketahanan farmasi Indonesia.
Pengawasan Produk Biosimilar di Indonesia

oleh: Ega Febrina


Badan Pengawas Obat dan Makanan

ABSTRAK

Perkembangan teknologi kedokteran telah memberikan banyak harapan baru bagi


manusia. Berbagai jenis penyakit yang sebelumnya tidak dapat disembuhkan karena
keterbatasan terapi, saat ini telah dapat diatasi. Bioteknologi sebagai salah satu cabang ilmu
yang berkembang dalam 10 tahun terakhir memberi andil cukup besar dalam penyediaan
produk biologi untuk kepentingan terapi, pencegahan (preventif), maupun penatalaksanaan
berbagai jenis penyakit keganasan. Produk biologi umumnya digunakan untuk mengobati
berbagai jenis penyakit serius, termasuk multiple sclerosis, penyakit genetik yang jarang,
anemia, dan defisiensi hormon pertumbuhan.

Pengembangan produk biologi tidaklah sederhana dan tidak seperti obat kimia
sintetis. Produk biologi merupakan molekul yang sangat kompleks yang diproduksi
menggunakan sel hidup dan secara intrinsik sangat bervariasi. Mempertahankan konsistensi
antar bets menjadi sebuah tantangan dalam memproduksi produk biologi karena perubahan
sangat kecil dalam produksi, transportasi atau bahkan dalam penyimpanan, dapat
mengakibatkan perubahan profil keamanan dan khasiat (efikasi) produk akhir pada beberapa
kasus. Didasarkan pada teknik analisis yang ada saat ini, dua produk biologi sejenis tidak
selalu bisa dibuktikan sebagai produk yang identik.

Badan POM sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku memiliki peranan


yang strategis berkaitan dengan tugas utama pemerintah dalam memberikan perlindungan
kepada masyarakat di bidang Obat dan Makanan. Badan POM melakukan pengawasan
terhadap produk-produk yang akan di edarkan di Indonesia untuk memastikan agar produk-
produk tersebut memiliki mutu yang baik, aman dan berkhasiat. Pengawasan tersebut
dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif meliputi pengawasan produk sebelum
beredar (pre-market evaluation) dan pengawasan produk selama beredar di masyarakat (post-
market vigilance). Pengawasan pre-market mencakup pengawasan pada tahap pengembangan
obat dan evaluasi aspek mutu, keamanan dan khasiat untuk mendapatkan izin edar.
Pengawasan selama produk di peredaran (post-market vigilance) melalui inspeksi sarana
produksi dan distribusi, sampling dan pengujian, monitoring efek samping obat serta
pengawasan iklan dan label.

Setelah masa paten produk biologi originator habis, industri farmasi lain dapat
mendaftarkan produk biologi tersebut yang biasanya dikenal dengan produk biosimilar. Saat
ini berbagai produk biosimilar sedang dalam pengembangan atau sudah mendapat ijin edar di
banyak negara. Berbagai produk biosimilar diperkirakan akan didaftarkan untuk diedarkan di
Indonesia. Oleh karena itu, Badan POM sebagai institusi yang berwenang dalam pengawasan
obat perlu membuat regulasi khusus terkait dengan produk biosimilar dalam upaya
perlindungan masyarakat terhadap produk biosimilar. Salah satu upaya yang dilakukan oleh
Badan POM dalam pengawasan pre market adalah menyusun pedoman khusus untuk
penilaian produk biosimilar dalam rangka registrasi dengan mempertimbangkan semua
pedoman biosimilar yang ada di dunia saat ini. Dalam menyusun pedoman tersebut BPOM
bekerjasama dengan ahli terkait di Indonesia.
Sertifikasi CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) dan Monitoring Distribusi Produk
Farmasi
Oleh: Drs. Arustiyono, Apt, MPH

ABSTRAK
Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa kualitas produk yang
dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi. Aspek-aspek CDOB
meliputi: (a) manajemen mutu, (b) organisasi, manajemen dan personalia, (c) bangunan dan
peralatan, (d) operasional, (e) inspeksi diri, (f) keluhan, obat dan bahan Obat kembalian,
diduga palsu dan penerikan kembali, (g) Transportasi, (h) sarana distribusi berdasarkan
kontrak, dan (h) dokumentasi.

Regulasi yang mengatur pendistribusian obat adalah (a) UU No. 36/2009 tentang Kesehatan,
(b) PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, (c) Permenkes 1148/2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi yang telah diubah dengan Permenkes 34/2014, (d) PerKa Badan POM No.
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang
Baik.

Upaya untuk menjaga mutu, keabsahan dan keamanan obat sepanjang rantai distribusi sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaan salah satunya perlu dilakukan pengakuan bagi sarana
distribusi yang telah menerapkan CDOB diberikan dalam bentuk serifikat CDOB melalui
proses sertifikasi.Tujuan sertifikasi CDOB adalah (a) memberikan jaminan konsistensi
CDOB, (b) memberikan jaminan konsistensi mutu obat sesuai spesifikasi yang disetujui.

Dalam rangka memonitor distribusi produk farmasi dilakukan (a) monitoring importasi bahan
baku obat dan obat, (b) inspeksi rutin, (c) inspeksi surveilans untuk PBF yang telah
memperoleh CDOB, (d) pelaporan distribusi obat oleh PBF.
Ke depan implementasi CDOB menjadi semakin penting sehingga perlu komitmen semua
pihak untuk mendistribusi obat sampai ke pengguna sesuai dengan kaidah-kaidah CDOB dan
penegakan hukum yang lebih kuat utamanya untuk kasus-kasus tindak pidana.
Perlunya “Standar Praktik Apoteker” Di Apotek Menyambut Berlakunya
Permenkes.35 Thn.2014”
Oleh: Hisfarma PD.IAI Jawa Timur
ABSTRAK
Praktik apoteker di apotek mempunyai kepastian kriteria dan nomenklatur baru
dengan diterbitkannya Permenkes.35/2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di
apotek. Disamping tentang standar pengelolaan maka standar pelayanan farmasi klinis akan
menjadi parameter penentu kualitas praktik apoteker. Sudah menjadi kewajiban organisasi
Hisfarma-PD.IAI Jatim untuk memandu para apoteker anggota dalam menjalankan praktik
dapat memenuhi standar, serta melindungi/ mendukung/mengakui adanya berbagai model
praktik apoteker kontemporal seiring dengan perkembangan praktik di era JKN-BPJS (visi-
2020). Organisasi segera menerbitkan berbagai dokumen-praktik apoteker, dalam
membangun kebersamaan-praktik para anggota dimulai dari tingkat wilayah
kabupaten/kota, tingkat daerah/provinsi sampai pada saatnya di tingkat nasional. Tahap awal
akan diterbitkan naskah “standar praktik apoteker di apotek” yang dilengkapi dengan
“pedoman pelaksanaan standar”, untuk membangun sistem manajemen mutu praktik.
Dokumen selanjutnya adalah naskah “cara penyelenggaraan praktik di apotek yang baik
(GPP di Apotek)” serta berbagai pedoman/panduan praktik pelayanan terapi pengobatan yang
lebih spesifik/khusus sesuai dengan jenis/klaster farmakoterapi dan/atau sediaan farmasi.
Organisasi menerbitkan juga “pedoman perilaku praktik apoteker (profesionalisme, etika
dan disiplin) dan kebijakan tentang aturan pendelegasian tindakan dan pekerjaan dari
apoteker kepada asisten tenaga kesehatan (asisten apoteker) dan tenaga teknis kefarmasian.
Pada saatnya semua “dokumen-praktik” diharapkan akan memberikan perlindungan kepada
para apoteker praktik dari kasus mal-praktik, pelanggaran etik dan disiplin untuk dapat
diselesaikan oleh organisasi.

Kata kunci: Permenkes.35 Thn.2014, standar-praktik-apoteker, Hisfarma-Apotek


Cold Chain Management untuk Produk Farmasi
oleh: Ir. Berty Argiyantari, MM, CISCP

ABSTRAK
Cold chain management merupakan hal yang penting untuk dikelola dewasa ini seiring
dengan meningkatnya perkembangan produk biopharmaceutical yang sensitive terhadap suhu
dimana kualitas produk harus menjadi prioritas utama. Penanganan produk yang tepat sangat
dibutuhkan untuk mencegah kerusakan produk. Bila produk tersebut rusak maka akan
kehilangan efikasinya dan kerusakan tersebut tidak dapat dipulihkan kembali sehingga bisa
membahayakan konsumen ketika digunakan.

Cold chain system adalah system pengelolaan produk sesuai prosedur untuk menjaga produk
tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan.Menjaga kualitas produk bukan
sebatas menyimpannya pada suhu dingin dan hanya dilakukan di tingkat pabrik saja namun
diperlukan suatu system penjaminan kualitas yang menyeluruh di sepanjang Distribution
Channel karena kegiatan ditribusi memegang peranan penting dalam sebuah rantai pasok
yang terintegrasi bagi produk farmasi.

Mengelola cold chain dengan baik dan benar dengan menerapkan system penjaminan kualitas
yang baik di tiap titik distribusi merupakan factor penting sehingga akan menjamin
ketersediaan produk yang berkualitas mulai dari penerimaan, penyimpanan, pengiriman
hingga saat penggunaan oleh konsumen
Tata cara pengelolaan cold chain dalam proses distribusi diatur dalam Cara Distribusi Obat
yang Baik (CDOB) dimana terdapat persyaratan khusus terkait suhu yang harus dipenuhi
sebagai standar pada saat penerimaan, penyimpanan dan pengiriman guna menjamin kualitas
produk. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola cold chain sesuai CDOB adalah
sebagai berikut:

1. Personel dan pelatihan


2. Bangunan dan fasilitas
3. Kegiatan operasional mulai dari penerimaan, penyimpanan dan pengiriman
4. Pemeliharaan peralatan
5. Kualifikasi, kalibrasi dan validasi
Obat Alternatif dan Tanggung Jawab Apoteker di Komunitas
Oleh: Dayar Arbain

ABSTRAK
Pemeliharaan kesehatan untuk semua rakyat di Indonesia dapat dikatakan masih belum
memadai. Fenomena ini terlihat jelas dengan belum meratanya penyebaran fasilitas kesehatan
seperti Rumah Sakit dan Puskesmas serta ketersediaan obat. Terlihat juga banyaknya kasus
resistensi terhadap mikroba tertentu sedangkan obat pengganti belum tersedia, atau
masyarakat tidak bisa mengakses pelayanan kesehatan yang ada baik karena lokasi yang
terisolir, tidak mampu untuk membayar atau karena memang tidak tersedianya obat baru
untuk pengganti obat yang tidak lagi bekerja dengan baik khususnya untuk penyakit-penyakit
tropis seperti HIV/AIDS, TBC, malaria, Dengue, filariasis, infeksi saluran pernafasan dan
cerna, hepatitis, penyakit anak-anak, dll
Di sisi lain usaha pencarian dan penemuan obat baru yang berlangsung di negara-negara maju
membutuhkan biaya besar sehingga faktor pengembalian investasi menjadi sangat dominan.
Akibatnya obat-obat untuk penyakit tropis menjadi terabaikan karena tidak menjanjikan
disebabkan daya beli masyarakatnya yang rendah.
Akibatnya masyarakat Indonesia sesuai dengan segala keterbatasannya tidak akan tinggal
diam dan berserah diri menunggu ajal kalau mereka sakit dan tidak bisa mengakses fasilitas
kesehatan modern. Mereka akan berusaha mencari sendiri cara atau obat yang mungkin bisa
meringankan atau mengobati penyakit mereka dengan menggunakan obat yang dikenal
dengan istilah obat alternatif seperti jamu, obat tradisional dari kelompok etnik tertentu,
TCM, Ayurvedic dll.
Penggunaan obat alternatif ini sering menimbulkan masalah baru yang dikenal terkait dengan
“efficacy, validation dan safety” baik dari sisi bahan obat yang digunakan atau bagaimana
bahan obat tersebut digunakan. Disisi lain bahan obat alternatif dalam bentuk “food
suplemen” juga ikut meramaikan pasar obat alternatif ini, dalam banyak hal dengan iklan dan
promosi yang menyesatkan. Untuk mengatasi kesemuanya ini dibutuhkan kerjasama dan
dukungan semua pihak terkait.
Masalah-masalah pokok yang terkait dengan Obat Alternatif dan Tanggung Jawab profesi
Farmasi akan didiskusikan.
The Pharmacogenetics and Pharmacogenomics of Asthma Therapy

oleh: Dr (clin pharm). Dedy Almasdy, M.Si., Apt.

ABSTRAK

Meskipun telah tersedia sejumlah obat-obatan untuk terapi asma, sejumlah pasien tetap gagal
mencapai hasil terapi yang diharapkan. Penelitian membuktikan bahwa genetik merupakan
faktor lain yang menentukan respon terapi. Makalah ini mendiskusikan temuan penting pada
studi farmakogenetik dan farmakogenomik dalam pengobatan asma, dengan fokus
pembicaraan pada tiga kelas utama, yaitu; β-adrenergik receptor agonists, inhaled
corticosteroids dan leukotriene modifiers. Meskipun studi mempunyai keterbatasan secara
metodologi, beberapa gen yang mempengaruhi respon terapi pada pasien asma telah berhasil
diidentifikasi. Karena itu pada masa yang akan datang sangat dimungkinkan untuk
melakukan pengobatan asma dengan rejimen dosis lebih individual (personalized
treatment/tailored medication) sehingga dapat meningkatkan hasil terapi, mengurangi efek
samping dan mewujudkan pelayanan yang lebih ekonomis (cost-effective).
The Pharmacogenetic and Pharmacogenomic of Asthma Therapy
oleh: Dr (clin pharm). Dedy Almasdy M.Si., Apt.
Kiat Menulis Artikel Ilmiah yang Bermutu
Oleh: Ernawati Sinaga1,2
1
Jurnal Farmasi Indonesia, 2Universitas Nasional

ABSTRAK
Menulis artikel ilmiah sebetulnya mudah. Mempublikasi laporan penelitian di jurnal ilmiah
merupakan kewajiban setiap peneliti, sebab penelitian belum selesai apabila belum
dipublikasi. Namun, tidak banyak orang yang suka menulis. Menulis artikel ilmiah seringkali
dianggap kegiatan yang rumit dan banyak memakan waktu. Akan tetapi, jika sudah
dibiasakan dan terbiasa, menulis akan jadi kegiatan yang mengasyikkan. Di samping
bermanfaat untuk diri sendiri, juga bermanfaat untuk masyarakat luas. Struktur umum sebuah
tulisan ilmiah adalah: Judul, Afiliasi para penulis, Abstrak, Pendahuluan, Isi tulisan (dapat
berupa subbab-subbab atau Metode penelitian, Hasil, dan Pembahasan), Kesimpulan, Ucapan
terima kasih, dan Daftar Pustaka. Dalam penulisan artikel ilmiah yang bermutu, judul dan
abstrak merupakan hal yang sangat penting. Judul menjadi pemikat pertama dan utama bagi
pembaca, sedangkan abstrak merupakan jendela atau etalase isi tulisan. Oleh sebab itu dua
bagian ini harus diupayakan semenarik, seinformatif, dan seakurat mungkin. Data yang
disajikan harus valid, dan hasil penelitian harus dibahas secara ilmiah dan komprehensif.
Jangan pernah lupa menyatakan terima kasih (acknowledgement) kepada pihak-pihak yang
telah membantu, dan di bagian akhir tulisan harus selalu ada daftar pustaka sebagai bentuk
kejujuran dan penghargaan intelektual terhadap penulis lainnya. Jangan pernah lupa untuk
menyatakan sitasi, sebab tanpa pernyataan tersebut berarti telah melakukan plagiasi. Plagiasi
adalah tindakan sangat tercela dalam penulisan ilmiah. Etik kepengarangan (authorship
ethics) harus dijaga ketat. Nama yang muncul sebagai penulis suatu artikel seharusnya
merupakan orang yang benar-benar berkontribusi dalam penyiapan artikel tersebut.
Keywords: artikel ilmiah, bermutu, jurnal, plagiasi, etik kepengarangan
Kontrol Kualitas Obat Herbal (Fitofarmasi) dan Metoda Validasinya
Oleh: Gunawan Indrayanto

ABSTRAK
Untuk menjamin kualita (bahan) obat yang berasal dari alam (tanaman), termasuk
Fitofarmasi, kontrol kualita lengkap yang meliputi analisa kandungan kimia alami, dan
analisa adanya kontamian seperti logam berat, pestisida, mikroba pathogen dan toksin,
mutlak harus dilakukan.
Ada dua metoda yang dapat dipakai untuk analisa kandungan kimia alami (bahan) obat
herbal/Fitofarmasi yaitu dengan metoda “pendekatan marker” dan “pendekatan profil
metabolit”.
Kandungan kimia alami (kualitatip dan kuantitatip) pada tanaman, dan produk-2nya
dipengaruhi oleh beberapa variabel: lingkungan dimana tanaman dikultivasi/tumbuh, umur
tanaman, cara panen, cara pengeringan dan cara fabrikasi. Sehubungan dengan hal ini, maka
tanaman (obat herbal) identik dapat mengandung bahan kimia alami yang tidak sama, dan
akibatnya khasiat atau toksisitasnya juga dapat berbeda. Karena adanya variabel2 tersebut,
analisa dengan pendekatan profil metabolit lebih direkomendasikan, sedangkan pendekatan
cara marker direkomendasikan untuk analisa kandungan marker spesifik, logam, toksin dan
pestisida.
Untuk mendapatkan hasil analisa yang valid dan dapat dipercaya, semua metoda analisa
harus divalidasi lebih dahulu sebelum dapat dipakai secara rutin di laboratorium QC.
Presentasi ini akan membahas dengan detail cara2 validasi metoda, dan parameter2 yang diuji
berdasarkan referensi terbaru (tahun 2015). Untuk pendekatan marker dibahas stabilita,
selektivitas, linireitas, presisi, akurasi, ketegaran, limit deteksi, limit kuantifikasi, sedangkan
untuk pendekatan profil metabolit dibahas presisi.
Pengertian dan prinsip tentang sistim kualita obat (herbal) dan faktor2 yang dapat
mempengaruhi juga akan dibahas.
Harmonisasi di Bidang Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan dan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA)
Oleh: Hary Wahyu T
Badan Pengawas Obat dan Makanan

ABSTRAK

Harmonisasi ASEAN merupakan kerjasama antar negara-negara ASEAN di bidang obat


tradisional dan suplemen kesehatan untuk meminimalkan hambatan perdagangan tanpa
mengabaikan aspek keamanan, efikasi/manfaat dan mutu produk yang diedarkan di ASEAN.
Dalam rangka menjamin kemanan, efikasi/manfaat dan mutu produk yang diperdagangkan di
ASEAN, negara-negara ASEAN menyusun standar, persyaratan teknis serta pedoman yang
diharmonisasi serta kemudian dipayungi oleh Agreement ASEAN.
Mempertimbangkan latar belakang yang berbeda di masing-masing negara ASEAN, standar,
persyaratan teknis, pedoman serta Agreement disusun tidak terlalu mengikat. Topik atau
aspek yang disusun tersebut merupakan topik atau aspek yang sudah ada di dunia
internasional dan bagi Indonesia bukan merupakan hal yang baru. Sementara itu di era
harmonisasi ataupun Masyarakat Ekonomi ASEAN tetap akan ada proses seleksi produk
yang akan di edarkan di Indonesia melalui proses registrasi seperti biasa, termasuk untuk
produk impor.
Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai salah satu unsur Pemerintahan, senantiasa
melakukan antisipasi dalam menyambut MEA melalui berbagai program kegiatan termasuk
program lintas sektor seperti melakukan diseminasi informasi progress harmonisasi ASEAN,
dan mempersiapkan industri seperti dengan memberikan berbagai pelatihan teknis. Sementara
internal Badan POM sendiri melakukan upaya-upaya internal, seperti efisiensi sistem
registrasi, menanggulangi OT mengandung bahan kimia obat dan menanggulangi produk
ilegal.
Dalam menghadapi dinamika regional ini, profesi Apoteker harus mampu mempersiapkan
diri sehingga dapat menjawab dan mengantisipasi tantangan tersebut dan sekaligus harus
dapat membuktikan bahwa Indonesia dapat mengambil peran positif di era Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Sementara itu, untuk lebih mengoptimalkan hasil yang ingin
dicapai, kemitraan antara Akademisi, Businessman, dan Government perlu lebih ditingkatkan
sesuai dengan fungsi masing-masing.

Kata kunci: harmonisasi ASEAN; standar, persyaratan teknis dan pedoman; kompetensi
apoteker
Nanopartikel untuk Berbagai Sediaan Farmasi
Oleh: Prof. Dr. Henny Lucida, Apt.

ABSTRAK
Kelarutan yang rendah di dalam air dan ketidakstabilan senyawa obat menjadi
tantangan tersendiri dalam perancangan bentuk sediaan obat karena berdampak pada
ketersediaan hayati. Teknologi nanopartikel dengan sifatnya yang unik dapat menjawab
tantangan tersebut dengan penerapan yang luas untuk rute pemberian oral, parenteral,
pulmonary, ocular, transdermal dan penghantaran spesifik ke sel target. Secara umum
aplikasi nanosizing dibagi menjadi nanokristal (pengurangan ukuran partikel senyawa obat
menjadi 10-1000 nm) dan system penghantaran obat nanopartikel (polymeric dan lipid
nanoparticle). Pengurangan ukuran partikel akan meningkatkan kelarutan zat aktif dan laju
dissolusi di dalam air sehingga sangat bermanfaat dalam pengembangan senyawa obat yang
termasuk kelas II dan IV menurut Sistem Klasifikasi Biofarmasetik (Biopharmaceutics
Classification System). Sistem penghantaran obat nanopartikel seperti liposom, nanoemulsi,
D-phase gel dan solid lipid nanopartikel (SLN) menjadi pilihan untuk meningkatkan
kestabilan zat aktif terhadap degradasi kimia dan biologis sehingga cocok untuk senyawa-
senyawa yang mudah terhidrolisis, teroksidasi (seperti antioksidan alami) termasuk insulin
dan vaksin; merupakan alternatif untuk penghantaran obat transdermal bagi senyawa dengan
bioavailabilitas oral rendah atau variabilitas tinggi. Sistem ini juga dipilih untuk penghantaran
spesifik zat aktif ke sel target seperti anti kanker, sehingga dapat meningkatkan safety dan
efficacy obat.

Kecendrungan terjadinya aggregasi, agglomerasi dan ketakstabilan fisika lainnya


sering ditemui dalam pembuatan sediaan nanopartikel. Pengecilan ukuran partikel/droplet
melalui nanomilling maupun high pressure homogenizer memerlukan teknik optimasi untuk
memilih jenis dan komposisi stabilizer (surfaktan dan kosurfaktan) serta lama proses
penggilingan yang tepat. Parameter evaluasi seperti ukuran partikel/droplet, indeks
polidispersitas, potensial zeta, morfologi partikel/droplet, laju sedimentasi, kekentalan dan
sifat alir, drug loading serta uji laju permeasi zat aktif perlu dilakukan. Penelitian
menggunakan griseofulvin sebagai model menunjukkan bahwa teknologi nanopartikel dapat
memperbaiki kelarutan dan meningkatkan bioavailabilitasnya 3 sampai 4 kali. Formulasi
nanoemulsi griseofulvin dan SLN ketokonazol meningkatkan jumlah zat aktif berpermeasi
dibanding sediaan semisolid pembanding.
Keywords: nanopartikel, stabilitas fisika
Menjaga Mutu Internal Dan Eksternal Puskesmas
Oleh: Iis Rukmawati, S.Si., MM.Kes., Apt.

ABSTRAK
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia dalam sistem kesehatan
nasional terdiri dari dua komponen yaitu upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat merupakan tumpuan pelayanan bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta pengelolaan dan pemanfaatan
dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik
pemerintah daerah, agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iuran dibayar oleh pemerintah sehingga memahami
metode pembayaran utilisasi review dan standar pelayanan di puskesmas serta memahami
kapitasi sebagai jasa layanan bagi apoteker agar bisa mendorong terwujudnya apoteker
praktek yang bertanggung jawab serta profesional. Dengan perhitungan 100 poin untuk
apoteker dari dana kapitasi yang diberikan dengan besaran pembayaran perbulan yang
dibayarkan dimuka kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama didasarkan pada jumlah
peserta yang terdaftar di fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah. Dengan sistem kendali
mutu pelayanan kesehatan setelah sistem kendali biaya sistem jaminan kesehatan untuk
membangun konsep pengukuran kualitas sarana di fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu
puskesmas wajib tangani 155 penyakit.
Regulasi Apoptosis dan Regenerasi Sel Beta Pankreas sebagai Upaya Mendapatkan
Strategi Terapi Kausatif pada Diabetes Mellitus

Oleh: Junaidi Khotib, Khoirotin Nisak, Dewi Wara Shinta, Budi Suprapti

ABSTRAK
Saat ini terdapat 8,4 juta penduduk Indonesia yang menderita diabetes mellitus (DM). Jumlah
tersebut menempati peringkat keempat di dunia dan diperkirakan prevalensinya meningkat
secara signifikan setiap tahun mengikuti perubahan gaya hidup. Berbagai metode
dikembangkan untuk pengobatan penyakit ini seperti penggunaan insulin dan oral anti
diabetik untuk menurunkan kadar glukosa darah serta transplantasi pankreas dan
pengembangan stem cell untuk pembentukan sel beta pankreas. Penggunaan insulin dan oral
diabetik diperlukan waktu sepanjang hidup pasien, selain itu dapat menimbulkan efek
samping dan toleransi, sementara dua metode yang lain belum menunjukkan keberhasilan
yang signifikan. Untuk itu diperlukan strategi pengobatan yang baru dalam mengatasi
berbagai permasalahan pengobatan DM tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya telah
didapatkan pendekatan potensial untuk dikembangkan dalam penanganan DM yaitu
penggunaan senyawa yang mampu menghambat aktivitas enzim phosphotyrosine
phosphatase. Senyawa yang mengandung logam vanadium menunjukkan penghambatan yang
optimal terhadap PTPase sehingga mengakibatkan penurunan secara signifikan kadar glukosa
darah, perbaikan jaringan target seperti atropi pada otot, perubahan struktur hepatosit dan
kerusakan adiposa akibat DM. Hasil lain yang sangat menarik dan merupakan peluang besar
dalam pengobatan DM adalah adanya peningkatan jumlah sel beta pankreas yang signifikan
pada streptozotocin-induced diabetic animal model yang mendapatkan senyawa vanadil sulfat
dengan dosis 5-100 mg/kg BB selama tujuh hari. Setelah treatment vanadil sulfat selama 7
hari, hewan dimatikan dan diambil jaringan pankreas untuk preparasi secara histokimia dan
immunohistokimia. Pada pengamatan jaringan pankreas dengan pewarnaan aldehid fuchsin
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan jumlah sel beta pankreas dan luasan islet
langerhaens. Dengan immunohistokimia menunjukkan adanya peningkatan signifikan
ekspresi telomerase, cdk4 dan P53 yang menunjukkan adanya aktivitas proliferasi sel beta.
Sementara apoptosis diamati dengan menggunakan antibodi apo Brdu dan caspase 3
menunjukkan adanya penurunan ekspresi keduanya pada jaringan pankreas. Hasil ini dapat
digunakan untuk menjadi dasar pendekatan yang baru dalam terapi DM dengan mechanism-
based therapy.

Key words: Beta cell regeneration, beta cell proliferation, vanadyl sulphate, apoptosis,
telomerase
Efektivitas Penggunaan Sitikolin terhadap Terapi Standar pada Stroke Trombotik
Akut Dengan Parameter NIHSS
(Penelitian di IRNA RSUD Dr. Soetomo Surabaya)
Oleh: Junaidi Khotib1), Feriah Bte Mogundil1), Yudhi Adrianto2), Worokarti3)

1) Departemen Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Airlangga


2) Departemen Ilmu Penyakit Syaraf RSUD Dr Soetomo Surabaya
3) Instalasi Farmasi RSUD Dr Soetomo Surabaya

ABSTRAK
Stroke merupakan penyebab mortalitas utama di seluruh dunia. Terapi stroke saat ini
ditujukan untuk mengurangi progresivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka
kematian. Neuroprotektan merupakan salah satu terapi yang ditujukan untuk mengurangi
terjadinya kerusakan sel karena terhambatnya aliran darah yang memasok oksigen dan
makanan menuju otak. Sitikolin merupakan neuroprotektan yang digunakan pada pasien
stroke trombotik akut di instalasi rawat inap SMF Saraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Sitikolin tersedia dalam bentuk injeksi intravena dan tablet peroral, dan memiliki rentang
dosis yang dianjurkan yaitu 500 mg – 2000 mg per hari. Namun sampai saat ini, kemampuan
sitikolin untuk meningkatkan perbaikan fungsi neurologi masih kontroversial dan menjadi
perdebatan.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efektivitas sitikolin terhadap terapi standar pada
pasien stroke trombotik akut dengan parameter NIHSS di Instalasi Rawat Inap SMF Ilmu
Penyakit Saraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian ini dilakukan dengan metode
retrospektif dan data diperoleh dari dokumen rekam medik kesehatan pasien pada periode 01
November 2013 hingga 28 Februari 2014. Penilaian outcome pada pasien stroke trombotik
akut diukur dengan menggunakan skala NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale).

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh 61 pasien stroke trombotik akut, 25 pasien (41%)
yang mendapatkan terapi standar dikombinasikan dengan sitikolin dan 36 pasien (59%) yang
mendapatkan terapi standar tanpa kombinasi sitikolin. Sitikolin diberikan secara intravena
dengan dosis dalam rentang 500 mg - 2000 mg per hari yang diberikan dalam dosis terbagi
dua atau tiga kali sehari. Hasil dari analisis menunjukkan adanya perbedaan perbaikan antara
NIHSS awal dan akhir pada kelompok pasien yang mendapatkan terapi standar dan kelompok
pasien yang mendapatkan terapi standar dikombinasikan dengan sitikolin secara statistik
masing-masing nilai (p < 0,001). Terdapat perbedaan yang bermakna perbandingan delta
NIHSS antara kelompok yang mendapatkan terapi standar dan kelompok pasien yang
mendapatkan terapi standar dikombinasikan dengan sitikolin secara statistik (p=0,004).

Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas antara penggunaan terapi standar
dikombinasikan dengan sitikolin dengan terapi standar saja pada pasien stroke trombotik akut
bila diukur dari perbaikan outcome klinik berdasarkan NIHSS.
Kata kunci: stroke trombotik, sitikolin, NIHSS.
Upaya Program Rujuk Balik dan Program Pelayanan Penyakit Kronis di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama dalam Kendali Mutu dan Kendali Biaya
Oleh: Lente Melanie

ABSTRAK
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pemerintah telah
menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan, sebagai upaya memberikan perlindungan kesehatan kepada peserta
untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan. Dalam pelaksanaannya, program BPJS melibatkan seluruh
komponen kesehatan, agar taraf hidup kesehatan masyarakat meningkat. Program
Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) dan Program Rujuk Balik (PRB) adalah suatu
sistem pelayanan kesehatan dengan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi
yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka
pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis.

Tujuan program tersebut, untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai
kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes
Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM
Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait, sehingga dapat mencegah timbulnya
komplikasi penyakit tersebut, sehingga biaya pelayanan kesehatan menjadi efektif dan
efisien. Salah satu program unggulan guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
peserta BPJS Kesehatan serta memudahkan akses pelayanan kesehatan kepada peserta
penderita penyakit kronis, maka dilakukan optimalisasi implementasi Program Rujuk Balik.
Pelayanan Program Rujuk Balik diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan penderita penyakit
kronis, khususnya penyakit: Diabetes Melitus, Hipertensi, Jantung, Asma, Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), Epilepsy, Stroke, Schizophrenia, Systemic Lupus Erythematosus
(SLE) yang sudah terkontrol/stabil namun masih memerlukan pengobatan atau asuhan
keperawatan dalam jangka panjang.

Tugas Apoteker adalah melakukan praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan, termasuk
pengendalian untuk sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan penyimpanan dan
pendistribusian, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Di sisi lain, pemberlakuan Undang-
undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memberikan harapan pada industri
farmasi nasional. Masyarakat lebih banyak mencari obat generik dikarenakan obat generik
harganya lebih murah namun kualitas obatnya sama dengan obat berlabel, dan pemerintah
sudah membuat Formularium Nasional. Dampak posistif bagi pertumbuhan industri farmasi
dari hulu ke hilir atau disepanjang mata rantai bisnis kefarmasian, dengan kebutuhan obat
nasional naik 2,5-3 kali lipat menjadi 240 juta dosis dari kebutuhan saat ini.

UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 108 dan PP 51 Tahun 2009 dengan jelas
mengatur fungsi dan peranan Apoteker dalam dunia kesehatan. Jika peranan tersebut
dimaksimalkan, diharapkan Apoteker mampu menekan biaya pelayanan kesehatan sekaligus
mengontrol penggunaan obat menjadi lebih rasional dan peresepan yang berlebihan dapat
dikendalikan. Peran Apoteker dan Apotek pada masa JKN ini menjadi sangat strategis dalam
sistem pelayanan kesehatan maupun system adminitrasi kesehatan. Pada era JKN ini paling
tidak ada 2 kompetensi Apoteker yang tidak dapat tergantikan dalam menjalankan praktek
kefarmasian di Apotek yaitu kompetensi Apoteker dalam pengendalian persediaan (
perencanaan, pengadaan dan pengelolaan ) obat serta kemampuan Apoteker dalam
pengendalian biaya obat peresep dimana Apoteker berperan sebagi verifikator resep dengan
dasar farmakoekonomi dan farmakoterapi yang baik. Oleh karena itu, Apoteker diharapkan
dapat mengubah mindsetnya dari seorang “pekerja” menjadi seorang Apoteker professional.
Perubahan mindset Apoteker tersebut harus dimulai dengan tidak lagi berorientasi pada gaji
dan tambahan uang R/ yang dihitung dari bersaran omzet apotek. Pada era JKN ini adalah
momentum bagi para Apoteker untuk melakukan perubahan (transformasi).
Apoteker akan berfungsi untuk memastikan obat yang diresepkan dokter rasional dan
memastikan pasien memahami penggunaannya secara tepat, sehingga apoteker dalam kendali
mutu dan biaya dapat tercapai. Inovasi dan kreativitas yang mengarah pada upaya promotif
dan preventif lain yang dilakukan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)/Faskes
Primer seperti: Senam Sehat, Penjaringan Posyandu, Penyuluhan, Konseling Perorangan,dan
sebagainya diharapkan dapat meningkatkan upaya pelayanan kesehatan dasar bagi peserta
BPJS Kesehatan pada khususnya.

Kata Kunci: Prolanis, Program Rujuk Balik, Peranan Apoteker Pada JKN
Stabilitas Fisika Nanoemulsi Parenteral
Oleh: Mahdi Jufri

ABSTRAK
Nanoemulsi lemak parenteral merupakan dispersi globul minyak dalam medium pembawa air
yang distabilkan oleh agen pengenulsi fosfolipid. Agar emulsi ini aman digunakan secara
intravena oleh karena itu ukuran globul minyak emulsi ini harus dalam kisaran ukuran
kilomikron yaitu antara 80-500 nm.Kandungan nanoemulsi lemak parenteral antara lain
minyak, bahan pengemulsi, bahan pengisotoni, bahan penstabil, bahan pengisotoni, bahan
pengatur pH.Nanoemulsi mula-mula dibuat dispersi kasar kemudian pengecilan ukuran
globul minyak dilakukan dengan alat High Pressure homogenizer(HPH) dan setelah pH
diatur hingga mendekati pH cairan darah kemudian disterilkan dengan autoclave. Pengujian
stabilitas perlu dilakukan untuk menjaga mutu dari nanoemulsi seperti uji sentrifugasi, uji
ukuran globul minyak, zeta potensial serta uji stabilitas di berbagai suhu yaitu 4 , 25 dan 40 o
C untuk mengetahui adanya pemisahan fasa minyak dan air.
Peran Apoteker dalam Penggunaan Antibiotik Secara Bijak pada Penanganan Infeksi
Saluran Pernafasan
Oleh: Mariyatul Qibtiyah

ABSTRAK
Infeksi saluran pernafasan merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat.
Berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi
saluran pernafasan bawah. Infeksi saluran pernafasan atas meliputi rhinitis, sinusitis,
faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran Pernafasan bawah
meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi
saluran pernafasan ini bila tidak diatasi dengan baik dapat berdampak komplikasi yang
membahayakan bahkan dapat berakibat kematian.
Tingginya prevalensi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta dampak yang
ditimbulkannya membawa akibat pada tingginya konsumsi obat bebas (seperti anti influenza,
obat batuk, multivitamin) dan antibiotik. Dalam kenyataan antibiotik banyak diresepkan
untuk mengatasi infeksi ini. Peresepan antibiotik yang berlebihan tersebut terdapat pada
infeksi saluran pernafasan atas akut dimana sebagian besar penyebabnya adalah virus.
Penggunaan antibiotik yang kurang bijak ini selain tidak efektif juga akan meningkatkan
resistensi bakteri maupun peningkatan efek samping yang tidak diinginkan. Sedangkan pada
infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri maka penggunaan antibiotik yang
tepat baik indikasi, pemilihan antibiotik dan rejimen dosis yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi dan mencegah terjadinya komplikasi yang membahayakan.
Pengetahuan dan pemahaman tentang infeksi ini menjadi penting di samping karena
penyebarannya sangat luas yaitu melanda bayi, anak-anak dan dewasa, komplikasinya yang
membahayakan serta menyebabkan hilangnya hari kerja ataupun hari sekolah, bahkan
berakibat kematian (khususnya pada pneumonia). Dalam mengatasi permasalahan ini
membutuhkan keterpaduan semua profesi kesehatan untuk mengatasinya. Apoteker dengan
pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta mengatasi permasalahan tersebut antara
lain dengan mengidentifikasi, memecahkan problem terapi obat (PTO), memberikan
konseling obat, promosi penggunaan obat yang rasional baik tentang obat bebas maupun
penggunaan antibiotik secara bijak. Dengan memahami patofisiologi dan farmakoterapi
infeksi saluran pernafasan, diharapkan Apoteker dapat berperan lebih optimal dalam
peningkatan pelayanan kesehatan baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di
masyarakat.
Kata kunci: penggunaan antibiotik, infeksi saluran pernafasan, peran apoteker
If You Are Competent as A Pharmacist – Are You Ready to be Assessed?
Speaker: Arijana Meštrović
Pharma Expert Consultancy and Education, Zagreb, Croatia

ABSTRACT
Development of competences in pharmacy is a basic prerequisite for providing pharmacy
care and being responsible for patient treatment outcomes. The World Health Organization
(WHO) has endorsed the public health role of pharmacists using evidence-based practice to
ensure patient safety and the best use of medicines, including individual patient and
population outcomes.

Despite the differences in educational activities, teaching methods and programs


internationally, all pharmacy practitioners have the same goal – to improve the status of the
patients by improving therapeutic outcomes in pharmacotherapy. To achieve this noble goal
in everyday pharmacy practice, in every environment, nation and culture – it is necessary to
develop pharmacists’ competencies.

There is a strong connection between competency and performance. Multiple-choice tests,


oral examinations, or essays can be used to test factual knowledge, but more sophisticated
methods are needed to assess performance, including observation, objective structured
clinical examinations, and role play using standardized or real patients.

International Pharmaceutical Federation (FIP) has published Global Competency Framework


(GbCF) which has obtained its final form after validation of more than 60 countries all over
the world. This model describes 3 clusters of pharmacists’ competence: pharmaceutical care
competencies, professional and personal competencies and organisation and management
competencies.

GbCF has been used in England, Scotland, Ireland, Lithuania, Singapore, New Zeeland,
Australia, Serbia, Bosnia and Herzegovina, Monte Negro, Cyprus and Macedonia and
recently in Turkey. Numerous educational activities were organised, as well as the
pharmaceutical care and public health projects, which were leading to the competency
development and implementation of new services for our patients.

The Framework can be used for self-assessment or assessment in peer review process to
evaluate pharmacists’ current level of practice, thus allowing them to progress independently
by participating in individually tailored education programs. Lessons learned so far will be
presented and discussed in this presentation.

Keywords: Competency assessment, Competency framework, Pharmacists performance,


Competency development

Quality Assurance in Pharmacy Education: Key Principles and Resources


Speaker: Michael J. Rouse, BPharm (Hons), MPS
Director, International Services; Accreditation Council for Pharmacy Education, USA

ABSTRACT
Pharmacy practice and education are facing tremendous changes following new scientific
discoveries, technology trends and evolving patient needs, as well as the advanced
competencies required of pharmacists for current and future practice as health care
professionals and in other roles in society. The basic level of practice has been improved, but
many countries are facing critical shortages in their pharmacy workforce capacity in order to
make a meaningful contribution to the country’s health care system. There is a need to assure
the development of an adequate and appropriately trained health care workforce, along with
the academic and institutional infrastructure to deliver the required competency-based
education and training. Therefore, many countries are introducing, expanding, or undertaking
major transformations of pharmacy education.
Such developments must be accompanied by robust systems to assure the quality of the
educational context, structure, process, outcomes and impact. The most visible outcomes of
an educational programme are the graduates who should be competent and capable of
performing safely, effectively and professionally in their practice setting and contributing to
the delivery of health care. Additionally, academic institutions providing education to health
care professionals must ensure that they are socially accountable and demonstrate how they
contribute to addressing national needs and priorities and improved health care outcomes.
Pharmacy practice, pharmacy education and quality assurance systems for education differ
from country to country. While developments in practice, regulation and education are
reducing this diversity, current differences are still significant. In many countries, quality
assurance systems for pharmacy education are well developed; in other countries, they do not
exist or are still emerging.
The presentation will discuss key principles for assuring the quality of pharmacy education
and describe resources and tools that can support institutional and national efforts to assure
and advance quality in pharmacy education.
Keywords: quality assurance, pharmacy education, resources
Hidup Sehat dan Bugar dengan Vitamin
Oleh: Muslim Suardi

ABSTRAK
Vitamin berasal dari kata vita dan amin. Vita berarti kehidupan. Amin berasal dari amine
suatu gugus kimia yang mengandung unsur N, anggapan awal tentang senyawa vitamin.
Vitamin adalah sebutan umum untuk sejumah zat organik yang diperlukan dalam jumlah
sedikit untuk fungsi metabolisme normal tubuh dan umumnya tidak dapat dihasilkan dalam
tubuh. Vitamin ada yang larut air, dan ada yang larut lemak. Walaupun termasuk ke dalam
kelompok obat yang boleh diberikan tanpa resep dokter, vitamin harus didapatkan,
digunakan, disimpan dan dibuang dengan cara yang benar. Ia bisa saja menimbulkan bahaya
dan efek samping yang tidak diinginkan. Beberapa aspek penting perlu diperhatikan dalam
memperoleh vitamin. Sarana darimana vitamin didapatkan, mutu sediaan, produsen, dan
sumber informasi yang benar perlu dipertimbangkan. Dalam menggunakan vitamin harus
mengutamakan keamanan. Cara penggunaan, takaran, lama penggunaan, siapa yang akan
menggunakan perlu diperhatikan. Vitamin merupakan senyawaan yang tidak stabil. Karena
itu, penyimpanannya harus betul-betul sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat kimianya. Di
samping itu penyimpanan harus sedemikian rupa sehingga tidak digunakan oleh orang-orang
yang tidak tepat. Agar vitamin yang sudah rusak tidak jatuh ke tangan orang-orang yang tidak
berhak dan agar ia tidak merusak lingkungan, maka sediaan vitamin harus dibuang atau
dimusnahkan dengan cara yang benar. Dagusibu merupakan singkatan dari dapatkan,
gunakan, simpan dan buang obat dengan benar. Ia merupakan suatu program Pengurus Pusat
Ikatan Apoteker Indonesia yang sejalan dengan Gerakan Keluarga Sadar Obat. Kegiatan
tersebut bertujuan agar masyarakat terhindar dari bahaya obat.
Kata kunci: vitamin, keamanan, dagusibu.
Nanoparticle Drug Delivery Systems for Macromolecule Drugs
Ronny Martien

ABSTRACT
Macromolecule drugs as protein are very importance for our body. Lack of protein such as
insulin causes diseases like Diabetes mellitus. Macromolecule drugs such as protein and
peptide are restricted by its low bioavailability. Due to solubility, stability and bioavailability
of protein, nanoparticle can be one of the answers of those obstacles. Nanoparticle
technology has been to develop as an alternative solution to improve drug delivery profile,
especially for the less bio-available chemical. Nanoparticle technology can be used to
improve pharmacological effect of the bioactive compound compare to modified ones. These
technology also provide a better dosage form by improve their application.
Pillars and Foundations of Educational Quality: The Concept and Model
Speaker: Michael J Rouse
Accreditation Council for Pharmacy Education (ACPE), Chicago Illinois, USA

ABSTRACT
The need to expand the health workforce to meet societal needs has resulted in increased
capacity in education and training. In some countries, this has been achieved, but not always
in a quality way. In recent years, much attention has been directed at developing competency-
based educational models, programs and frameworks to evaluate and enhance quality, and to
support initiatives that advance quality and build capacity.

Many countries lack the resources and experience to effectively quality assure education and
training. Furthermore, education and training of pharmacists must be viewed as a continuum
by all key stakeholders, including educators, practitioners, regulators, policy makers and
accreditors. Quality assurance systems must ensure that educational programs are
competency-based, reflect a vision for practice and education developed through profession-
wide consensus, are of high quality and appropriate, and meet the needs of the country and its
people. To be meaningful, educational activities must focus more on learning outcomes and
impact, and less on structure and process, although the latter remain important “pillars” of
quality.

Traditional approaches to quality have focused on structure, process and outcomes.


Contemporary approaches must go beyond these three “pillars” to include context and
impact, which together reflect social accountability. New approaches, based on a competency
foundation (science, practice and ethics), must consider healthcare needs and priorities, and
be adopted at the individual, organizational and national levels. Without changes in the
behavior and performance of pharmacists (graduates) and an impact on practice and patient
outcomes, education does not fully achieve its desired objective.

This interactive presentation will describe five “pillars” and three “foundations” of
educational quality, and discuss how they can serve as the basis for both external evaluation
of quality and internal self-assessment and quality improvement initiatives, determine the
appropriate context for education and learning, and connect educational outcomes with
competency development.
Keywords: Context, Structure, Process, Outcomes, Impact of pharmacy education
Assuring Quality in Pharmacy Education
Speaker: Dr. sc. Arijana Meštrović, M.Pharm
Pharma Expert Consultancy and Education, Zagreb, Croatia

ABSTRACT
Improvement cannot come without change, but not all change leads to improvement. For
change to result in improvement, certain tenets of quality must be present. Appropriately
taking into consideration the Context in which an education activity takes place and then
ensuring the optimal Structure and Process for the activity, should lead to the desired
Outcomes. Evidence has shown, however, that traditional approaches to education do not
always achieve the desired Outcomes and intended Impact - sustained learning, changes in
practitioners’ behavior and practice, and ultimately improved health-related outcomes for
patients and populations.

Responsibility for quality, however, not only rests with the providers of education and
training. All stakeholders who have an interest in the quality education and training – whether
pre-service, continuing, or advanced/specialized - have a role to play. Of note, practitioners
themselves need to play much more of an active role in their own development than they
have in the past.

The presentation will describe the principles and strategies that must be applied to ensure that
desired outcomes and impact are achieved regarding services provided and the benefits to
patients and populations. The role and contribution of key stakeholders within this quality
framework will be discussed.

In order for educational activities to have the desired Impact, learners must be motivated to
go beyond just having good intentions to change as a result of the educational activity, to
being committed to change.

New version of the Global Framework for Quality Assurance of Pharmacy Education was
adopted by FIP in September 2014. The model is no longer static but intended to be more
dynamic, bringing opportunities to drive changes at universities and national organizations to
improve the quality of education. It primarily addresses “professional” (pre-service or entry-
to-practice) education for pharmacists, but the principles should apply to all levels of formal
education.

Keywords: Global Framework for QA in Pharmacy Education, Commitment to change,


Outcomes, Impact
Achieving Excellence in Pharmacy Education
Discussion and consensus/development of recommendations
Moderators: Michael J Rouse1 & Arijana Meštrović2
1
Accreditation Council for Pharmacy Education (ACPE), Chicago Illinois, USA
2
Pharma Expert Consultancy And Education, Zagreb, Croatia

Correspondence: arijana.mestrovic@pharmaexpert.hr

Using a provided framework, participants will self-assess their own academic institutions and
educational programs to identify opportunities for quality improvement. Using the guidelines,
participants will create concrete examples (with take-home value) of how context, structure,
process, outcomes and impact could be addressed to achieve better quality. In small group
discussions, best practices will be shared and discussed. Finally, participants will consider
areas or ways they can be committed to making changes at a personal and/or institutional
level.

Learning Objectives:

 Apply the “Pillars and Foundations of Educational Quality” model to identify and assess
quality of educational and training programs in pharmacy
 Recognize the methods to improve educational programmes using the FIP Global
Framework for Quality Assurance of Pharmacy Education
 Exchange best practices, experiences and examples to measure and improve context,
structure, process, outcomes and impact of pharmacy education
 Identify specific areas for quality improvement, applying the principle of “Commitment
to Change”
Peningkatan Kompetensi Apoteker Dalam Rangka Mempertajam Efektivitas
Pengawasan Sediaan Farmasi
Oleh: Roy Sparringa
Badan Pengawas Obat dan Makanan

ABSTRAK

Tujuan paparan ini menekankan pentingnya peningkatan kompetensi apoteker dalam


pengawasan sediaan farmasi, yang dapat berdampak pada kesehatan masyarakat dan daya
saing bangsa. Badan POM memiliki kewenangan untuk mengawasi sediaan farmasi meliputi
obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik. Apoteker memegang peran kunci dalam
pengawasan pre market dan post market guna memastikan produk yang beredar aman,
berkhasiat dan bermutu, serta informasi produk sesuai ketentuan.
Pengawasan sediaan farmasi di era globalisasi semakin kompleks, antara lain dengan adanya
perubahan gaya hidup masyarakat dan maraknya promosi sediaan farmasi secara on line.
Sistem pengawasan sediaan farmasi juga harus dapat mendukung pengadaan obat secara
nasional dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional, serta mendukung pengembangan sediaan
farmasi, antara lain biosimilar dan sel punca.
Hasil pengawasan sediaan farmasi pre market, antara lain ditemukan uji klinik untuk
pengembangan produk baru belum menerapkan Cara Uji Klinik yang Baik, serta data
keamanan, mutu dan khasiat/kegunaan dalam dokumen registrasi belum memadai. Hasil
pengawasan post market di sarana produksi antara lain ditemukan proses produksi sediaan
farmasi tidak memenuhi ketentuan cara pembuatan yang baik, belum semua industri farmasi
mempunyai sistem farmakovigilans, memproduksi produk tanpa izin edar, obat tradisional
mengandung bahan kimia obat, dan kosmetik mengandung bahan berbahaya. Di sarana PBF
dan Apotek ditemukan banyak pelanggaran dalam hal pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
dokumentasi, dan pelaporan untuk obat termasuk NAPZA (Narkotika Psikotropika, dan Zat
Adiktif), serta masih ditemukannya obat palsu di Apotek. Selain itu ditemukan pula informasi
produk dalam label/kemasan tidak mencantumkan nomor izin edar, nomor batch, dan lain-
lain.
Badan POM dalam melaksanakan pengawasan sediaan farmasi bekerjasama dengan pelaku
usaha dan masyarakat, dengan perubahan paradigma dari watch dog yang reaktif menjadi pro
aktif yang mengutamakan pencegahan. Apoteker dituntut untuk terus meningkatkan
kompetensi sesuai standar kompetensi bidang kerjanya, baik di instansi pemerintah, swasta,
di sarana produksi, distribusi, maupun pelayanan. Upaya peningkatan kompetensi apoteker
melibatkan peran serta perguruan tinggi, asosiasi profesi, asosiasi pelaku usaha, Komite
Farmasi Nasional, dan pemerintah.
Kata kunci: sediaan farmasi, pengawasan, apoteker, kompetensi
Sistem Sitasi
Oleh: Shirly Kumala

ABSTRAK
Sistem sitasi dan penulisan daftar rujukan merupakan salah satu bagian dalam penulisan
makalah. Daftar Rujukan yang digunakan harus dituliskan, hal ini penting sebagai suatu
bentuk kejujuran penulis dan penghargaan intelektual terhadap penulis lainnya. Penulisan
rujukan bermacam-macam, antara lain dengan, sistem Vancouver, sistem nama-dan- tahun
(Harvard), sistem kombinasi alfabet dan nomor. Cara penulisan daftar rujukan bervariasi
menurut ketentuan yang diberlakukan oleh jurnal. Dengan memahami sistem sitasi dan
penulisan daftar rujukan, diharapkan mampu membuat sitasi dan daftar rujukan untuk
beberapa jenis bahan rujukan.
Kata kunci: Sistem sitasi, daftar rujukan, Vancouver, Harvard
Sistem Evaluasi Praktik Kerja Profesi Farmasi Komunitas
Oleh: Wahyu Utami

ABSTRAK
Sistem evaluasi “praktik kerja profesi farmasi komunitas” mempunyai kepastian baru secara
konseptual, baik di Apotek, di Puskesmas maupun di Klinik, sesuai/seiring telah
diterbitkannya Permenkes di tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di
berbagai wahana belajar praktik pelayanan primer tersebut. Domain maknawi “praktik”
adalah keputusan, tindakan dan pekerjaan, sehingga sistem evaluasi seharusnya mengukur
keberhasilan “belajar mengalami praktik” dalam tiga spektrum domain yang relevan dengan
standar Permenkes, serta secara simultan mengukur pula tingkat perilaku praktik
mahasiswa sebagai calon apoteker yang terdiri dari unsur professionalisme, etika dan disiplin.
Evaluasi pembelajaran praktik merupakan proses kontinu selama jadwal waktu program dan
selayaknya hanya dapat dilakukan oleh preceptor melalui suatu borang/form evaluasi
berbasis skala ordinal untuk selanjutnya dikonversi menjadi skala nominal. Borang tsb.
harus identik-korelatif dengan borang/format portfolio belajar mahasiswa sebagai suatu
catatan hasil belajar dan ekspresi/impresi/kesan mereka setiap hari waktu belajar. Sistem
evaluasi juga dapat mengukur perkembangan capaian belajar mahasiswa mulai dari awal
sampai akhir, yang lebih relevan dilakukan oleh dosen pembimbing. Dosen pembimbing
selain membimbing tugas individual penulisan naskah “practice business-plan”, juga
melakukan diskusi konsultasi berkala dengan mahasiswa sehingga dosen dapat membantu,
mengendalikan dan mensemangati mahasiswa untuk mencapai target program pendidikan.
Sistem evaluasi masih memerlukan tahap akhir berupa ujian sidang dengan penguji adalah
preceptor dan dosen pembimbing yang lain/berbeda untuk meningkatkan keterpaduan dan
obyektivitas evaluasi dengan dipandu/dikendalikan oleh form kisi-soal.
Kata kunci: sistem evaluasi belajar praktik, preceptor, dosen pembimbing, portfolio belajar
praktik
Rancangan Pembelajaran Praktik Kerja Profesi Farmasi Komunitas
Oleh: Umi Athijah

ABSTRAK
Pembelajaran “praktik kerja profesi farmasi komunitas” mempunyai tambahan kepastian
baru secara konseptual, baik di Apotek, di Puskesmas maupun di Klinik, sesuai/seiring telah
diterbitkannya Permenkes di tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di
berbagai wahana belajar praktik pelayanan primer tersebut. Para apoteker baru diharapkan
sudah melalui proses belajar praktik di Apotek, di Puskesmas dan di Klinik pada “program
pendidikan apoteker” dengan konsep pendidikan “experiential based learning”, baik tahap
awal (early) di prodi sarjana farmasi ataupun tahap lanjut (advance) di prodi profesi
apoteker. Pembelajaran praktik dimaknai dengan belajar tentang keputusan dan tindakan
apoteker serta pekerjaan kefarmasian di tempat dimana/situasi praktik berlangsung seperti
dilakukan preceptor. Pembelajaran praktik cenderung menggunakan konsep “self directed
learning”, dimana mahasiswa dapat mengarahkan diri-sendiri untuk belajar praktik di tempat
dimana praktik terjadi seperti dilakukan oleh preceptor, dengan demikian keberadaan suatu
“modul belajar praktik” yang disusun oleh dosen dan preceptor mempunyai posisi penting
sebagai panduan/pedoman bersama, mahasiswa, preceptor dan dosen pembimbing.
Perencanaan pembelajaran juga memperhatikan konsep “hidden-curriculum”, yaitu semua
hal baik/buruk, benar/salah yang dilihat, didengar, dialami dan dirasakan mahasiswa selama
berada di wahana belajar praktik, khususnya pada situasi kesempatan bersama preceptor
melakukan praktik. Selanjutnya peran dosen pembimbing diperlukan untuk
mengendalikan/meluruskan persepsi/kesan belajar mahasiswa tentang hal tersebut. Capaian
belajar praktik tertinggi adalah diperolehnya kesempatan/kepercayaan dari preceptor untuk
melakukan praktik mandiri melayani pasien/pelanggan/client dari awal sampai akhir (tuntas),
sebagai layaknya pembelajaran “internship/apprentice learning”. Sertifikasi preceptor dan
akreditasi wahana belajar praktik menjadi pengendali mutu selanjutnya.
Kata kunci: modul belajar praktik, farmasi komunitas, preceptor, dosen pembimbing,
hidden-curriculum.
Revitalisasi Praktik Farmasi Komunitas
Oleh: Wiryanto

ABSTRAK
Praktik farmasi komunitas di Indonesia dideskripsikan sebagai praktik yang tidak
memenuhi ketentuan perundang-undangan. Mayoritas apoteker yang seharusnya
menjadikan apotek sebagai tempat praktik profesi, lebih memilih tidak hadir setiap
harinya. Obat dikelola lebih sebagai komoditas dagang dan dilakukan oleh siapa saja.

Makalah ini bertujuan mengkaji model konseptual revitalisasi praktik sebagai instumen
pembinaan dan pengawasan secara lebih terencana, sistematis, terukur, dan bertahap.

Data berupa pelaksanaan 5 aspek standar terdiri dari 40 elemen di 5 apotek. Setelah
data diinput ke dalam model penentuan kriteria praktik, dihasilkan 3 jenis kriteria
praktik. Kriteria pertama menggambarkan capaian poin kumulatif dari 40 elemen
standar mulai dari sangat baik hingga sangat tidak layak; Kriteria kedua
menggambarkan capaian akreditasi mulai dari terakreditasi A hingga tidak
terakreditasi; dan Kriteria ketiga menggambarkan capaian rerata poin dari masing-
masing 5 aspek standar berupa diagram jaring laba-laba. Revitalisasi praktik dilaksakan
melalui simulasi peningkatan sejumlah elemen standar sesuai kriteria masing-masing
apotek. Ketidakberhasilan memenuhi target peningkatan sejumlah elemen standar
dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, akan dikenakan sangsi mulai dari peringatan
hingga pencabutan izin apotek.

Hasil penentuan kriteria praktik terhadap pelaksanaan 40 elemen standar di 5 apotek,


Medan1: kurang, Medan 2: sangat baik, Medan 3: sangat tidak layak, Medan 4: sangat
tidak layak, dan Medan 5: kurang. Setelah dilakukan revitalisasi praktik diperoleh
peningkatan kriteria praktik, Medan1: cukup, Medan 2: sangat baik, Medan 3: kurang,
Medan 4: kurang, dan Medan 5: cukup. Untuk keperluan revitalisasi praktik apotek di
seluruh Indonesia pengambilan datanya dapat dilakukan secara online, dan apabila
diperlukan dapat dilakukan visitasi langsung ke lapangan.

Dari proses revitalisasi praktik terhadap 5 apotek dapat disimpulkan bahwa, model
konseptual revitalisasi praktik dapat digunakan sebagai instrumen pembinaan dan
pengawasan praktik farmasi komunitas secara terencana, sistematis, terukur, dan
bertahap.
Kata kunci: revitalisasi, praktik profesi, standar praktik, apoteker, apotek.
Manajemen Terapi dan Pharmaceutical Care pada Asma Kronis
Oleh: Zullies Ikawati

ABSTRAK
Asma merupakan penyakit respirasi kronis yang banyak dijumpai dan memerlukan
pengobatan jangka panjang. Kontrol asma yang buruk sering dijumpai pada pasien yang
kurang memahami penyakit dan kurang patuh pada pengobatannya. Apoteker dapat berperan
besar dalam meningkatkan pemahaman paien tentang asma dan kepatuhan terapi, yang pada
gilirannya meningkatkan control asma.
Tatalaksana terapi asma dikelompokkan menjadi terapi fase akut dan terapi pemeliharaan.
Terapi fase akut menggunakan obat-obat golongan beta agonis aksi pendek, antikolinergik,
metil ksantin, dan kortikosteroid jangka pendek. Terapi pemeliharaan melibatkan penggunaan
obat golongan kortikosteroid inhalasi dan beta agonis aksi panjang, dan beberapa obat
pengontrol lain seperti antagonis leukotriene, nedokromil, dan omalizumab. Akan dibahas
algoritma terapi dan masing-masing mekanisme aksinya, serta bagaimana dukungan
ilmiahnya. Akan dibahas juga bagaimana assesmen pada asma, parameter pemantauan
control asma, step wise approach pada asma, dan pencegahan utama asma.
Safety Evaluation of Oral Care Products
Oleh: Ms. Fusae Harada

ABSTRAK
Nowadays, many reports have been made on the relationship between those who have healthy
teeth and their QOL (Quality of Life). Most of the results indicate that dental health is
closely related with various aspects of one’s life, such as general health and motivation in
life. The greatest causes of tooth loss are cavities and periodontal disease. Keeping number
of your tooth and your mouth clean with oral care products is very important not only to
prevent oral diseases but to maintain systemic health condition. Oral care products, such as
dentifrices is used widely for a long period in a life. It is essential to ensure that a product
will be safe for consumers under the recommended and customary conditions of use, as well
as under reasonably foreseeable conditions of misuse, prior to launch. Safety evaluation is
made up of hazard evaluation, exposure evaluation and risk assessment. As for exposure
evaluation, the main exposure from oral care products is ingestion and contacts to oral
mucous membranes, comparing with other cosmetic product categories which are usually
applied on skin. I would like provide you how to conduct safety evaluation on dentifrices
related to long-term safety and local effects like membrane irritation potential including test
methods.
Strategi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba

Oleh : Hari Paraton


Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba
Kementerian Kesehatan RI

ABSTRAK

Sejak tahun 1940 saat Penicillin ditemukan dan produksi, Alexander Fleming sudah
mengingatkan bahwa suatu saat tidak sulit munculnya bakteri resisten apabila masyarakat
dengan mudah mendapatkan antibiotik dan digunakan dosis rendah. Sejak saat itu mulai
dilaporkan munculnya beberapa bakteri resisten diantaranya Staphyllococcus aureus yang
resisten terhadap Penicillin. Sampai dengan tahun 1980 banyak varian antibiotik ditemukan
dan diproduksi, beberapa antibiotik baru di temukan sampai era tahun 2000an, karena beaya
penelitian dan produksi yang tinggi serta cepatnya timbul resistensi maka industri farmasi
mengalami hambatan pengembangan penemuan antibiotik baru dan kini hampir tidak ada
penemuan antibiotik baru yang mampu mematikan bakteri resisten secara efektif.
Penelitian di RSUD.Dr. Soetomo Surabaya tahun 2010, dari 554 isolat ditemukan
5.6% bakteri pan-resisten, artinya semua antibiotik tidak dapat mematikan bakteri tersebut.
Demikian pula data penelitian bersama PPRA-Litbangkes-WHO tahun 2013-2014
menunjukkan adanya peningkatan prevalensi bakteri penghasil ESBL (extended spectrum
beta lactamase) yang resisten terhadap antibiotik golongan sefalosporin generasi 3, pada
enam rumah sakit pendidikan di Indonesia mencapai 26%-56% merupakan indikator yang
serius terhadap risiko kegagalan pengobatan kasus infeksi. WHO melalui Antimicrobial
Resistance Global Report on Surveillance-2014 melaporkan hasil surveillance adanya
peningkatan diatas 50% bakteri resisten terhadap antibiotik yang sering digunakan.
Rumah sakit menjadi sumber muncul dan menyebarnya bakteri resisten, karena dipicu
oleh penggunaan antibiotik yang berlebihan dan perilaku tenaga kesehatan yang mengabaikan
kewaspadaan baku, terutama perilaku cuci tangan akan menyebabkan tingginya penyebaran
bakteri resisten diantara pasien dan petugas. Mengendalikan munculnya bakteri resisten
diawali dari mencegah proses “selective pressure” yaitu penggunaan antibiotik secara
rasional dan bijak. Antibiotik digunakan atas indikasi infeksi bakteri saja, pemilihan jenis
antibiotik harus berdasarkan pola kuman dan rejimen dosis yang tepat sehingga pasien
memperoleh antibiotik secara definitif sesuai dengan sumber infeksi bakteri pathogennya.
Selain pengendalian penggunaan antibiotk di rumah sakit, juga sangat penting pengendalian
di komunitas masih banyak dijumpai masyarakat mengkonsumsi antibiotik “self medication”
tanpa indikasi infeksi yang pasti. Di bidang peternakan, pertanian dan perikanan juga menjadi
perhatian penting di seluruh dunia karena residu antibiotik pada hewan ternak, ikan, telur,
susu, buah dan sayuran yang termakan oleh manusia dapat memicu inisiasi munculnya
bakteri resisten.
Problem resistensi ini sangat kompleks, maka diperlukan pemahaman strategi
pengendalian resistensi antimikroba dan kolaborasi semua pihak baik pemerintah dalam hal
ini kementerian kesehatan, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat,
organisasi profesi serta lintas kementerian (Pendidikan, Ristek, Pertanian) dan WHO. Untuk
itu pada tanggal 16 Oktober 2014 Menteri Kesehatan telah meresmikan terbentuknya Komite
Pengendalian Resistensi Antimikroba sesuai KMK No.HK.02.02/MENKES/273/2014.
Diharapkan KPRA sebagai focal point dalam penanggulangan dan pengendalian resistensi
antimikroba di Indonesia.

Kata kunci: Strategi nasional, resistensi antimikroba, pengendalian.


Aspek Regulasi dan Ketentuan Pelaksanaan Komisioning, Kualifikasi dan Validasi
(KKV) sesuai CPOB 2012

ABSTRAK

Salah satu peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah melindungi
masyararakat sekaligus meningkatkan keunggulan daya saing industri nasional melalui
penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di industri farmasi. Salah satu prinsip
esensial dalam CPOB adalah kualifikasi dan validasi, yaitu suatu tindakan pembuktian
dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan
atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan sehingga akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan. Sebagaimana tercantum dalam Pedoman CPOB 2012, aspek
penting terkait kualifikasi dan validasi mencakup perencanaan validasi, dokumentasi,
kualifikasi (desain, instalasi, operasional, dan kinerja), validasi proses, validasi pembersihan,
validasi metode analisis, pengendalian perubahan dan revalidasi. Beberapa temuan audit
CPOB yang dilakukan terhadap industri farmasi seringkali menyangkut masalah kualifikasi
dan validasi. Industri perlu mengidentifikasi setiap proses kualifikasi dan validasi dalam
pelaksanaan kegiatan di sarana produksi. Kualifikasi dan validasi membuktikan bahwa proses
kritis yang terjadi sesungguhnya dapat dikendalikan. Faktor-faktor penentu dalam kualifikasi
dan validasi juga harus didefinisikan dan didokumentasikan.
ABSTRAK
PEMAKALAH
ORAL
Sintesis Senyawa HGV-6, PGV-6, GVT-6 serta Mekanisme Molekulernya sebagai
Antibakteri dan Antijamurs

Navista Sri Octa U.1. Sardjiman1. Nihayatul Karimah1. Harno Dwi Pranowo2
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK

Kurkumin merupakan salah satu senyawa yang banyak terdapat di tanaman rimpang.
Banyak penelitian menunjukkan senyawa ini memiliki berbagai aktivitas farmakologis
seperti antioksidan, antibakteri, antijamur, antiinflamasi, dan antikanker. Senyawa ini dan
turunannya berhasil disintesis melalui reaksi kondensasi karbonil. Pada penelitian ini,
dilakukan sintesis HGV-6, PGV-6, dan GVT-6 beserta mengevaluasi aktivitas
antibakteri dan antijamur. Sintesis HGV-6, PGV-6, dan GVT-6 berturut-turut disintesis
dari 3-metoksi-4-hidroksibenzaldehid dengan golongan keton yaitu sikloheksanon,
siklopentanon, dan aseton dalam suasana asam tanpa menggunakan pelarut. Aktivitas
antibakteri dievaluasi terhadap bakteri Gram negatif (E. coli), dan Gram positif (S.
pneumonia, S. aureus, B. Subtilis) sedangkan antijamurnya dievaluasi terhadap C. albican.
Evaluasi mekanisme molekuler penghambatan aktivitas antibakteri dan antijamur oleh
senyawa hasil sintesis dikaji melalui docking molekular.
Senyawa HGV-6, PGV-6, dan GVT-6 yang diperoleh berwarna kuning dengan
rendemen berturut-turut 43%, 47%, dan 56%. Ketiga senyawa tidak menunjukkan aktivitas
antibakteri terhadap bakteri E. coli. Senyawa PGV-6 memiliki aktivitas antibakteri dan
antijamur yang paling dominan daripada kedua senyawa lainnya. Melalui docking
molekular didapatkan bahwa ketiga senyawa menghambat enzim- enzim yang berperan
dalam sintesis DNA bakteri seperti dihidropteroat sintetase, DNA gyrase, dihidrofolat
reduktase dan menghambat enzim ErmC metiltransferase yang berpera dalam resistensi C.
albican.

Kata kunci: sintesis, kurkumin, antibakteri, antijamur, docking molekular

1
Pengembangan Sediaan Transdermal Menggunakan Eksipien Koproses Xanthan Gum
Dan Amilosa Tersambungsilang

Silvia Surini. Diah Lestari. Adisty Nida Imanicka. Santi Purna Sari
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Sistem penghantaran transdermal adalah sistem penghantaran obat lepas terkendali


yang digunakan pada permukaan kulit untuk tujuan sistemik. Untuk itu, diperlukan suatu
eksipien pembentuk matriks transdermal yang dapat membawa dan menyimpan obat dalam
sediaan patch transdermal. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan eksipien koproses
xanthan gum dan amilosa tersambungsilang (Ko-CLA-XG) sebagai matriks sediaan
transdermal, kemudian dilakukan uji penetrasi secara in vitro dan in vivo. Ko-CLA-XG
diformulasikan dalam bentuk hidrogel dengan model obat natrium diklofenak. Uji penetrasi
in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz yang kemudian dianalisis dengan
spektrofotometer UV. Uji in vivo dilakukan dengan cara mengaplikasikan satu gram hidrogel
dengan luas aplikasi 1,13 cm2 di atas kulit tikus bagian abdomen, kemudian sampel darah
dikumpulkan melalui sinus orbitalis mata dan dianalisis menggunakan kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT). Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif obat yang
terpenetrasi ke dalam kulit hingga 12 jam sebanyak 1435 ± 180 µg.cm-2 dengan nilai fluks
sebesar 118,55 ± 23,, 01 µg.cm-2.jam-1 dan waktu tunda selama 48,6 ± 15,6 menit. Profil
pelepasan natrium diklofenak selama 12 jam pada uji in vivo mencapai konsentrasi puncak
plasma sebesar 2,236 ± 398 µg/ml pada 0,86 ± 0,21 jam dengan AUC sebesar 25,3 ±
-1
4,1 µg.ml .jam. Kedua hasil uji memberikan gambaran bahwa hidrogel Ko-CLA6-XG dapat
dikembangkan sebagai matriks pembawa obat untuk sediaan patch transdermal.

Kata kunci: koproses xanthan gum dan amilosa tersambungsilang, amilosa


tersambungsilang, hidrogel, transdermal, uji penetrasi.

2
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Undatus Britt & Rose)
dan Formulasinya dalam Sediaan Gel

Yudi Padmadisastra. Rahmat Santoso. dan Mutiara Azizah Sutisna


Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
Email: apt_deni@yahoo.com

ABSTRAK

Buah naga merah yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan,
mengandung flavonoid yang berkhasiat sebagai antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui aktivitas antioksidan buah naga merah dalam bentuk sediaan gel. Ekstraksi
buah naga merah dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut 96% etanol
selama tiga hari.Ekstrak yang dihasilkan diperiksa aktivitas antioksidannya dengan metode
DPPH (1,1-diphenyl- picrylhydrazyl). Pembuatan sediaan gel ekstrak buah naga merah
menggunakan gelling agent Viscolam mac10 dengan.variasi konsentrasi 3,0 %, 3.5 %, 4.0 %,
4.5 % and 5.0 %.. Evaluasi terhadap gel meliputi pemantauan fisik berupa aroma, warna,
tekstur, homogenitas pH, viskositas, daya sebar, uji Hedonik dan pengujian terhadap aktivitas
antioksidan sediaan gel. Hasil menunjukkan bahwa sediaan gel mengandung golongan
senyawa flvonoid, dengan sifat sediaan yang relatif stabil secara fisik selama penyimpanan
28 hari dan sediaan gel menunjukkan aktivitas sebagai antioksidan, dengan aktivitas yang
tergolong lemah. Konsentrasi ekstrak buah naga merah dalam sediaan gel yang paling baik
dan stabil yaitu pada konsentrasi 4,5 %.
Kata kunci: Buah naga merah, aktivitas antioksidan, sediaan gel.

3
Formulasi Tablet Ekstrak Kangkung Air (Ipomoea aquatica f.) dengan Variasi Kadar
Amilum Manihot sebagai Bahan Penghancur

Mimiek Murrukmihadi2 , Sutrisna Khaidir1, dan Aris Perdana Kusuma1


1
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia
2
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK

Potensi kekayaan alam bahari Indonesia belum banyak dikenal dari segi
keanekaragaman senyawa bioaktif yang dihasilkannya. Padahal, sebagai negara kepulauan
dengan garis pantai kurang lebih 81.000 km dan beriklim tropis, di Perairan Indonesia
terdapat biota laut yang melimpah dengan keanekaragaman yang tinggi. Spon laut Axinella
carteri merupakan salah satu organisme laut yang banyak ditemukan di Perairan Pantai
wilayah Sumatera Barat dan berpotensi sebagai sumber berbagai senyawa bioaktif seperti
antijamur, sitotoksik, antitumor, antivirus, antibakteri, dan lain-lain.

Kata kunci: amilum manihot, bahan penghancur, Ipomoea aquatica F

4
Formulasi Mikrosfer Efavirenz-PVP K-30 dengan Teknik Spray Drying

Lili Fitriani. Muthia Fadhila. Erizal Zaini.


Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Email: lilifitriani@ffarmasi.unand.ac.id

ABSTRAK

Efavirenz merupakan antiretroviral golongan Non-nucleoside Reverse Transcriptase


Inhibitor (NNRTI) spesifik terhadap HIV tipe 1. Berdasarkan Biopharmaceutical
Classification System (BCS), efevirenz termasuk kategori kelas 2 (kelarutan rendah,
permeabilitas tinggi). Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kelarutan efavirenz dan
laju disolusi dengan pembuatan mikrosfer efavirenz dengan PVP K-30 menggunakan teknik
spray drying. Mikrosfer dibuat dengan perbandingan efavirenz-PVP K-30 2:1 (F1), 1:1 (F2),
dan 1:2 (F3). Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan ketiga formula
menghasilkan partikel yang sferis dengan ukuran partikel < 10µm. Analisis difraksi sinar-x
menujukkan efavirenz murni merupakan kristalin yang, sedangkan ketiga formula mikrosfer
efavirenz-PVP K-30 merupakan amorf. Data pengujian termal Differential Scanning
Calorimetry (DSC) menujukkan F2 dan F3 tidak terdapat fasa kristalin (zero crystallinity),
namun F1 masih menunjukkan terdapat fasa kristalin. Hasil uji disolusi ketiga formula
mikrosfer yaitu 78.20±0.28 %, 79.61±0.21 %, dan 71.51±0.17 % untuk F1, F2 dan F3 secara
berturut-turut. Dapat disimpulkan bahwa formula mikrosfer efavirenz-PVP K-30 dengan
perbandingan 1:1 memberikan hasil disolusi terbaik.

Kata kunci: efavirenz, mikrosfer, PVP K-30, spray drying, uji disolusi

5
Pengaruh Konsentrasi Kitosan terhadap Karakteristik Fisik Mikropartikel Salbutamol
Sulfat - Natrium Tripolifosfat dengan Metode Spray-Drying

Alasen Sembiring Milala. Aditya Trias Pradana. Alief Shondra Berlianto.


Fakultas Farmasi Universitas Surabaya
Email: alasen2004@yahoo.com

ABSTRAK

Dalam proses mikroenkapsulasi dibutuhkan polimer untuk menyalut bahan aktif dan
agar mikropartikel yang diperoleh stabil diperlukan adanya ikatan sambung silang yang
dibentuk oleh polimer seperti kitosan dengan senyawa polianion. Salah satu senyawa
polianion yang aman untuk digunakan dalam farmasi adalah sodium tripolyphosphate
(STPP). Dalam penelitian ini diteliti pengaruh berbagai macam konsentrasi kitosan (0,25%,
0,5%, 0,75%) terhadap karakteristik mikropartikel. Proses pembuatan mikropartikel diawali
dengan pembuatan suspensi, kemudian dilakukan spray drying untuk memperoleh
mikropartikel. Selanjutnya, mikropartikel yang diperoleh dikarakterisasi meliputi ukuran
partikel dengan metode mikroskopi, morfologi permukaan dan bentuk mikropartikel dengan
Scanning Electron Michroscope (SEM), efisiensi enkapsulasi dengan metode
spektrofotometri, swelling mikropartikel dengan memperhitungkan selisih bobot
mikropartikel basah dan kering, dan kandungan lembab mikropartikel yang diukur dengan
moisture analyzer. Dari hasil karakterisasi mikropartikel diperoleh rata-rata ukuran partikel
formula S1, S2 dan S3 berturut-turut 3,34 µm; 3,74 µm, dan 4,56 µm. Morfologi permukaan
S1 terlihat kasar pada permukaan, bentuk yang kurang sferis, membentuk aglomerasi antar
partikel dan pembentukan mikroenkapsulasi yang kurang sempurna pada sebagian
mikropartikel. Untuk S2 terlihat kasar pada permukaan, sedikit lebih sferis dari sampel S1,
membentuk aglomerasi antar partikel dan pembentukan mikroenkapsulasi lebih sempurna
dari sampel S1. Untuk S3 terlihat lebih halus pada permukaan, kurang sferis dibandingkan
dengan S2, membentuk aglomerasi antar partikel dan pembentukan mikroenkapsulasi terjadi
sempurna. Hasil efisiensi enkapsulasi yang diperoleh dari sampel S1, S2 dan S3 bertutut-turut
adalah 79,75%; 83,15%, dan 88,25%. Hasil swelling mikropartikel S1, S2 dan S3 bertutut-
turut 0,5 sampai 4 jam (dimulai dari 381,94% sampai 262,695); 0,5 sampai 4 jam (dimulai
dari 256,02% sampai 368,41%) dan 0,5 sampai 4 jam (dimulai dari 259,23% sampai
359,97%). Berdasarkan pengujian kandungan lembab mikropartikel S1, S2 dan S3 diperoleh
hasil berturut-turut sebesar 19,52%; 18,06%, dan 16,25%. Berdasarkan karakterisasi utama
efisiensi enkapsulasi maka formula S3 lebih baik dari sampel S1 dan sampel S2.

Kata kunci: kitosan, mikropartikel, salbutamol sulfat, sodium tripolifosfat, spray drying.

6
OR-A07

Karakterisasi, Formulasi dan Evaluasi Tablet Hasil Komplek Inklusi Glibenklamid


dengan Β-Siklodekstrin

Yandi Syukri*, Farida Ulfa, Asih Lestari, Lelita Ayu Saputri, Rochmy Istikharah dan
Aris Perdana Kusuma
Program Studi Farmasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Email: yandi.sy@gmail.com

ABSTRAK

Glibenklamid merupakan obat antidiabetes yang diberikan secara per oral yang sukar
larut dalam air. Pembentukan komplek inklusi dengan β-siklodekstrin diharapkan mampu
meningkatkan kelarutan glibenklamid. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi,
memformulasi dan mengevaluasi tablet hasil komplek inklusi supaya memenuhi persyaatan
farmakope. Komplek inklusi dibuat dengan perbandingan rasio molar glibenklamid dan β-
siklodekstrin 1: 1 dan 1: 2 menggunakan metode spray drying. Hasil komplek inklusi
dikarakterisasi meliputi spektroskopi FTIR dan Scanning Electro Microscope (SEM).
Selanjtnya diformulasi menjadi tablet dengan teknik kempa langsung menggunakan primojel
dan crospovidon sebagai disintegran. Tablet yang dihasilkan dievaluasi keseagaman bobot,
kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan disolusi. Uji disolusi tablet hasil komplek inklusi
dilakukan dengan mengunakan alat uji disousi USP tipe II dan kadar obat terdisolusi
ditetapkan menggunakan KCKT. Hasil dari FTIR dan SEM menunjukkan bahwa terjadinya
pembentukan komplek antara glibenklamid dan β-silodekstrin setelah dibuat dengan metode
spray drying. Hasil evaluasi tablet komplek inklusi glibenklamid dan β-silodekstrin dengan
primojel dan crospovidon sebagai disintegran menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
kadar disintegran akan meningkatkan waktu hancur tablet. Semua formula memenuhi
persyaratan dalam farmakope. Dapat disimpulkan bahwa komplek inklusi glibenklamid dan
β-silodekstrin telah berhasil meningkatkan kelarutan dari glibenklamid dan tablet memenuhi
persyaratan farmakope.

Kata kunci: Glibenklamid, β-siklodekstrin, primojel, crospovidon, komplek inklusi

7
OR-B01

Pengaruh Variasi Kadar Ekstrak Daun Sirih Terhadap Sifat Fisik-Kimia dan Aktivitas
Antibakteri Patch Buccal Mucoadhesive

Mufrod*1,Suwaldi2,Subagus Wahyuono3
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Email: mufrod70@yahoo.com

ABSTRAK

Daun sirih atau hasil perasannya telah lama digunakan oleh masyarakat untuk
pengobatan berbagai penyakit infeksi karena mengandung zat antibakteri .Streptococcus
mutans merupakan bakteri yang banyak ditemukan di rongga mulut menghasilkan
polisakarida seluler, dan membentuk plak gigi yang dapat menyebabkan penanggalan gigi,
gigi berlubang, infeksi, dan bahkan kematian. Patch buccal mucoadhesive ekstrak daun sirih
merupakan bentuk sediaan yang praktis dan efektif dalam penggunaan sebagai antibakter
dalam mulut.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi kadar ekstrak
terhadap sifat fisik-kimia serta aktifitas anti bakteri dari patch.
Ekstrak kental daun sirih diperoleh dengan cara infundasi dilanjutkan dengan
penguapan dari cairan infus yang diperoleh.Ekstrak kental yang diperoleh diuji viskositas,
kandungan senyawa aktif dengan metoda KLT dan GC-MS. Aktifitas antibakteri dilakukan
dengan metode mikrodilusi untuk menentukan nilai KHM dan KBM dengan konsentrasi
akhir 0,05%, 0,1%, 0,2%, 0,5%, dan 1%. Patch dibuat dalam enam formula berdasarkan
konsentrasi ekstrak F0(0%),F1(0,5%),F2(1%),F3(2%),F4(3%) dan F5(4%) dengan polimer
kitosan. Patch yang diperoleh dilakukan uji terhadap sifat fisika-kima meliputi keseragaman
bobot, folding endurance, surface pH, swelling index dan aktivitas antibakteri.Data yang
diperoleh dari uji sifat fisika-kimia dianalisis secara deskriptif dan data hasil uji aktivitas
antibakteri dianalisis dengan uji linieritas.
Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai KHM dan KBM adalah sebesar 0,05% v/v dan
1% v/v.Semua formula menghasilkan patch yang memenuhi syarat keseragaman bobot
kecuali formula F0 dan F3.Nilai Folding endurance meningkat dengan kenaikan konsentrasi
ekstrak, nilai surfce pH patch antara 6,40-6,93 dan nilai swelling index naik 1,5x.Aktivitas
antibakteri ekstrak meningkat(zona daya hambat) sesusi peningkatan konsentrasi
ekstrak(R=0,869 )juga aktivitas antibakteri patch meningkat sesuai kenaikan konsentrasi
ekstrak dalam patch(R=0,9925).

Kata kunci: ekstrak daun sirih, patch buccal mucoadhesive, chitosan, antibakteri, karies
gigi

8
OR-B02

Formulasi Masker Peel Off dari Ekstrak Etanol Kulit Buah Asam Kandis (Garcinia
Cowa, Roxb) Dan Uji Aktivitas Antioksidan Nya

Henny Lucida, Ema Fitri dan Vinny Hosiana


Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Email: hennylucida@gmail.com

ABSTRAK

Telah diformulasi masker peel off dari ekstrak etanol kulit buah asam kandis
(Garcinia cowa, Roxb) sebagai kosmetik dalam tiga formula dengan konsentrasi 1%; 1,5%
dan 2% dengan menggunakan Poli Vinil Alkohol (PVA) sebagai bahan pembentuk lapisan
film, Poli Vinil Pirolidon (PVP) sebagai pengental, propilenglikol sebagai humektan, nipagin
dan nipasol sebagai pengawet dan etanol sebagai pelarut. Evaluasi masker meliputi pemerian,
homogenitas, pemeriksaan pH, uji daya menyebar, uji iritasi kulit, uji elastisitas, uji waktu
mengering, uji stabilitas fisik terhadap pendinginan dan uji aktivitas antioksidan
menggunakan metoda DPPH (1,1-difenil-2-pikrihildrazil). Dari hasil evaluasi, ketiga formula
relatif stabil secara fisik selama 6 minggu penyimpanan, dan masker yang paling baik adalah
formula II dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit buah asam kandis 1,5%.

Kata kunci: kulit buah asam kandis, Garcinia cowa, Roxb, masker peel off

9
OR-B03

Evaluasi Pengaruh Plasticizer Gliserol dan Sorbitol Terhadap Karakteristik Film


Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat yang Mengandung Asiatikosida sebagai Penutup
Luka

Yuni Anggraeni, Farida Sulistiawati, Dwi Nur Astria.


Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: yuni_anggraeni@yahoo.com

ABSTRAK

Plasticizer seringkali ditambahkan ke dalam formula suatu film untuk memperbaiki


sifat mekaniknya. Film sambung silang kitosan-tripolifosfat yang mengandung asiatikosida
sebagai penutup luka telah dibuat dengan menggunakan gliserol dan sorbitol sebagai
plasticizer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh komposisi dan
konsentrasi plasticizer gliserol dan sorbitol terhadap karakteristik film yang dihasilkan. Film
dibuat sebanyak lima belas formula dengan variasi komposisi dan konsentrasi plasticizer.
Plasticizer terdiri dari gliserol dan sorbitol dengan rasio 100:0 (formula A); 75:25 (formula
B); 50:50 (formula C); 25:75 (formula D); dan 0:100 (formula E). Konsentrasi plasticizer
yang digunakan adalah 40%, 60%, dan 80% v/b dari berat kitosan. Film yang dihasilkan
dievaluasi meliputi stabilitas fisik, ketebalan, laju transmisi uap air, penyerapan lembab,
kapasitas retensi air, uji pelipatan, kekuatan tarik dan perpanjangan putus. Hasilnya
menunjukkan bahwa komposisi dan konsentrasi plasticizer gliserol dan sorbitol berpengaruh
secara bermakna terhadap ketebalan, kekuatan tarik, dan perpanjangan putus film yang dibuat
(p < 0,05) dan pengaruhnya tidak bermakna terhadap laju transmisi uap air dan kapasitas
retensi air (p > 0,05). Berdasarkan karakteristik film di atas, formula C dengan konsentrasi
plasticizer 60% dan 80% dapat dinominasikan untuk membuat film sambung silang kitosan
yang mengandung asiatikosida sebagai penutup luka.

Kata kunci: asiatikosida, film sambung silang, kitosan, plasticizer, tripolifosfat.

10
OR-B04

Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Polyacrylic Acid

Flavia Laffleur1, Deni Rahmat2, Fabian Hintzen1, Katharina Leithner1,


Andreas Bernkop Schnürch1
1
Departemen Teknologi Farmasi, Universitas Innsbruck, Austria
2
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji sifat penetrasi melalui mukus dari nanopartikel netral yang
terdiri dari polyacrylic acid (PAA) dan poly(allylamine) (PAM). Nanopartikel dibuat dengan
dasar interaksi antara 2 polimer dan dikarakterisasi melalui pengukuran ukuran partikel dan
zeta potensial. Nanopartikel kemudian diuji daya penetrasinya melalui mukus. Setelah itu,
toksisitas nanopartikel ditentukan dengan resazurin dan lactate dehydrogenase assays. Hasil
menunjukkan bahwa nanopartikel mempunyai ukuran sekitar 200 nm dan zeta potensial
sebesar 0.9 mV dan menunjukkan peningkatan penetrasi sampai 2,5 kali dibandingkan
kontrol serta tidak toksik. Nanopartikel yang dibuat dari polyacrylic acid (PAA) dan
poly(allylamine)(PAM) mempunyai potensi dalam penghantaran obat melalui mukus.

Kata kunci: nanopartikel, zeta potensial, mukus, polyacrylic acid (PAA)

11
OR-B05

Uji Banding Potensi Bahan Penghancur dari Beberapa Jenis Pati Pregelatinasi pada
Formulasi Tablet Parasetamol

Wira Noviana Suhery, Enda Mora, Winda Istiarsih


Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
Email: wiranoviana@gmail.com

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang uji banding potensi bahan penghancur dari
beberapa jenis pati pregelatinasi pada formulasi tablet parasetamol menggunakan metode
granulasi basah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pati pregelatinasi yang memiliki
potensi paling bagus sebagai bahan penghancur serta memberikan sifat fisik dan disolusi
yang baik pada formulasi sediaan tablet. Penelitian dilakukan menggunakan tiga rancangan
formula dengan memvariasikan bahan penghancur tablet yang digunakan yaitu FI (pati
pregelatinasi singkong), FII (pati pregelatinasi ubi jalar) dan FIII (pati pregelatinasi
bengkuang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua formula memenuhi syarat
pemeriksaan fisik dan disolusi. Waktu hancur paling cepat ditunjukkan oleh FII yaitu selama
3,35 menit, sementara FI dan FIII adalah 3,48 menit dan 4,01 menit.

Kata Kunci: Pati Pregelatinasi, Singkong, Ubi Jalar, Bengkuang, Bahan Penghancur

12
OR-B06

Studi Sistem Mikrokapsul Karbamazepin Menggunakan Polimer Hpmc

Rina Wahyuni1, Auzal Halim2, Yustina Susi Irawati3


1
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang
2
Fakultas Farmasi Universitas Andalas (UNAND) Padang
3
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang sistem mikrokapsul karbamazepin dengan


menggunakan HPMC sebagai polimer lepas lambat. Mikrokapsul karbamazepin dibuat
menggunakan metoda emulsifikasi penguapan pelarut dengan perbandingan karbamazepin
dan HPMC untuk F1, F2 dan F3 berturut turut yaitu 1:1; 1:1,5; 1:2. Hasil mikrokapsul
dievaluasi dengan SEM, DTA, FT-IR, distribusi ukuran partikel, penentuan kadar dan profil
disolusi. Mikrokapsul yang terbentuk berwarna putih agak kuning dan berbentuk bulat
hampir sempurna. Profil disolusi mikrokapsul menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah
polimernya maka pelepasan karbamazepin dalam mikrokapsul juga semakin kecil. Kadar
obat yang dilepaskan dalam waktu 6 jam untuk F1, F2 dan F3 berturut turut adalah 53,7068
%; 46,5230 % dan 24,5296 %. Kinetika pelepasan obat dari mikrokapsul mengikuti
persamaan Higuchi dimana pelepasan mikrokapsul karbamazepin dari matriks dikontrol oleh
proses difusi. Hasil analisa statistik menggunakan anova satu arah menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan nyata efisiensi disolusi untuk masing masing formula pada tingkat
kepercayaan 0,05.

Kata Kunci: Mikroenkapsulasi, Karbamazepin, dan HPMC

13
OR-B07

Absorpsi In Vitro Kandungan Kuersetin Ekstrak Daun Murbei Bentuk Enkapsulasi


Pada Usus Halus Tikus

Siti Aminah, Suwaldi, Achmad Fudholi, Wahyono


Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada
Email: aminah_amin_min@yahoo.com

ABSTRAK

Kuersetin merupakan salah satu kandungan di dalam tanaman murbei (Morus alba L.)
Zat ini mempunyai kelarutan kecil di dalam air dan mengalami degradasi dalam cairan usus
serta absorpsinya terbatas pada pemberian oral. Obat-obat dengan kelarutan yang kecil akan
menemui kesulitan pada proses absorpsinya. Pada penelitian ini enkapsulasi dilakukan
terhadap ekstrak daun murbei menggunakan kitosan dan selanjutnya diteliti absorpsi
kuersetin yang terdapat didalam ekstrak terenkapsulasi secara in vitro.
Metode remaserasi digunakan untuk membuat ekstrak dengan etanol 95 % sebagai
penyari. Kandungan kuersetin di dalam ekstrak ditentukan dengan menggunakan HPLC.
Enkapsulasi menggunakan 0,25 % b/v ekstrak, 0,5 mg/ml dan 1 mg/ml kitosan serta 1 mg/ml
TPP. Karakterisasi enkapsulasi berupa ukuran partikel dan efisiensi enkapsulasi, sedangkan
interaksi antara ekstrak dengan kitosan dan TPP dikarakterisasi dengan FTIR. Absorpsi
dilakukan terhadap ekstrak daun murbei sebelum dan sesudah enkapsulasi dengan
menggunakan metode kantung usus halus yang dibalik (Everted Small Intestine Sac
Technique) pada tikus.
Hasil menunjukkan bahwa kadar kuersetin dalam ekstrak daun murbei adalah (4,427
± 0,065) mg/g. Kitosan-TPP dengan perbandingan 0,5:1 dan 1:1 menghasilkan partikel
dengan ukuran (25,11- 45,21) nm dan (51,08 -119,54) nm serta efisiensi enkapsulasi (31,82 ±
0,33) % dan (24,10 ± 7,35) % pada ekstrak daun murbei terenkapsulasi. Absorpsi kuersetin
dalam ekstrak daun murbei terenkapsulasi dengan kitosan – TPP (0,5: 1) dan (1:1)
menunjukkan penurunan seperti diperlihatkan oleh penurunan permeabilitasnya.

Kata kunci: kuersetin, absorpsi in vitro , ekstrak daun murbei, enkapsulasi, kitosan

14
OR-C01

Formulasi dan Uji Penetrasi Fraksi Non Polar dan Semipolar Rimpang Rumput Teki
(Cyperus rotundus l.) dalam Sediaan Masker Peel Off

Farida Rahim1, Friadi2, Tessa Tiara Putri NV 1


1
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis
2
Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Email: faridarahim9@gmail.com

ABSTRAK

Pada penelitian ini dilakukan formulasi dan uji penetrasi fraksi non polar, heksan dan
fraksi semi polar, etil asetat dari rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dalam sediaan
masker peel off dengan konsentrasi 5 % . Evaluasi sediaan masker peel off meliputi
pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pH, uji daya menyebar, uji iritasi, uji waktu
mengering, uji stabilitas terhadap suhu, uji elastisitas, dan kromatografi lapis tipis untuk
memenuhi syarat sebagai sediaan masker peel off. Selanjutnya dilakukan uji penetrasi masker
peel off menggunakan Metode difusi sederhana dan kertas saring Whatman® yang sudah
dicelupkan dalam cairan Spangler yang dimodifikasi sebagai membran penetrasi. Cairan hasil
penetrasi yang diambil pada waktu ke- 20, 30 dan 60 menit yang dilanjutkan dengan analisa
kromatografi gas spektrofotometer massa (GCMS). Hasilnya menunjukkan adanya senyawa
komponen minyak atsiri golongan hidrokarbon seskuiterpen yaitu (-)-alpha gurjunene, beta-
selinene, (+)-spathulenol, (-)-Caryophyllene oxide dan aristolone, golongan seskuiterpen
memiliki kemampuan farmakologi sebagai analgetik.

Kata kunci: Cyperus rotundus L, masker peel off, difusi, penetrasi,

15
OR-C02

Persepsi Mengenai Resep Racikan di Kalangan Pasien dan Apoteker di Rumah Sakit,
Apotek, Industri Farmasi

Aris Widayati, Sri Hartati Yuliani


Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Email: ariswidayati@usd.ac.id

ABSTRAK

Proporsi resep racikan 5% - 7% dan berpotensi menimbulkan permasalahan.


Penelitian ini bertujuan mengungkap persepsi mengenai peresepan racikan di kalangan pasien
dan apoteker di rumah sakit, di apotek, dan di industri farmasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif
diperoleh dari 30 responden pasien dengan menggunakan kuesioner. Data kualitatif digali
menggunakan metode wawancara terstruktur dari 15 responden apoteker di apotek dan rumah
sakit, dan 15 apoteker di industri farmasi. Data kuantitatif diolah dengan statistik deskriptif,
sedangkan data kualitatif di analisis dengan thematic analysis. Penelitian ini dilaksanakan
dengan ijin penelitian dan ethical clearance.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan pasien mengenai resep racikan
adalah baik (mean: 8; range: 5-11), 63% (N=30) dengan skor di atas rata-rata. Hasil
wawancara dengan pasien mengungkap pasien tidak mempunyai masalah terkait dengan
waktu tunggu ketika menebus resep racikan dan mengatakan meminum obat racikan lebih
praktis daripada meminum setiap butir obat yang diterima. Namun, pasien mengharapkan
pemberian informasi yang lebih rinci mengenai obat racikan. Hasil wawancara dengan 15
apoteker di RS dan apotek terungkap resep racikan penting untuk mengakomodasi kebutuhan
dosis dan bentuk sediaan pada pediatrik. Mereka mengklaim peracikan sudah dilakukan
sesuai panduan cara peracikan obat yang baik. Namun, para apoteker ini mengkawatirkan
peresepan yang polifarmasi. Hasil wawancara dengan 15 apoteker di industri farmasi
terungkap hal menarik yaitu adanya pro dan kontra. Pendapat yang pro menggarisbawahi
peresepan racikan masih diperlukan terkait penyesuaian dosis dan bentuk sediaan bagi pasien
anak, karena sangat terbatasnya formula yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Pendapat yang kontra mengkawatirkan jaminan kualitas sediaan racikan yang diracik di
apotek, misalnya inkompatibilitas dan stabilitas sediaan. Kelompok kontra ini berpendapat
bahwa peracikan sediaan jadi (tablet, salep, dll) merupakan praktek kefarmasian yang dapat
dikategorikan sebagai “unauthorized practice”.
Dari hasil disimpulkan keberadaan resep racikan masih penting. Namun, perlu
diperhatikan mengenai cara peracikan yang dapat menjamin kualitas sediaan racikan.

Kata Kunci: resep racikan; peracikan; komponding; persepsi apoteker di RS, apotek,
industri, dan pasien.

16
OR-C03

Dispersi Padat Famotidin dengan Kombinasi PEG 6000 dan Sorbitol

Deni Noviza, Putri Ayudia Komalasari, Auzal Halim


Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
Email: deninoviza@ffarmasi.unand.ac.id

ABSTRAK

Famotidin merupakan zat aktif yang besifat sukar larut dalam air. Salah satu cara
untuk meningkatkan kelarutannya adalah dengan pendekatan dispersi padat. Dispersi padat
famotidine dibuat menggunakan metoda peleburan dengan beberapa perbandingan berat
antara famotidine dan kombinasi PoliEtilenGlikol (PEG) 6000- sorbitol yaitu 2:8, 4:6, 6:4
dan 8:2. Karakterisasi sistem dispersi padat dan famotidin murni dievaluasi dengan
Differential Thermal Analysis (DTA), difraksi sinar-X (XRD), Scanning Electron
Microscopy (SEM), pengukuran daya penyerapan air, distribusi ukuran partikel. Dari hasil
difraksi sinar-X terlihat famotidine sudah terdispersi di dalam pembawa yang ditandai dengan
bertambahnya fasa amorf dalam sistem dispersi padat. Hasil ini didukung oleh data SEM
yang memperlihatkan morfologi famotidine sudah tidak terlihat lagi dimana famotidine sudah
tersalut oleh PEG 6000 dan sorbitol. Hal ini menunjukkan bahwa famotidine sudah
terdispersi secara molekuler didalam partikel PEG 6000 dan sorbitol. Dari hasil penelitian ini
dapat di simpulkan bahwa famotidin membentuk system dispersi padat dengan PEG 6000 –
sorbitol.

Kata Kunci: Famotidin, Dispersi Padat, PEG 6000, Sorbitol

17
OR-C04

Stabilitas Fisika dan pH Mikroemulsi Magnesium Ascorbyl Phosphate dan Tocopheryl


Acetat

Ni Luh Dewi Aryani


Fakultas Farmasi Universitas Surabaya
Email: dewi_aryani@staff.ubaya.ac.id

ABSTRAK

Dilakukan formulasi sediaan mikroemulsi antiaging dengan bahan aktif Magnesium


Ascorbyl Phosphate dan Tocopheryl Acetate yang merupakan bentuk ester dari vitamin C dan
E yang lebih stabil. Sediaan mikroemulsi dibuat dengan tween 80 sebagai surfaktan dan
gliserin sebagai ko-surfaktan. Kemudian dilakukan uji stabilitas fisika dan pH terhadap
mikroemulsi tersebut. Uji stabilitas yang dilakukan adalah uji stabilitas dipercepat selama 3
bulan pada suhu 40°C ± 2°C dan kelembaban relatif (RH) 75%. Parameter stabilitas yang
diamati adalah organoleptis, tipe emulsi, viskositas, sifat alir, ukuran droplet, dan pH. Hasil
penelitian didapatkan bahwa mikroemulsi tersebut tidak stabil secara fisika dan pH selama
waktu penyimpanan tersebut.

Kata Kunci: Stabilitas, Mikroemulsi, Magnesium Ascorbyl Phosphate, Tokoferil Asetat,

18
OR-C05

Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Mahkota Dewa Terhadap Stabilitas Lotion – Krim


Serta Uji Tabir Surya Secara Spektrofotometri

A.Karim Zulkarnain,1* Marchaban,1 Subagus Wahyuono,1 Ratna Asmah Susidarti1


Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia
Email: akarimzk08@yahoo.com

ABSTRAK

Latar belakang: Ekstrak daun mahkota dewa mengandung senyawa turunan


benzofenon yang memiliki aktivitas sebagai tabir surya. Tujuan penelitian: Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui stabilitas fisik dan kimia lotion dan krim o/w serta aktivitasnya
sebagai tabir surya dengan spektrofotometer. Metode: Ekstrak diperoleh dengan metode
maserasi metanol lalu diformulasi menjadi Lotion dan krim o/w serta diuji stabilitas fisik dan
kimianya serta diuji SPF nya secara in vitro dengan spektrofotometer. Hasil penelitian: Hasil
studi menunjukkan bahwa formula lotion dan krim o/w ekstrak mahkota dewa stabil selama
penyimpanan 6 minggu. Kenaikan konsentrasi mahkota dewa akan menaikkan viskositas
Lotion dan krim o/w secara signifikan. Krim selama penyimpanan lebih stabil
homogenitasnya dibanding dengan lotion yaitu pada minggu ke enam minyak dari sediaan
lotion mulai terlihat warna coklat dipermukaannya sedangkan krim lebih viskes dibanding
dengan lotion. Sediaan selama penyimpanan 6 minggu memiliki kandungan phalerin yang
relatif stabil. Aktivitas sediaan secara in vitro menunjukkan bahwa nilai SPF pada kadar
ekstrak mahkota dewa 6 %, 8 % dan 10 % berturut turut untuk krim adalah 8,60, 11,51, 16,04
sedangkan SPF untuk lotion adalah 7,45, 10,83 dan 15,01 %. Kesimpulan: Sediaan lotion
dan krim mahkota dewa stabil selama penyimpanan dan memiliki aktivitas sebagai tabir
surya.

Kata kunci: Mahkota dewa, lotion, krim, in vitro

19
OR-C06

Permodelan Kinetika Pelepasan Obat Dari Sediaan Tablet Floating Berbasis


Kompartemen Dengan Winsaam

Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, Angi Nadya Bestari


Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: tn.saifullah@gmail.com

ABSTRAK

Analisis data hasil disolusi dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti kinetika
orde nol, orde satu, model Higuchi, Korsmeyer-Peppas, dan Hixson-Crowell. Salah satu
metode analisis data disolusi yang banyak diaplikasikan untuk menjelaskan kinetika
pelepasan obat dari sediaan adalah dengan menggunakan permodelan kompartemen. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui model kinetika pelepasan obat dari sediaan tablet floating
berbasis kompartemen. Lima formula tablet floating ranitidin HCL diuji disolusi dalam
medium HCl 0,1 N, menggunakan alat tipe II USP dengan sinker. Data dan curve fitting
dianalisis menggunakan software WinSAAM untuk memperoleh konstanta perpindahan obat.
Analisis data hasil uji disolusi berdasarkan permodelan kompartemen dengan WinSAAM
menghasilkan kinetika pelepasan obat dari tablet floating mengikuti model tiga
kompartemen. Ketiga kompartemen tersebut yaitu: partikel obat yang terdispersi dalam tablet
(kompartemen 1), matrik gel (kompartemen 2), dan medium disolusi (kompartemen 3).

Kata kunci: disolusi, kinetika pelepasan obat, tablet floating, WinSAAM

20
OR-C07

Studi Sistem Dispersi Padat Ketoprofen-Urea

Salman Umar, Anesia Chaersty, Muslim Suardi


Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
Email; umar_salman@ yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian tentang studi sistem dispersi padat ketoprofen-urea telah dilakukan secara
pelarutan. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki karakteristik fisikokimia dan
meningkatkan laju disolusi ketoprofen. Sebagai pembanding campuran fisik yang terdiri dari
ketoprofen dan urea disiapkan dengan perbandingan yang sama. Karakteristik fisikokimia
dan disolusi dari dispersi padat dan campuran fisik dievaluasi. Disolusi dilakukan dengan
menggunakan alat tipe dayung dan sebagai medium disolusi digunakan dapar fosfat pH 7,5.
Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 2,5, 5, 7,5, 10, 20, 30, 45 dan 60. Hasil disolusi
menunjukkan bahwa dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi ketoprofen. Dispersi
padat memberikan hasil disolusi yang lebih baik dibandingkan dengan campuran fisik
(P<0,05). Hasil efisiensi disolusi yang paling baik didapat dari dispersi padat dengan
perbandingan ketoprofen:urea 1:9.

Kata kunci: solid dispersi, ketoprofen, urea

21
OR-D01

Uji Daya Larut Kalsium Oksalat dalam Infus Daun Alpukat (Persia americana Mill)
secara Kompleksometri

Tuty Taslim
Akademi Farmasi Prayoga, Padang

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian uji daya larut Kalsium Oksalat dalam infus daun alpukat
(Persia americana Mill). Perendaman 100 mg Kalsium Oksalat dalam larutan 10% infusa
daun alpukat dilakukan selama 7 hari berturut-turut. Dan dilakukan penghitungan kadar
kalsium terlarut dengan metoda kompleksometri dengan titrasi kembali menggunakan Na2
EDTA berlebih. Hasil penelitian menunjukkan infusa daun alpukat dapat melarutkan kalsium
oksalat dan terlihat adanya peningkatan kadar kalsium oksalat terlarut dengan variasi waktu.

Kata kunci: Kalsium Oksalat, infusa, daun Alpukat, kompleksometri.

22
OR-D02

Pembuatan Pereaksi Pendeteksi Merkuri dalam Krim Pemutih Kulit

Titiek Martati, Liliek Nurhidayati, Tiana


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta
email titiek_martati@yahoo.com

ABSTRAK

Penggunaan merkuri dalam krim pemutih kulit telah dilarang oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) karena efek samping yang toksik dan membahayakan, namun
saat ini masih ditemukan penyalahgunaannya. Untuk itu diperlukan alternatif cara mendeteksi
kandungan merkuri dalam krim pemutih secara mudah dan cepat yaitu dengan menggunakan
pereaksi pendeteksi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat pereaksi pendeteksi merkuri
yang spesifik dan sensitif. Pemiihan pereaksi pendeteksi didasarkan pada reaksi kimia, yaitu
yang dapat bereaksi secara spesifik dan memberikan hasil yang khas dengan merkuri,
selanjutnya ditentukan uji batas meliputi uji spesifisitas dan sentitivitas. Pereaksi pendeteksi
merkuri berbentuk larutan berisi campuran kalium bromida dalam asam asetat dan rhodamin
B, spesifik terhadap merkuri dengan membentuk komplek warna ungu bila ditambahkan ke
dalam krim yang mengandung merkuri. Batas deteksi pereaksi pendeteksi merkuri secara
visual dalam krim merkuri amino klorida warna putih dan pink adalah 500 bpj, untuk krim
warna hijau, jingga dan kuning adalah 600 bpj, secara instrumental pada krim warna putih
adalah 18,65 bpj. Batas deteksi pereaksi pendeteksi merkuri secara visual dalam krim merkuri
klorida warna putih adalah 300 bpj, untuk krim warna hijau dan kuning adalah 200 bpj,
secara instrumental pada krim warna putih adalah 14,51 bpj.

Kata kunci: pereaksi pendeteksi, merkuri, krim pemutih, kalium bromida, rhodamin B

23
OR-D03

Analisis Proksimat, Asam Amino Dan Profil Protein Sarang Burung Walet Dari
Beberapa Wilayah di Indonesia

Lina Elfita
Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E-mail: linaelvita@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan avifauna termasuk burung
wallet (Collocalia fuciphaga) yang menghasilkan sarang yang kaya akan nutrisi dan berharga
bagi kesehatan manusia. Sebagai negara kepulauan, tidak menutup kemungkinan burung
walet bermigrasi dari satu pulau ke pulau lainnya, yang menyebabkan sarang yang dibuat
mempunyai nilai nutrisi yang berbeda. Sarang wallet terbuat dari air liur jenis burung
Collocalia fuciphaga (sarang putih) dan Collocalia maxima (sarang hitam). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan komposisi nutrisi (analisis proksimat),
asam amino dan profil protein sarang burung walet yang dikoleksi dari beberapa wilayah di
Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi). Dari hasil analisis proksimat
didapatkan hasil sebagai berikut: kadar air, 17,08 - 21,50%; abu, 5,44 – 6,25%, lemak, 0,07 –
0,76%, protein, 51,80 – 56,25%; karbohidrat, 19,56 – 23,60%; kalsium, 647,93 – 711,63
mg/100 g; nitrat, 443,05 – 1051,06 ppm; dan nitrit, 3,11 – 18,28 ppm. Hasil analisa
menemukan bahwa sarang burung wallet mengandung 18 jenis asam amino yang terdiri dari
10 asam amino essensial dan 8 asam amino non essensial. Ditemukan juga perbedaan
distribusi asam aspartat pada sarang burung walet dari 7 wilayah yang berbeda. Kadar asam
aspartat pada sarang burung walet dari Sumatera Barat (SB), Jawa Timur (JT) dan
Kalimantan Barat (KB) berkisara antara antara 3,27-4,21%. Angka ini jauh lebih tinggi
disbandingkan dengan kadar asam aspartat pada sarang burung wallet dari sementara kadar
asam aspartat pada sarang burung walet dari Sumatra Selatan (SS), Jawa Barat (JB), Sulawesi
Tengah (ST) dan Sulawesi Tenggara (STR), yang berkisar antara 0,32-0,37%. Hasil analisis
protein menggunakan SDS-PAGE menunjukan perbedaan jumlah pita protein pada sarang
burung walet yang dikoleksi. Sarang burung walet STR, SS, KB, ST, dan SB memiliki 7 pita
protein, sedangkan sarang burung walet JT dan JB masing memiliki 5 dan 8 pita protein.
Berat molekul protein sarang burung walet berkisar antara 84,5 – 19,2 kDa.

Kata kunci: Sarang burung walet, Pulau-pulau di Indonesia, Analisis proksimat, Asam
amino, SDS-PAGE

24
OR-D04

Analisis Simultan Teofilin, Guaifenesin dan Difenhidramin Hidroklorida Dalam


Sediaan Eliksir Secara Kromatografi Cair Kinerjatinggi

Hayun1,*); Yahdiana Harahap1); dan Maria Olivia Puspasari1)


1)
Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia.
Email: hayun.ms06@gmail.com

ABSTRAK

Metode KCKT fase terbalik untuk analisis secara simultan teofilin, guaifenesin dan
difenhidramin hidroklorida telah dikembangkan dan divalidasi. Kondisi optimum untuk
pemisahan pada kolom Kromasil®-C18 (250 x 4,6 mm; 5 µm) diperoleh dengan
menggunakan fase gerak metanol-air (1:1, v/v) dengan laju alir 1,0 ml/menit. Panjang
gelombang deteksi UV adalah 218 nm. Pada kondisi di atas, waktu retensi teofilin,
guaifenesin dan difenhidramin hidroklorida berturut-turut 3,3; 5,3; dan 9,1 menit. Metode
divalidasi dengan menentukan presisi, akurasi, spesifisitas, linieritas dan rentang. Hasil-hasil
menunjukkan bahwa metode ini memenuhi karakteristik kinerja yang baik dan dapat
diterapkan untuk penetapan kadar teofilin, guaifenesin dan difenhidramin hidroklorida dalam
sediaan farmasi eliksir dengan hasil memuaskan. Hasil penetapan kadar teofilin, guaifenesin
dan difenhidramin hidroklorida dalam sediaan farmasi eliksir berturut-turut 100,41 ± 1,04%;
100,49 ± 0,59% dan 99,72 ± 1,11% dari yang tertulis pada labelnya.

Kata kunci: kckt, teofilin, guaifenesin, difenhidramin hidroklorida, eliksir

25
OR-D05

Validasi Metode Penetapan Kadar Rifampisin dalam Plasma secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi

Endang Lukitaningsih1*, Fathul Jannah1, Arief Nurrochmad1, Anggun Mukti Aji1


Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada
Email: lukitaningsih_end@yahoo.com

ABSTRAK

Kebutuhan obat Rifampisin di Indonesia masih cukup tinggi mengingat kasus


tuberculosis masih banyak di jumpai. Oleh karena itu, banyak industri farmasi yang
memproduksi obat ini. Obat inovator dari rifampisin telah habis masa patentnya, sehingga
memungkinkan industri farmasi untuk membuat obat ”copy”. Obat ”copy” yang baik harus
menunjukkan bioavailibilitas dan bioekuivalense dengan obat inovatornya. Oleh karena itu,
perlu dilakukan uji Ba/Be. Laboratorium Terpadu Fakultas Farmasi UGM merupakan salah
satu Laboratorium terakreditasi ISO 17025-2008 yang saat ini sedang mengembangkan
kemampuannya untuk bisa melayani kebutuhan uji Ba/Be tersebut.
Untuk bisa menghasilkan data yang dipercaya kebenarannya, maka perlu melakukan
validasi metode analisis obat rifampisin dalam plasma. Metode analisis yang dipilih adalah
metode secara Kromatgarfi Cair Kinerja Tinggi-UV dengan kolom C18, dengan terlebih
dahulu dilakukan deproteinasi dan ekstraksi obat secara liquid-liquid extraction.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode yang dikembangkan diperoleh
parameter validasi penetapan kadar rifmpisin dalam plasma sebagai berikut: linieritas yang
diekspresikan sebagai kurva baku antara luas area kromatogram (sumbu Y) terhadap
konsentrasi rifampisin (sumbu X) memiliki harga R sebesar 0,9992 untuk rentang konsentrasi
20 – 100 ppm dengan persamaan regresi Y = 3x107 X – 165516. Sensitifitas diekspresikan
dengan parameter limit of detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ) masing-
masing sebesar 0,70 dan 2,30 ppm. Perolehan kembali yang diekspresikan sebagai harga
recovery sebesar 96,68 ± 8,06 %. Presisi intra dan inter day yang diekspresikan dengan harga
RSD dari seri pengulangan penetapan kadar pada hari yang sama (untuk intra day) dan pada
hari yang berbeda (untuk inter day) masing-masing sebesar 2,98 % dan 1,13 %. Keseluruhan
parameter validasi tersebut memenuhi persyaratan seperti dalam FDA tahun 2013, sehingga
dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut termasuk dalam analisis bioavailabilitas dan
bioekuivalensi suatu obat copy rifampisin.

Kata kunci: validasi metode, rifampicin, plasma, kromatografi cair kinerja tinggi

26
OR-D06

Perbandingan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak Dan Titrasi Kompleksometri


Untuk Penentuan Kadar Zink Dalam Sediaan Sirup

Juniar Moechtar, Asri Darmawati, Febri Annuryanti


Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

ABSTRAK

Zink adalah mikronutrien penting yang dapat digunakan untuk suplemen terapi diare
pada anak. Untuk menjamin kualitas dan efektifitas sediaan sirup zink, telah dilakukan
penetapan kadar zink dalam sediaan sirup menggunakan metode spektrofotometri sinar
tampak berdasarkan intensitas warna komplek zink-dithizone dalam pelarut
asetonitril:propanol (1:1), dibandingkan dengan penetapan kadar zink berdasarkan titrasi
kompleksometri menggunakan indikator EBT. Hasil penetapan kadar zink dalam sampel
sediaan sirup dengan menggunakan metode kompleksometri adalah (106.1±0.02) % dari
jumlah yang tertera di etiket. Hasil penetapan kadar zink dengan metode kompleksometri ini
lebih akurat dari hasil penetapan kadar zink dengan metode spektrofotometri sinar tampak.

Kata kunci:

27
OR-D07

Pengaruh Lama Pengukusan terhadap Daya Antioksidan dari Umbi Ketela Rambat
Ungu, Jingga dan Kuning (Ipomoea batatas (l.) L.)

Kusuma Hendrajaya, Ririn Sumiyati, Azminah


Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

ABSTRAK

Dalam penelitian ini dilakukan uji aktivitas daya antioksidan tiga varietas ketela
rambat yaitu ketela rambat ungu, jingga dan kuning dengan membandingkan uji ekstrak
etanol umbi ketela rambat mentah dan yang telah mengalami pengukusan dengan waktu 20
atau 30 menit dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl). Ekstraksi dilakukan
secara maserasi dengan pelarut etanol 70%. Pada pengujian secara kuantitatif dengan metode
spektrofotometri tampak, diamati absorbansinya pada panjang gelombang 521,0 nm pada
menit ke-5. EC50 untuk umbi ketela rambat ungu mentah, dikukus 20 dan 30 menit adalah
4500.88, 713,19 dan 757,51 bpj. EC50 untuk ekstrak etanol umbi ketela rambat jingga
masing-masing adalah 7133,03; 3446,73 dan 1805,02 bpj sementara untuk ketela rambat
kuning nilainya adalah 13782,77; 13325,94 dan 6866,66 bpj. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa ekstrak ketela rambat ungu yang telah dikukus memiliki daya antioksidan
tertinggi. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada pengukusan ketela rambat ungu 20 atau
30 menit. Hal ini juga didukung oleh hasil perhitungan statistik dengan uji ANOVA dan
BNT.

Kata kunci: antioksidan, DPPH, pengukusan, EC50, Ipomoea batatas

28
OR-E01

Analisis Dinamika Molekul Hasil Penambatan Kompleks Α-Glukosidase Dengan


Sulochrin

Arry Yanuar, Auilia Farkhani


Universitas Indonesia
Email: arry.yanuar@ui.ac.id

ABSTRAK

Sulochrin telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai inhibitor α-glukosidase. Model


tiga dimensi (3D) enzim dikonstruksi berdasarkan struktur kristal α-glukosidase S.
solphataricus (MalA) dan sub-unit N-terminal Maltase-Glukoamilase manusia (NtMGAM)
menggunakan Modeller9.10. Penambatan sulochrin dilakukan pada dua bentuk konformasi
yakni berdasarkan energi terbaik dan klaster terbaik menggunakan Autodock4.2 dan hasilnya
menunjukkan nilai ΔG secara berturut-turut yakni -6,90; -6,44 kkal/mol dan Ki= 8,74; 19,13
μM, sebagai kontrol inhibitor α-glukosidase digunakan akarbose, miglitol, voglibose, dan
salasinol dengan skor nilai ΔG= -7,80; -7,60; -6,56 dan -4,25 kkal/mol, serta Ki= 2,12; 2,77;
15,75 dan 482,55 μM. Interaksi sulochrin pada situs aktif α-glukosidase manusia dipelajari
melalui simulasi dinamika molekul 2 ns menggunakan AMBER 12 dan menunjukkan adanya
interaksi kuat dan stabil pada residu Asp587, dibandingkan dengan akarbose yang
menunjukkan interaksi dengan residu Asp587, Asp398, Asp511, dan Phe 518, sedangkan
voglibose menunjukkan interaksi dengan residu Asp398 dan Asp511.

Kata kunci: α-Glukosidase, antidiabetes, sulochrin, pemodelan homologi, simulasi dinamika


molekul.

29
OR-E02

Skrining Ribosome Inactivating Proteins (Rips) dari Buah dan Sayur Lokal Indonesia
Dan Stabilitasnya Setelah Proses Penyimpanan dan Perebusan

Rumiyati, Sismindari, Yulia Damayanti dan Gabriela Kasih Mawarni


Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Email: sismindari@ugm.ac.id

ABSTRAK

Ribosome Inactivating Protein (RIP) adalah protein yang diisolasi dari tanaman yang
mempunyai aktivitas N-glikosidase, yaitu mampu memutus ikatan glikosidik Adenin4324 ,
sehingga menyebabkan terhambatnya sintesis protein. Disamping itu, protein tersebut telah
diketahui mempunyai beberapa aktivitas antara lain antivirus, antibakteri, antitumor dan
antikanker. Beberapa tanaman di Indonesia telah diketahui mengandung RIP. Untuk itu perlu
dilakukan penapisan keberadaan RIP pada beberapa sayur dan buah yang sering dikonsumsi
masyarakat. Pada penelitian penapisan RIP dilakukan pada sayur seperti buncis, kacang
panjang, kenikir, bayam, leunca, dan buah apel, melon, belimbing, sirsat serta waluh.
Disamping itu juga dianalisis efek penyimpanan buah dan perebusan sayur pada stabilitas
RIP.
Protein dari buah dan sayur diekstraksi menggunakan dapar fosfat. Ekstrak yang
diperoleh kemudian di identifikasi terhadap kandungan RIP dengan menggunakan uji
aktivitas pemotongan DNA superkoil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelima buah
dan sayur yang diteliti mengandung RIP. Seperti ditunjukkan oleh adanya kemampuan
memotong DNA superkoil menjadi bentuk sirkuler dan linier. RIP pada buah apel, melon dan
belimbing bersifat stabil setelah penyimpanan selama 3 hari di suhu ruangan. Sementara itu
dari kelima sayur yang diteliti, hanya RIP dari sayur buncis yang bersifat stabil setelah proses
perebusan selama 5 menit.

Kata kunci: Ribosome Inactivating Protein (RIP), sayur, buah dan stabilitas RIP.

30
OR-E03

Desain Molekul Boronhafagama Sebagai Pembawa Radioaktif Boron Untuk Terapi


Kanker Payudara

Hari Purnomo
Fakultas Farmasi UGM
Email: hapepeha@yahoo.com

ABSTRAK

Tamoxifen merupakan obat yang relatif lama (pertama kali mendapat approval tahun
1977), yang masih menjadi terapi hormonal standar bagi pasien kanker payudara, khususnya
dengan status reseptor estrogen alpha (α) positif. Pemberian tamoxifen direkomendasikan
selama 5 tahun atau 2-3 tahun dan dilanjutkan dengan inhibitor aromatase. Kemajuan di
bidang radioaktif dan molecular docking memungkinkan untuk menggantikan tamoxifen
dengan radioaktif yang dapat membunuh sel kanker secara tidak langsung. Boronhafagama
(BHFG) adalah molekul pembawa boron radioaktif yang memungkinkan untuk menjadi
solusi terapi kanker payudara. Pendekatan molecular docking menunjukkan skor ikatan
BHFG2 dengan reseptor Estrogen alpha (α)( -97.4142) tidak berbeda secara bermakna
dengan skor ikatan tamoxifen dengan reseptor Estrogen alpha (α) (-97.5704). Keunggulan
senyawa BHFG2 adalah melepaskan boron radioaktif pada sel kanker payudara yang menjadi
sasaran tembak sehingga lebih efektif dibanding mekanisme kerja tamoxifen konvensional.
Interaksi BHFG2 dengan reseptor estrogen alpha (α) juga lebih kuat dibanding ikatan
boronhafagama1, boronphenil , kurkumin , PGV0 dan PGV1 dengan reseptor estrogen alpha
(α).

Kata kunci: tamoxifen, boronhafagama, kurkumin, PGV0, PGV1

31
OR-E04

Uji Aktivitas In-Silico Senyawa Baru 1-Benzil-3-Benzoilurea Induk dan Tersubstitusi


sebagai Agen-agen Antiproliferatif

Farida Suhud
Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Surabaya,
Jalan Raya Kalirungkut, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK

Studi ini terkait dengan rancangan dan penambatan molekul senyawa baru 1-benzil-3-
benzoilurea induk dan tersubstitusi sebagai antiproliferatif. Tujuan dari studi ini untuk
memprediksi agen antiproliferatif yang lebih poten. Untuk mencapai tujuan tersebut, uji
aktivitas in-silico terhadap reseptor 1-UWH dihitung dengan Molegro Virtual Docker 5 dan
hidroksiurea digunakan sebagai pembanding. Hasil didapatkan semua senyawa 1-benzil-3-
benzoilurea induk dan tersubstitusi lebih poten dibandingkan hidroksiurea. Sangat
direkomendasikan untuk dilakukan sintesis lebih lanjut semua senyawa 1-benzil-3-
benzoilurea induk dan tersubstitusi sebagai agen-agen antiproliferatif.

Kata kunci: 1-benzil-3-benzoilurea, rancangan, penambatan molekul, agen-agen


antiproliferatif

32
OR-E05

Pembuatan dan Karakterisasi Padatan Kompleks Logam Ni (Ii) - Kloramfenikol –


Oksitetrasiklin Ni(CHL)(OTC)Cl2

Ilma Nugrahani
Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Kata kunci:

33
OR-F01

Desain Senyawa Analgetika Baru Hasil Reaksi Antara Para Aminofenol Dengan
Beberapa Senyawa Alam

M. Kuswandi Tirtodiharjo dan Hari Purnomo.


Laboratorum Kimia Medisinal, Fakultas Farmasi, UGM
Email: kuswanditirtodiharjo@yahoo.com

ABSTRAK

Parasetamol adalah suatu analgetika yang masih banyak digunakan oleh masyarakat
didunia cukup besar, namun terdapat kendala karena parasetamol mempunyai efek samping
toksis terhadap hepar. Untuk tujuan itu maka kami telah mendesain beberapasenyawa baru
dengan mereaksikan para amino fenol dengan beberapa senyawa alam, antara lain vanilin
(KAPHAVAN), eugenol (KAPHAGENOL), sinamaldehid (KAPHALDEHID), sitrulin
(KAPHARULIN) dan asam galat (KAPHALAT). Hasil analisis dengan molecular docking
PLANTS (Protein Ligands ANTSystem) menunjukkan bahwa semua senyawa baru tersebut
mempunyai skor -84 sedangparasetamol -67. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan 5 senyawa
baru tersebut mempunyai ikatan dengan reseptor Cox-2 yg lebih kuat dibanding parasetamol,
yang bermakna mempunyai aktivitas yg lebih tinggi dibanding parasetamol. Dengan adanya
gugus yang lebih nukleofil pada gugus sekitar karbonil diprediksi toksisitas (hepatotoksis)
senyawa senyawa baru tersebut lebih rendah dibanding Parasetamol.

Kata kunci: modifikasi parasetamol, aktivitas, toksisitas, paraaminofenol, senyawa alam.

34
OR-F02

Aktivitas Larvasida Granul Minyak Daun Jeruk Purut Terhadap Larva Nyamuk Aedes
Aegypti

Sri Mulyani Didik


Fakultas Farmasi UGM

ABSTRAK

Abatesasi merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD). Penggunaan abate sebagai larvasida dilaporkan dapat menimbulkan
bau yang tidak enak, menyebabkan karatan pada drum penampung air serta ada indikasi dapat
menyebabkan terjadinya resistensi terhadap hewan target. Minyak daun jeruk purut diketahui
memiliki aktivitas sebagai biopestisida, dan bentuk sediaan granul merupakan bentuk sediaan
yang paling sesuai untuk larvasida. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan granul
minyak daun jeruk purut dan menentukan nilai LC50, LC90 terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti. Granul minyak daun jeruk purut dibuat dengan menggunakan bahan pengisi laktosa
dan pengikat CMC-Na. Aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III
dilakukan dengan membuat 5 seri konsentrasi granul, yang masing-masing diujikan terhadap
20 ekor larva dan dibiarkan terpapar selama 24 jam. Percobaan dilakukan 3 kali, jumlah larva
yang mati dihitung, dan dianalisis dengan analisis probit modifikasi Finney, untuk
menentukan nilai LC50 dan LC90. Hasil penelitian menunjukkan granul yang dibuat memiliki
aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III dengan LC50 sebesar 39,58
ppm dan LC90 sebesar 79,43 ppm.

Kata kunci: jeruk purut, granul, larvasida, Ae. aegypti.

35
OR-F03

Uji Aktivitas Antiseptik Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Purut (Citrus Hystrix D.C)
Dalam Prodak Deodoran Roll On

Taty Rusliati Rusli


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah pemanfaatan secara komersial tanaman obat Indonesia
yaitu kulit buah jeruk purut sebagai prodak Deodorant Roll On untuk antiseptik yang berefek
bakterisid. Target khususnya adalah menghasilkan formula deodorant roll on yang stabil
secarafisik, kimia dan mikrobiologi serta keamanan produk Deodorant Roll On berdasarkan
ujiiritasi. Pada tahap awal penelitian dibuat minyak atsiri dari kulit buah jeruk purut yang
diuji mutu fisik, kimia dan antiseptik. Uji mutu minyak atsiri dengan penetapan parameter
fisik (Identitas, Organoletik, Kelarutan), uji antiseptik dilakukan secara in vitro dengan
metode Difusi Agar. Selanjutnya dibuat sediaan formula Deodorant Roll On dengan variasi
thickening agent yaitu HPC-m dan karbomer 940, prodak yang dihasilkan diuji mutu fisik,
kimia, uji stabilitas dipercepat dan uji antiseptik In Vitro serta uji iritasi pada Panelis. Uji
antiseptik In Vitro terhadap bakteri Staphylococcus aureus memiliki aktivitas pada
konsentrasi 1 – 7% dengan diameter daerah hambat berkisar 4,0 – 12,0 mm. Hasil uji
stabilitas dipercepat suhu kamar dan 40oC terhadap sediaan dihasilkan organoleptik dengan
warna putih kekuningan, bau khas jeruk purut dan pH 4,54 – 5,11, uji daya hambat pada
sediaan deodorant dengan thickening agent HPC-m sebesar 10,90 – 12,26 mm sedangkan
dengan thickening agent karbomer 940 tidak memiliki ativitas pada bulan ke-3, serta uji
iritasi pada panelis tidak menimbulkan iritasi.

Kata kunci: minyak atsiri kulit buah jeruk purut, antiseptik, Staphylococcus aureus,
deodorant Roll On

36
OR-F04

Aktivitas Antiproliferasi Pada Sel Widr Dan Antimikroba Senyawa 1,5-Bis(3’-Etoksi-


4’-Hidroksifenil)-1,4-Pentadien-3-on (EHP)

Esti Mumpuni 1, Arief Nurrochmad 2, Harno Dwi Pranowo2, Umar Anggara Jenie 2
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta1
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta2
Emali: esti_mumpuni@yahoo.com

ABSTRAK
Senyawa 1,5-bis(3’-etoksi-4’-hidroksifenil)-1,4-pentadien-3-on (EHP) adalah analog
kurkumin. Sintesis dan elusidasi struktur senyawa tersebut sudah dilaporkan. Seperti halnya
kurkumin, senyawa ini diharapkan potensial mempunyai aktivitas antikanker atau
antimikroba. Telah dilakukan uji antiproliferasi terhadap sel kanker kolon WiDR dan uji
antimikroba. Hasil uji senyawa EHP memberikan aktivitas antiproliferasi sel dengan nilai
IC50 91,18 bpj. Kadar hambat minimum senyawa terhadap mikroba Staphylococcus aureus
(ATCC 25923), Escherichia coli (ATCC 25922), Salmonella typhi (ATCC 14028) 0.063 bpj
dan diameter daerah hambat minimum pada Staphylococcus aureus sebesar 11 mm.

Kata kunci: sitotoksik, antimikroba, EHP

37
OR-G01

Toksisitas dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)

Eka Putri, Yardi, Erwin Prawirodiharjo


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: pu2t_eka17@yahoo.co.id

ABSTRAK

Toxicity effect and antioxidant activity of 70% ethanolic extract and aqueous extract
of kayu jawa (Lannea coromandelica) stem bark have been studied. Kayu Jawa stem bark
was collected on February 2014 from Watampone, Kabupaten Bone, South Sulawesi. 70%
ethanolic exctract was obtained by maceration method, whereas aqueous extract was obtained
by decoction method. Antioxidant activity was tested by DPPH (2,2 Diphenyl-1
Picrylhydrazyl) method with vitamin C as a positive control. The result of antioxidant activity
showed that AAI (Antioxidant activity index) value of 70% ethanolic extract, aqueous
extract, and vitamin C were 3,6792 (very strong); 0,0667 (weak); dan 9,6254 (very strong)
respectively. Toxicity was done by using Brine shrimp lethality test (BSLT) method. The
result of toxicity test which was computed by probit method showed that aqueous extract
didn’t have toxic activity with LC50 value 3.171 ppm, whereas 70% ethanolic extract showed
toxic activity with LC50 value 23,774 ppm. Based on this study, 70% ethanolic extract of
kayu jawa (Lannea coromandelica) bark was thought to have anticancer potential.

Keywords: Kayu jawa (Lannea coromandelica) stem bark, antioxidant, DPPH, AAI, toxicity,
BSLT, LC50

38
OR-G02

Kajian Etnobotani dan Fitokimia Tumbuhan Pakis Sumatera

Nova Syafni, Hernawati, Deddi Prima Putra, Amri Bakhtiar dan Dayar Arbain
Fakultas Farmasi/Laboratorium Biota Sumatera Universitas Andalas
email: nvsumatran@gmail.com

ABSTRAK

Sebagai tidak lanjut kajian senyawa bioaktif yang berasal dari tumbuhan Sumatera
umumnya1 dan dari paku-pakuan khususnya2 telah dilakukan survey etnobotani paku-pakuan
ini diberbagai lokasi di Propinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi yang dilanjutkan dengan uji
bioaktifitas antimikroba terhadap berbagai mikroba patogen manusia diantaranya Escherichia
coli ATCC 25922 NCTC 1224, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Vibrio cholera Inaba
dan Salmonella thypimurium ATCC 14028 NCTCC 12023 dan Salmonella thyphosa NCTC
786. Secara tradisional pakis ini banyak digunakan sebagai obat demam dan sakit kepala.
Terlihat juga adanya perbedaan penggunaan tradisional ini pada daerah yang berbeda seperti
antidiare, bisul, antidote, penyakit kulit dan lain sebagainya. Dari kajian ini terlihat bahwa
paku resam (Gleichenia lianearis [Burm.] Clarke), paku sayur (Diplazium esculentum [Retz.]
SW.), paku lipan (Blechnum orientale L.) dan paku ruman (Trichomanes chinense L.)
merupakan pakis yang umum dikenal dan digunakan di masyarakat. Kajian antimikroba
ekstrak dan kandungan kimia senyawa hasil isolasi dari beberapa pakis Sumatera akan
didiskusikan.

Kata kunci: pakis, antimikroba, etnobotani, fitokimia, Sumatera

39
OR-G03

Senyawa Antibakteri dari Bakteri Staphylococcus sp. (C1) yang Berasosiasi dengan
Spon Laut Haliclona fascigera

Dian Handayani, Desi Elfira dan Harrizul Rivai


Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Kampus Limau Manis Padang 25163.
Email: dianh_17@yahoo.com

ABSTRAK

Dalam penelitian berkelanjutan kami untuk mencari agen antimikroba (antibiotik) dari
mikroorganisme, bakteri endofit dari spon laut Haliclona fascigera diisolasi menggunakan
metode pengenceran dan metode tuang pada media NA. Berdasarkan ciri morfologi, salah
satu spesies bakteri endofit yang aktif telah diisolasi dan diidentifikasi dari spons. Bakteri
tersebut termasul genus Staphylococcus spp. Dua senyawa murni, B1 dan E1 telah diisolasi
dari fraksi etil asetat dari bakteri ini. Isolasi senyawa antimikroba dilakukan dengan metode
kromatografi. Senyawa B1 berwujud minyak kekuningan (21 mg) dan dapat menghambat
bakteri patogen Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada 0125% Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) dengan metode difusi agar. Senyawa E1 berwujud minyak kekuningan
(31 mg), namun itu tidak menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923.

Kata Kunci: bakteri endofit, Antimikroba dan spon laut Haliclona fascigera.

40
OR-G04

Perbandingan Aktivitas Antioksidan Dan Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Keladi Tikus
(Typhonium flagelliforme (lodd.) Blume) dengan Metode Spray Drying Dan Freeze
Drying

Yuanahara Farida & Erma Wanda Mundari


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
Email: yunahara_farida@yahoo.com

ABSTRAK

Keladi tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) adalah salah satu tanaman
yang dapat digunakan untuk pengobatan alternatif sebagai antikanker. Telah dilakukan
penelitian aktivitas antioksidan dengan metode peredaman radikal bebas DPPH dan toksisitas
dengan metode BSLT terhadap ekstrak etanol yang dikeringkan menggunakan spray dryer
dan freeze dryer. Serbuk daun keladi tikus dimaserasi menggunakan etanol 50, 70, dan 96%,
kemudian dipekatkan dengan rotavapor, selanjutnya dikeringkan menggunakan spray drying
dan freeze drying. Ekstrak kental dan kering di uji aktivitas antioksidan dan toksisitasnya,
selanjutnya nilai IC50 dan LC50 yang diperoleh diuji secara statistik dengan metode
ANOVA. Hasil uji aktivitas antioksidan maupun toksisitas tertinggi diperoleh dari ekstrak
etanol 70% hasil freeze drying dengan nilai IC50 sebesar 38,57 bpj untuk uji aktivitas
antioksidan dan nilai LC50 sebesar 17,46 bpj untuk uji toksisitas secara BSLT. Berdasarkan
uji ANOVA diperoleh hasil bahwa perlakuan metode pengeringan memberikan perbedaan
secara nyata pada nilai LC50 dan IC50, sedangkan perbedaan konsentrasi hanya dapat
mempengaruhi nilai IC50 secara nyata.

Kata kunci: Keladi tikus (Typhonium flagelliforme), antioksidan, BSLT, freeze drying, spray
drying

41
OR-G05

Aktivitas Antioksidan Lecythophora sp., Jamur Endofit yang Diisolasi dari Alyxia
reinwardtii bl

Noor Erma N. Sugijanto


Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Email: ermasugijanto@yahoo.co.id

ABSTRAK

Latar belakang: Jamur endofit merupakan sumber metabolit yang mempunyai arti
ekonomi penting dalam bidang farmasi dan pertanian untuk produksi enzim, bahan obat dan
bahan biologis lainnya. Beberapa jenis jamur endofit telah diisolasi dari Alyxia reinwardtii
BL, salah satunya diidentifikasi sebagai Lecythophora sp. strain 30.1 and 30.5. Tujuan
penelitian ini menentukan aktivitas antioksidan dari ekstrak jamur endofit Lecythophora sp.
strain 30.1 and 30.5. Metode: Jamur dikultivasi di labu Erlenmeyer 300 mL yang
mengandung malt extract broth (15 g/L), pH 6.5 pada temperature kamar selama 4 minggu.
Kultur disaring dan cairannya diekstraksi dengan etil asetat. Residunya diekstraksi dengan
metanol dilanjutkan dengan n-heksan dan n-butanol dan diuapkan pada 35 oC. Ekstrak diuji
aktivitas antioksidannya dengan reagen DPPH. Hasil: Semua ekstrak menunjukkan aktivitas
antioksidan/free radical scavenging activity dengan metode DPPH. Kesimpulan: Hasil
penelitian ini menunjukkan metabolite-metabolite yang dihasilkan jamur endofit
Lecythophora sp yang diiisolasi dari Alyxia reinwardtii berpotensi sebagai sumber senyawa
antioksidan alami.

Kata kunci: Aktivitas Antioksidan, Lecythophora sp., Fungi Endofit, Alyxia reinwardtii BL.

42
OR-G06

Aktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi Tumbuhan Paku Indonesia, Nephrolepis


falcata dan Pyrrosia lanceolata

Ismiarni Komala, Azrifitria, Yardi, Finti Muliati, Maliyathun Nikmah


Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah,
Ciputat, Indonesia
Email: Ikomala@uinjkt.ac.id

ABSTRAK

Telah lama diketahui bahwa inflamasi merupakan salah satu gejala dari penyakit
infeksi. Perkembangan penelitian secara molekular dan epidemiologi ternyata menunjukkan
bahwa inflamasi tidak hanya berhubungan dengan penyakit infeksi, tetapi berhubungan juga
dengan penyakit non infeksi lainnya seperti kanker, tumor, kerusakan sistem syaraf pusat,
asma, dan arterosklerosis. Untuk beberapa kasus, obat antiinflamasi juga efektif dalam
mengobati penyakit yang terjadi akibat dari inflamasi kronik. Pada kondisi tertentu, inflamasi
telah diketahui dapat dimediasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh metabolit
oksigen reaktif, sehingga suatu senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan juga berpotensi
untuk dikembangkan menjadi senyawa antiinflamasi. Nephrolepis falcata dan Pyrrosia
lanceolata merupakan jenis tumbuhan paku-pakuan yang mudah tumbuh di Indonesia.
Nephrolepis falcata biasa ditemukan sebagai tumbuhan hias sedangkan Pyrrosia lanceolata
merupakan tumbuhan liar yang belum termanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia. Uji
aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH mengindikasikan bahwa ekstrak
etanol dari kedua jenis tumbuhan paku ini memiliki aktivitas antioksidan. Studi lebih lanjut
untuk mengeksplorasi potensi antiinflamasi dari tumbuhan paku ini dilakukan dengan
menguji aktivitas antidenaturasi protein dari ekstraknya. Antidenaturasi protein merupakan
salah satu alternatif metoda yang dapat digunakan dalam studi pendahuluan penentuan
aktivitas antiinflamasi suatu senyawa. Hasil pengujian aktivitas antidenaturasi menunjukkan
bahwa ekstrak etil asetat dan metanol dari masing-masing tumbuhan paku ini memiliki
potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai sumber senyawa antiinflamasi. Data lengkap
aktivitas antioksidan dan antiinflamasi dari tumbuhan paku Nephrolepis falcata dan Pyrrosia
lanceolata akan kami tampilkan dalam presentasi ini.

Kata kunci: Antioksidan, antiinflamasi, antideanturasi protein, Nephrolepis falcata dan


Pyrrosia lanceolata

43
OR-G07

Transformasi Amorphadiene Synthase (Ads), Gen Kunci Dalam Biosintesis Artemisinin


dari Artemisia Annua

Elfahmi1*, Nofiayni Safitri1, Agus Chahyadi1, Fani Mutia Chayani1, Syaikhul Aziz1, Tati
Kristanti1, Sony Suhandono2
1
Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung
2
Sekilah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung,

ABSTRAK

Malaria merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi di dunia. Salah satu obat yang
digunakan untuk pengobatan penyakit malaria adalah artemisinin yang diisolasi dari tanaman
Artemisia annua L. dan direkomendasikan oleh WHO sebagai pilihan utama dalam
kombinasi yang dikenal dengan ACTs (artemisinin-based combined therapies). Disebabkan
kadar artemisinin dari tanaman A. annua yang rendah maka upaya untuk meningkatkan kadar
tersebut telah dilakukan dengan berbagai pendekatan, salah satunya dengan pendekatan
bioteknologi. Salah satu enzim kunci dari biosintesis yaitu amorpha-4,11-diene synthase
(ads), merupakan salah satu target yang dikaji dalam meningkatkan kadar artemisinin dari
tanaman Artemisia annua. Dengan meningkatkan level ekspresinya. Tujuan penelitian ini
adalah mentransformasi gen ads pada tanaman A annua dengan bantuan Agrobacterium
tumefaciens dalam upaya meningkatkan kadar artemisinin. Transformasi A. annua yang
dimediasi oleh Agrobacterium dengan membawa pCAMBIA 1303-ads telah berhasil
dilakukan. Hasil analisis ekpresi transien glucoronidase (GUS) sebagai marker untuk
mengidentifikasi terjadinya transformasi menunjukkan bahwa efisiensi transformasi
pCAMBIA 1303-ads lebih tinggi disbanding pCAMBIA 1303 kosong. Analisis histokimia
menunjukkan bahwa transformasi ads telah berhasil dilakukan ke tanaman dan kultur akar A.
annua dan meningkatkan kadar artemisinin

Kata kunci: ads, p19, Artemisia annua L., Agrobacterium tumefaciens, malaria, artemisinin

44
OR-H02

Viabilitas Yeast Termotoleran dan Etanol-Toleran Untuk Fermentasi Etanol dengan


Variasi Kadar Gula dalam Mollase

Umi Marwati 1) Muchamad Sofy 2)


1
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta
2
Lab.Mikrobiologi. PT. Himikarta. Malang

ABSTRAK

Yeast merupakan agen biologis fermentasi etanol. Dalam industry etanol yang efektif
dan efisien, kemampuan toleransi berbagai stres lingkungan merupakan salah satu kriteria
penting untuk memilih strain yeast. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas sel-
sel yeast isolate T-1 yang telah diketahui merupakan yeast thermotoleran dan alcohol-toleran
dalam berbagai variasi kadar sucrose dalam molase pada kondisi kultur, seperti variasi suhu,
variasi kadar etanol dan variasi pH medium. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung
prosentase jumlah sel yang beraktivitas selama 72 jam proses fermentasi dan pengukuran
kadar etanol. Terdapat perbedan viabilitas sel pada berbagai perlakukan. Viabilitas terbaik
diperoleh dari sel yang dikulturkan dalam medium sucrose dalam molase dengan pH 5, suhu
fermentasi 300C, dengan kadar etanol 10%.

Kata kunci: yeast, etanol-toleran, termotoleran, mollase

45
OR-H03

Analisis Filogenetik dan Kajian Fitokimia terhadap Lichen Sumatra: Stereocaulon halei
dan S. montagenanum

Friardi Ismed1,3, Françoise Lohézic Le-Dévéhat1, Annie Guiller2, Amri Bakhtiar3 and
Joel Boustie1
1
UMR CNRS 6226 ISCR, Produits Naturels, Synthèses et Chimie Médicinale,
2
UMR CNRS 6553 ECOBIO, Stratégies Evolutives et Dynamique Spatiale des Populations,
Univ. Rennes 1, France,
3
Faculty of Pharmacy, Andalas University, Indonesia.
Email: friardi@gmail.com

ABSTRAK

Dua species fruticose lichen genus Stereocaulon yang dikoleksi dari Gunung
Singgalang, Sumatera Barat yaitu Stereocaulon halei dan S. montagneanum menjadi fokus
pada penelitian ini. Kedua spesies yang hampir mirip secara morfologi ini dibedakan dengan
analisis mikroskopik dan filogenik. Hasil analisis menyatakan bahwa kedua lichen tersebut
berbeda pada subseksinya yaitu Holostelidium dan Aciculisporaea. Dari kajian fitokimia
terhadap kedua spesies ini, telah diisolasi senyawa depside Atranorin (1) dan beberapa mono-
aromatik fenol. Untuk kelompok senyawa depsidon terjadi perbedaan, asam lobarat (2) hanya
diperoleh dari S. halei sedangkan asam stiktat dari S. montagneanun sebagai senyawa
utamanya (>1% dari berat kering) bersama dengan empat senyawa depsidone lainya yaitu
asan peristiktat (4), asam kriptosiktat (5), asam menegazziat (6) and asam norstiktat (7).

Kata kunci: lichen, Holostelidium, Aciculisporaea, depside, depsidone

46
OR-H03

Perbedaan Tempat Tumbuh Pacing (Costus Speciosus) Terhadap Kandungan Senyawa


Fenolik Dan Diosgenin

Ika Puspita Sari, Andayana Puspitasari, Irfan Muris Setiawan, Triana Hertiani, Siti
Rahayu, Ainun Yasinta Ronawa
Fakultas Farmasi UGM
Email: ika.puspitasari@gmail.com

ABSTRAK

Ekstrak Pacing (Costus speciosus) mampu menurunkan jumlah dan motilitas sperma
pada mencit, serta meningkatkan persentase sperma yang abnormal secara terbalikkan.
Mekanisme antifertilitas yang diakibatkan oleh ekstrak etanol herba Pacing (HP)
kemungkinan adalah gangguan penghambatan hormon testosterone pada sel Leydig. Tikus
jantan yang mendapat HP menyebabkan kebuntingan betina 20%. Salah satu kekhawatiran
pria dalam mengkonsumsi obat KB adalah munculnya gangguan libido. Pemberian HP pada
dosis 275 mg/kg berat badan terbukti tidak mempengaruhi aktivitas seksual hewan uji jantan.
HP mengandung senyawa fenolik dan diosgenin yang diduga menyebabkan aktivitas
antifertilitas. Perbedaan kondisis tempat tumbuh berpengaruh terhadap kadar senyawa aktif
termasuk senyawa fenol dan diosgenin. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh
perbedaan kondisi tempat tumbuh di 2 lokasi yaitu Sleman dan Klaten terhadap kandungan
senyawa fenol dan diosgenin pada daun dan rimpang Pacing. Pengumpulan daun dan
rimpang dilakukan selama bulan April hingga Agustus. Kedua bahan dicuci bersih dan dibuat
simplisia dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C, kemudian diserbuk dengan ukuran
saringan mesh 30. Simplisia diekstraksi secara maserasi dengan menggunakan pengadukan
yang konstan menggunakan shaker selama 16 jam kemudian disaring dan diuapkan. Ekstrak
yang diperoleh dihitung rendemennya dan ditentukan kadar senyawa fenol dengan
spektrofotometri sementara diosgenin dengan HPLC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dengan kondisi tempat tumbuh dengan kelembaban udara di Sleman berkisar 68 sedangkan
Klaten 91 ditemukan kadar senyawa aktif yang berbeda (pH dan intensitas cahaya kedua
lokasi mirip). Kadar senyawa fenol dan diosgenin pada rimpang umunya jauh lebih besar
dibanding pada daun di kedua lokasi yaitu sekitar 10 kali lipat (p≤0,05).

Kata kunci: lokasi tumbuh, Pacing, senyawa fenol, diosgenin

47
OR-H04

Efek Hepatoprotektif Ekstrak Rosella (Hibiscus Sabdariffa, L) Melalui Peningkatan


Aktivitas Dan Ekspresi Glutathion-S-Transferase (Gst) Pada Tikus Yang Diberi
Perlakuan Dimethyl Benz-A-Anthracene (DMBA)

Nurkhasanah, Laela Hayu Nurani, Zainur Rahman Hakim


Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan
Email: nurkhas@gmail.com

ABSTRAK

Radikal bebas dalam tubuh dapat mengakibatkan kerusakan seluler, jaringan, dan
genetik (mutasi). Enzim-enzim antioksidan telah tersedia di dalam tubuh., tetapi dalam
kondisi oksidan yang berlebih tubuh memerlukan antioksidan exogen. Rosela (Hibiscus
sabdariffa L.) merupakan salah satu tanaman yang telah dilaporkan sebagai antioksidan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak rosela (Hibiscus Sabdariffa L):
terhadap aktivitas enzim GST dan pengaruhnya sebagai hepatoprotectif. pada tikus yang
diberi perlakuan DMBA.
Hewan uji sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok I adalah baseline,
kelompok II adalah kelompok kontrol negatif, kelompok III, IV dan V adalah kelompok
perlakuan dengan pemberian ekstrak rosela (EEKBR) dengan variasi dosis 10, 50 dan 100
mg/kgBB/hari selama 35 hari. Pada hari ke 36 diberikan DMBA dosis 75 mg/kgBB
singledose. Hewan uji diambil darahnya melewati (plexus orbitalis) seminggu kemudian.
Aktivitas SGPT, SGOT diukur dengan DIasys kit menggunkan metode kinetic, aktivitas GST
diukur dari homogenate hati dengan metode CDNB. Ekspresi gen GST diamati menggunakan
RT-PCR dan diamati peningkatan ekspresinya secara kualitatif.
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak rosella meningkatkan aktivitas GST, dan
menurunkan aktivitas SGPT dan SGOT secara signifikan. Pengamatan RT-PCR
menunjukkan perlakuan ekstrak rosella meningkatkan ekspresi GST.

Kata kunci: Hibiscus sabdariffa, rosella, SGPT, SGOT, GST

48
OR-H05

Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Lichen Stereocaulon Halei Lamb Dari Gunung
Singgalang Dan Uji Aktivitas Antimikroba Serta Potensi Sebagai Anti Tuberkulosis

Sri Hartati, Friardi Ismed, Rama Mulyadi, Hanif E. Putra, Naura P.


Vidian, Deddi P. Putra
Email: srihartati.sh70@gmail.com

Fakultas Farmasi, Universitas Andalas

ABSTRAK

Lichen Sumatera Stereocaulon halei Lamb, yang dikoleksi di Gunung Singgalang,


Sumatera Barat, diteliti untuk mengetahui kandungan fitokimia, aktivitas antimikroba dan
antituberkulosis. Thallus kering S. halei Lamb (1 Kg) dimaserasi bertingkat; pertama
menggunakan n-heksan, dilanjutkan dengan etil asetat (EtOAc) dan aseton, terakhir dengan
metanol. Tiap maserat dipekatkan secara in vacuo. Fraksi etil asetat (10 g) dikromatografi
menggunakan fasa diam silica gel 60 dan eluen kepolaran bertingkat (n-heksan, etil asetat,
metanol). Diperoleh 3 isolat murni yaitu atranorin (1) (4 g), asam lobarat (2) (1.1 g) dan metil
orsinol karboksilat (3) (0.13 g). Setiap fraksi dan isolat diuji aktivitas anti mikroba
menggunakan metode difusi agar pada bakteri gram positif (S. aureus, E. faecalis) dan
bakteri gram negative (E. coli, S. thyphosa, S. thypomorium, dan P. aureginosa. Aktivitas
anti-TB diuji terhadap pertumbuhan bakteri M.tuberculosis H37Rv menggunakan media
Lowenstein Jensen. Asam lobarat dan atranorin memberikan aktivitas yang besar dalam
menghambat bakteri S. aureus dan M. tuberculosis H37Rv.

Kata kunci: Isolasi, Lichen, Stereocaulon halei Lamb, Anti-TB, antimikroba,

49
OR-H06

Penapisan Senyawa Antikanker Dari Batang Brotowali (Tinospora crispa) Dan Uji
Aktivitas Pada Kultur Sel Widr

Warsinah dan Harwoko


Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Email: warsinahapt@gmail.com

ABSTRAK

Kanker merupakan penyakit degeneratif yang menjadi ancaman utama dibidang


kesehatan karena kejadian dan kematian penderita setiap tahun meningkat, kanker kolon
adalah salah satu jenis kanker. Upaya pengatasan kanker dengan kemoterapi belum
memberikan hasil yang memuaskan karena menimbulkan efek samping seperti mual, rambut
rontok bahkan timbul resistensi sel, sehingga pencarian senyawa baru antikanker dari bahan
alam terus digalakkan. Brotawali (Tinospora crispa) merupakan tanaman yang telah
dimanfaatkan secara tradisional untuk mengobati penyakit gastroenteritis dan kanker. Tujuan
penelitian ini adalah melakukan penapisan dengan cara ekstraksi dan dilanjutkan dengan
kromatografi lapis tipis untuk nelihat profil senyawa dan melakukan uji aktivitas sitotoksik
dan induksi apotosis dari ekstrak tersebut.
Ekstraksi batang brotowali dilakukan dengan maserasi menggunakan etanol kemudian
di fraksinasi dengan n-heksan, kloroform, etilasetat berdasarkan tingkat polaritas dan
dilanjutkan kromatografi lapis tipis menggunakan fase diam silica gel GF 254 dan fase gerak
campuran, spot yang ada dilihat dibawah UV 254 nm dan 366 nm serta disemprot dengan
reagen penampak noda. Ekstrak dan fraksi kemudian diuji aktivitas sitotosiknya dengan
metode MTT dan induksi apoptosis dengan metode double staining dan flowcytometri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik mengandung senyawa
flavanoid, fenolik dan alkaloid. Ekstrak mempunyai efek sitotoksik IC50 sebesar 314 µg/ml
dan fraksi F3 sebagai fraksi aktif mempunyai efek sitotoksik dengan IC50 sebesar 146 µg/ml.
Pada konsentrasi 25 µg/ml fraksi mampu menginduksi apoptosis sebesar 28,9 %, kontrol sel
17,90% dan doxorubicin 63,12%. Pemacuan apoptosis ditunjukkan dengan adanya warna
orange dan terjadinya banyak badan apoptosis pada sel Widr dengan perlakuan ekstrak yang
lebih banyak dibandingkan dengan kontrol sel.

Kata kunci: Ekstraksi, Tinospora crispa, aktivitas, anticancer, sel Widr

50
OR-H07

Aktivitas Antipathogen dari Ekstrak Daun Ricinus Communis

Erna Prawita S, Sylvia T. Utami., Novia Dani A


Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta

ABSTRAK

Meningkatnya prevalensi resistensi antibiotik karena infeksi mikroba telah memicu


pencarian antibiotik baru. Proses ini membutuhkan waktu lama dan biaya mahal. Pendekatan
alternatif lain adalah mengganggu mekanisme yang mempromosikan ketahanan, daripada
mencoba untuk membunuh bakteri (obat antipathogenik). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aktivitas antipathogenik ekstrak daun Ricinus communis dalam menghambat
produksi pigmen pyoverdin, salah satu faktor virulensi Pseudomononas aeruginosa.
Daun Ricinus communis diserbuk dan dimaserasi menggunakan berbagai pelarut.
Masing-masing fraksi ekstrak yang diperoleh diuji lebih lanjut untuk aktivitas antibakteri
terhadap S. aureus ATCC 29213, E. coli ATCC 25922, dan untuk aktivitas penghambatan
produksi pigmen pyoverdin oleh P. aeruginosa ATCC 27853. Fraksi etil asetat R. communis
terbukti memiliki aktivitas penghambatan terhadap E. coli (MIC 50 = 15,63 mg / mL) dan S.
aureus (3,37 mg / mL). Fraksi air R. communis menunjukkan aktivitas kurang menghambat
pertumbuhan E. coli (MIC 50 = 18,64 mg / mL) dan S. aureus (8.23 mg / mL). Kedua fraksi
yang ditemukan tidak memiliki aktivitas dalam menghambat produksi pigmen Pyoverdin P.
aeruginosa ATCC 27853

Kata kunci: Ricinus communis, S. aureus ATCC 29213, E. coli ATCC 25922,
antipathogenic, P. aeruginosa ATCC 27853

51
OR-I01

Model Indonesia Breast Cancer Health Related Quality Of Life Untuk Pengukuran
Kualitas Hidup Dan Cost Utility Analysis Penderita Kanker Payudara Operable Di Rs
Kanker Dharmais

Agusdini BS, Iwan Dwiprahasto, Jarir At Thobari, Ronnie Rivany, dan Teguh
Aryandono

ABSTRAK

Penggunaan protokol kemoterapi kanker payudara operable di Rumah Sakit Kanker


Dharmais (RSKD) sebagian besar menggunakan protokol kemoterapi Fluorouracil-
Adriamicyn-Cyclophosphamid (FAC) dan Taxane base. Keefektifan kedua terapi ini hanya
diukur dari hasil keluaran secara fisik seperti sembuh dari penyakit, kematian, angka
kesakitan dan angka kekambuhan. Namun, kualitas hidup juga harus diperhatikan. Sementara
itu, alat ukur kualitas hidup yang sudah ada tidak mengakomodasi budaya Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model pengukuran status kesehatan yang
mengarah pada kualitas hidup penderita kanker payudara Indonesia (INA-BCHRQoL) dan
diaplikasikan pada cost utility analysis pada penderita kanker payudara operable yang
memperoleh kemoterapi FAC dan kemoterapi berbasis Taxan.
Rancangan penelitian ini adalah eksploratif dan konfirmatif. Responden merupakan
seluruh penderita kanker payudara operable yang telah dioperasi, dikemoterapi adjuvant FAC
dan berbasis Taxan, serta diradiasi mulai Januari 2011 – Desember 2012. Perhitungan biaya
meliputi biaya langsung dan tidak langsung. Pengukuran quality of life dilakukan dengan
memetakan lima atribut kuesioner ke EQ5D Calculator.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara skor kualitas
hidup dan utility pada responden yang mendapatkan kemoterapi FAC dan Taxan. Terdapat
perbedaan bermakna utility pada kelompok kemoterapi Taxan. Kemoterapi berbasis FAC
lebih cost effective/utility dibandingkan denganTaxan. INA-BCHRQoL dapat digunakan
untuk mengukur status kualitas hidup penderita kanker payudara di Indonesia.

Kata kunci: kanker payudara, INA-BCHRQoL, cost QALY FAC dan Taxan

52
OR-I02

Pola Peracikan Krim Salisilat Di Beberapa Apotek Di Jakarta

Lungguk Hutagaol1, Hesti2


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta

ABSTRAK

Krim mengandung asam salisilat banyak diresepkan oleh dokter berupa racikan,
umumnya sediaan jadi krim dengan asam salisilat. Dalam prakteknya, diduga bahwa cara
pencampuran yang dilakukan di beberapa apotek tidak sesuai dengan aturan meracik yang
kemungkinan menyebabkan sediaan menjadi tidak homogen. Penelitian dilakukan untuk
melihat apakah cara pencampuran yang dilakukan di apotek sudah memenuhi syarat
homogenitas. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menebus resep yang sudah
disiapkan berisi krim “X” ditambah Asam salisilat. Resep ditebus di 5 wilayah DKI Jakarta
dengan kriteria apotek ramai dan apotek tidak ramai, kemudian diuji homogenitasnya pada
bagian atas, tengah dan bawah sediaan. Uji homogenitas menggunakan uji kadar asam
salisilat dan distribusi partikel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa krim asam salisilat
racikan apotek tidak memenuhi syarat homogenitas. Terdapat perbedaan homogenitas antara
krim racikan apotek ramai dengan yang tidak ramai.

Kata kunci: Krim racikan, pola peracikan, homogenitas

53
OR-I03

Pengembangan Kuisioner untuk Mengukur Tingkat Pengetahuan Sikap dan Tindakan


Masyarakat Terkait Asma, Hipertensi, Demam Berdarah dan Tuberkulosis Paru

Titien Siwi Hartayu


Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

ABSTRAK

Kuisioner merupakan alat ukur psikososial yang sering digunakan dalam penelitian
terkait kesehatan masyarakat. Kuisioner dapat digunakan untuk mengukur jika memenuhi
syarat validitas dan reliabilitas. Penelitian ini untuk menyusun kuisioner yang siap pakai
dalam pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait dengan
penyakit Asma, Hipertensi, Demam berdarah (DHF), dan Tuberkulosis (TBC) Paru.
Penelitian eksperimental dengan cross sectional design, melibatkan 565 respoden
dengan kriteria inklusi penduduk kecamatan Depok, Sleman Yogyakarta, bersedia mengikuti
kegiatan dan tidak mempunyai latar belakang pendidikan terkait kesehatan. Pemilihan
responden menggunakan metode purposive sampling. Uji validitas isi dilakukan oleh ahli di
bidangnya yaitu dokter dan apoteker. Uji pemahaman bahasa oleh masyarakat dengan
karakteristik yang sama dengan calon responden. Uji reliabilitas menggunakan metode
Cronbach alpha. Uji reliabilitas diawali dengan seleksi aitem. Untuk aitem pengetahuan
mengunakan uji korelasi Point Biserial, sedangkan untuk sikap dan tindakan menggunakan
uji Pearson Product Moment. Nilai α > 0.60 dinyatakan reliable.
Hasil penelitian menunjukkan ada 20 aitem pengetahuan ( α = 0.618), 17 aitem aspek
sikap ( α = 0.635) d an 14 aitem aspek tindakan (α 0.627) untuk asma; 21 aitem aspek
pengetahuan (α = 0.686), 15 aitem aspek sikap (α = 0.684) dan 15 item aspek tindakan (α =
0.684) untuk hipertensi; 20 aitem aspek pengetahuan (α = 0.638), 15 aitem aspek sikap (α =
0.689), 15 aitem aspek tindakan (α = 0.688) untuk DHF; 24 aitem aspek pengetahuan (α =
0.607), 15 aitem aspek sikap (α = 0.664) dan 15 aitem aspek tindakan (α = 0.697) untuk
Tuberkulosis Paru. Dengan demikian maka kuisioner yang tersusun telah valid dan reliable
sehingga siap digunakan.

Kata kunci: pengetahuan, sikap, tindakan, kuisioner, validitas, reliabilitas, hipertensi, asma,
DHF, TBC

54
OR-I04

Model Kolaborasi Apoteker-Bidan Pada Program Revitalisasi Posyandu Dalam


Mendukung Pencapaian SDG 2030

Anita Purnamayanti
Fakultas Farmasi Universitas Surabaya
Email: anita_p_rahman@yahoo.com

ABSTRAK

Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang telah ditetapkan pada tahun 2014,
mensyaratkan pelayanan kefarmasian dipimpin oleh seorang Apoteker. Pelayanan
kefarmasian meliputi kegiatan yang bersifat manajerial, dan pelayanan farmasi klinik. Salah
satu jenis pelayanan farmasi klinik yang dilaksanakan adalah Informasi Obat melalui
kegiatan penyuluhan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap, serta untuk masyarakat. Obat
di Puskesmas didistribusikan sampai ke sub unit pelayanan, seperti Posyandu yang dimotori
oleh Bidan. Salah satu kegiatan yang bersifat manajerial adalah pendistribusian obat di
Puskesmas maupun sampai ke sub unit pelayanan di wilayah kerja Puskesmas. Oleh karena
itu diperlukan suatu model kolaborasi apoteker dengan Bidan dalam meningkatkan pelayanan
yang selaras dengan Program Revitalisasi Posyandu. Tujuan penyusunan model kolaborasi
ini adalah untuk mencapai kualitas hidup masyarakat yang optimal melalui pelayanan
kesehatan primer. Hal tersebut selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals, SDG) yaitu memastikan hidup sehat dan mempromosikan
kesejahteraan bagi semua pada segala usia, yang harus dicapai pada tahun 2030. Keberhasilan
model kolaborasi Apoteker dengan Bidan di Posyandu ini diukur dari aspek input / asupan,
proses, luaran, dan dampak sebagaiamana ketentuan pada Program Reviatslisasi Posyandu.
Apoteker secara nyata dapat berperan penting untuk mendukung pencapaian sebagian
indikator pada berbagai aspek tersebut, terutama melalui layanan Informasi Obat berupa
kegiatan penyuluhan bagi masyarakat dan kader Posyandu untuk meningkatkan pengetahuan
dan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, dan penggunaan obat yang tepat untuk
mendukung pegobatan yang rasional. Sedangkan kegiatan yang bersifat manajerial,
difokuskan pada pengelolaan obat untuk ibu dan balita. Hasil kolaborasi Apoteker dengan
Bidan dapat memenuhi sebagian indikator pada aspek input / asupan, proses, luaran, dan
dampak. Dapat disimpulkan bahwa model kolaborasi Apoteker-Bidan dapat dikembangkan
lebih lanjut untuk medukung pencapaian SDG Nasional pada tahun 2030 di bidang kesehatan
dasar melalui peningkatan layanan kesehatan terintegrasi di Puskesmas.

Kata kunci: Model Kolaborasi, Apoteker, Bidan, Revitaslisasi Posyandu, Puskesmas

55
OR-I05

Uji Banding Mutu Tablet Parasetamol Generik Berlogo (OGB) Dalam Kemasan Botol
yang Beredar di Sumatera Barat

Syofyan, Jerry Febrialdino & Erizal


Fakultas Farmasi Universitas Andalas

ABSTRAK

Obat merupakan penyumbang terbesar untuk biaya pengobatan dalam mendukung


kesehatan. Pemerintah telah mengeluarkan program obat murah tapi bermutu yang disebut
obat generik berlogo (OGB). Kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat
terhadap penggunaan obat generik saat ini masih tergolong rendah salah satunya karena
alasan mutu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat mutu tablet parasetamol generik berlogo
(OGB) dalam kemasan botol plastik secara keseluruhan di 10 Kabupaten / Kota di Sumatera
Barat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penentuan responden
menggunakan metode sampling yang disebut accidental sampling. Evaluasi sampel uji
meliputi uji keseragaman bobot, uji kerapuhan, uji disintegrasi, uji waktu hancur, uji disolus
dan uji kadar obat dalam tablet. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa tablet parasetamol
500 mg dalam wadah botol plastik dari 10 kota / kabupaten di Sumatera Barat memiliki mutu
fisik dan kimia yang baik berdasarkan Farmakope Indonesia sehingga sangat layak digunakan
oleh masyarakat.

Kata kunci: obat generik, obat generik berlogo, mutu, parasetamol

56
OR-I06

Distribusi Sediaan Farmasi: Tinjauan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

Yustina Sri Hartini1,2


Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma1, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia,
bidang Legislasi & Peraturan Perundang-undangan Kefarmasian2
Email: yustinahartini@usd.ac.id

ABSTRAK

Dalam dokumen sistem kesehatan nasional disebutkan bahwa sediaan farmasi adalah
komoditi untuk penyelenggaraan upaya kesehatan. Sediaan farmasi yang didefinisikan
sebagai obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmeti; harus tersedia dalam jenis, bentuk,
dosis, jumlah, dan khasiat yang tepat. Pemerintah menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan
mutu sediaan farmasi melalui pengawasan dan pengendalian, sedangkan pelaku usaha
bertanggung jawab atas keamanan, khasiat, dan mutu produk sesuai fungsi usaha dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tulisan ini meninjau relevansi peraturan
perundang-undangan terkait distribusi sediaan farmasi terhadap tuntutan tanggung jawab
pelaku usaha tersebut.
Fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi adalah sarana yang digunakan
untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi. Ketentuan terkait distribusi
sediaan farmasi tertuang dalam beberapa peraturan yakni peraturan terkait Cara Distribusi
Obat yang Baik; industri obat, obat tradisional, dan kosmetik; Pedagang Besar Farmasi;
fasilitas pelayanan kefarmasian berupa apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,
klinik, toko obat, dan praktek bersama. Idealnya seperangkat peraturan tersebut mampu
menjadi payung hukum bagi pihak-pihak terkait distribusi sediaan farmasi, sehingga pada
akhirnya dapat tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Kata kunci: distribusi sediaan farmasi, peraturan perundang-undangan, pelaku usaha

57
OR-J01

Peran Pelayanan Kefarmasian Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Terhadap


Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

Satibi, Nike Puliansari, Putu Dyana Christasani dan Sendy Stefanie Longe
Fakultas Farmasi UGM

ABSTRAK

Sejak 1 Januari 2014 Indonesia telah resmi menerapkan sistem Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang merupakan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya.
JKN dalam pelaksanaannya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan. Layanan JKN tersedia di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti:
Puskesmas, Klinik Kesehatan, dan Rumah Sakit Tipe D, serta Apotek jejaring sebagai sarana
penunjang fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pelayanan Kefarmasian juga memiliki peran
penting dalam pelaksanaan JKN. Penelitian ini dilaksananakan pada Puskesmas, Klinik
Kesehatan, dan Rumah Sakit Tipe D, serta Apotek jejaring di Provinsi DI Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan
kefarmasian pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, mengetahui kepuasan pasien rawat
jalan terhadap pelayanan sistem JKN melalui BPJS Kesehatan, mengetahui kepuasan
apoteker terhadap sistem JKN.
Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah deskriptif analitik menggunakan
kuisioner yang berisi pernyataan tentang kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan
kefarmasian, kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan JKN, dan kepuasan apoteker
terhadap pelayanan JKN, serta melakukan wawancara mendalam terhadap beberapa
responden penelitian. Data statistik dianalisis menggunakan analisis data komputerisasi
dengan melihat nilai signifikansi.
Karakteristik pasien berupa usia mempunyai hubungan dengan kepuasan pasien
terhadap pelayanan kefarmasian sedangkan pekerjaan dan status kepesertaan mempunyai
hubungan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang didapatkan dari jaminan
kesehatan nasional. Karakteristik pasien berupa pendapatan akan mempengaruhi kepuasan
pasien baik terhadap pelayanan kefarnasian maupun pelayanan JKN. Indikator pelayanan
kefarmasian yang mempunyai hubungan dengan kepuasan pasien rawat jalan meliputi
ketersediaan obat, waktu pelayanan, dan pemberian informasi obat oleh apoteker. Kepuasan
peserta jaminan kesehatan nasional juga dipengaruhi oleh premi, informasi layanan, dan jenis
kepesertaan.
Proses pelayanan jaminan kesehatan nasional yang dirasakan oleh apoteker antara lain
proses pengadaan obat dan pendistribusian obat. Kedua proses tersebut mempunyai hubungan
dengan kepuasan apoteker sebagai pemberi pelayanan kefarmasian di puskesmas dan klinik.

Kata kunci: pelayanan kefarmasian, JKN, fasilitas kesehatan pertama

58
OR-J02

Analisis Biaya Penghematan Konversi Penggunaan Terapi Levofloxacin Intravena Ke


Oral di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Tunggul Adi Purwonugroho1, Adibah1, Laksmi Maharani1, Ika Mustikaningtyas1 Budi


Raharjo2
1
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Univ. Jend. Soedirman
2
Instalasi Farmasi RS Margono Soekarjo Purwokerto
Email: tunggul.adi@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu hal yang dapat diterapkan di rumah sakit untuk kendali mutu dan biaya
adalah dengan konversi terapi intravena ke oral. Levofloxacin merupakan salah satu obat
yang daapat dilakukan konversi karena memiliki bioavailabilitas per oral sebesar 99%.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat persentase pasien yang dapat dikonversi dan biaya
yang dapat dihemat jika terapi levofloxacin intravena diasumsikan/dihipotesiskan dikonversi
ke oral berdasarkan kriteria konversi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif hipotetik dan pengambilan data
dilakukan secara retrospektif. Sampling menggunakan teknik total sampling dari seluruh
pasien rawat inap yang menggunakan levofloxacin pada bulan Juli-Desember 2013 di Rumah
Sakit Margono Soekarjo Purwokerto. Terapi diasumsikan dapat dikonversi jika pasien
memenuhi kriteria konversi yang meliputi suhu, tekanan darah, nadi dan respiratory rate.
Biaya yang dihitung adalah rata-rata biaya terapi (biaya obat dan alat kesehatan) per pasien,
dalam bentuk rata-rata biaya ± SD. Analisis dilakukan dengan membandingkan antara biaya
terapi pada pasien yang diasumsikan dilakukan konversi dan biaya terapi pada pasien yang
sama yang tidak dilakukan konversi.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 83 pasien yang menggunakan terapi
levofloxacin intravena. Tujuh puluh lima pasien (90,4%) di antaranya dapat dilakukan
konversi terapi. Rata-rata biaya terapi pada pasien yang menggunakan levofloxacin generik
dan levofloxacin merk X intravena (biaya non konversi) masing-masing adalah Rp.356.621,-
± 168.127,66 dan Rp.1.456.239,- ± 653.889,03. Sedangkan rata-rata biaya konversi
levofloxacin generik dan merk X masing-masing adalah Rp.84.406,- ± 30.800,16 dan
Rp.655.345,- ± 306.646,22. Selisih total biaya terapi levofloxacin dari 75 pasien yang dapat
dilakukan konversi terapi adalah Rp.23.639.929,- atau sebesar Rp.272.215 ± 163.940,04 per
pasien pengguna levofloxacin generik dan Rp.809.521 ± 609.304,69 per pasien pengguna
levofloxacin merk X. Konversi penggunaan levofloxacin dari intravena ke oral terbukti dapat
memberikan penghematan biaya yang cukup besar. Apoteker memiliki peran vital dalam
pengembangan protokol dan aplikasi dari program konversi ini sehingga pengendalian biaya
dan mutu pelayanan kesehatan dapat terwujud.

Kata kunci: cost saving analysis, levofloxacin, konversi terapi

59
OR-J03

Efektivitas Pelatihan Konseling Berhenti Merokok untuk Apoteker di Provinsi


Yogyakarta, Indonesia

Susi Ari Kristina,1* Montarat Thavorncharoensap,2 Petcharat Pongcharoensuk,2


dan Yayi Suryo Prabandari.3
1
Bagian Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281,
2
Social and Administrative Pharmacy Excellence Research Unit, Department of Pharmacy,
Faculty of Pharmacy, Mahidol University, Bangkok 10400, THAILAND
3
Bagian IKM, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281,
Email: susikristina@yhaoo.com

ABSTRAK

Latar belakang: Apoteker di komunitas berperan penting dalam upaya peengendalian


tembakau di Indonesia. Pelatihan konseling berhenti merokok bagi apoteker sangat strategis
untuk mendorong peran aktif apoteker dalam membantu pasien berhenti merokok. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas pelatihan konseling berhenti merokok
melalui program continuing professional development (CPD) dengan parameter pengetahuan,
persepsi peran, kepercayaan diri, intensi, dan ketrampilan konseling berhenti merokok.
Metode: Desain penelitian kuasi eksperimental pretes postes digunakan dalam penelitian ini.
Workshop CPD tentang konseling berhenti merokok, dibawah koordinasi IAI Provinsi
Yogyakarta, dengan peserta 133 apoteker di apotek diselenggarakan pada tanggal 4 Oktober
2013. Workshop terdiri dari 3 jam seminar dan 3 jam sesi bermain peran (role play). Survei
pre dan pos workshop dilakukan untuk mengukur efek pelatihan, dengan indikator
pengetahuan, persepsi peran, dan kepercayaan diri dalam konseling. Intensi dan ketrampilan
berhenti merokok menggunakan model 5A (ask, advise, assess, assist, arrange) dievaluasi
hanya saat postes. Hasil penelitian: Setelah workshop, skor pengetahuan meningkat secara
signifikan, dari 24,85 ± 2,58 menjadi 35,68 ± 3,54 (p < 0,001). Persepsi peran dan
kepercayaan diri dalam konseling berhenti merokok juga meningkat signifikan dari 25,79 ±
2,73 menjadi 28,68 ± 2,24, dan 27,63 ± 4,44 menjadi 32,62 ± 3,63, berturut turut (p < 0.001).
Hasil evaluasi pos workshop menunjukkan bahwa sebagian besar peserta pelatihan ingin
melakukan langkah ask, advise, dan assess bagi pasien yang siap untuk berhenti merokok.
Namun, hanya sedikit peserta yang ingin melakukan assist dan arrange follow up. Hasil
evaluasi ketrampilan menunjukkan bahwa lebih dari 75% apoteker mampu melakukan
konseling berhenti merokok dan 65% peserta bisa melakukan konseling 5A secara lengkap.
Kesimpulan: CPD tentang konseling berhenti merokok mampu meningkatkan pengetahuan,
persepsi peran dan kepercayaan diri apoteker. Pelatihan juga mempu menciptakan keinginan
melakukan konseling dan ketrampilan konseling berhenti merokok. Pelatihan berkelanjutan
sangat direkomendasikan untuk meningkatkan ketrampilan dalam assist dan arrange follow
up.

Kata kunci: Continuing professional development, konseling, apoteker, berhenti merokok.

60
OR-J04

Tingkat Pengetahuan Orangtua Terhadap Penggunaan Multivitamin Pada Anak Di


Kota Yogyakarta Tahun 2013

Maria Wisnu Donowati


Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta – Indonesia
Email: mariawisnu@usd.ac.id

ABSTRAK

Pemenuhan kebutuhan nutrisi merupakan tanggung jawab orangtua dalam memenuhi


hak anak (Unicef, 1989). Satu cara untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak dilakukan dengan
tambahan pemberian multivitamin. Kurangnya pengetahuan mengenai penggunaan
multivitamin berpotensi pada ketidaktepatan penggunaan. Dengan demikian diperlukan
pengetahuan yang adekuat terkait penggunaan multivitamin untuk mendapatkan penggunaan
yang rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengetahuan orangtua terhadap
penggunaan multivitamin pada anak.
Penelitian observasional dengan design cross sectional, melibatkan 476 responden.
Kriteria inklusi adalah laki-laki/perempuan, bertempat tinggal di Kecamatan Kotagede atau
Mantrijeron atau Merganugsang atau Tegalrejo, atau Wirobrajan, Kota Yogyakarta, sudah
menikah, memiliki anak dengan umur 2-12 tahun, sedang atau pernah menggunakan
multivitamin, dan bersedia menjadi responden. kriteria eksklusi adalah tidak mengisi
kuesioner secara lengkap. Teknik pengambilan sampel proportionate stratified sampling pada
15 Kelurahan di 5 Kecamatan tersebut. Instrumen berupa kuisioner dengan tipe pilihan
jawaban bentuk dichotomous scale untuk meneliti fakta-fakta mengenai pengetahuan
terhadap penggunaan multivitamin pada anak. Validasi instrumen dilakukan dengan uji
validitas isi oleh ahli di bidangnya, yaitu apoteker dan dokter, serta uji pemahaman bahasa
oleh subyek dengan karakteristik yang sama dengan responden. Reliabilitas instrumen diukur
dengan metode Cronbach’s Alpha dengan hasil α = 0,767 (CI 95%).
Responden yang terlibat dalam penelitian mempunyai rentang usia 20 – 56 tahun,
dengan jumlah anak 1 – 6 orang, 85% wanita dan 82% berpendidikan terakhir SMA. Tingkat
pengetahuan responden adalah 87% baik, 12,4% cukup baik, dan 0,6% kurang baik.
Responden menjawab benar 96,3% untuk pernyataan terkait kandungan multivitamin, 93,7%
pengertian multivitamin, 93,6% waktu kadaluwarsa, 91,5% dosis multivitamin pada anak,
89,1% penyimpanan multivitamin, 88,9% cara pemberian multivitamin pada anak, 79,1%
informasi pemilihan, 77,6% indikasi penggunaan multivitamin pada anak dan 58,0% terkait
efek samping multivitamin.
Dengan demikian masih rendahnya pengetahuan terkait efek samping penggunaan
multivitamin perlu mendapatkan perhatian untuk meningkatkan keamanan penggunaan obat.

Kata kunci: Pengetahuan, Orangtua, Multivitamin, Anak, Kota Yogyakarta.


OR-J05

Alternatif Pengelolaan Apotek Sebagai Efisiensi pendanaan Kesehatan

Hendra Farma Johar

61
Kimia Farma Apotek

ABSTRAK

Pembiayaan kesehatan selama ini cenderung inefisien karena menghabiskan dana


yang ada dengan berbagai konsep yang dilaksanakan selama ini, maka perlu perubahan
metoda yang melibatkan tiga hal untuk dilaksanakan secara bersamaan dengan memperbaiki
sistem pelayanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan dan peningkatan peran serta
masyarakat. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang vital sebaiknya
melakukan perubahan sistem pengelolaan dari praktik bisnis ritel menjadi pelayanan
kesehatan oleh Apoteker. Apotek membebankan harga obat ke Badan Pelaksana sesuai harga
beli dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) ditambah embalage. Sementara Apoteker Pengelola
Apotek menerima dana kapitasi untuk praktik profesi yang dilakukannya.Metode: Apotek
yang dimiliki Apoteker atau Apoteker yang berniat membuat Apotek dapat menggunakan
metoda ini. Apotek model ini tidak mengambil keuntungan dari setiap pelayanan resep
peserta asuransi kesehatan, akan tetapi hanya menambahkan beban embalage3 – 5% dari
jumlah tagihan. Sedangkan Apoteker Pengelola Apotek menerima dana kapitasi dari Badan
Pelaksana Rp.4.000 – Rp.5.000 per peserta, dengan rata-rata per Apoteker akan menerima
2.500 – 3,000 orang peserta. Dana kapitasi yang diterima Apoteker akan digunakan untuk
biaya operasional Apotek termasuk untuk menggaji karyawan Apotek. Untuk resep tunai
(pasien non asuransi) Apotek sebaiknya juga menerapkan pola yang sama, dimana pasien
diberikan harga netto (harga dari PBF) ditambah embalage serta jasa konsultasi oleh
Apoteker Rp.40.000 – Rp.60.000 setiap pasien yang memerlukan konsultasi oleh Apoteker.
Hasil yang Diharapkan:Dari 2.500 orang peserta yang dikapitasikan ke Apoteker, biaya
kapitasi Rp.4.000 per peserta, dengan beban embalage 3% dari total harga netto obat,
perkiraan peserta yang berobat 20% dari jumlah peserta untuk Pemberi Pelayanan Kesehatan
tingkat I (PPK I/dokter umum), 20% dari PPK I yang berobat dirujuk ke PPK II (dokter
spesialis) dan 20% dari PPK II tersebut dirujuk ke PPK III (Rawat Inap). Asumsi harga obat
per lembar resep Rp.60.000 untuk PPK I, Rp.75.000 untuk PPK II dan Rp.150.000 untuk
PPK III, maka perbedaan biaya obat tidak signifikan dibandingkan pengelolaan Apotek saat
ini yang menggunakan faktor harga jual 1,25. Akan tetapi pada model pengelolaan Apotek
metoda ini keterlibatan Apoteker akan all out sehingga pasien akan terlayani dengan baik
sesuai kebutuhan.Simpulan:Perbedaan biaya obat dengan simulasi metoda ini hanya 1% di
atas model pelayanan Apotek yang ada sekarang, akan tetapi pola pengobatan akan semakin
terarah, serta pasien mendapatkan haknya akan pentingnya informasi obat oleh Apoteker.
Suatu pola yang akan mendorong terciptanya kesehatan masyarakat dengan menggunakan
obat secara tepat sehingga terbentuk masyarakat sehat berbasis pengobatan rasional.

Kata kunci: Apoteker, apotek, pengelolaan, pelayanan informasi obat, kapitasi Apoteker,
pengobatan rasional

62
OR-J01

Spesifisitas Dan Sensitivitas Natrium Iodida Sebagai Pendeteksi Merkuri Dalam Krim
Pemutih

Liliek Nurhidayati, Brian Fernaldi Anggadha


Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia
Email: liliek_nurhidayati@yahoo.com

ABSTRAK

Merkuri anorganik merupakan bahan aktif yang telah digunakan sejak zaman dahulu
sebagai bahan pemutih kulit. Walaupun penggunaan merkuri dalam kosmetik telah dilarang,
produk pemutih kulit yang mengandung merkuri masih beredar di pasar global. Oleh karena
itu, perlu suatu cara yang cepat dan mudah untuk mendeteksi merkuri dalam krim pemutih
sehingga masyarakat dapat menguji keamanan krim pemutih yang digunakan. Salah satu cara
yang dapat digunakan yaitu menggunakan test kit. Penelitian ini bertujuan untuk membuat
test kit merkuri yang mudah digunakan, selektif, dan sensitif. Pereaksi yang digunakan adalah
natrium iodida dalam air. Dari hasil uji spesifisitas diperoleh test kit bersifat spesifik karena
memberikan hasil yang khas terhadap merkuri. Secara visual batas deteksi test kit untuk
merkuri amino klorida dan merkuri klorida dalam krim berwarna putih, hijau, dan pink
adalah 900 bpj, sedangkan untuk krim berwarna kuning dan jingga adalah 1000 bpj.

Kata kunci: test kit, merkuri, krim pemutih, natrium iodida

63
OR-J02

Pemisahan Amlodipin Besilat Dan Valsartan Dalam Plasma Secara In-Vitro


Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Novi Yantih, Dedy Cahyadi


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta
Email: novi_yantih@yahoo.com

ABSTRAK

Terapi hipertensi biasanya menggunakan kombinasi obat, salah satunya adalah


kombinasi amlodipin besilat (AMD) dan valsartan (VAL). Dalam rangka studi
farmakokinetik obat, diperlukan suatu metode pemisahan untuk menentukan kadar obat
dalam darah. Pada penelitian ini, telah dikembangkan metode pemisahan untuk pemisahan
AMD dan VAL dalam plasma dengan sistem KCKT. Sistem KCKT menggunakan kolom
RP-18, 5µ (150 x 4,6 mm), dapar fosfat pH 3,6–asetonitril–metanol (50:40:10) sebagai fase
gerak dengan laju alir 1,0 mL/menit, dan detektor pada 240,5nm. Pada penyiapan sampel,
plasma diekstraksi menggunakan teknik pengendapan protein dengan asam perklorat 10%.
Metode divalidasi pada rentang 2–12 µg/mL untuk AMD dan 32–192 µg/mL untuk VAL
dengan nilai koefisien korelasi (r) untuk AMD dan VAL masing-masing 0,9971 dan 0,9984.
Metode ini memenuhi parameter akurasi dengan nilai % diff sebesar -9,25–8,5%, dan nilai
perolehan kembali sebesar 91,5-108,5% dengan presisi (KV) ˂ 5,32%, %. Pada uji stabilitas,
AMD dan VAL dalam plasma stabil selama 3 siklus cair dan beku. Metode pemisahan valid
sesuai dengan persyaratan Food and Drug Administration (FDA).

Kata Kunci: Amlodipin besilat, Valsartan, KCKT, Plasma

64
OR-J03

Pengaruh Proses Pengolahan Terhadap Kadar Beta Karoten pada Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas (l.) Lam) dengan Metode Spektrofotometri Visibel

Fitra Fauziah1, Roslinda Rasyid2, Reza Fadhlany1


1
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang,
2
Fakultas Farmasi Universitas Andalas (UNAND) Padang
Email: mrs.fitrafauziah@gmail.com

ABSTRAK

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas) adalah salah satu komoditas pertanian yang
merupakan sumber karbohidrat dan energi yang termasuk dalam famili Convolvulaceae. Ubi
jalar ungu juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang juga baik untuk nutrisi dan
kesehatan. Salah satu senyawa yang terkandung dalam ubi jalar varietas ungu adalah beta
karoten. Beta karoten merupakan prekusor vitamin A. Ini sangat berguna sebagai
antioksidan, meningkatkan sistem imun dan mengobati berbagai penyakit. Beta karoten
bersifat tidak stabil, terutama pada suhu tinggi. Penilitian ini bertujuan untuk menjawab
pertanyaan bagaimana proses pengolahan ubi jalar varietas ungu dapat mempengaruhi kadar
beta karoten dengan metode spektrofotometri visibel. Penelitian ini dilakukan terhadap 3
jenis perlakuan yaitu sampel mentah, digoreng, dan direbus. Berat untuk masing-masing
sampel yaitu 15 gram. Sampel diekstraksi dengan ekstraksi cair-cair dan diukur dengan
spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum 452,5 nm. Hasil menunjukkan
bahwa rata-rata kadar beta karoten adalah 75,91 ± 1,92 ppm untuk sampel mentah, 63,05 ±
3,45 ppm untuk sampel yang digoreng dan 45,66 ± 0,82 ppm untuk sampel yang direbus.
Hasil dihitung secara statistik dengan analisis statistik ANOVA satu arah. Analisis
menunjukkan bahwa sig. 0,000 (P < 0,05), dan ini menunjukkan bahwa ada pengaruh proses
pengolahan terhadap kadar rata-rata beta karoten pada ubi jalar ungu.

Kata kunci: Ipomoea batatas, pengolahan, beta karoten, spektrofotometri visibel

65
OR-J04

Analisis Asam Retinoat Dalam Krim Pemutih Yang Diperoleh Dari Depok Jawa Barat
Dengan Metode KCKT

Wahidin, Gian Syahfitria


Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Sains
Teknologi Nasional, Jakarta
Email: wahidinwahid1@yahoo.com

ABSTRAK

Studi analisis asam retinoat telah dilakukan dalam sampel krim pemutih, asam
retinoat merupakan derivat vitamin A, yang dimanfaatkan sebagai bahan pemutih kulit.
Penggunaannya dalam kosmetik dilarang oleh Badan POM karena efek sampingnya yang
sangat berbahaya yaitu efek teratogenik. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis
kandungan asam retinoat dalam krim pemutih yang diperoleh dari toko-toko kosmetik di
pusat perbelanjaan daerah Margonda-Depok Jawa Barat. Bahan uji sebanyak enam sampel
yang diambil secara acak (random) dari 24 krim pemutih. Metode analisis asam retinoat
menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, dengan kolom fase terbalik,
oktadesilsilana (C18) dan fase gerak campuran methanol: air: asam asetat glasial (85:15:0,5).
Deteksi dilakukan pada panjang gelombang UV 353 nm. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa lima sampel krim pemutih, yaitu krim A, B, C, E dan F, tidak terdeteksi kandungan
asam retinoat sedangkan krim D terbukti positif mengandung asam retinoat dengan rata-rata
kadar asam retinoat sebesar 5,09%. Penggunaan asam retinoat dalam kosmetik tidak
diperbolehkan oleh Badan POM yang berarti asam retinoat tidak boleh ada dalam kosmetik.

Kata kunci: Asam retinoat, teratogenik, kromatografi cair kinerja tinggi

66
OR-J05

Analisis Kandungan Cemaran Timbal Dalam Saus Cabe Produksi Industri Rumah
Tangga

Made Pasek Narendra, Muharam Marzuki, Sidik Yogaswara


Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Ahmad Yani Cimahi Bandung
Email: paseknarendra@yahoo.com

ABSTRAK

Timbal merupakan bahan berbahaya bagi kesehatan apabila dikonsumsi terus menerus
sehingga terakumulasi di dalam tubuh dan menyebabkan gangguan kesehatan bahkan sampai
kematian. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kandungan cemaran timbal dalam saus cabe
produksi rumah tangga. Metode yang digunakan adalah spektrofotometer serapan atom.
Sampel diperoleh dari lima pasar tradisional di Bandung dan sekitarnya. . Sampel didestruksi
menggunakan tanur pada suhu 500oC selama 12 jam. Hasil destruksi dianalisis menggunakan
spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm. Hasil uji kecermatan
menunjukkan nilai perolehan kembali adalah 102,36%, dan hal ini memenuhi persyaratan
untuk uji kecermatan. Kadar timbal dalam lima sampel saus cabe adalah antara 2,10 mg/Kg
sampai 7,76 mg/Kg.

Kata Kunci: Timbal, Saus Cabe, Produksi Rumah Tangga

67
OR-J06

Metode Isolasi Cepat Mangiferin dari Daun Mangifera indica L.

M. Rifqi Efendi1, A. Bakhtiar1,2, and Deddi P. Putra1,2


1
Fakultas Farmasi Universitas Andalas
2
Laboratorium Biota Sumatera Universitas Andalas, Padang,
Email: putra_aries64@yahoo.com

ABSTRAK

Isolasi cepat dan sederhana telah dilakukan terhadap senyawa bioaktif mangiferin dari
daun Mangifera indica L. Bark dan diperoleh 1.19 gram mangiferin. Isolat mangiferin
dibandingkan dengan mangiferin standar melalui pengujian titik leleh, HPLC, IR, dan UV.

Kata kunci: Mangifera indica L. Bark, Mangiferin, isolasi, Titik leleh, Hight performance
liquid cromatoghrapy, Ultraviolet spectroscopy, Fourier transform spectroscopy.

68
OR-L01

Kandungan Kimia dari Tanaman Huruhejo (Phoebe Declinata)

Berna Elyaab*, Katrin a , Roshamur C. F., Rosmalena Sofyanc and Ryan A. C.


a
Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,16424
b
Pusat Studi Obat Bahan Alam, aFakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI
Depok,16424
c
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424

ABSTRAK

Tanaman Phoebe declinata Nees (Huruhejo) merupakan tanaman asli Indonesia yang
berpotensi memiliki senyawa yang beraktivitas farmakologis, terutama terhadap aktivitas
antioksidannya. Pada penelitian ini dilakukan isolasi senyawa alkaloid antioksidan dari fraksi
aktif daun tanaman huruhejo. Metode ekstraksi yang digunakan adalah dengan cara refluks
menggunakan pelarut n-heksan, diklormetan (DCM) dan metanol. Ekstrak n-heksan, ekstrak
DCM, dan ekstrak metanol dari daun memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50
berturut-turut 156,40; 136,21; dan 139,87 µg/mL dengan metode DPPH. Sementara itu
dengan metode reducing power menunjukkan IC50 139,00; 126,25; dan 128,75 µg/mL. Pada
ekstrak heksan dan diklormetan dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom. Isolat
yang di dapat di karakterisasi dengan menggunakan data spektroskopi: MS, 1H dan 13C-
NMR, DEPT dan NMR-2D: COSY, HMQC, HMBC. Dari ekstrak n heksan didapatkan 15
fraksi, dan fraksi ke 7 diperoleh senyawa baru dengan nama deklinatin (1). Untuk ekstrak
DCM dihasilkan 10 fraksi dan fraksi ke 4 dipisahkan kembali dan dimurnikan sehingga
diperoleh senyawa deklinin (2). Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH untuk
senyawa 1 and 2 dengan IC50 berturut-turut 6,42 and 11,80 µg/mL dan dengan metode
reducing power untuk 1 and 2 dengan IC50 7,02 and 13,74 µg/mL.

Kata kunci: Phoebe declinata, antioksidan, deklinatin, deklinin

69
OR-L02

Aktivitas Larvasida Granul Minyak Daun Jeruk Purut Terhadap Larva Nyamuk Aedes
aegypti

Sri Mulyani Didik


Fakultas Farmasi UGM

ABSTRAK

Abatesasi merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD). Penggunaan abate sebagai larvasida dilaporkan dapat menimbulkan
bau yang tidak enak, menyebabkan karatan pada drum penampung air serta ada indikasi dapat
menyebabkan terjadinya resistensi terhadap hewan target. Minyak daun jeruk purut diketahui
memiliki aktivitas sebagai biopestisida, dan bentuk sediaan granul merupakan bentuk sediaan
yang paling sesuai untuk larvasida. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan granul
minyak daun jeruk purut dan menentukan nilai LC50, LC90 terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti. Granul minyak daun jeruk purut dibuat dengan menggunakan bahan pengisi laktosa
dan pengikat CMC-Na. Aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III
dilakukan dengan membuat 5 seri konsentrasi granul, yang masing-masing diujikan terhadap
20 ekor larva dan dibiarkan terpapar selama 24 jam. Percobaan dilakukan 3 kali, jumlah larva
yang mati dihitung, dan dianalisis dengan analisis probit modifikasi Finney, untuk
menentukan nilai LC50 dan LC90. Hasil penelitian menunjukkan granul yang dibuat memiliki
aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Ae. aegypti instar III dengan LC50 sebesar 39,58
ppm dan LC90 sebesar 79,43 ppm.

Kata kunci: jeruk purut, granul, larvasida, Ae. aegypti.

70
OR-L03

Aktivitas Penangkapan Radikal 2-2’ Difenil-1-Pikril Hidrazil (DPPH) Kombinasi


Ekstrak Andrographis paniculata Ness dan Euphorbia hirtaL

Andayana Puspitasari*1, Suwijiyo Pramono1, Sudibyo Martono1, Sitarina Widyarini2


1
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,
2
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada
email: andayana@ugm.ac.id

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian aktivitas penangkapan radikal 2-2’ difenil-1-pikril hidrazil


(DPPH) kombinasi ekstrak herba sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dan herba
patikan kebo (Euphorbia hirta L). Bahan uji meliputi ekstrak etanolik herba sambiloto,
patikan kebo, ekstrak etanolik sambiloto terdeklorofilisasi dan kombinasi diantara ketiganya
dibandingkan dengan senyawa murni andrografolid. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak
etanolik patikan kebo memberikan nilai IC50 terendah dibandingkan ekstrak etanolik
sambiloto. Kombinasi antara ekstrak sambiloto dan patikan kebo dapat menaikkan aktivitas
penangkapan radikal DPPH ekstrak sambiloto namun belum melebihi ekstrak tunggal patikan
kebo.

Kata Kunci: Kombinasi ekstrak, penangkapan radikal, herba patikan kebo, herba sambiloto

71
OR-L04

Optimasi Formula Tablet Kunyah Ekstrak Etanol Buah Leunca (Solanum nigrum L)
sebagai Anti Bakteri di Mulut dengan Kombinasi Bahan Pengisi Aerosil – Manitol
Aplikasi Metode Factorial Design

Yusransyah dan Sofi Nurmay Stiani


Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang
Email: yusrankiyut91@gmail.com

ABSTRAK

Buah leunca sudah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati infeksi. Telah
dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah leunca (Solanum nigrum L)
terhadap Streptococcus hemolitik-α serta profil kromatogramnya. Bentuk sediaan yang sesuai
adalah tablet kunyah dengan menggunakan bahan tambahan yang dapat menutupi rasa pahit
dari buah leunca. Dalam penelitian ini menggunakan bahan pengisi campuran komposisi
Aerosil-Manitol yang dioptimasi dengan metode factorial design.
Ekstrak etanol buah leunca (Solanum nigrum L) diperoleh dengan metode maserasi
menggunakan etanol 70%. Formula optimum diperoleh dari orientasi yang dilakukan
berdasarkan metode factorial design yaitu P(1) Campuran Aerosil level rendah (5%) dan
Manitol level rendah (250%); Pa campuran Aerosil level tinggi dan Manitol level tinggi
(330%); Pab Campuran Aerosil level tinggi (10%) dan Manitol level tinggi (330%). Ekstrak
buah Leunca (Solanum nigrum L) dicampur homogen dengan bahan pengisi dari P1, Pa, Pb,
Pab secara terpisah kemudian dibuat massa granul dengan pengikat solutio gelatin 10%.
Granul diayak dengan ayakan 10 mesh kemudian dikeringkan dengan suhu 500C. Granul
kering diayak dengan ayakan no. 12/30 mesh. Granul yang diperoleh diuji sifat fisiknya
meliputi indeks pengetapan, kompaktibilitas dan tanggapan rasa. Hasil uji sifat fisik granul
dibuat profil dan dihitung respon totalnya untuk mendapatkan formula optimum. Tablet
formula optimum diuji sifat fisiknya meliputi keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan
tanggapan rasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah leunca (Solanum nigrum L) memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Streptococcus hemolitik-α, yang ditunjukkan dengan nilai Kadar Bunuh
Minimum (KBM), dan didapatkan nilai KBM untuk Streptococcus hemolitik-α adalah 15%
b/v. Analisis kromatografi lapis tipis mendapatkan hasil bahwa buah leunca (Solanum nigrum
L) mengandung senyawa flavonoid (Rf=0,68), tanin (Rf=0,50) dan saponin (Rf=0,58). Hasil
formulasinya menunjukkan bahwa Aerosil, Manitol, dan interaksi keduanya berpengaruh
pada kompaktibilitas. Aerosil paling berpengaruh pada sifat alir dan Manitol berpengaruh
pada rasa. Adapun campuran Aerosil 9,025% - Manitol 322,306% memiliki respon terbaik
yang dijadikan formula optimum dalam pembuatan tablet kunyah dengan kekerasan 5,391kg,
dan kerapuhan 0,242%, tetapi rasa sepat dari tablet masih terasa dan bahan aktif dalam
ekstrak etanol buah leunca tetap stabil.

Kata kunci: Buah Leunca, Antibakteri di mulut, Tablet Kunyah

72
73
OR-L05

Uji Aktivitas Antioksidan dan Identifikasi Golongan Senyawa Pada Fraksi Dan Ekstrak
Etanol Kulit Batang Bintangur Batu (Calophyllum pulcherrimum Wall.)
Rissyelly1,2, Andrianto, A.G1., Elya, B1
1
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Kampus Universitas Indonesia Depok, 16424
1
Pusat Studi Obat Bahan Alam, Kampus Universitas Indonesia Depok, 16424

ABSTRAK

Famili Cluciaceae merupakan salah satu famili terbesar dengan kontribusi kandungan kimia
yang menarik secara farmakologi. Calophyllum pulcherrimum Wall. merupakan salah satu
tanaman yang termasuk ke dalam suku Clusiaceae. Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas
antioksidan dan identifikasi golongan senyawa dari kulit batang C.pulcherrimum Wall.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit batangC.
pulcherrimum dan fraksi teraktif yang memiliki aktivitas antioksidan serta menentukan
identitas golongan senyawa kimia dari fraksi teraktif tersebut. Ekstraksi dilakukan dengan
metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstrak yang diperoleh difraksinasi secara
berurutan dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, n-butanol dan metanol. Uji
aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode peredaman DPPH (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil). Hasil uji aktivitas antioksidan menunjukkan ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan
fraksi n-butanol secara berurutan memiliki nilai IC50 sebesar 5,73; 2,895 dan 4,77 μg/mL. Hasil
identifikasi golongan senyawa diketahui ekstrak etanol kulit batang C. pulcherrimum Wall.
mengandung senyawa golongan flavonoid, terpenoid, saponin dan tannin sedangkan pada
fraksi etil asetat mengandung senyawa golongan flavonoid dan tanin.

Kata Kunci: antioksidan, DPPH,

74
OR-L06

Standardisasi Mutu Ekstrak Etanolik Batang Brotowali (Tinospora crispa) sebagai Obat
Herbal Antihiperurisemi

Harwoko dan Warsinah


Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman
Email: woko_har84@yahoo.com

ABSTRAK

Brotowali (Tinospora crispa) secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan


asam urat dan secara ilmiah telah dilaporkan sebagai analgesik, antiinflamasi, dan
antihiperurisemia. Batang brotowali termasuk salah satu bahan jamu yang perlu dilakukan
standardisasi mutu. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan parameter mutu ekstrak
etanolik batang brotowali yang meliputi parameter umum dan spesifik.
Parameter umum yang ditetapkan meliputi kadar air, kadar abu total, angka kapang
dan angka lempeng total, sedangkan parameter spesifik yang ditetapkan antara lain
organoleptik, kadar sari larut air dan etanol serta profil kromatografi lapis tipis. Nilai
parameter yang diperoleh dibandingkan dengan pedoman standardisasi mutu ekstrak
tumbuhan obat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak memiliki kadar air sebesar 8,12±0,06%
dan kadar abu total 5,20±0,12%, sedangkan angka lempeng total 5x102 CFU/g dan angka
kapang 5x103 CFU/g. Ekstrak etanolik batang brotowali memiliki karakteristik berupa
ekstrak kental berwarna coklat tua, berasa pahit dan berbau khas dengan kadar sari larut air
sebesar 45,09±0,67% dan kadar sari larut dalam etanol sebesar 14,19±0,14%. Selain itu,
profil kromatografi lapis tipis ekstrak etanolik menunjukkan adanya senyawa flavonoid dan
alkaloid. Ekstrak etanolik batang brotowali dapat dinyatakan telah memenuhi syarat sebagai
ekstrak terstandar berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Kata kunci: Brotowali, Tinospora crispa, standardisasi mutu, ekstrak terstandar

75
OR-M01

Efektivitas Losion Minyak Buah Adas Dan Minyak Daun Nilam Sebagai Repellent
Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti

Siti Sa’diah1,2), Kartika Yuliani3), Hikmatillah3), Agus Kardinan4)


1)
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, 2) Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB,
3)
Program Studi Farmasi Universitas Pakuan, 4)Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Email: diah.ss@gmail.com

ABSTRAK

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penyebaran penyakit demam berdarah yang
secara endemik prevalensi penyakit ini masih tinggi di Indonesia. Salah satu upaya
pencegahan terjangkitnya penyakit demam berdarah adalah dengan penggunaan repellent
atau senyawa yang dapat mencegah bagian tubuh dihinggapi nyamuk Aedes Aegypti. Pada
penelitian ini telah dilakukan preparasi dan formulasi minyak buah adas (Foeniculum vulgare
Mill) dan minyak daun nilam (Pogostemon cabila Bent) menjadi sediaan losion yang berbeda
konsentrasi aktifnya. Semua fomula diuji efektivitasnya sebagai repellent dengan cara
sediaan losion dioleskan pada tangan manusia (dari siku hingga telapak tangan) kemudian
dimasukkan ke dalam kurungan nyamuk selama 10 menit lalu istirahatkan 50 menit di luar
kandang, diulangi lagi sebanyak 6 kali atau selama 6 jam. Daya proteksi (DP) ditentukan
dengan membandingkan jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol (K) dikurangi
jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan perlakuan (P) dibagi dengan jumlah nyamuk yang
hinggap pada lengan kontrol dikali 100%. Hasilnya menunjukkan Formula losion minyak
buah adas saja menghasilkan daya proteksi yang lebih tinggi dibandingkan Formula losion
campuran minyak adas dan daun nilam. Daya proteksi tertinggi sebesar 63%. Formula losion
yang dihasilkan memiliki karakteristik berwarna putih kekuningan, berbau khas aromatik dan
homogen dengan vikositas antara 650 cPoise hingga 5065 cPoise.

Kata kunci: Repellent, buah adas, daun nilam, aedes aegypti, losion

76
OR-M02

Efek Kalincuang dari Sentra Produksi Gambir Sumatera Barat terhadap Kadar
Glukosa dan Kolesterol Darah Mencit Diabetes-Dislipidemia

Armenia, Nurlaila Sandika, Mega, P. Sari dan Deddi Prima Putra


Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang
Email: armeniaua09@yahoo.com

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai efek kalincuang dari Kabupaten Pesisir Selatan
dan Kabupaten Lima Puluh Kota (Sumatera Barat) terhadap kadar gukosa dan kolesterol
darah mencit putih jantan diabetes-dislipidemia yang diinduksi dengan aloksan monohidrat
(150 mg/ kgBB secara i.p.), koktail dislipidemia (1% BB) dan MDLT (Makanan Diet Lemak
Tinggi). Sari air kental kalincuang hasil fraksinasi kalincuang dengan etil asetat, diberikan
dalam bentuk larutan 1% secara oral dengan dosis 50 mg/ kgBB/ hari selama 1, 3 dan 7 hari.
Sebagai pembanding adalah kelompok hewan yang diberi akarbose untuk penurun darah dan
simvastatin untuk penurun kolesterol. Parameter yang diukur adalah kadar glukosa dan
kholestrol darah puasa. Data penelitian dianalisis menggunakan ANOVA dua arah diikuti
dengan Duncan Multy Range T Test. Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah hewan
yang diberi ekstrak gambir dari kedua sumber dengan kadar glokosa darah kelompok
pembanding dan control, sedangkan kadar kolesterol kelompok hewan yang diberi
simvastatin lebih rendah dibandingkan kelompok hewan yang diberi ekstrak kalincuang dan
control positif. Lama perlakuan mempengaruhi kadar glukosa dan kolesterol darah hewan
secara nyata (P < 0,05). Dalam hal ini, kadar glukosa dan kolesterol darah rata-rata hewan
setelah perlakuan 3 – 7 hari lebih rendah dibandingkan pada saat awal sebelum perlakuan.
Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kalincuang dari sentra produksi gambir tersebut
berpotensi sebagai obat antidiabetes pada mencit putih jantan diabetes dislipidemia tetapi
secara bersamaan tidak cukup efektif menurunkan kadar kolestrol darah.

Kata Kunci: kalincuang, sari air, kadar glukosa darah, kolesterol, diabetes-dislipidemia

77
OR-M03

Ketoksikan Akut Fraksi Non-Heksan Ekstrak Etanol Umbi Sarang Semut (Myrmecodia
tuberosa (Jack) BL.) pada Tikus Wistar Betina

Ediati S., Triana H., Nurlaila I. dan Alif Firman F.


Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Email: ediatisasmito@yahoo.com

ABSTRAK

Umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa (Jack) Bl.) yang banyak terdapat di daerah
Papua dan Kalimantan, secara luas telah dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat. Dari
hasil penelitian kami, umbi sarang semut mempunyai efek imunomodulator. Oleh karena itu,
umbi sarang semut sangat berpotensi dikembangkan menjadi sediaan fitofarmaka. Untuk itu
dilakukan uji praklinik terhadap umbi sarang semut, salah satunya adalah uji toksisitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketoksikan akut fraksi non heksan ekstrak etanol
95% umbi sarang semut (FNH) yang diberikan per oral pada tikus betina Wistar, dengan
metode OECD 423 yang dimodifikasi. Dosis yang digunakan adalah 300 mg, 2000 dan 5000
mg/kg BB tikus. Tiap kelompok dosis menggunakan 6 ekor tikus dan dibagi ke dalam dua
step, khusus kelompok dosis 5000 mg/kg BB hanya digunakan 3 ekor tikus dan dilakukan
dalam satu step. Variasi dosis ditentukan oleh jumlah kematian pada tiap kelompok sesuai
dengan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Pengamatan dilakukan
selama 24 jam setelah pemejanan FNH, kecuali dosis 2000 mg/kg BB pengamatan
dilanjutkan hingga 14 hari. Pengamatan meliputi gejala toksik, perkembangan berat badan,
dan pengamatan histopatologis organ paru, hati, limpa, lambung, dan ginjal. Hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa pemberian oral FNH sampai dengan dosis tunggal 5000 mg/kg BB
pada tikus betina Wistar tidak menunjukkan gejala toksik, perubahan tingkah laku, kematian
atau perbedaan histopatologis dari organ terkait.

Kata kunci: Myrmecodia tuberosa, FNH, uji toksisitas akut, OECD 423

78
OR-M04

Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksan Daun Mimba (Azadirachta indica a. Juss.)
terhadap Vibrio Parahaemolyticus Hasil Isolasi Dari Udang Windu (Panaeus monodon)

Sri Teguh Rahayu*, Aprilita Rinayanti* dan Andika Permana**


*Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul
** Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

ABSTRAK

Salah satu penyebab kegagalan budidaya udang windu adalah timbulnya penyakit,
baik infeksi maupun non-infeksi. Penyakit infeksi umumnya karena serangan agen patogen,
seperti virus, bakteri, parasit, dan jamur (Hameed dkk., dalam Effendy, 2003). Jenis bakteri
dari golongan Vibrio merupakan jenis bakteri yang sering menimbulkan kematian massal
dalam waktu yang relatif singkat, penyakit ini bersifat sangat akut dan ganas karena dapat
mematikan populasi larva udang yang terserang dalam waktu 1-3 hari sejak awal infeksi
(Rukyani et al, 1992).
Mimba (Azadirachta indica A. Juzz.) secara empiris digunakan sebagai tanaman yang
dapat mengatasi penyakit pada udang dan manusia. Khasiat tersebut berdasarkan senyawa
yang terkandung pada daun dan kulit batang mimba berupa alkaloida, tannin, steroid,
terpenoid, dan saponin.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas fraksi n-heksan daun mimba
dalam menghambat pertumbuhan Vibrio parahaemolyticus pada udang windu (Panaeus
monodon). Bakteri Vibrio parahaemolyticus diisolasi dari udang windu dengan media TCBS,
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Daun mimba diekstraksi dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 96%, dan selanjutnya difraksinasi dengan pelarut n-
heksan. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode cakram menggunakan fraksi n-
heksan pada konsentrasi 25%, 50% dan 100% dengan kontrol positif kloramfenikol dan
kontrol negatif aqua dest steril. Data zona hambat yang diperoleh diuji statistik dengan
metode Anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke tiga dosis fraksi n-heksan daun
mimba dapat menghambat pertumbuhan Vibrio parahaemolyticus .

Kata Kunci: Antibakteri, Fraksi n-heksan, udang windu, Vibrio parahaemolyticus

79
OR-M05

Pengaruh Penggunaan Kombinasi Ekstrak Herba Kumis Kucing (Orthosiphon


stamineus) dengan Irbesartan Terhadap Fungsi Hati Pada Mencit Jantan Galur Ddy

Nurmeilis
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Email: nurmeilis.uin@gmail.com

ABSTRAK

Kumis kucing (Orthosiphon stamineus) merupakan tanaman obat tradisional yang


telah digunakan oleh masyarakat indonesia, antara lain sebagai diuretik, hipourisemik,
antidiabetes, dan juga sebagai antihipertensi. Penggunaan obat tradisional ini juga sering
dipakai bersamaan dengan obat sintetik. Namun efektivitas dan keamanannya belum banyak
diketahui masyarakat.
Penelitian ini bertujuan melihat efek dari pemakain bersamaan ekstrak herba kumis
kucing dengan irbesartan terhadap fungsi hati pada mencit normal selama 28 hari,
berdasarkan parameter kadar SGOT dan SGPT serum dan gambaran histopatologi jaringan
hati. Rancangan percobaan menggunakan 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 ekor
mencit putih galur ddY, dimana 2 kelompok diberikan suspensi ekstrak O. stamineus dosis
tunggal 500 mg/kg and 1000 mg/kg, kemudian 2 kelompok diberikan secara bersamaan
ekstrak O. stamineus dengan irbesartan 40 mg/kg secara oral, dan 1 kelompok sebagai
kontrol normal hanya diberikan larutan tween 1%. Semua perlakuan diberikan obat uji secara
oral selama 28 hari, dan pada hari ke 29, diambil serum darahnya, kemudian organ hatinya
dibuat preparat untuk dianalisa secara histopatologi. Metode pengukuran SGOT dan SGPT
secara kolorimetri menggunakan reagen Diasys dan diukur pada panjang gelombang 505 nm
dengan spektrofotometri UV-Vis (Microlab 200). Data dianalisa secara statistik dengan
ANOVA satu arah
Hasil menunjukan bahwa kadar SGOT dan SGPT semua kelompok perlakuan tidak
ada perbedaan yang signifikan (p> 0.05) dengan kelompok kontrol normal, begitu juga
dengan gambaran histopatologi hati, tidak ada perubahan/kerusakan yang signifikan. Maka
penggunaan kombinasi ekstrak kumis kucing (O. stamineus) dengan irbesartan tidak
mempengaruhi fungsi hati selama pemakaian 28 hari.

Kata kunci: ekstrak O.stamineus, irbesartan, fungsi hati

80
OR-M06

Ekspresi Protein Caspase-9 dan Gambaran Histologi Palatum Sekunder Mencit


Prenatal Akibat Paparan Diazepam di Periode Organogenesis

Rika Yulia
Fakultas Farmasi Universitas Surabaya
Email: rika_y@ubaya.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efek teratogenik paparan diazepam di periode


organogénesis pada mencit prenatal melalui pemeriksaan histologi dan ekspresi protein
caspase-9 pada pembentukkan palatum sekunder. Proses pembentukan palatum
(palatogenesis) terdiri dari beberapa tahap dan diatur dengan ketat. Kegagalan pertumbuhan
lempeng palatum, elevasi, kontak dan atau pengabungan dua lempeng palatum dapat
menyebabkan terjadinya celah palatum (cleft palate). Delapan belas (18) ekor mencit (Mus
musculus), betina, bunting, yang sudah diketahui umur dan berat badannnya digunakan dalam
penelitian ini. hewan coba dibagi menjadi dua (2) kelompok: kelompok control, diberi
aquades dan kelompok uji deberi injeksi diazepam 8 mg/kg/BB setiap hari. kelainan
terjadinya celah palatum dievaluasi. Hasil histologi menunjukkan terjadinya celah palatum
pada kelompok uji. Hasil imunohistokimia menunjukkan peningkatan ekspresi protein
casapase-9 pada kelompok uji. Análisis hasil menunjukkan bahwa paparan diazepam
menyebabkan terjadinya celah palatum dan peningkatan ekspresi caspase-9 pada mencit
prenatal

Kata kunci: diazepam, celah palatum, palatum sekunder, caspase-9

81
OR-M07

Aktivitas Antibakteri Dan Efek Iritasi Primer Gel Topikal Ekstrak Rimpang Temu
Mangga (Curcuma mangga Val.)

Hady Anshory Tamhid*, Tia Ayu Rahmadhanti, Giar Anjar Kesuma, Dimas Adhi
Pradana*
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Islam Indonesia
Email: hadyanshory@uii.ac.id

ASBTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang aktivitas antibakteri dan efek iritasi primer gel
ekstrak rimpang temu mangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri
gel ekstrak rimpang temu mangga (GERT) terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC
6538 dan Propionibacterium acnes ATCC 11827, serta untuk mengetahui efek iritasi
primernya pada kulit kelinci jantan. Penelitian ini diawali dengan melakukan ekstraksi
rimpang temu mangga dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%,
selanjutnya diformulasi menjadi sediaan gel dengan basis kombinasi HPMC-Karbopol
dengan konsentrasi ekstrak 0,15% (Formula 1), 0,3% (Formula 2), dan 0,6% (Formula 3).
Sediaan gel yang diperoleh diuji sifat fisiknya meliputi organoleptis, homogenitas, daya lekat,
daya sebar, dan viskositas. Selanjutnya aktivitas antibakteri sediaan gel diuji dengan metode
well diffusion, serta efek iritasi primer diuji pada kulit kelinci jantan dengan waktu
eksperimen selama 24 dan 72 jam untuk kulit insisi dan normal. Seluruh formula Sediaan
GERT memiliki sifat homogenitas yang baik, daya lekat dan daya sebar sama, dan viskositas
formula 3 paling rendah. Sediaan GERT memilki aktivitas antibakteri terhadap bakteri
S.aureus dan P.acnes, bahkan aktivitas antibakteri sediaan GERT terhadap P.acnes lebih
tinggi disbanding dengan kontrolnya (gel benzolac 2,5%). Indeks iritasi primer sediaan
GERT formula 1 sampai 3 berturut-turut adalah 0,40; 0,66; dan 0,55. Nilai ini menunjukkan
sifat iritasi sediaan GERT sangat ringan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
sediaan GERT yang dihasilkan memiliki potensi untuk digunakan dan dikembangkan sebagai
sediaan antiinfeksi khususnya infeksi jerawat.

Kata kunci: Gel ekstrak temu mangga (GERT), antibakteri, iritasi primer

82
OR-N01

Uji Efek Antimalaria Ekstrak Etanol Angkak (Monascus purpureus) pada Mencit (Mus
musculus l.) yang Terinfeksi Plasmodium Berghei

Aprilita Rina Yanti*, Ema Dewanti** dan Indriyanti***


* Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul,
** Fakultas Farmasi UHAMKA,
***Fakultas Farmasi UTA’45 Jakarta

ABSTRAK

Malaria adalah suatu penyakit yang penting dan sampai saat ini masih merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk di Indonesia, di antara 6 penyakit
tropis lainnya. Hal ini dikarenakan malaria sering menyebabkan penyakit yang berat dan
kematian bagi penderitanya. (Irianto K, 2009).
Salah satu tanaman obat yang secara empiris yang mempunyai efek sebagai
antimalaria terhadap plasmodium malaria adalah angkak (Monascus purpureus). Angkak
merah mengandung isoflavon yang berperan sebagai agen antiinflamasi, saponin dan
lovastatin sebagai agen proapoptosis, alkaloid dan terpen sebagai antimalaria dan Monakolin
K sejenis Lovastatin yang mempunyai efek antilipidemia yang dapat menghambat enzim
yang terlibat dalam biosintesis kolestrol (Tisnadjaja, 2006).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetaui efek antimalaria angkak (Monascus
purpureu) dengan menggunakan mencit putih. Sebanyak 30 ekor mencit dibagi dalam 6
kelompok, yaitu: kelompok Kontrol Normal (KN), Kelompok kontrol negatif (KKN),
kelompok kontrol positif (KKP), kelompok eksperimen I, II dan III. Induksi malaria
dilakukan menggunakan Plasmodium berghei 0,2 ml terhadap semua kelompok kecuali KN.
Dosis ekstrak yang digunakan adalah 1,12mg/g BB, 2,24 mg/g BB dan 4,48 mg/g B dengan
kontrol positif klorokuin 25 mg/kg bb diberikan selama 7 hari. Setiap hari dilakukan
pengambilan darah dan diperiksa parasitemianya menurut cara Markell et al. (1986)..
Hasil uji ANOVA menunjukkan ketiga dosis ekstrak etanol angkak dapat
menghambat pertumbuhan parasit P.berghei pada mencit dengan persentase pertumbuhan
parasit berturut-turut sebesar 0,12, 0,19 dan 0,30 dan persentase penghambatan sebesar
65,09%, 75,89% dan 89,68%.

Kata kunci: Efek anti malaria, ekstrak etanol, angkak, Plasmodium berghei

83
OR-N02

Efek Teratogenik Ramuan Segar Jamu Kunyit Asam pada Tikus

Prima Mustikaningtyas

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

84
OR-N03

Pengaruh Fraksi Aktif Daun Wungu (Graptophyllum pictum (l.) Griff) terhadap Kadar
Kolesterol Total Darah Mencit Putih Jantan Hiperkolesterol

Helmi Arifin, Fita Pratiwi, Netty Suharti


Fakultas Farmasi, Universitas Andalas

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh fraksi aktif dari ekstrak etanol "daun
wungu" (Graptophyllum pictum (Linn) Griff.) terhadap kadar kolesterol total darah pada
mencit putih jantan hiperkolesterol. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu uji
pendahuluan dan uji lanjutan. Uji pendahuluan dilakukan terhadap fraksi heksan, fraksi
etilasetat dan fraksi air. Hiperkolesterol pada mencit dilakukan dengan memberikan makanan
campuran lemak sapi dan kuning telur puyuh (1: 5) sebanyak 1% berat badan selama 14 hari.
Fraksi uji diberikan secara oral dengan dosis masing-masing 50 mg/kgBB selama 7 hari. Pada
uji pendahuluan diketahui bahwa fraksi air memiliki persentase tertinggi dalam penurunan
kadar kolesterol total. Pada kajian lanjut dari fraksi air diberikan peroral pada mencit
hiperkolesterol dengan dosis 25, 50 dan 100 mg/kgBB selama 21 hari. Kadar kolesterol total
diukur pada hari 0, 7, 14 dan 21 menggunakan NESCO® Multicheck. Data kolesterol total
dianalisa dengan ANOVA dua arah, dan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi air dari ekstrak etanol daun wungu dengan dosis
25, 50 dan 100 mg/kgBB dapat menurunkan kadar kolesterol total pada mencit
hiperkolesterol secara nyata (p <0,05).

Kata Kunci: (Graptophyllum pictum (L.) Griff), kolesterol total, hiperkolesterol

85
OR-N04

Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun Sirih Hitam (Piper sp) pada Mencit
Jantan (Mus musculus)

Arsyik Ibrahim1), Lizma Febrina1), Esi Oseda Rajagukguk1)


1)
Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Samarinda Kalimantan Timur
Email: achie.ibrahim@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun Sirih Hitam (Piper sp)
menggunakan hewan uji mencit jantan (Mus musculus) bertujuan mengetahui efek ekstrak
etanol daun Piper sp dan menentukan dosis efektif sebagai antihiperurisemia. Uji ini
menggunakan 15 ekor mencit jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok perlakuan
sebagai berikut: Kelompok 1: Kontrol negatif Na CMC 0,5%; Kelompok 2: Kontrol positif
Allopurinol dosis 100 mg/70 KgBB; Kelompok 3-5: Ekstrak etanol dosis 50; 250 dan 500
mg/KgBB. Untuk membuat kondisi hiperurisemia pada hewan uji diinduksi kalium oksonat
250 mg/KgBB secara i.p. setiap jam sekali selama 5 jam, dan dosis ekstrak diberikan secara
oral pada jam ke-6. Pengukuran kadar asam urat menggunakan alat tes strip Nesco®. Analisis
data menggunakan ANAVA dua arah dan uji lanjut Beda Nyata Jujur Duncant (BNJD) pada
taraf kepercayaan α= 0,05 dan 0,01 %. Hasil penelitian menunjukan ekstrak etanol daun
Piper sp memiliki efek sebagai antihiperurisemia, dan dosis efektif ekstrak etanol daun Piper
sp sebagai antihiperurisemia adalah dosis 50 mg/KgBB.

Kata kunci: Antihiperurisemia, Kalium Oksonat, dan Sirih Hitam (Piper sp)

86
OR-N05

Potensi Terapi Kuratif Hiperlipidemia dari Ekstrak Etanolik Daun Bayam Merah
(Amaranthus tricolor l.) terstandar secara In Vivo Berdasarkan Parameter LDL (Low
Density Lipoprotein)

Dimas Adhi Pradana, Faras Sophia Rahmah, Tri Ratna Setyaningrum


Prodi Farmasi Faulultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam
Indonesia
Email: adhi_pradana85@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi terapi kuratif ekstrak etanolik daun
bayam merah (Amaranthus tricolor L.) terstandar terhadap penurunan kadar LDL secara in
vivo. Hewan uji yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus Wistar jantan
berusia 2 – 3 bulan yang terbagi secara acak dalam 6 kelompok meliputi kontrol normal,
kontrol negative, control positif dan 3 peringkat dosis eksktrak. Induksi hyperlipidemia
dilakukan pada semua kelompok kecuali kontrol normal dengan menggunakan poloxamer
pada hari ke-1 dan propiltiourasil pada hari ke-5 sampai hari ke-14. Pada kelompok kontrol
positif diberikan terapi simvastatin sedangkan pada kelompok perlakuan diberikan 3 variasi
dosis ekstrak pada masing – masing kelompok yakni 200mg/kgBB, 400mg/kgBB, dan
800mg/kgBB tikus. Ekstrak etanolik daun bayam merah yang digunakan telah melalui uji
standardisasi berdasarkan parameter spesifik dan non-spesifik. Penetapan kadar LDL plasma
dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu hari ke-0 (baseline), hari ke-4 (setelah proses induksi) dan
hari ke-14(setelah terapi). Hasil yang diperoleh menunjukkan pemberian ekstrak etanolik
bayam merah (Amaranthus tricolor L.) terstandar pada dosis 800mg/kgBB dapat menurunkan
kadar LDL yang signifikan secara statistik (p<0,05) jika dibandingkan terhadap kelompok
normal dan kelompok negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanolik daun
bayam merah terstandar berpotensi sebagai agen terapi kuratif hyperlipidemia.

Kata kunci: Amaranthus tricolor, Ekstrak Etanolik, Kuratif, LDL, Standardisasi,

87
OR-N06

In Vitro Solubility of Calcium Kidney Stone by Kelor Leaves (Moringa oleifera Lam.)
Extracts

Yance Anas*, Ali Imron**, Sekar Indah Ningtyas**


*Pharmacology and Clinical Pharmacy Dept. of Pharmacy Faculty of Universitas Wahid
Hasyim,
** Pharmacy Graduate Programe of Universitas Wahid Hasyim
Email: yance.apt@gmail.com

ABSTRAK
Flavonoids in Moringa oleifera leaves suspected had an important role on dissolving
calcium kidney stones. The purpose of this research is to reveal the effect of kelor leave's
methanol extract (KLME) and ethanol extract (KLEE) on the in vitro solubility of calcium
kidney stones. These experimental studies used randomized matched two groups post tests
only design. The Moringa oleifera Lam. leave's simplisia extracted with maceration method.
Methanol and ethanol 70% were used as solvent. An active flavonoid compound in KLME
and KLEE has identified with TLC method. Kidney stone's powder soaked in KLME and
KLEE series concentration (2%, 4%, 6%, 8% and 10%) and incubated for six hours at 37 °C.
The dissolved calcium levels from kidney stones in KLME and KLEE were
analyzed with AAS at a wavelength of 422,7 nm. The result showed that the KLME (2-10)
% and KLEE (4-10%) can enhance the dissolved calcium levels from kidney stones in vitro.
The dissolved kidney stone's calcium in KLME and KLEE deppend on it’s concentration.
The levels of dissolved calcium from kidney stones in KLME dan KLEE series concentration
were (86.27-185,87) ppm and (95.31–177.29) ppm repectively. Statistically, these calcium
levels were bigger than calcium levels from kidney stones in control (60.41) ppm (p<0.05).
The result of TLC analysis showed that the flavonoid found in KLME dan KLEE.

Kata kunci: Calcium kidney stones, Flavonoid, Maceration, Moringa leaves


(Moringa oleifera Lam.)

88
OR-N07

In Vitro Antiproliferasi Senyawa Tb3 dari Daun Tampa Badak Voacanga Foetida (Bl.)
K. Schum) terhadap Sel Kanker Paru A-549

Adriani Susanty
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

ABSTRAK

Kata kunci:

89
OR-O01

Evaluasi Aktivitas Antibakeri Metabolit Sekunder Isolat Kapang Endofit Rimpang


Kencur (Kaempferia galanga L)

Shirly Kumala, Pepinawang Wulan.


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta
Email: fskumala@yahoo.com

ABSTRAK

Tanaman sudah lama dikenal dapat digunakan sebagai obat untuk mengobati penyakit
infeksi, namun penggunaan tanaman dapat merusak lingkungan. Para peneliti berusaha
mencari sumber lain salah satunya dengan memanfaatkan mikroba. Mikroba yang berada
dalam tanaman dikenal sebagai mikroba endofit. Metabolit sekunder dari mikroba endofit
dapat menghasilkan senayawa yang berpotensi sebagai anti mikroba. Metode yang
digunakan untuk mendapatkan isolat dengan metode tanam langsung. Metabolit sekunder
diperoleh dengan fermentasi goyang menggunakan media PDY (Potato Dextrose Yeast)
selama12 hari. Untuk melihat aktivitas antibakteri digunakan metode difusi agar. Tanaman
yang digunakan adalah kencur(KaempferiagalangaL.), yang mengandung minyak atsiri.
Hasil penelitian diperoleh 8 isolat. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa pada
ekstrak fas en-heksana,etilasetatdann-butanol memilik aktivitas sebagai antibakteri. Isolat
kapang endofit yang paling aktif terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli adalah kapang IKG-r6 danIKG-r2.

Kata kunci: Antibakteri,supernatant metabolit sekunder, kapang endofit, Kaempferia


galanga

90
OR-O04

Aktivitas Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz &
Pav.) pada Mencit Putih Jantan

Yufri Aldi, Atikah Riani dan Meri Susanti


Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Email: yufrialdi@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian tentang uji aktivitas imunomodulator ekstrak etanol daun sirih merah
(Piper crocatum Ruiz & Pav.) telah dilakukan pada mencit putih jantan dengan metoda
carbon clearance. Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) merupakan salah satu
keanekaragaman hayati Indonesia yang mempunyai khasiat sebagai imunomodulator, sejak
lama telah digunakan masyarakat untuk mempertahankan sistem imun tubuh. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan metoda carbon clearance untuk mengukur aktivitas sel-sel
fagosit dalam membunuh organisme patogen yang masuk kedalam tubuh. Dosis uji ekstrak
etanol daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) yang digunakan 10 mg/kgbb; 30
mg/kgbb; 100 mg/kgbb dan Na CMC 0,5% sebagai kontrol negatif yang diberikan secara oral
selama enam hari. Setelah enam hari karbon diinjeksikan secara intravena pada mencit putih
jantan dan ditentukan indek fagositosisnya. Semakin tinggi dosis ekstrak etanol sirih merah
(Piper crocatum Ruiz & Pav.) yang diberikan akan semakin meningkatkan aktivitas
fagositosis yang dihasilkan, dapat dilihat dari nilai indeks fagositosis, bobot limfa relatif, dan
jumlah sel limfosit. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa ekstrak etanol sirih merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav.) mempunyai kemampuan aktivitas imunomodulator yaitu sebagai
imunostimulan.

Kata kunci: sirih merah, piper crocatum Ruiz & Pav., imunomodulator, metoda carbon
clearance.

91
OR-O05

Uji Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Sisik Naga (Drymoglossum


piloseillodes (l.) C. Presl) pada Mencit Putih Jantan Yang Diinduksi Streptozotocin

Ria Afrianti, Lola Azyenela, Devi Umar Yani


Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis
Email: afrianti81@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktifitas antihiperglikemia dari
ekstrak etanol daun sisik naga (Drygmolossum piloseilloides (L.) C. Presl pada mencit putih
jantan yang diinduksi dengan streptozotocin 45 mg/kgBB. Penelitian ini menggunakan 6
kelompok kelompok, yaitu kontrol negatif, kontrol positif, kelompok pembanding dengan
glibenklamid dosis 5 mg/kgBB, dan kelompok perlakuan yang diberikan secara peroral
dengan dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kgBB, 300 mg/ kgBB. Pengukuran kadar glukosa darah
dilakukan pada hari ke-0,5,10,15,20 dan 25, dengan menggunakan alat ACCU-CHEK. Data
yang diperoleh di analisa dengan ANOVA dua arah dengan program SPSS17. Hasil analisa
statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sisik naga (Drygmolossum
piloseilloides (L.) C. Presl pada dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 300 mg/kgBB dapat
menurunkan kadar glukosa darah mencit hiperglikemia secara bermakna (p<0,05), dimana
dosis 300 mg/kgBB merupakan dosis yang efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah,
karena memberikan efek yang sama dengan pembanding.

Kata Kunci: Drygmolossum piloseilloides L., antihiperglikemia, streptozotocin

92
OR-O06

Kloning Dan Ekspresi Gen Mer A Dan Overproduksi Protein Mer A Rekombinan
Sebagai Pereduksi Merkuri

Fatimawali
PS Farmasi FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Merkuri adalah senyawa yang sangat toksik pada manusia. Detoksifikasi merkuri
dapat dilakukan dengan menggunakan protein merkuri reduktase MerA yang diperoleh dari
bakteri resisten merkuri. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh protein MerA melalui
transformasi gen merA bakteri resisten merkuri pada sel Escherichia coli BL21 kompeten.
Rangkaian nukleotida gen merA dari bakteri resisten merkuri Klebsiella pneumoniae
isolat A1.1.1 yang telah diperoleh sebelumnya, dioptimasi menggunakan program designer
(www.dna20/com) kemudian gen merA utuh disintesis secara komersial dan diklon pada
vektor plasmid ekspresi pET32b. Selanjutnya plasmid ditransformasi kedalam E. coli BL21
untuk menghasilkan E. coli rekombinan. Overproduksi protein MerA dilakukan dengan
menumbuhkan E. coli rekombinan dalam media cair luria bertani (LB) dan diinduksi dengan
isopropyl-β-D-thiogalactopyranoside (IPTG). Protein MerA dianalisa dengan gel
elektroforesis sodium dodesil sulfat poliakrilamid (SDS PAGE).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein MerA dengan ukuran 60 kDa terdeteksi
dengan SDS PAGE. Protein MerA yang diperoleh pada penelitian ini dapat digunakan pada
penelitian lebih lanjut pada proses detoksifikasi merkuri secara enzimatik.

Kata kunci: Kloning, Gen merA, Protein MerA, Escherichia coli BL21

93
OR-O07

Kajian Molekular Gen E6 Dan E7 Human Papilloma Virus (HPV) sebagai Penyebab
Kanker Servik

Marlina1, Andani Eka Putra2, Yufri Aldi1, Akmal Djamaan1, Rustini1


Email: marlina_adly@yahoo.com

Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Padang, Sumatera Barat1
Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Jl. Perintis Kemerdekaan, Padang, Sumatera
Barat2

ABSTRAK

Karsinoma serviks merupakan salah satu penyakit kanker yang menyerang wanita di
dunia dan penyebab kematian 275.000 pasien setiap tahunnya. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia melaporkan setiap 90-100 dari 100.000 penduduk Indonesia menderita
kanker serviks. Penyebab kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV) dan tipe 16
merupakan yang paling banyak menginfeksi wanita di Indonesia. Infeksi HPV mempunyai
potensi dapat menyebabkan transformasi keganasan. Untuk mendisain vaksin terapeutik yang
poten untuk virus HPV, dilakukan kajian variasi molekuler dari HPV yang di peroleh dari
pasien rawat inap dan jalan di RSUP M. Djamil Padang Sumatera Barat. Dua puluh sampel
berupa darah, jaringan, hasil deteksi papsmear, urine dan saliva di kumpulkan dan dilakukan
isolasi DNA menggunakan DNeasy Blood and Tissue kit. Penggunaan primer universal
dilakukan untuk memastikan bahwa sampel mengandung HPV. Gen E6 dan E7 dideteksi
masing-masing menggunakan primer spesifik dengan sequence yaitu 5’-
TTGCTTTTCGGGATTTATGC-3’ untuk forward dan 5’-
AGATCAGTTGTCTCTGGTTGCA-3’ sebagai reverse dengan amplicon 390 bp untuk E6
dan 5’ –ATAATATAAGGGGTCGGTGG-3’ untuk forward dan 5’-
CATTTTCGTTCTGTCATCTG-3’ untuk reverse untuk deteksi gen E7 pada amplicon antara
480-985 bp.

Kata kunci: HPV, kanker serviks, variasi molekuler, metode PCR.

94
OR-P01

Pengaruh Pemberian Ektrak Etanol Herba Ceplukan (Physalis angulata l.) terhadap
Gangguan Fungsi Ginjal Mencit Putih Jantan

Sri Oktavia1, Surya Dharma2, Antonyarman1


1
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang1,
2
Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Email: sri.oktavia889@gmail.com

ABSTRAK

Ceplukan (Physalis angulata L.) merupakan herba yang tumbuh liar yang banyak
digunakan sebagai pengobatan alternatif berbagai penyakit. Secara empiris, herba ceplukan
digunakan sebagai obat alternatif pada penderita gangguan ginjal. Tumbuhan ini memiliki
berbagai kandungan utama flavonoid dan polifenol yang bersifat antioksidan. Penelitian ini
berupaya melihat pengaruh pemberian ekstrak etanol herba ceplukan terhadap fungsi ginjal
mencit putih jantan. Penelitian ini dilakukan dengan 5 kelompok yaitu kelompok kontrol
postif, kontrol negatif, dosis 375 mg/kgBB, 750 mg/KgBB, dan 1.500 mg/KgBB. Semua
kelompok diinduksi dengan gentamisin selama 7 hari. Kadar kreatinin serum dan
histopatologi ginjal dilakukan pada hari ke 8 dan 16. Kadar kreatinin serum dianalisis secara
statistik menggunakan ANOVA satu arah. Hasilnya menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan dari masing-masing kelompok dosis. Hasil pemeriksaan histopatologi
memperlihatkan pada dosis 1,500mg/kgBB terjadi perluasan ruang urinarius, perbaikan sel-
sel glomerulus yang mengalami kerusakan, dan berkurangnya sel-sel epitel yang masuk
kedalam lumen tubulus. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol herba ceplukan dapat
memperbaiki gangguan fungsi ginjal.

Kata Kunci: Ceplukan, Physalis angulata L., ginjal, histopatologi, kreatinin.

95
OR-P02

Studi Mekanisme Efek Extrak Eurycoma Longifolia Pada Metabolisme Rosiglitazone


terhadap Tikus Tua Diabetes Jantan

Purwantiningsih1*, Abas Hj Hussin2,3, Kit Lam Chan2


1Department of Pharmacology & Clinical Pharmacy, Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada
University, 55281 Yogyakarta, Indonesia; 2School of Pharmaceutical Sciences, Universiti
Sains Malaysia, 11800 Penang, Malaysia; 3Centre for Drug Research, Universiti Sains
Malaysia, 11800 Penang, Malaysia
Email: purwanti_n004@yahoo.com

ABSTRAK

Eurycoma longifolia telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai afrodisiak


terutama di Malaysia, Vietnam dan Indonesia. Beberapa studi telah dipublikasikan berkaitan
dengan interaksi obat-herbal tersebut. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak
terstandar dari E. longifolia berpengaruh pada metabolisme rosiglitazone terutama pada tikus
tua jantan baik pada tikus diabetes maupun normal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi kemungkinan mekanisme ekstrak E. longifolia dalam mempengaruhi
metabolisme rosiglitazone fase I pada hepatosit tikus tua diabetes jantan.
Percobaan dilakukan menggunakan sepuluh jenis stimulan/inhibitor seluler. Tikus tua
jantan diabetes dibagi dalam sepuluh kelompok (n = 6) dan hepatosit diisolasi menggunakan
teknik perfusi. Setiap kelompok memiliki kontrol negatif (diberikan larutan pembawa),
kontrol positif (diberikan inhibitor/stimulan seluler) dan 6 sub-kelompok uji (diberikan
inhibitor/stimulan seluler dan 0,001-100 µg/mL ekstrak E. longifolia). Pengaruh ekstrak E.
longifolia pada metabolisme rosiglitazone fase I ditentukan menggunakan metode kolorimetri
dari Nash pada panjang gelombang 415 nm.
Hasil penelitian menunjukkan, ada pengaruh signifikan dari ekstrak E. longifolia pada
metabolisme rosiglitazone setelah hepatosit tikus diabetes mendapat pra-perlakuan dengan
trifluoperazine, 3-isobutil-methylxanthine/IBMX, phorbol-12-miristat-13-asetat /PMA dan
guanylyl-5 ' -imidodiphosphate/GPP. Tidak ada perubahan signifikan dalam metabolisme
rosiglitazone yang teramati setelah diberi perlakuan KT5823, KT5720, asam okadaic/OKA,
furafyllin, genistein atau L-ornithine.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan efek dari ekstrak E. longifolia pada
metabolisme rosiglitazone fase I pada tikus tua diabetes jantan dimediasi melalui aktivasi
sistem protein-G, PKA di jalur cAMP, kalmodulin dan PKC

Kata kunci: rosiglitazone, Eurycoma longifolia, tikus tua diabetes jantan, studi mekanisme,
stimulan/inhibitor

96
OR-P03

Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatm Ruiz&Pav)

Emrizal

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

ABSTRAK

Kata kunci:

97
OR-P04

Ketoksikan Akut Ekstrak Air Eupatorium riparium Reg. pada Mencit Balb/C Dan Tikus
Sprague-Dawley

Nurlaila, Maria Nesy Anggraeni


Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi UGM
Email: inungind@yahoo.com

ABSTRAK

Tumbuhan Eupatorium riparium Reg. merupakan salah satu tumbuhan berkhasiat


obat yang memungkinkan dimanfaatkan dengan optimal. Beberapa hasil penelitian dan
penggunaan pada masyarakat memperlihatkan bahwa tumbuhan ini dapat digunakan sebagai
diuretika, antiinflamasi, hepatoprotektor, imunostimulan, antimalaria, dan antiinfeksi. Oleh
karena itu perlu adanya penelitian untuk evaluasi keamanan secara menyeluruh, salah satunya
yaitu penentuan ketoksikan akut ekstrak air E. riparium Reg. pada mencit jantan Balb/C dan
tikus Sprague-Dawley (SD).
Uji ketoksikan akut ini menggunakan metode OECD 423. Hewan uji mencit jantan
galur Balb/C dan tikus jantan galur SD. Hewan uji diberi ekstrak air E. riparium Reg. yang
dimulai dengan dosis 2000 mg/kg BB (mengikuti OECD 423, 2001). Pengamatan dilakukan
24 jam dengan pengamatan intensif pada 4 jam pertama. Semua mencit yang diberi perlakuan
mengalami kematian, sehingga dilakukan penurunan dosis menjadi 300 mg/kg BB juga
menunjukkan kematian pada semua mencit. Kemudian diturunkan lagi menjadi 50 mg/kg
BB, pada dosis ini ada 1 hewan uji yang mati, berdasarkan OECD 423, maka dilakukan
pengujian ulang dengan dosis yang sama. Pada pengujian ulang tidak ada hewan uji yang
mati, kemudian pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari untuk melihat ada tidaknya efek
toksik tertunda. Untuk tikus pada dosis 2000 mg/kg tidak ada tikus yang mati, dilakukan
pengujian ulang juga tidak ada yang mati, sehingga pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari
Dosis dinaikkan 5000 mg/kg BB, ternyata tidak ada hewan yang mati, juga pada pengujian
ulang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi ketoksikan akut (LD50) (cut off) ekstrak
air E. riparium Reg., pada mencit sebesar 200 mg/kgBB dan pada tikus sebesar > 5000
mg/kg BB. Selain itu sediaan uji memperlihatkan gejala toksik berupa gelisah, menjilat,
keberangasan, keterpaksaan gerak, paralisis kaki belakang, dipsnea, dan kematian.

Kata kunci: ekstrak air E. riparium Reg., Ketoksikan akut, LD50, OECD 423.

98
OR-P05

Efektifitas Estrak Buah Delima (Punica granatum) secara Topikal dalam Proses
Penyembuhan Luka Mukosa pada Tikus Putih (Galur Wistar)

Eka Desnita

Universitas Baiturrahmah, Padang

ABSTRAK

Kata kunci:

99
OR-P06

Plasmid Pwcmbf8-1 Yang Diisolasi Dari Penghasil Blis Weissella confusa Mbf8-1
Membawa Tiga Buah Gen Penyandi Bakteriosin

Amarila Malik1, Sumayyah1, Nick C. K. Heng2


Bagian Mikrobiologi dan Bioteknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia,
Depok 16424, Depok, Indonesia; 2Sir John Walsh Research Institute, University of Otago,
P.O. Box 647, Dunedin 9054, New Zealand
Email: amarila.malik@ui.ac.id

ABSTRAK

Produksi bakteriosin pada bakteri penghasilnya dilaporkan sebagai terkait plasmid.


Aktivitas Bacteriocin Like Inhibitory Sequence (BLIS) telah banyak dilaporkan dari bakteri
asam laktat. Bakteri penghasil BLIS berpotensi untuk direkayasa dalam rangka memperoleh
peptida antimikroba baru untuk digunakan baik sebagai antimikroba maupun sebagai
komplemen antibiotik dalam kemoterapi bakteri. Weissella confusa MBF8-1, yaitu bakteri
asam laktat yang diisolasi dari limbah kedelai, menunjukkan aktivitas BLIS dengan spektrum
menengah-sempit, yaitu dengan Ptype 410. Esei dilakukan dengan menggunakan uji deferred
antagonism dan menunjukkan aktivitas BLIS terhadap Micrococcus luteus T18 (I1) dan
Lactococcus lactis T21 (I6). Aktivitas juga ditunjukkan terhadap bakteri berkerabat dekat
Leuconostoc mesenteroides TISTR 120. BLIS dari W. confusa MBF8-1 ini stabil pada suhu
hingga 600C namun hanya stabil pada kisaran pH yang sempit, 6-7. Hal yang menarik adalah
bahwa bakteri ini ternyata membawa lebih dari satu gen penyandi bakteriosin pada
plasmidnya setelah dilakukan analisis lengkap data sekuensnya dengan menggunakan whole
genome sequence hasil dari SOLiD dan dengan perangkat lunak penganalisa genom MIRA
versi 4.0. Plasmid pWcMBF8-1, berukuran 17.643 bp, adalah suatu plasmid besar
mengandung dua puluh tujuh open reading frame (ORF) dengan tiga gen penyandi
bakteriosin yang putatif, yang dinamakan bacA, bacB dan bacC. Analisis ORF lainnya
mengungkapkan bahwa plasmid tersebut juga membawa gen penyandi protein imunitas yang
berfungsi sebagai pelindung untuk bakteri penghasil BLIS itu sendiri. Berdasarkan data
sekuen DNA, maka ketiga bakteriosin dapat diproduksi hanya dengan satu langkah, baik
dengan kloning gen ataupun dengan mensintesis peptida pendeknya.

Kata kunci: bakteriosin, BLIS, plasmid, Weissella confusa, peptida antimikroba

100
OR-Q01

Evaluasi Pola Penulisan Resep Pada Pemakaian Obat Tb Paru Anak Selama Triwulan
Pertama 2014 Di Daerah Bandung Timur

Akhmad Priyadi, Siti Nurhasanah, Ruhmah Maulidah Muslihat.


(Sekolah Tinggi Farmasi Bandung)

ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Evaluasi penulisan resep dalam penggunaan obat
merupakan suatu proses jaminan mutu yang terstruktur yang dilakukan secara terus menerus
dan ditujukan untuk menjamin penggunaan obat yang aman, tepat dan efektif. Usia anak
merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan penyakit TB terutama TB paru. TB
Paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah utama di Indonesia maupun di
dunia oleh karena tingginya tingkat prevalensi penderita TB paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mengetahui pola penulisan resep obat TB paru pada anak
selama Triwulan Pertama 2014 di daerah Bandung Timur, secara kuantitatif dan menilai
ketepatan/ketidaktepatan penggunaannya secara kualitatif. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif yang diambil secara retrospektif (Januari-
Maret 2014). Hasil: Dari jumlah resep pada data retrospektif didapatkan hasil dalam
kelengkapan resep yang di tulis oleh dokter tidak memenuhi administrasi, diantaranya tidak
terdapat NSIP (No Surat Izin Praktek Dokter), umur penderita, dan alamat penderita dalam
setiap resepnya. Berdasarkan kelompok pediatric paling banyak pada kelompok balita (1-5
tahun) 79,07%. Hal ini karena disebabkan system kekebalan tubuh yang masih belum stabil,
sehingga sangat rentan terhadap infeksi kuman, bakteri atau virus dari luar. Kesimpulan: Hal
ini menunjukkan bahwa dokter belum melakukan penulisan resep yang memenuhi ketentuan
penulisan resep yang benar secara administratif, jumlah resep obat TB berdasarkan nama obat
presentase yang paling banyak Rimactacid-paed, rekapitulasi jumlah obat berdasarkan
golongan farmakologi-terapi presentase yang paling banyak antituberculosis, dan jumlah
resep obat TB berdasarkan kelompok pediatric presentase yang paling banyak kelompok
balita (1-5 tahun).

Kata kunci: Antituberculosis, Resep, Pediatric (anak)

101
OR-Q02

Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Hasil Uji Sensitivitas Pada Pasien ICU di RSUP
Fatmawati Bulan Januari – Desember 2014

Magdalena Niken & Anti Dharmayanti

ABSTRAK

Pemilihan penggunaan antibiotik sesuai dengan hasil uji sensitivitas merupakan salah
satu indikator keberhasilan pengendalian resisitensi antibiotik di rumah sakit. ICU merupakan
ruang perawatan yang tepat untuk pemantauan kesesuaian penggunaan antibiotik dengan
hasil uji sensitivitas, karena hampir 95% pasien menggunakan antibiotik, serta munculnya
kasus multi-drug resistant organism (MDRO) dimana penggunaan antibiotik menjadi tidak
sensitif lagi dalam melawan infeksi, atau disebut dengan resistensi antibiotik (Sjamsiah,
2007). sehingga mengakibatkan perpanjangan lama waktu rawat, serta meningkatkan risiko
kematian dan bahkan menjadi sumber penularan infeksi bagi pasien lain.
Penelitian dilakukan dengan metode analisa deskriptif terhadap data rekam medis
pasien yang dirawat di ICU bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2014. Penggunaan
antibiotic dikatakan sesuai apabila pasien menggunakan antibiotik yang masih sensitive atau
intermediet (jika hasil uji sensitivitas tidak ada yang sensitif). Penggunaan antibiotika
dikatakan tidak sesuai jika ketika hasil uji sensitifitas keluar masih menggunakan anitbiotika
yang resisten padahal masih ada pilihan lain. Ketidaksesuaian juga dapat terjadi jika
antibiotik yang sensitif dikombinasi dengan antibiotik yang tidak sesuai dengan kumannya
dan atau resisten, atau masih ada antibiotika yang lebih efektif.
Hasil menunjukan bahwa penggunaan antibiotik di ICU periode bulan Januari–
Desember tahun 2014 sebesar 65,31 % penggunaan antibiotik pada pasien sesuai dengan
hasil uji sensitivitas, 20,99% penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dan 13,70 % sesuai
dalam penggunaan namun kurang relevan.

102
OR-Q03

Studi Perbandingan Pemakaian Obat Antibiotika Dari Resep Racikan Pada Pasien
Anak Di Dua Apotek Wilayah Bandung Timur Periode Januari – Maret 2014

Wecking, Noval
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung; Bandung, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pemakaian antibiotika dari


resep racikan untuk pasien anak di dua Apotek wilayah Bandung Timur. Penelitian ini
menggunakan metode retrospektif dengan cara skrining resep, meliputi penetapan klasifikasi
pasien anak, kriteria pengkajian resep dan penetapan kriteria obat. Pengumpulan data periode
Januari - Maret 2014 dan pengolahannya secara univariat. Hasil penelitian menunjukkan
pemakaian antibiotika untuk anak menurut jumlah resep, apotek (A) yaitu 361 yang lebih
banyak dari pada apotek (B) dengan 83 resep. Berdasarkan proporsi jumlah resep racikan
apotek (B) dengan 59% lebih besar dibandingkan apotek (A) dengan 56%. Pasien anak laki-
laki yang memakai antibiotika resep racikan terbanyak adalah sebesar 52,63% pada apotek
(A) dan 63,86% pada apotek (B). Rentang usia terbanyak ialah (> 2,5 – 5 tahun) pada apotek
(A) dan (> 5 – 11 tahun) pada apotek (B). Resep yang diterima oleh apotek (A) dan apotek
(B) memenuhi kelengkapan administrasi sebesar 55,6%, memenuhi kesesuaian farmasetik
berdasarkan bentuk sediaan, namun tidak diketahui kesesuaian dosis dan stabilitas racikan
pada pasien anak. Pertimbangan klinis berupa adanya riwayat alergi dan efek samping belum
diketahui pada pasien anak dan pada interaksi obat antibiotika yang diberikan tidak
menimbulkan potensi merugikan. Golongan antibiotika terbanyak yang diresepkan adalah
sefalosporin sebesar 95,84% pada apotek (A) dan 48,19% pada apotek (B). Obat antibiotika
terbanyak yang digunakan pada apotek (A) adalah cefadroxil sebesar 63,99% dan pada
apotek (B) adalah amoxicillin dan cotrimoxazole sebesar 24,10%. Kesimpulan pada dua
apotek ini masih banyak ditemukan pemakaian antibiotika dalam resep racikan untuk pasien
anak baik dari segi jumlah maupun itemnya, dimana apotek (A) lebih banyak dibandingkan
apotek (B).

Kata Kunci: pemakaian antibiotika, resep racikan, pasien anak

103
OR-Q04

Perbandingan Harga Obat Generik Dalam Sistem E-CATALOGUE 2013 Dengan


Harga Keputusan Menteri Kesehatan No. 094/2012, DPHO PT. Askes 2013,
International Reference Price 2012 dan Harga Pengadaan Obat di RS Persahabatan

Yusi Anggriani1, Ardiyanti Puspitasari1, Sri Sulistyati2


1
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
2
Rumah Sakit Persahabatan

ABSTRAK

Obat adalah salah satu komponen penting dalam dalam pelayanan kesehatan. Untuk
menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat. Pada tahun 2013 Kementerian Kesehatan
meluncurkan sistem pengadaan obat terbaru e-catalogue yaitu pengadaan secara elektronik
dengan harga yang telah ditetapkan melalui tender atau negosiasi oleh Kementrian
Kesehatan. Perlu dilakukan evaluasi untuk melihat apakah harga obat dengan sistem e-
catalogue lebih murah dibanding dengan harga pengadaan dengan sistem dan kebijakan lain.
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan harga pengadaan obat generik e-
catalogue 2013 dengan KMK No. 094 tahun 2012, DPHO PT. Askes 2013, International
Reference Price (IRP 2012) dan harga pengadaan RSUP Persahabatan Tahun 2013.
Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif. Data yang diambil adalah harga
pengadaan obat generik e-catalogue, KMK No. 094 tahun 2012, DPHO PT. Askes 2013,
harga obat IRP Tahun 2012, dan Laporan Pengadaan obat. Data yang telah terkumpul
diorganisasikan dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil analisa berupa rasio. Rasio <
1 menunjukkan bahwa harga obat e-katalog lebih murah.
Hasil evaluasi menunjukkan rasio harga pengadaan obat generik dengan e-catalogue
dibanding dengan KMK No. 094 tahun 2012 (0,18-2,38), rasio e-catalogue dengan DPHO
PT. Askes tahun 2013 harga termurah (0,24-3,38), rasio e-catalogue dengan DPHO PT.
Askes tahun 2013 harga termahal (0,08-2,47), rasio e-catalogue dengan IRP 2012 (0,06-
32,88), dan rasio KMK dengan Harga Pengadaan RSUP Persahabatan (0,07-9,14), rasio e-
catalogue dengan Harga Pengadaan RSUP Persahabatan (0,06-6,25), rasio DPHO PT. Askes
dengan Laporan Pengadaan RSUP Persahabatan (0,05-32,79). Studi menyimpulkan bahwa
secara umum (lebih dari 50% jenis obat) harga pengadaan dengan sistem e-catalogue lebih
murah dibandingkan dengan KMK 2012, IRP, dan harga pengadaan RSUP Persahabatan,
namun masih ada harga obat yang lebih mahal dibanding dengan harga bukan e-katalog.

Kata kunci: Harga Obat Generik, E-catalogue, KMK No. 094 tahun 2012, DPHO, IRP.

104
OR-Q05

Drug Related Problems In Stroke Patient At The Integrated Building a RSUPN dr.
Cipto Mangunkusumo

Rika Sari Dewi1, Yulia Trisna2, Syamsudin3


Email: syamsudin.abdillah@gmail.com

Master of Pharmaceutical Science, Faculty of Pharmacy, Pancasila University1, Cipto


Mangunkusumo Hospital2, Department of Pharmacology, Faculty of Pharmacy Pancasila
University 3

ABSTRAK

Background: Drug-related problems can give impact to the results of the therapy
during treatment and failure to achieve a successfull therapy. In stroke patient, it is very
important to monitor the therapeutic that is being done consider many of type of drugs,
comorbidity and length of stay to recover patient’s condition.
Objective: This research is to determine the type of drug-related problems as well as
its percentage on the treatment of stroke’s patients in inpatient unit at the RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo, find out the relation of drug-related problems incidence in stroke patients
against types of drugs, comorbidity and length of stay, and know the type of
recommendations given by pharmacists to prevent or resolve drug-related problems.
Methods: This study was conducted by using descriptive analytical design by
collecting the data prospectively towards reachable population, that is all of the stroke
patients who are hospitalized at the building A of RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. The
data of stroke’s patients obtained from patient medical records containing their demographic
data, such as age, gender, history of the disease and their history of drug use. The lack of data
was completed by observing the condition of the patient, interviewing with doctors,
pharmacists and nurses. After obtaining the data, the researcher conducted research to drug-
related problems, calculated its percentage, analyzed the relation of drug-related problems
with the type of drugs, comorbidity and length of stay and type of recommendations can be
given by pharmacist.
Results: From 86 hospitalized stroke’s patient, the researcher discovered that 76
patients experienced drug-related problems (88.4%) and 10 patients did not experience any
drug-related problems (11.6%). Type of drug-related problems that occurred were 54.0%
drug interactions, 33.1% too-high dosage, 7.3% no-need drug’s therapy, 1.6% too-low
dosage, 1.6% additional therapy needed, 1,6% failure of obtaining the drug and 0.8% wrong
drug therapy. From the analysis conducted by the chi square test method, the results are; there
is a relation between the type of drug to the incidence of drug-related problems, no
correlation between comorbidities to the incidence of drug-related problems and no
correlation between length of stay with incidence of drug-related problems. The most
frequent recommendations given by pharmacist to the health workers are they need to modify
the interval/frequency/time.

105
Kata kunci: drug-related problems, stroke patients, type of drugs, comorbidities, length of
stay, recommendation

106
OR-Q06

Perbandingan Kejadian Hipoglikemia Pada Penggunaan Insulin Bolus Dan Insulin


Bolus Basal Pada Pasien Diabetes Nefropati Dengan Hiperglikemia

Budi Suprapti*, Novy Aryanti*, Agung Pranoto**, Wenny Putri Nilam Sari*, Fathia R*
*Departemen Farmasi Klinis, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia,
** Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah
Sakit Umum Daerah dr Soetomo Surabaya, Indonesia
Email: budiprapti@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pada diabetes nefropati (DN) progresivitas kerusakan ginjal sangat ditentukan oleh
kontrol gula darah. Disisi lain penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan perubahan
eliminasi, farmakodinamika insulin, dan respon glukoneogenik terhadap hipoglikemia.
Dilaporkan resiko hipoglikemia pada pasien gangguan ginjal kronik 5 kali dibanding tanpa
gangguan ginjal sehingga penggunaan insulin basal (long acting insulin) pada pasien ini
masih diperdebatkan. Penelitian ini bertujuan membandingkan kejadian hipoglikemia dan
capaian gula darah basal pada penggunaan insulin bolus dan bolus basal pada pasien DN
hiperglikemia.
Metode penelitian acak terkontrol, subyek dibagi dalam kelompok bolus dan bolus
basal masing-masing terdiri 16 pasien. Kriteria inklusi pasien DN stadium 3–5 dengan atau
tanpa hemodialisis (HD), laki-laki/ perempuan, usia 18–65 tahun, kadar gula darah (GD) saat
MRS dalam rentang 140-400 mg/dL. Kriteria eksklusi: hiperkalemia dan ketoasidosis. Dosis
disesuaikan kadar GD. Pemeriksaan GD basal dilakukan pada preprandial pagi, menjelang
tidur (bed time-jam 10 malam) dalam 3 hari berturutan dan GD overnight dilakukan pada hari
ke 3 jam 03.00.
Hasil menunjukkan pada hari ke-1 tidak ada kejadian hipoglikemia baik pada GD
preprandial pagi dan bed time pada kedua kelompok. Hari ke-2 tidak terjadi hipoglikemia
pada GD preprandial pagi di kedua kelompok, tetapi terjadi hipoglikemia ringan GD bed time
pada 6,3% pasien kelompok bolus basal. Pada hari ke 3 terjadi hipoglikemia ringan GD
preprandial pagi pada 6,3% pasien kelompok bolus, sedangkan pada GD bedtime dan
overnight tidak ada kejadian hipoglikemia. Penggunaan insulin basal secara umum
meningkatkan capaian target GD preprandial pagi, bed time maupun overnight. Capaian
target GD preprandial pagi hari ke 3 kelompok bolus basal lebih besar dibanding kelompok
bolus (p=0,045. Kejadian hipoglikemia pada penggunaan insulin bolus dan basal bolus tidak
berbeda, namun penambahan insulin basal meningkatkan pencapaian target GD.

Kata kunci: Hipoglikemia, insulin bolus, basal-bolus, diabetes nefropati, gula darah
preprandial, bed time, overnight

107
OR-Q07

Resistensi Bakteri Terhadap Sefalosporin Di Poliklinik THT dr. M. Djamil Padang

Rustini1, Yan Edwar 2, Novialdi2, Sufita Hariyanti 1dan Aivi Yola Dwiputri 1
1
Fakultas Farmasi Universitas Andalas,
2
Bagian THT RSUP Dr. M. Djamil Padang
Email: rustiniruslan@gmail.com

ABSTRAK

Penentuan resistensi bakteri terhadap beberapa sefalosporin di poliklinik THT Rumah


sakit Dr. M. Djamil Padang telah dilakukan antara bulan Juni – Agustus 2014.Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengisolasi bakteri dan menentukan pola resistensinya terhadap
beberapa jenis sefalosporin. 41 isolat bakteri didapat dari swab tonsil pasien tonsillitis dan
secret telinga pasien otitis eksterna. Teknik kultur dan biokimia digunakan untuk
mengidentifikasi isolat. Dari 41 isolat, 19 (46,3%) resisten terhadapCeftriaxon, 15 (36,6 %)
terhadap Ceftazidime, 16 (39,0%) terhadap Cefotaxime, 11 (26,8%) terhadap Cefixime, 28
(68,3%) terhadap Cephalotine dan 28 (68,3%) terhadap Cephadroxil. Pseudomonas
aeruginosa resisten terhadap semua sefalosporin, 10 (71,4%), 8 (57,1%), 10 (71,4%), 7
(50%) terhadap Seftriakson, Seftazidim, Sefotaksin, Sefiksim secara berturut-turut dan
resisten 100 % terhadap Sefalotin dan Sefadroksil. Staphylococcus aureus resisten 4 (40%), 2
(20%), 2 (20%), 5 (50%), 50 (50%) terhadap berturut-turut Seftriakson, Seftazidim,
Sefotaksim, Sefalotin, Sefadroksil dan sensitif terhadap sefiksim. Klebsiellasp resisten 4
(33,3%) terhadap Seftriakson, Seftazidin, Sefotaksim, Sefiksim, 8 (66,7%) terhadap Sefalotin
dan 9 (75%) terhadap Sefadroksil. Staphylococcus epidermidis sensisitf terhadap Sefotaksim,
Sefiksim dan Sefadroksil, dan resisten 1 (50%) terhadap Seftriakson, Seftazidim dan
Sefalotin sedangkan Streptococcus sp sensitive terhadap semua sefalosporin yang diujikan.
Semua isolat memperlihatkan resistensi yang tinggi terhadap Sefalotin dan Sefadroksil.
Untuk penderita tonsillitis dan otitis eksterna disarankan tidak menggunakan kedua jenis
sefalosporin tersebut, sebaliknya yang paling efektif untuk semua isolate adalah sefiksim.

Kata kunci; Sefalosporin, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Klebsiellasp,


Streptococcus sp, Staphylococcus epidermidis, resistensi

108
OR-R01

Study Penggunaan Antibiotik Profilaksis di RSUD Dr.Soetomo Surabaya

Mariyatul Qibtiyah *, Harry Parathon **, Fendy Matulatan***

*Department of Pharmacy, Dr. Soetomo Teaching Hospital, Surabaya


**Department of Obstetri and Gynecology, Dr.Soetomo Teaching Hospital, Surabaya
***Departement of General Surgery, Dr.Soetomo Teaching Hospital, Surabaya
On behalf of PPRA Team Dr. Soetomo Teaching Hospital and Faculty of Medicine Airlangga
University Surabaya

ABSTRAK

Latar belakang: Infeksi daerah operasi merupakan infeksi paska operasi yang dapat
menyebabkan morbiditas, mortalitas dan peningkatan biaya perawatan. Faktor risiko
terjadinya infeksi daerah operasi dapat berasal dari pasien sendiri, lingkungan, saat operasi
dan perawatan paska operasi. Penggunaan antibiotik profilaksis merupakan salah satu cara
menurunkan kejadian infeksi daerah operasi dan efektivitasnya tergantung indikasi,
pemilihan jenis antibiotik, rejimen dosis dan cara pemberian yang tepat. Tujuan:
Mengevaluasi penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi elektif di RSUD Dr.Soetomo.
Metode: Pengambilan data dilakukan secara prospektif pada operasi elektif secara acak di
bulan April 2014. Form lembar pengumpul data profilaksis diisi segera setelah operasi selesai
di kamar operasi oleh dokter operator, kemudian form dianalisis dan di kaji oleh tim
reviewer. Kriteria inklusi yaitu kasus operasi elektif dari bagian bedah dan obstetri
ginekologi. Hasil: Terkumpul 144 kasus operasi elektif terdiri dari kasus bedah 96 kasus
operasi dan Obgyn 48 kasus operasi. Jenis antibiotik profilaksis pada kasus bedah adalah
Cefazolin 37%, Cefuroxim 27%, Ceftriaxon 28%. Antibiotik profilaksis pada kasus Obgyn
adalah Cefazoline 100%. Berdasarkan Gyssens, kualitas penggunaan profilaksis di bagian
bedah appropriate 64%, pemilihan kurang tepat 22%, penggunaan terlalu lama 4% dan tidak
ada indikasi 4%. Sedangkan di bagian Obgyn appropriate 33%, waktu pemberian kurang
tepat 59%, penggunaan terlalu pendek 6%, dan pemilihan kurang tepat 2%. Kesimpulan:
Jenis antibiotik profilaxis yang terbanyak digunakan adalah Cefazoline pada kasus operasi
bersih dan bersih terkontaminasi. Penggunaan yang tepat berkisar 33%-6$%. Pemantauan
penggunaan antibiotik profilaksis perlu dilakukan secara berkala.

Kata kunci: Evaluation, Antibiotic prophylaxis

109
OR-R02

Evaluasi Kesesuaian Dosis Levofloksasin Pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal Stadium
Dua

Muslim Suardi1, Raveinal2 , Della Rosalynna Stiadi1


1
Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
2
Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Email: muslimsuardi@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian mengenai evaluasi kesesuaian dosis levofloksasin pada pasien gangguan


fungsi ginjal stadium dua telah dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Metode penelitian
yang digunakan adalah deskriptif secara retrospektif. Sampel yang dipilih adalah rekam
medis pasien gangguan fungsi ginjal stadium dua yang memperoleh terapi levofloksasin dan
dirawat inap dalam bulan Januari hingga Desember 2013. Kesesuaian dosis dihitung melalui
perhitungan farmakokinetika menggunakan metoda Guisti-Hayton. Data mengenai kondisi
dan hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh dari rekam medis pasien. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dosis terapi levofloksasin yang diberikan pada pasien sesuai dengan
dosis yang telah dihitung secara farmakokinetika.

Kata kunci: dosis levofloxacin, gangguan fungsi ginjal, farmakokinetika.

110
OR-R03

Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Suatu
Rumah Sakit Pemerintah (Antidiabetic Usage Evaluation on Type-2 Diabetes Mellitus
Patients in a Public Hospital)

Dedy Almasdy1, Dita Permata Sari1, Suharti1 dan Nina Kurniasih2


1
Fakultas Farmasi Universitas Andalas 2 RSUD Dr. Rasidin Padang

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) tipe-2 adalah gangguan metabolisme kronis yang


prevalensinya terus meningkat. Keberhasilan penanganan penyakit ini tidak hanya ditentukan
oleh ketepatan penanganan secara medis, tapi juga ditentukan oleh ketepatan dalam
penggunaan obat. Penelitian ini berupa kajian deskriptif terhadap ketepatan penggunaan obat
antidiabetik pada pasien DM tipe-2 pada suatu rumah sakit pemerintah di Kota Padang –
Sumatera Barat, dengan menggunakan data prospektif. Evaluasi terhadap ketepatan
penggunaan obat didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan, meliputi beberapa indikator,
yaitu; ketepatan indikasi, ketepatan penderita, ketepatan regimen dosis dan ketepatan rute
pemberian. Evaluasi juga dilakukan terhadap terjadinya interaksi obat. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa penggunaan obat antidiabetik pada pasien DM tipe-2 di rumah sakit
tersebut 100% tepat indikasi dan tepat rute pemberian. Evaluasi terhadap ketepatan penderita
dan regimen dosis masing-masingnya hanya sebesar 95.59% dan 40,82%. Selain itu juga
dijumpai adanya interaksi obat.

Kata Kunci: evaluasi penggunaan obat, antidiabetik, diabetes mellitus, farmasi rumah sakit

111
OR-R04

Analisis Efektifitas Obat Dan Analisis Efisiensi Biaya dalam Penggunaan Antibiotik
Cefadroxil Dan Amoxycillin Pada Pasien Pasca Bedah Caesar Di Rspad Gatot Soebroto
Tahun 2012

Delina Hasan1, Satya Chandra Indra Yanih2, Wahyudi Uun Hidayat3


1
Pengajar Prodi Farmasi, FKIK, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta
2
Dinas kesehatan Kabupaten Tangerang, Banten
3
Fakultas Farmasi Uiniversitas Pancasila, Lenteng Agung, Jakarta

ABSTRAK

Latar Belakang. Melahirkan seorang bayi adalah kodrat seorang ibu, namun tidak semua ibu
bisa melahirkan dengan lancar, tidak sedikit ibu yang meninggal dunia saat melahirkan,
bahkan ini salah satu penyumbang AKI di Indonesia. Untuk mencegah kematian ibu saat
melahirkan salah satu dengan melakukan bedah caesar. Untuk mencegah terjadinya infeksi
pada bedah caesar dokter memberikan antibiotik. Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto antibiotika yang sering diberikan adalah Amoxycillin dan Cefadroxyl, namun
belum diketahui efektifitas dan efisiensi kedua obat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi biaya dari kedua antibiotika (Amoxycillin dan
Cefadroxil) yang digunakan pada pasien pasca bedah caesar di Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto. Metode Penelitian. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari rekam medik pasien
yang melakukan bedah caesar di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dan
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel yang memenuhi kriteria & inklusi
setelah dihitung sebesar 96 digenapkan menjadi 100 pasien, yang dibagi dalam 2 kelompok,
kelompok I yang mendapatkan Cefadroxil dan kelompok II yang mendapatkan Amoxycillin.
Analisis Data dilakukan dengan pendekatan Biostatistik (analisis Univariat dan Chi-Squaer)
dan Farmakoekonomi dengan metode (Cost effectiveness analysis). Output yang dihasilkan
adalah Infeksi luka operasi yang dapat dicegah dan Recovery serta Unit cost dari
Amoxycillin dan Unit cost Cefadroxil. Hasil Penelitian: Pasien yang mendapatkan
Cefadroxil lama hari rawat yang 3 hari dan tidak terjadi infeksi serta recovery sebanyak 39
orang sedangkan yang mendapatkan amoxycillin sebanyak 33 orang. Pasien yang
mendapatkan Cefadroxil unit costnya sebesar Rp 7.916.721,76 sedangkan pada pasien yang
mendapatkan Amoxycillin unit costnya Rp 7.959.710,48 Kesimpulan: Pasien yang
mendapatkan antibiotika Cefadroxil lebih efektif dari pada pasien yang mendapatkan
amoxycillin dalam mencegah infeksi luka pasca bedah dan recovery. Pasien yang
mendapatkan antibiotika Cefadroxil lebih efisien dari pada pasien yang mendapatkan
amoxycillin dalam mencegah infeksi luka pasca bedah dan recovery.

Kata Kunci: Bedah Caesar, Efektif, Efisien, Cefadroxil, Amoxycillin, dan Recovery
OR-R05

Kebijakan Review Antimikroba – Kajian pada Penggunaan Antimikroba Dan Luaran


Klinis

112
Zamrotul Izzah1, Lisa Boateng2
1
Departemen Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Indonesia
2
Departemen Farmasi, Barts Health NHS Trust, London, United Kingdom
Email: zamrotulizzah@ff.unair.ac.id

ABSTRAK

Kebijakan review antimikroba dilaksanakan pertama kali pada Oktober 2010 di rawat
inap medis akut dan trauma rumah sakit. Kebijakan tersebut kemudian diimplementasikan
sepenuhnya di rumah sakit sejak Januari 2011 dengan tujuan untuk mendorong penggunaan
antimikroba yang bijaksana dan hati-hati serta mencegah penggunaan yang berlebihan.
Penerapan kebijakan sangat membutuhkan komitmen dokter dan apoteker untuk secara rutin
mengkaji peresepan antimikroba yang tidak disertai durasi spesifik dengan penggunaan label
“5 hari stop otomatis” sebagai bentuk pemberitahuan pada klinisi untuk mengkaji kembali
penggunaan antimikroba pada rekam medik dan kartu catatan obat pasien. Pola penggunaan
dan luaran klinis sejak penerapan kebijakan secara penuh belum diketahui. Oleh karena itu
audit dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penerapan kebijakan pada pola penggunaan
antimikroba, durasi terapi, dan insiden terjadinya diare karena Clostridium difficile yang
umum terjadi pada penggunaan antibiotik berlebihan. Audit dilaksanakan dengan mengambil
sampel pasien yang menjalani rawat inap pada bulan Januari hingga Februari 2011 dan
menerima terapi antimikroba. Data dikumpulkan secara retrospektif dan diambil dari rekam
medik dan kartu catatan obat pasien. Luaran yang dievaluasi meliputi jenis antimikroba,
durasi terapi, dan bukti kejadian diare karena C. difficile. Luaran tersebut juga dibandingkan
dengan data tahun sebelumnya. Sebanyak 117 antimikroba diresepkan pada 83 pasien dan
46,6% diantaranya ditujukan untuk mengobati infeksi saluran pernafasan. Durasi median
penggunaan antimikroba adalah 5 hari. Penggantian rute dari intravena ke oral menurunkan
jumlah penggunaan antimikroba injeksi. Walaupun demikian, perubahan tersebut tidak
menunjukkan pengaruh konsisten implementasi kebijakan pada penurunan konsumsi
antimikroba di tingkat ruangan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tidak dijumpai
kejadian diare karena C. difficile selama periode penelitian namun menunjukkan penurunan
angka selama tahun 2011. Hasil audit tersebut menunjukkan kebijakan review antimikroba
mampu menurunkan durasi penggunaan antimikroba, rute penggunaan intravena, dan insiden
diare karena C. difficile.

Kata kunci: antibiotik, antimicrobial stewardship, Clostridium difficile

113
OR-R06

Rekomendasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Diabetes Melitus Dengan Komplikasi


Gangren: Studi Retrospektif Pada Salah Satu Rumah Sakit Di Kota Bandung

Derisha A. Putri, Dika P. Destiani, Rizky Abdulah


Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran,
Indonesia.
Email: derishaamalia@gmail.com

ABSTRAK

Pemilihan antibiotik empirik yang tidak tepat pada pasien infeksi kaki diabetik dapat
menyebabkan amputasi daerah ektremitas bawah, sehingga menurunkan kualitas hidup
pasien. Penelitian ini bertujuan untuk membantu para praktisi kesehatan dalam menentukan
rekomendasi antibiotik empirik untuk pengobatan pasien non-insulin-dependen diabetes
mellitus with peripheral circulatory complications. Penelitian dilakukan secara retrospektif
menggunakan studi populasi yang diperoleh dari rekam medis pasien non-insulin-dependen
diabetes mellitus with peripheral circulatory complications pada periode januari 2011 hingga
juli 2014 di salah satu Rumah Sakit di Kota Bandung. Antibiotika empirik yang paling sering
digunakan adalah metronidazole, ciprofloxacin, ceftriaxone, ampicilin dan cefazoline dengan
56% ciprofloxacin, 50.3% ceftriaxone dan 48.4 % cefazoline dinyatakan resisten terhadap
data hasil kultur kuman. Bakteri Eschericia coli yang merupakan kuman flora normal pada
manusia merupakan bakteri pada peringkat pertama yang menginfeksi 23.6% subjek
penelitian, diikuti dengan bakteri patogen Klebsiella pneumoniae 21,6%, bakteri flora normal
Staphylococcus aureus 13,4% dan Pseudomonas aeruginosa 6,4%. Methicillin-resistant S.
aureus (MRSA) dan Eschericia coli ESBL (Extended spectrum beta lactamase) ditemukan
pada populasi subjek penelititan dalam jumlah yang tidak signifikan. Dari penelitian ini dapat
direkomendasikan bahwa bakteri gram negatif sensitif terhadap piperacilin-tazobactam dan
amikacin, sedangkan bakteri gram positif sensitif terhadap imipenem, cefadroxyl, linezolide,
cefazoline dan amoxcilin-clavulanate. Antibiotik spektrum luas yang sensitif terhadap bakteri
gram positif dan negatif adalah levofloxacin, ampicilin-sulbactam, ciprofloxacin, ceftriaxone,
cefepime. Sedangkan vancomycin dapat digunakan untuk pasien dengan resiko MRSA.

Kata kunci: Sistem wagner, antibiotika empirik, non-insulin-dependen diabetes mellitus with
peripheral circulatory complications, resistensi antibiotik, sensitivitas antibiotik, bakteri
patogen.

114
OR-R07

Pola Penggunaan Antibiotika Pada Sepsis Neonatal Di Ruang Perina RSUP Fatmawati
Periode Januari-Februari 2015

Setianti Haryani
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Email: setianty@gmail.com

ABSTRAK

Sepsis neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan
sepsis bayi baru lahir. Pemberian antibiotika yang sesuai merupakan salah satu kriteria dalam
tata laksana sepsis. Kesulitan mendapatkan hasil kultur berupa jenis bakteri dan uji kepekaan
antibiotika dengan segera menyebabkan masalah pada pemilihan jenis, waktu dan lama
pemberian antibiotika, sehingga pemberian antibiotika hanya berdasarkan empiris yang
berpotensi menimbulkan resistensi dikemudian hari. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pola penggunaan antibiotika pada pasiensepsis neonatal di ruang perina.
Penelitian dilakukan dengan cara observasi dan pencatatan langsung dari medical record
pasien. Sebanyak 27 sampel dianalisa terkait kelengkapan data laboratorium atau hasil kultur.
Terdapat 59% bayi perempuan dan 41% bayi laki-laki. BBLR 52 %, selebihnya 48% bayi
lahir dengan berat normal. Hasil laboratorium menunjukkan angka trombosit berkisar antara
7-98 (103/mm3), CRP antara 0,2-13 ( ). Dari 14 sampel dengan hasil kultur darah positif
didapatkan jenis kuman terbanyak adalah Pseudomonas luteola (36%), diikuti oleh
Burkholderia cepacia (36%) dan Klebsiella ozaneae (7%), Serratia ficaria (7%),
Acinetobacter baumanii (7%) dan Staphylococcus epidermidis (7%).Penggunaan antibiotik
kombinasi Amoksisillin dan Gentamisin sebagai pengobatan lini pertama pada pasien perina
sebanyak 85%, diikuti tahap lini kedua penggunaan kombinasi Cefotaksim dan Mikasin
(85%), Ampicillin-Sulbactam (11%), Fosfomycin (4%) berikutnya sebagai lini ketiga
penggunaan Ceftazidim (48%), Imipenem-Cilastatin Na (11%), Meropenem (7%).

Kata kunci: sepsis neonatal, antibiotika, BBLR, CRP

115
OR-S01

Interaksi Obat Pada Pasien Kanker Dengan Terapi Paliatif Rawat Inap Di Rumah
Sakit Kanker Dharmais Periode April – Juni 2013

Numlil Khaira Rusdi1, Priyanto1, Rizka Andalucia2, Sitti Hajjar2


1
Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof.DR.HAMKA, Jakarta
2
Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta

ABSTRAK

Berdasarkan data Departemen kesehatan (Riskesdas), prevalensi penyakit kanker di


Indonesia adalah 4,3 per 1000 orang penduduk. Gejala kanker sulit dideteksi sejak dini,
sehingga penanganan kanker umumnya sudah pada stadium lanjut. Pengobatan kanker
stadium lanjut dikenal dengan pengobatan paliatif. Terapi paliatif meliputi terapi simtomatis
mengurangi rasa nyeri, mual, lelah, dan keluhan lainnya. Penggunaan bermacam-macam obat
secara bersamaan yang diberikan dalam terapi paliatif ini memungkinkan terjadinya interaksi
obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengobatan kanker paliatif dan
meneliti kemungkinan terjadinya interaksi obat. Penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data pasien kanker paliatif di ruang rawat VIP/VVIP, kelas I, kelas II, dan
kelas III. Data pemakaian obat dari catatan dimasukkan ke software Drug Interaction Facts
2013 dan Stockley’s Drug Interactions Pocket Companion 2010. Hasil penelitian
menunjukkan dari 44 pasien didapatkan 37 pasien (84%) mengalami kejadian interaksi obat.
Dari 149 kasus interaksi obat, perubahan efek yang terjadi akibat interaksi obat adalah 64%
terjadi peningkatan toksisitas dan 36% penurunan efek terapi. Dilihat dari potensi interaksi
pada tingkat signifikansi 1 sebanyak 5 kejadian (3%) dan tingkat signifikansi 2 sebanyak 60
kejadian (40%) dengan tingkat keparahan berdasarkan kategori berat (major) sebesar 3%,
sedang (moderate) 75%, dan kecil (minor) 22%.

Kata Kunci: Interaksi Obat, Kanker, Paliatif

116
OR-S02

Analisis Dosis Terapi Rumatan Metadon, Metadon Diberi Bersama


Antiretroviral/Antituberkulosis pada Saat Awal, Setelah 2 Minggu dan 3-6 Bulan
Diberikan di Rsko Jakarta

Tahoma Siregar

Prodi Farmasi FMIPA ISTN, Jakarta

ABSTRAK

Kata kunci:

117
OR-S03

Stability Evaluation of Crushed Antituberculosis Tablets

Azrifitria,1 Mulyani Titi,2

1
Pharmacy Department of Islamic State University, Jakarta
2
Pharmacy Department of Hospital UIN Syarif hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Purpose: The purpose of this study was to determine the physical and chemical stability of
crushed antituberculosis (isoniazid and rifampicin) tablets to ensure the quality. Methods:
The Isoniazid and rifampicin tablets that crushed using a mortar and pestle were redeemed at
hospital’s drugstore by prescribing simulation. The physical stability parameter of colour,
smell, flavor and weight change were calculated. The physical and chemical stability of
isoniazid that mixed with vitamin B6 and rifampicin and rifampicin alone were kept at two
different temperatures (8 degrees C and 27 degrees C) for 4 weeks and quantified every week
by using high-performance of liquid chromatography method.. Thin layer chromatography
(TLC) was used for qualitative analysis. Result: No significant changes in physical
appearance or colour, smell, flavor and were observed during the study. Weight homogeneity
was low and relative standard deviation > 6%. The crushed Isoniazid and rifampicin tablets
showed a different of Rf values at 4th week compared at zero week at 8 and 27 degrees C
storage. A significant decreases in concentration of crushed isoniazid tablets that mixed with
vitamin B6 and rifampicin from initial concentration at 2nd, 3rd, 4th week at the 8 degrees C
storage (p ≤ 0,05). A significant decreases in concentration of crushed isoniazid tablets that
mixed with vitamin B6 and rifampicin from initial concentration at 1st, 2nd, 3rd, 4th week at
the 27 degrees C storage (p ≤ 0,05). A significant decreases in concentration of crushed
rifampicin tablets that mixed with isoniazid and rifampicin alone from initial concentration at
1st, 2nd, 3rd, 4th week at 8 and 27 degrees C storage (p ≤ 0,05). Crushed rifampicin tablets
were more unstable than isoniazid. Conclusion: This study proves that crushed isoniazid and
rifampicin tablets were considered unstable (chemical instability) at 8 and 27 degrees C
storage and not recommended in prescription.
.
Keywords: Stability, prescription, tablet crushed, isoniazid, rifampicin

118
OR-S04

Comparison of Therapeutic Effect between Combining Angiotensin Converting Enzyme


Inhibitor - Calcium Channel Blocker and Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor On
Blood Pressure, Glomerular Filtration Rate and Proteinuria on Chronic Kidney Disease
Patients in Dr Sardjito Hospital Yogyakarta

Woro Harjaningsih1, Dhaniar Herawati 2 , Murni Ernawati 3


1
Laboratory of Pharmacotherapy and Clinical Pharmacy, Faculty of Pharmacy UGM
Yogyakarta; 2 Faculty of Pharmacy UGM Yogyakarta; 3Faculty of Pharmacy UGM
Yogyakarta
email: woro_yaning@yahoo.com

ABSTRAK

Chronic Kidney Disease is a world’s health problem which spends costly in


medication. An outcome of this therapy is delaying kidney’s destruction. This research has a
goal to explore comparison of therapeutic effect between combining Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACE-i) – Calcium Channel Blocker (CCB) and Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACE-i) on maintaining kidney’s function by measure blood pressure,
Glomerular Filtration Rate (GFR) and proteinuria level on chronic kidney disease patients.
Design of a study was cohort-retrospectively. Subject of the study was chronic kidney disease
patients in Ambulatory Unit Dr Sardjito Hospital Yogyakarta on April-June 2010 who
fulfilled inclusion criteria including the patients had no diabetes mellitus and didn’t do
hemodialysis regularly. The amount of selecting patients was 33 patients. Data of blood
pressure, serum creatinine and proteinuria are taken from medical records and laboratory
examinations. Glomerular Filtration Rate (GFR) is measured by MDRD’s formula. A number
of patients who had been reached in normal blood pressure range was 57%, combining ACE-i
and diuretic was 22%, and combining ACE-i and CCB was 20% as well as diuretic and CCB
was 29%. These drugs could decrease systolic and diastolic pressures not significantly (p
value of systolic pressure were 0.210; 0.146; 0.740 and 0.863 whereas p value of diastolic
pressure were 0.311; 0.931; 0.401 and 0.819). Lowering of blood pressure between
combining ACE-i and ACE-i was not significant (p value of systolic pressure was 0.779 and
0.839 for p value of diastolic pressure). Using of ACE-I, combining ACE-i and diuretic and
combining ACE-I with diuretic and CCB increased GFR not significantly (p = 0.614; 0.799
and 0.117). However the study found that combining ACE-i and CCB increased GFR
significantly (p = 0.017). The result of study showed that either ACE-i and combining ACE-i
– CCB lowered proteinuria level significantly (p = 0.000). Comparison of therapeutic effect
on proteinuria level between ACE-i and combining ACE-i – CCB was not significant (p =
0.619).

Kata kunci: Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor, Diuretic, Calcium Channel Blocker,
Glomerular Filtration Rate, blood pressure, proteinuria

119
OR-S05

Kajian Pengunaan Ranitidin Injeksi di IGD Suatu Rumah Sakit di Kota Padang
Panjang, Sumatera Barat

Hansen Nasif, Dewi Paramithasari, Rahmi Yosmar


Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang Indonesia
E-mail: hansenn_ina@yahoo.com

ABSTRAK

Ranitidin merupakan salah satu obat dari golongan H2 Reseptor Antagonis yang
banyak digunakan pada sebagian besar rumah sakit di Indonesia, terutama pada Instalasi
Gawat Darurat (IGD). Ada 5 jenis keadaan yang memenuhi kriteria tepat indikasi
penggunaan injeksi ranitidin, yaitu: Stress ulcers, ulkus lambung, ulkus duodenal, refluk
esofagitis dan keadaan hipersekresi patologis. Penelitian ini bertujuan mempelajari tepat
indikasi penggunaan ranitidin injeksi di IGD bagi pasien yang selanjutnya menjalani rawat
inap di SMF Ilmu Penyakit Dalam pada suatu rumah sakit di Kota Padang Panjang Sumatera
barat. Penelitian ini merupakan suatu studi retrospektif, data diambil dari rekam medik pasien
yang masuk melalui IGD rumah sakit, mendapatkan terapi ranitidin injeksi disana, dan
dirawat inap di SMF Ilmu Penyakit dalam. Penelitian dilakukan pada Agustus sampai
Oktober tahun 2014, dan data yang diambil adalah data pasien tahun 2013 dengan
menggunakan metode random sampling. Hasil penelitian menunjukkan dari 174 data yang
memenuhi kriteria inklusi, hanya 57% ( 100 pasien) penggunaan ranitidin injeksi nya yang
sudah tepat indikasi. Peran farmasis sebagai Drug Therapy Advisor sangat diharapkan supaya
penggunaan obat ini bisa tepat indikasi untuk semua penggunaanya.

Kata Kunci: Ranitidin, IGD, Rumah Sakit

120
OR-S06

Analisis Interaksi Obat Penyakit Ginjal Tahap V (On Hemodialisa) Berdasarkan Resep
Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Tahun 2013

Diana Laila Ramatillah1, Stefanus Lukas1, Tri Hastuti1


Fakultas Farmasi Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 Jakarta
Email: dianalailaramatillah@gmail.com

ABSTRAK

Interaksi obat adalah interaksi yang terjadi jika efek suatu obat diubah oleh obat lain,
makanan, atau minuman (Bailie, 2004). Interaksi obat dapat menyebabkan berkurangnya efek
terapetik, peningkatan toksisitas atau aktivitas farmakologi yang tidak diharapkan sedangkan
menurut tingkat keparahannya dibagi menjadi mayor, moderate dan minor (Stockley,2006).
Tujuan dari penelitian interaksi obat adalah untuk mengetahui jenis interaksi yang terjadi dan
jenis obat yang sering memunculkan interaksi obat.
Penelitian ini merupakan studi deskriptif, pengumpulan data dari resep pasien gagal
ginjal tahap V dengan hemodialisis dari Januari 2013 sampai Juni 2013 di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Hasil “Analisis Interaksi Obat Penyakit Ginjal Tahap V (On
Hemodialisa) dapat disimpulkan dari 165 kemungkinan kejadian interaksi, 7,3 % atau
sebanyak 13 kejadian mengalami interaksi dan jenis interaksi terbanyak adalah interaksi
farmakokinetik sebanyak 9 kejadian dan dari tingkat keparahan maka yang terbanyak adalah
tingkat keparahan minor sebanyak 8 kejadian sedangkan penyakit penyerta terbesar adalah
diabetes mellitus sebanyak 35,25 %.

Kata kunci: Gagal ginjal, Dialisis, Interaksi obat, Efek samping

121
OR-T01

Tingkat Kepatuhan Terhadap Terapi dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik
yang Mengalami Depresi

Havizur Rahman 1, Helmi Arifin2, Arina Widya Murni3


Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang1,
Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang 2,
Bagian Penyakit Dalam RSUP DR M.Djamil Padang 3
Email: rahman.havizur@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tujuan: Depresi diketahui merupakan salah satu penyebab terjadinya ketidakpatuhan minum
obat dan penurunan kualitas hidup pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
seberapa jauh hubungan depresi terhadap tingkat kepatuhan dan kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronik.
Metode: Jenis penelitian adalah cross sectional, dengan teknik pengambilan data judgment
sampling. Penilaian depresi menggunakan Beck Depression Inventory-II(BDI- II). Sedangkan
penilaian tingkat kepatuhan menggunakan skala morisky dan kualitas hidup pasien
menggunakan Short Form Health Questionnaire (SF-36).
Hasil: Rata-rata tingkat kepatuhan pasien gagal ginjal kronik dengan menggunakan skala
morisky pada penelitian ini termasuk kategori kepatuhan tinggi (53,03%). Nilai rata rata
kualitas hidup pasien gagal ginjal pada penelitian ini adalah 61,42 yang berarti kualitas hidup
rata-rata pasien baik. Ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara depresi dengan kepatuhan
pada pasien gagal ginjal kronik (p>0,05). Dari korelasi menggunakan uji bivariate spearman
terdapat hubungan yang cukup antara tingkat kualitas hidup dengan tingkat depresi, dimana
diperoleh hasil pasien non-depresi memiliki kualitas hidup yang baik, dan sebaliknya
(p<0,05).
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara depresi dengan kepatuhan pada pasien gagal ginjal
kronik. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara depresi dengan kualitas hidup, dimana
kualitas hidup pasien non-depresi lebih baik dari pada depresi. Oleh karena itu perlu
perhatian yang khusus terhadap pasien gagal ginjal yang mengalami depresi.

Kata kunci: kepatuhan, kualitas hidup, depresi, gagal ginjal.

122
OR-T02

Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Menggunakan Obat pada Penyakit Kronis di Rumah
Sakit UGM Yogyakarta

Fita Rahmawati
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Email: malihahanun@yahoo.com

ABSTRAK

Pengelolaan pasien dengan penyakit kronik memerlukan keterlibatan berbagai disiplin


ilmu termasuk farmasis. Farmasis dapat berperan dalam meningkatkan outcome therapy
pasien melalui identifikasi dan pengatasan problem yang berkaitan dengan obat. Salah satu
problem yang sering terjadi pada pasien dengan penyakit kronis adalah masalah yang
berhubungan dengan non-compliace (ketidakpatuhan) dalam penggunaan obat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien penyakit kronis dalam menggunakan
obat serta mengetahui faktor penyebab ketidakpatuhan dalam menggunakan obat.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional mengikuti rancangan cross
sectional. Pengambilan data dilakukan pada sejumlah 74 pasien di unit rawat jalan di Rumah
Sakit Akademik UGM Yogyakarta pada bulan September 2013. Kriteria inklusi sampel
adalah pasien menderita penyakit kronis dan telah menggunakan obat penyakit kronis secara
rutin minimal satu bulan sebelum penelitian, bersedia mengikuti penelitian, dan tidak ada
gangguan mental. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
digunakan instrument kuesioner MMAS-8.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepatuhan pasien 6.7 ± 1.3 (mean±SD) dengan
rentang minimum score 4 dan maximal score 8. Adapun faktor penyebab non-compliance
diantaranya lupa minum obat 21 (28 %) pasien, penyebab selain lupa seperti terlambat
kontrol ke dokter, bosan, beralih menggunakan obat herbal 24 (32%) pasien, timbulnya efek
samping obat 6 (8%), lupa membawa obat ketika bepergian 9 (12%) pasien, pasien merasa
kondisinya membaik 7 (9 %) pasien, merasa terganggu karena jadwal yang mengikat 15
(20%), aturan pakai tidak tepat 3 (4 %) pasien. Namun demikian cukup banyak pasien yang
patuh dalam menggunakan obat sejumlah 29 pasien (39%) dengan skor maskimal (skor 8).
Dari hasil wawancara sebagian besar pasien menjadi patuh dalam pengobatan karena mereka
mengalami eksakerbasi penyakit yang mengakibatkan hospitalisasi pasien penyakit kronis.
Hasil penelitian menunjukkan masih perlunya peran farmasis dalam memberikan motivasi
kepada pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.

Kata kunci: Kepatuhan penggunaan obat, pasien penyakit kronis, MMAS-8

123
OR-T03

Kepatuhan dan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi di RS Gunung Jati Cirebon

R Susilo1, DA Perwitasari2, W Supadmi2


1
Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon
2
Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Email: diahperwitasari2003@yahoo.com

ABSTRAK

Sampai saat ini hipertensi masih merupakan penyakit yang menjadi pemikiran
tersendiri oleh pemerintah karena prevalensinya semakin meningkat pada tahun 2013. Saat
ini peningkatan prevalensinya mencapai 9% per tahun. Efektivitas terapi pasien hipertensi
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor karakteristik pasien dan kepatuhan pasien. Selain
bertujuan untuk menurunkan tekanan darah, luaran lain dari terapi hipertensi adalah
meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kepatuhan dan kualitas hidup pasien hipertensi serta memahami faktor prediksi kepatuhan
dan kualitas hidup pasien. Sejumlah 85 pasien hipertensi yang telah mengkonsumsi obat
hipertensi minimal 6 bulan berpartisipasi dalam penelitian ini. Kepatuhan pasien diukur
dengan kuesioner Medication Adherence Report Scale versi Indonesia dan kualitas hidup
pasien diukur dengan kuesioner Short Formulary-36 versi Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepatuhan pasien hipertensi di RS Gunung Jati Cirebon berada pada
tingkat tinggi dan moderat. Faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien adalah
tingkat pendidikan dan usia.

Kata Kunci: hipertensi, kepatuhan, SF-36, MARS

124
OR-T04

Efektivitas Buku Peraga Untuk Membantu Apoteker Memberikan Informasi Cara


Penggunaan Metered-Dose Inhaler (MDI) di Apotek di Surabaya

Benny Setiawan*, Amelia Lorensia**, Ananta Yudiarso***, Daniel Maranatha****


*Mahasiswa Magister Farmasi Klinis, Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya
**Departemen Farmasi Klinis & Komunitas, Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya,
Surabaya
***Departemen Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya, Surabaya
****Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedoteran,
Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRAK

Latar belakang: Metered-dose inhaler (MDI) merupakan sediaan inhaler dalam pengobatan
asma. Peran farmasi komunitas menjadi krusial dalam memberikan informasi teknik
penggunaan sediaan khusus.
Tujuan: Mengukur efektivitas penambahan buku peraga dalam edukasi teknik penggunaan
inhaler asma terhadap kemampuan demonstrasi MDI farmasis komunitas di Surabaya
dibandingkan edukasi pengetahuan saja
Metode: Desain studi penelitian ini adalah intervensi dengan edukasi berbasis teori model
motivation-behavioral skill (IMB), dengan purposive sampling. dengan menggunakan buku
peraga sebagai dummy inhaler. Farmasis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu yang memperoleh
edukasi teknik penggunaan MDI saja (kontrol), dan yang memperoleh edukasi serta diberikan
buku peraga dumm y inhaler. Penilaian dilakukan terhadap langkah-langkah demonstrasi
MDI yang dilakukan oleh farmasis. Pengukuran dilakukan saat sebelum, setelah, dan 3
minggu setelah edukasi.
Hasil: Sebanyak 25 farmasis komunitas di apotek terlibat dalam penelitian. (12 kontrol, 13
intervensi). Penambahan buku peraga dalam edukasi dapat meningkatkan kemampuan
demonstrasi MDI asma farmasis komunitas dibandingkan edukasi pengetahuan saja.
Efektivitas buku peraga terlihat lebih jelas dalam 3 minggu setelah edukasi.

Kata Kunci: Metered-dose Inhaler (MDI), teknik penggunaan inhaler, apoteker, apotek

125
OR-T05

Pemetaan Problem Penatalaksanaan Tuberkulosis Dalam Upaya Menyusun Model


Pelayanan Apoteker Bagi Pasien Tuberkulosis di Yogyakarta

Nanang Munif Yasin 1, Djoko Wahyono 1, Bambang Sigit Riyanto2 dan Ika Puspita Sari
1

1)Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada


2)RSUP Dr. Sardjito Yogyaykarta
Email: nanangy@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh database pasien tuberkulosis (TB) meliputi
karakteristik pasien, faktor resiko, kepatuhan, tingkat pengetahuan pasien, kejadian efek
samping ; dan mengetahui peran dan posisi Apoteker dalam tim TB.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental. Subyek penelitian yang
digunakan adalah semua pasien TB yang memenuhi kriteria inklusi eksklusi dan apoteker
serta perawat yang terlibat dalam pelayanan TB di puskesmas dan rumah sakit khusus paru di
kota Yogyakarta. Instrumen untuk mengukur tingkat kepatuhan adalah Modified Morisky
Scale, sedangkan tingkat pengetahuan dan kejadian efek samping diukur dengan kuisioner
dan wawancara. Hasil penelitian dianalisis menggunakan metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan dari 73 pasien, mayoritas pasien laki-laki sebanyak 39
pasien (53,4%), berumur 20-40 tahun sebanyak 42 pasien (57, 5 %), pendidikan terakhir
SLTA sebanyak 36 pasien (49,3%). Faktor resiko terkena penyakit TB yaitu memiliki riwayat
keluarga sebanyak 18 pasien (24,7 %), riwayat merokok sebanyak 29 pasien (39,73%) , dan
tinggal di lingkungan yang kurang sehat sebanyak 47 pasien (64,38%). Outcome terapi
meliputi konversi BTA pada semua pasien 73 (100 %), gejala membaik pada semua pasien
73 (100 %) , dan berat badan naik pada 51 pasien (69,8 %). Pasien yang patuh sebanyak 70
pasien (95,89%) dan terbanyak berada di kuadran IV sebesar 66 (90,4%). Berdasarkan
tingkat pengetahuan meliputi pengetahuan tinggi hanya 1 pasien(1,4 %) , menengah sebanyak
66 pasien (90,4%), dan rendah sebanyak 6 pasien (8,2 %). Pasien yang mengalami efek
samping sebanyak 24 pasien (32,8 %) dan jenis efek samping yang paling banyak adalah
mual pada 11 pasien (30,3 %). Hasil wawancara dan Focus Grup Discussion (FGD) diperoleh
hasil bahwa peran apoteker belum optimal terutama dalam monitoring adverse drug reaction
dan pelayanan home care pasien TB.
Peran Apoteker dalam pelayanan TB perlu ditingkatkan melalui program intervensi
komprehensif Apoteker yang mencakup aspek pengetahuan, kepatuhan, outcome terapi, dan
monitoring adverse drug reaction dan berkolaborasi dengan tim TB lain terutama perawat.

Kata kunci: obat antituberkulosis, kepatuhan, pengetahuan, efek samping, apoteker

126
OR-T06

Kajian Regimen Dosis Penggunaan Obat Asma pada Pasien Pediatri Rawat Inap di
Bangsal Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Rahmi Yosmar, Helmi Arifin, Meri Andani
Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Kampus UNAND Limau Manis, Padang, 25163,
Email: rahmi.yosmar@gmail.com

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang kajian regimen dosis penggunaan obat asma pada
pasien pediatri rawat inap di bangsal anak RSUP. DR. M. Djamil Padang yang bertujuan
untuk membandingkan kesesuaian regimen dosis obat asma yang diberikan dengan regimen
dosis pada literatur. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan teknik konsekutif
sampling. Sampel diperoleh dari data rekam medik pasien selama tahun 2013. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Prednison, Combivent® dan Ambroxol memenuhi tepat dosis
pemberian 100%, Deksametason 7,14%, Salbutamol 75%, dan pemberian teofilin tidak ada
yang tepat dosis. Untuk kriteria rute pemberian 100% dinyatakan tepat untuk semua obat.
Sedangkan untuk kriteria interval pemberian, Deksametason, Prednison, Salbutamol,
Teofilin, dan Ambroxol dinilai 100% tepat interval, namun Combivent® hanya 95,24%. Dari
hasil penelitian disimpulkan bahwa dosis dan interval pemberian obat asma belum
sepenuhnya sesuai dengan literatur, sedangkan untuk rute pemberian dinilai sudah sesuai
dengan literatur.

Kata Kunci: Asma, Pediatri, Regimen Dosis

127
ABSTRAK
PEMAKALAH
POSTER
Analisis Efektifitas Obat Dan Analisis Efisiensi Biaya Dalam Penggunaan Antibiotik
Cefadroxil Dan Amoxycillin Pada Pasien Pasca Bedah Caesar Di Rspad Gatot Soebroto
Tahun 2012

Delina Hasan1, Satya Chandra Indra Yanih2, Wahyudi Uun Hidayat3

1. Staf Pengajar Prodi Farmasi, FKIK, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta
2. Staf Dinas kesehatan Kabupaten Tangerang, Banten
3. Staf Pengajar Fakultas Farmasi Uiniversitas Pancasila, Lenteng Agung, Jakarta

ABSTRAK

Latar Belakang. Melahirkan seorang bayi adalah kodrat seorang ibu, namun tidak semua ibu
bisa melahirkan dengan lancar, tidak sedikit ibu yang meninggal dunia saat melahirkan,
bahkan ini salah satu penyumbang AKI di Indonesia. Untuk mencegah kematian ibu saat
melahirkan salah satu dengan melakukan bedah caesar. Untuk mencegah terjadinya infeksi
pada bedah caesar dokter memberikan antibiotik. Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto antibiotika yang sering diberikan adalah Amoxycillin dan Cefadroxyl, namun
belum diketahui efektifitas dan efisiensi kedua obat tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi biaya dari kedua
antibiotika (Amoxycillin dan Cefadroxil) yang digunakan pada pasien pasca bedah caesar di
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Metode Penelitian. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional.
Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari rekam medik pasien yang melakukan
bedah caesar di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto dan yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel yang memenuhi kriteria & inklusi setelah dihitung
sebesar 96 digenapkan menjadi 100 pasien, yang dibagi dalam 2 kelompok, kelompok I yang
mendapatkan Cefadroxil dan kelompok II yang mendapatkan Amoxycillin. Analisis Data
dilakukan dengan pendekatan Biostatistik (analisis Univariat dan Chi-Squaer) dan
Farmakoekonomi dengan metode (Cost effectiveness analysis). Output yang dihasilkan
adalah Infeksi luka operasi yang dapat dicegah dan Recovery serta Unit cost dari
Amoxycillin dan Unit cost Cefadroxil.
Hasil Penelitian
Pasien yang mendapatkan Cefadroxil lama hari rawat yang 3 hari dan tidak terjadi infeksi
serta recovery sebanyak 39 orang sedangkan yang mendapatkan amoxycillin sebanyak 33
orang.
Pasien yang mendapatkan Cefadroxil unit costnya sebesar Rp 7.916.721,76 sedangkan pada
pasien yang mendapatkan Amoxycillin unit costnya Rp 7.959.710,48
Kesimpulan:
Pasien yang mendapatkan antibiotika Cefadroxil lebih efektif dari pada pasien yang
mendapatkan amoxycillin dalam mencegah infeksi luka pasca bedah dan recovery. Pasien
yang mendapatkan antibiotika Cefadroxil lebih efisien dari pada pasien yang mendapatkan
amoxycillin dalam mencegah infeksi luka pasca bedah dan recovery.

Kata Kunci: Bedah Caesar, Efektif, Efisien, Cefadroxil, Amoxycillin, dan Recovery
PO-A02

Kajian Regimen Dosis Antibiotik Pada Pasien Pneumonia Di Bangsal Rawat Inap Anak
RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Dian Ayu Juwita, Helmi Arifin, Nelfa Yulianti


email : dianayujuwita@yahoo.com

Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang
menduduki peringkat atas sebagai penyebab kematian pada anak dan balita. Peranan
antibiotik dalam menurunkan morbilitas dan mortilitas penyakit infeksi ini masih sangat
dominan. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat mengakibatkan muncul dan
berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik serta munculnya toksisitas/efek
samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian regimen dosis antibiotik
yang diberikan pada pasien pneumonia anak dengan regimen dosis pada literatur. Penelitian
dilakukan dengan metode analisa deskriptif retrospektif menggunakan data rekam medik
pasien pneumonia anak selama tahun 2013. Data yang diperoleh dianalisis dan dibandingkan
dengan literatur-literatur resmi. Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidaktepatan pada
beberapa regimen dosis antibiotik, seperti ketidaktepatan dosis kloramfenikol (5%),
meropenem (50%), 1 pasien yang tidak tepat dosis eritromisin, azitromisin, seftazidim dan
klindamisin. serta 2 orang pasien yang tidak tepat dosis ampisilin dan 10 pasien yang tidak
tepat dosis gentamisin. Ketidaktepatan frekuensi pemberian (interval pemberian) ampisilin
(50%), gentamisin (20%) dan 2 orang pasien yang tidak tepat interval pemberian sefotaksim.
Ketidaktepatan lama pemberian amoksisilin (44.45%), kloramfenikol (45%), gentamisin
(70%), meropenem (33,34%), seftriakson (66,67%) dan ampisilin (50%) serta 2 orang pasien
yang tidak tepat lama pemberian sefotaksim. Sedangkan rute pemberian antibiotik sudah
tepat 100%.

Kata kunci : regimen dosis, antibiotika, pneumonia, anak


PO-A03

Kesesuaian Dosis Antibiotik Pada Pasien Pediatri

Dita Maria Virginia


Email : virginia@usd.ac.id

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

ABSTRAK

Latar belakang : Antibiotik banyak diresepkan kepada pasien pediatrik untuk mengatasi
berbagai indikasi dan beberapa bahkan tidak tepat indikasi seperti infeksi viral. Pengaturan
dosis antibiotik juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan selain pemilihan jenis
antibiotik. Penggunaan antibiotik dengan dosis yang kurang tepat akan memicu terjadinya
resistensi. Pengaturan dosis paling baik untuk pasien pediatri berdasarkan berat badan karena
pasien pediatri merupakan pasien yang berada dalam tahap tumbuh kembang.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara usia pasien pediatri dengan
kesesuaian dosis antibiotik yang diterima oleh pasien pediatri berdasarkan berat badan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross
sectional. Pengambilan data secara retrospektif dengan menggunakan data rekam medis di
salah satu rumah sakit swasta tipe A di Yogyakarta. Kriteria inklusi adalah pasien anak yang
berumur < 12 tahun dan menjalani rawat inap pada bulan Agustus 2014. Jumlah rekam medis
yang dibutuhkan sebanyak 100 dan diperoleh secara random sampling. Data diolah secara
deskriptif untuk menggambarkan karakteristik pasien. Analisis bivariat Chi-square untuk
melihat hubungan ketidaksesuaian dosis dengan usia pasien.

Hasil: Antibiotik yang diresepkan sebesar 88% dengan golongan sefalosporin yang paling
banyak diresepkan (44,2%). Jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah cefixime
(30,3%). Dosis antibiotik yang tidak sesuai dengan berat badan pasien ditemukan sebanyak
42 kasus. Hasil analisis dengan Chi-square menunjukkan adanya hubungan bermakna
(p=0,021) antara pasien pediatri dengan ketidaksesuaian dosis. Pasien pediatri berusia < 6
tahun berisiko 1,67 kali lebih besar mengalami ketidaksesuaian dosis antibiotik dibandingkan
usia > 6 tahun.

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara usia pasien pediatri dengan kesesuaian dosis
antibiotik yang diterima oleh pasien pediatri berdasarkan berat badan.

Kata kunci: antibiotik, dosis, pediatri


PO-A04

Survey Pengetahuan Masyarakat Terhadap Penyakit Diabetes Mellitus Di Puskesmas


Seberang Padang.

Dwisari Dillasamola1,Suryati2
Email : (dwisaridilla@gmail.com)

1
Faculty of Pharmacy, Andalas University, Padang, Indonesia

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang


Diabetes Mellitus (DM). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Seberang Padang dengan
metode survey research method. Sampel adalah masyarakat Seberang Padang yang berobat di
Puskesmas Seberang Padang. Data diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang telah
divalidasi yang diberikan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tentang Diabetes
Mellitus. Diperoleh 30 masyarakat yang menderita penyakit Diabetes Mellitus sebagai
responden dari penelitian ini. Dari hasil penelitian jumlah pasien yang diberikan konseling
meningkat tingkat pengetahuannya terlihat mereka dapat menjawab kuisiner dengan benar
yakni meningkat dari 5,33 % menjadi 95,20 % dan 100 % sehingga setelah mereka
mendapatkan konseling ini mindset mereka tentang penyakit Diabetes Mellitus ini berubah
menjadi bahwa penyakit Diabetes Mellitus bisa dikontrol dengan pola hidup yang sehat,
makan yang terkontrol dan sudah tidak menjadi penyakit yang ditakuti lagi.

Kata kunci: pengetahuan pasien, diabetes mellitus, obat andtidiabetes tradisional, puskesmas
Seberang Padang
PO-A05

Evaluasi Penggunaan Obat Kemoterapi Pasien Kanker Payudara Di Poliklinik Bedah


Onkologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo

Imanuel Sianipar1, Melati Fusvitasari2, Yulia Trisna1


Email: nuelsianipar@gmail.com

1
Instalasi Farmasi, RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta
2
Univeristas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta

ABSTRAK

LATAR BELAKANG
Kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita
di seluruh dunia. Terapi kanker terdiri dari operasi, radioterapi, dan kemoterapi. Pengobatan
kanker payudara dengan agen sitostatik umumnya menggunakan obat yang berbeda secara
bersamaan atau juga disebut kemoterapi kombinasi. Kasus kanker payudara di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo merupakan kasus stadium lanjut sehingga modalitas utamanya adalah
kemoterapi. Kombinasi rejimen kemoterapi yang digunakan cukup banyak dan belum
diketahui sebaran dari penggunan berbagai kombinasi tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran rejimen kemoterapi yang digunakan untuk
pasien kanker payudara di Poliklinik Bedah Onkologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan
memperoleh gambaran kesesuaian dosis pemberian dengan perhitungan dosis rejimen.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara
retrospektif. Data pasien selama 12 bulan diambil dari rekam medis pasien kanker payudara
yang berobat di Poliklinik Bedah Onkologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama
periode Juli 2013 - Juni 2014. Dosis pemberian tiap obat kemoterapi dibandingkan dengan
hasil perhitungan dosis rejimen berdasarkan luas permukaan tubuh pasien.
HASIL
Analisis dilakukan terhadap data 81 orang pasien kanker payudara yang mendapat
kemoterapi. Dari data yang diperoleh, didapatkan sebaran penggunaan 10 jenis rejimen
kemoterapi dan diketahui rejimen yang paling banyak digunakan adalah rejimen CAF
(Cyclophosphamide/ Doxorubicin/5-Fluorourasil) sebesar 75%. Kesesuaian dosis pemberian
dibandingkan perihitungan dosis menurut rejimen sebanyak 87,54%. Obat yang dosisnya
ditemukan paling banyak digunakan tidak sesuai dengan perhitungan adalah Docetaxel.
KESIMPULAN
Rejimen kemoterapi yang digunakan oleh pasien kanker payudara pada Poliklinik Bedah
Onkologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dalam periode Juli 2013 - Juni 2014 sangat
beragam dengan yang paling banyak digunakan adalah rejimen CAF dan sebagian besar dosis
yang digunakan dalam rejimen kemoterapi sesuai dengan perhitungan dosis rejimen.

Kata kunci: evaluasi penggunaan obat, kemoterapi, kanker payudara


PO-A06

Pengaruh Reaksi Obat Merugikan Terhadap Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Di Dua


Puskesmas Di Kota Bandung

Lia Amalia1, Taohid2, Putri Ariin Wulandari1

1
Sekolah Farmasi – Institut Teknologi Bandung
2
Puskesmas di kota Bandung

ABSTRAK

Latar Belakang dan Tujuan : Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis (TB)
terbesar nomor 4 di dunia. Berbagai faktor dapat menyebabkan hal tersebut, salah satunya
adalah berkembangnya resistensi terhadap obat tuberkulosis, khususnya kasus Multidrug-
Resistance dan Extensively Drug-Resistance. Berkembangnya resistensi ini salah satunya
disebabkan oleh adanya interupsi terapi yang berasal dari pasien yaitu berupa ketidakpatuhan.
Pengobatan TB merupakan suatu bentuk pengobatan yang dilakukan pada jangka waktu lama
dan menggunakan kombinasi beberapa obat antituberkulosis (OAT) sehingga reaksi obat
merugikan (ROM) dapat muncul dan dapat mengakibatkan timbulnya ketidakpatuhan pasien
terhadap regimen pengobatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ROM dari
obat antituberkulosis lini pertama, pola kejadian dan penanganan ROM, serta hubungannya
dengan kepatuhan pasien.

Metode Penelitian: Penelitian merupakan studi deskriptif –observasional yang dilakukan


secara retrospektif dan konkuren dengan mengkaji data rekam medik dan wawancara pasien
serta tenaga kesehatan yang berkaitan dengan perawatan pasien. Pengolahan data dilakukan
melalui analisis statistik bivariat khi-kuadrat. Pengambilan data dilakukan di dua Puskesmas
di kota Bandung.

Hasil : Telah terjadi reaksi obat merugikan (ROM) seperti reaksi kulit (41,67%), mual
dengan atau tanpa muntah (30,56%), ikterus (5,56%), pusing (33,33%), berkurangnya
pendengaran (5,56%), nyeri sendi (8,33%), dan sindrom seperti flu (8,33%). Penanganan
kejadian ROM tersebut diantaranya ialah parasetamol (26%), CTM (23%), vitamin B6
(16%), omeprazol (3%), antasida (7%), talk (6%), hospitalisasi (13%), dan terapi non-
farmakologi (6%). Asosiasi dari munculnya ROM dan kepatuhan pasien yang dilakukan
dengan metode khi-kuadrat menunjukkan adanya hubungan antara kepatuhan pasien dan
kejadian ROM pada aras keberartian 0,10, namun pada aras keberartian 0,005 tidak
menunjukkan hubungan tersebut.

Kesimpulan: ROM pada pasien tuberkulosis merupakan hal yang sering terjadi dan adanya
pengaruh dari ROM terhadap kepatuhan pasien menunjukkan bahwa perlu ada pemantauan
terhadap ROM dari OAT untuk meningkatkan kepatuhan pasien, meminimalkan kejadian
putus obat, dan menurunkan kemungkinan terjadi resistensi.

Kata kunci : tuberkulosis, reaksi obat merugikan, kepatuhan pasien


PO-A07

Analisa Efektivitas Biaya Pengobatan Skizofrenia Menggunakan Risperidon Dan


Aripiprazol Di RSKD Duren Sawit Periode Juli Desember 2012

Numlil Khaira Rusdi1, Linda Rosalina2. Nur Tanti1

1
Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
2
RSKD Duren sawit

ABSTRAK

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai realitas
dengan baik dan pemahaman diri yang buruk. Pengobatan skizofrenia menggunakan
antipsikotik golongan tipikal dan atipikal. Golongan atipikal merupakan golongan yang
berkhasiat dalam mengatasi gejala positif maupun negatif, memulihkan fungsi kognitif dan
efek samping ekstrapiramidal sangat minimal. Di RSKD Duren Sawit golongan atipikal yang
banyak digunakan adalah risperidon dan aripiprazol. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
efektivitas biaya dari risperidon dan aripiprazol pada pengobatan skizofrenia di RSKD Duren
Sawit serta menghitung biaya langsung (laboratorium, dokter, obat dan kamar) yang
dikeluarkan oleh pasien skizofrenia selama menjalani perawatan. Analisa statistik
menunjukkan bahwa obat yang efektif dengan biaya murah adalah aripiprazol 15 mg. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa obat aripiprazol lebih efektif dibandingkan risperidon
sehingga dapat menjadi pilihan obat utama pada pasien skizofrenia.

Kata kunci : skizofrenia, risperidon, aripiprazol


PO-A08

Pengaruh Kualitas Pelayanan Kefarmasian Pada Era Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial (BPJS) Terhadap Kepuasan Konsumen di Beberapa Apotek di Kota Bandung

Rahmat Santoso, Yudi Padmadisastra, Muliharto

Bandung School of Pharmacy (STFB), Bandung, Indonesia

ABSTRAK

Mutu pelayanan kefarmasian adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau


perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan yang baik
serta kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara
kesenangan dan harapannya. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis Pengaruh Kualitas
Pelayanan Kefarmasian pada era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terhadap
Kepuasan Konsumen Beberapa Apotek Di Kota Bandung.
Desain penelitian menggunakan Deskriptif analitik. Variabel independen adalah
mutu pelayanan kefarmasian dan variable dependen adalah kepuasan pasien. Sampel yang
diambil menggunakan teknik Simple Random Sampling didapatkan 2.771 responden.
Instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner. Data dianalisis menggunakan uji
statistik Spearman Rho Correlation dengan tingkat kemaknaan ρ ≤ 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 1.593 responden (57,5%) mengatakan mutu
pelayanan kefarmasian BPJS cukup baik. Sedangkan pada kepuasan konsumen sebanyak
1.462 responden (52,7%) menyatakan cukup puas dengan pelayanan kefarmasian yang
diberikan. Hasil ujistatistik Spearman’s Rho Correlation menyatakan terdapat pengaruh
antara mutu pelayanan kefarmasian BPJS dengantingkat kepuasan konsumen di apotek
(ρ=0,002).
Implikasi hasil penelitian menunjukan mutu pelayanan kesehatan BPJS memiliki
peranan penting dalam kepuasan konsumen. Direkomendasikan bagi pemilik Apotek dan
Apoteker Penanggung Jawab apotek untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
dalam pelaksanaan programJaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS.

Kata kunci : Mutu Pelayanan Kefarmasian, BPJS, Kepuasan Konsumen


PO-A09

Pengaruh Parecoxib Sebagai Preemtif Analgesik Terhadap Penurunan Skala Nyeri


Pascaoperasi Orif (Open Reduction with Internal Fixation) di RS. Muhammadiyah
Lamongan

Rully Yuliandhari1, Budi Suprapti1, Anas Makhfud2, Orizanov Mahisa2

1
Jurusan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya
2
Bagian Anestesiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan, Jawa Timur

ABSTRAK

Nyeri akut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai dan merupakan
pengalaman yang menakutkan bagi penderita pasca operasi dan merupakan penyebab stres,
frustasi dan gelisah sehingga pasien mengalami gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan,
dan ekspresi tegang. Peran parecoxib sebagai analgesik preemtif dalam menurunkan nyeri
pascaoperasi hasilnya masih bervariasi. Penelitian ini bertujuan membandingkan efektivitas
preemtif parecoxib 40 mg iv terhadap plasebo dalam menurunkan intensitas nyeri pasca
operasi ORIF dan membandingkan kualitas manajemen nyeri antar kelompok uji dengan
QUIPS. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Mann-Whitney U test dan
didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0.001) antara skor VAS
kelompok kontrol dengan kelompok parecoxib pada ketiga titik pengamatan (2, 8 dan 12 jam
pasca operasi ORIF) yang artinya preemtif parecoxib lebih superior menurunkan intensitas
nyeri pascaoperasi ORIF dibanding kelompok kontrol serta terdapat perbedaan bermakna (p
< 0.001) pada bagian intensitas nyeri dan kepuasan pasien antara kelompok kontrol dengan
kelompok parecoxib dengan QUIPS sehingga didapatkan kesimpulan bahwa preemtif
parecoxib 40 mg iv efekif dalam menurunkan intensitas nyeri akut pascaoperasi ORIF
dibanding dengan placebo dan kualitas manajemen nyeri pascaoperasi yang dinyatakan dalam
alat ukur QUIPS juga lebih baik pada kelompok parecoxib dibanding kelompok kontrol.

Kata Kunci : analgesik preemtif, parecoxib, open reduction with internal fixation
PO-A10

Kajian Penggunaan Kombinasi Kaptopril Dengan Furosemid Terhadap Pasien Gagal


Jantung Kongestif Di Bangsal Jantung Rsud Raden Mattaher Jambi

Uce Lestari 1), Rasmala Dewi 2), Riana2)

1) Program Studi Farmasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi


2) Program Studi Farmasi STIKES HI Jambi

ABSTRAK

Gagal jantung kongestif merupakan sindrom klinis dan masalah kesehatan dengan
angka kejadian yang tinggi terutama pada penderita lanjut usia. Kaptopril dan furosemid
adalah obat-obat pilihan yang sering digunakan pada pasien gagal jantung kongestif.
Penggunaan obat yang tidak rasional pada pasien gagal jantung dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan efek terapi bahkan dapat menimbulkan efek toksik. Telah dilakukan
penelitian mengenai kajian penggunaan kombinasi kaptopril dengan furosemid terhadap
pasien gagal jantung kongestif dibangsal jantung RSUD Raden Mattaher Jambi. Penelitian ini
bersifat deskriptif, dikerjakan secara prospektif terhadap 19 pasien. Analisis data dilakukan
secara kuantitatif. Data ditabulasi berdasarkan persentase obat kaptopril dan furosemid yang
digunakan berdasarkan jenis obat generik dan obat paten, persentase pasien gagal jantung
kongestif yang menggunakan terapi kombinasi kaptopril dan furosemid berdasarkan ada
tidaknya penyakit penyerta, tingkat keparahan penyakit, jenis kelamin dan rentang umur. Dan
analisis data dilakukan secara kualitatif. Data yang diperoleh dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan. Lalu mempertimbangan kondisi pasien. Hasil perbandingan dan
pertimbangan kondisi pasien akan menunjukan persentase ketepatan penggunaan kombinasi
kaptopril dengan furosemid terhadap pasien gagal jantung kongestif. Hasil penelitian
menunjukkan, tepat pasien sebesar 100 %, tepat indikasi sebesar 100 %, tepat dosis sebesar
100 %, tepat interval pemberian sebesar 100 % dan tepat saat penggunaan obat sebesar 60,98
%.

Kata kunci : gagal jantung kongestif, kaptopril, furosemid.


PO-A11

Analisis Kompatibilitas Sediaan Rekonstitusi Parenteral dan Sediaan Intravena


Tercampur serta Implikasi Klinisnya di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

Miranda Yuneidi

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap kompatibilitas sediaan rekonstitusi parenteral dan


sediaan intravena tercampur di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Analisa
kompatibilitas dilakukan dengan cara membandingkan kejadian yang terjadi di rumah sakit
dengan yang tertulis di literatur. Parameter kompatibilitas diukur berdasarkan keberhasilan
efek terapi yang di tunjukkan oleh efek klinis dari pasien. Dari hasil penelitian didapat
rekonstitusi sediaan antibiotik parenteral yang tidak sesuai dengan literatur. Penilaian
terhadap efek klinis menunjukkan hanya dua pasien yang tidak efektif.

Kata kunci :
PO-A12

Kajian Penggunaan Obat Golongan Angiostensin Receptor Blocker (ARB) Atau Ace-
Inhibitor Terhadap Fungsi Ginjal Dan Kadar Kalium Pada Pasien Hipertensi Di Irna
Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang

Rangki Astiani

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Abstrak

Hipertensi merupakan penyakit yang sering diderita oleh pasien di Irna penyakit
dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Obat-obat yang sering diberikan ke pasien yaitu obat
hipertensi golongan Angiostensin Receptor Blocker (ARB) dan ACE-inhibitor. Obat ini
diketahui dapat mempengaruhi fungsi ginjal pasien dan kadar kalium pasien. Sehingga
peneliti melakukan penelitian tentang Kajian Penggunaan Obat Golongan ARB atau ACE-
inhibitor terhadap Fungsi Ginjal dan Kadar Kalium pada Pasien Hipertensi di Irna Penyakit
dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei hingga
September 2013 di Irna Penyakit Dalam RSUP DR. M.Djamil Padang. Data pasien diambil
dari rekam medik dan dilakukan secara observasi prospektif dengan metode judgement
sampling dan dianalisa dengan statistik SPSS 17®. Dalam penelitian ini dilihat kreatinin
serum dan kadar kalium pasien, kemudian di hitung kreatinin klirens pasien setiap minggu
selama satu bulan. Maka didapatkan hasil 50 orang pasien hipertensi yang terdiri dari 34
orang menggunakan obat golongan ARB (candesartan), dan 16 orang golongan ACE-
inhibitor (15 orang ramipril dan 1 orang kaptopril). Pasien yang tetap pada stadium III fungsi
ginjal sebanyak 7 orang (17%), tetap pada stadium akhir (stadium V) sebanyak 23 0rang
(46%). Pasien yang mengalami perubahan stadium fungsi ginjal sebanyak 20 orang (40%),
terdiri dari 6 orang (12% ) yang mengalami peningkatan stadium fungsi ginjal dari ginjal
normal, dan 14 orang (28%) dari fungsi ginjal yang sudah terganggu. Pada penggunaan obat
golongan ARB terjadi hiperkalemia sebanyak 5 orang, hipokalemia 4 orang dan kadar kalium
normal 25 orang. Pada penggunaan obat golongan ACE-inhibitor terjadi hiperkalemia
sebanyak 5 orang dan kadar kalium normal 11 orang. Jadi penggunaan obat golongan ARB
dan ACE-inhibitor dapat mempengaruhi kadar kalium pasien hipertensi dengan pasien
hiperkalemia sebanyak 10 orang (20%), hipokalemia 4 orang (8%) dan kadar kalium normal
sebanyak 36 orang (72%). Selain itu terjadi perubahan stadium fungsi ginjal pada pasien
hipertensi yang diberikan antihipertensi golongan ARB dan ACE-inhibitor.

Kata kunci: Hipertensi, Obat Golongan Angiostensin Receptor Blocker (ARB) dan ACE-
inhibitor, Fungsi Ginjal, Kadar Kalium, RSUP DR. M. Djamil Padang
Optimasi Pembuatan Gambir Galamai (Black Cube) Menggunakan Oven Microwave

Afdhil Arel1), Amri Bakhtar2), Deddi Prima Putra2)


1
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang
2
Universitas Andalas Padang

ABSTRAK

Gambir is a dry extract from the leaves and twigs of Uncaria gambier (Hunter) Roxb. which
have the mayor constituents are catechin and tannin. Traditionally, gambir used as batik dyes,
leather tanning, eating betel concoction, antioxidant and antibacterial. In the market, there are
different types of gambier such as gambier “Bootch“, mortars, “coin“ biscuit and “galamai“
(Black cube). Gambir galamai produced by used boiling back gambier to blackish brown with
the aim to increase levels of tannins. The levels of tannins were analyzed by Lowenthal
Procter method, while the catechin levels were analyzed by high-performance liquid
chromatography. This study used a randomized block design in three factorial, water content
of gambier (30%, 50% dan 70%) the power of the microwave oven (5 A; 4,9A dan 4,5A) and
processing time (90, 180 dan 270 seconds). The optimum conditions obtained in galamai
gambier processing with power strength is 4.9 A, the water content of the starting material
and time gambier 50% during 270 seconds (p>0.05).
PO-B02

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
Dengan Metode Bioautografi

Atiek Soemiati, Puteri Amelia, Nurul Mukarromah*

*Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta

ABSTRAK

Medinilla speciosa Blume merupakan tumbuhan liar di lereng gunung atau di hutan
dan kadang digunakan sebagai tanaman hias. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) terhadap
bakteri Gram positif dan Gram negatif dengan Metode Bioautografi. Pengujian dilakukan
terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus subtilis ATCC 6363,
Escherichia coli ATCC 25922, dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Hasilnya
menunjukkan diameter daerah hambat antibakteri dari ektrak etil asetat terhadap bakteri uji
secara berurutan adalah 11 mm; 9 mm; 11,7 mm; 9 mm. Uji bioautografi dilkukan
menggunakan berbagai perbandingan eluen yang berbeda kepolarannya. Pada ekstrak etil
asetat dengan perbandingan eluen n-heksana : etil asetat (2:8) ditemukan zona hambat pada
titik penotolan sampai Rf 0,14 serta pada Rf 0,7; Rf 0,8; dan Rf 0,9. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan isoalsi senyawa katif antibakteri
tanaman M. speciosa Blume

Kata kunci : Medinilla speciosa Blume, ekstrak, antibakteri, bioautografi


Evaluasi Aktivitas Antibakteri Dan Antioksidan Dua Spesies Elephantopus dari
Sumatera Barat

Deddi P. Putra1, M. Rifqi Efendi2, Nofrizal2, Friardi1, Amri Bakhtiar1


1
Fakultas Farmasi Universitas Andalas
2
Program Magister pada Farmasi Universitas Andalas
Email: putra_aries64@yahoo.com

ABSTRAK

Tanaman obat Elephantopus scaber Linn. dan Elephantopus mollis Kunth. umumnya
dikenal dengan nama „Tapak Liman‟telah digunakan secara tradisional untuk mengobati
berbagai penyakit, seperti diare, gonoroe, demam, diuretic, hepatitis dan scabies. Kedua
tanaman ini telah dilaporkan memiliki aktifitas antimikroba. Namun, masyarakat awan sukar
membedakan kedua jenis tanaman ini, sewaktu segar dapat dilihat dari perbedaan warna
bunganya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi activitas antibakteri dan antioksidan
kedua tumbuhan ini. Serbuk daun kering disokletasi berturut-turut dengan n-heksana, etil
asetat dan terakhir dengan methanol. Masing-masing fraksi diuji kemampuan menghambat
pertumbuhan bankteri pada plat agar dengan mikroba uji; Gram (+) bacteria Staphyllococcus
aureus, Streptococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Enterococcus faecalis,
Micrococcus luteus, and Gram (-) bacteria; Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Vibrio
cholera, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa. Hasil uji menunjukkan bahwa fraksi n-
heksana pada kedua tanaman paling aktif menghambat pertumbuhan bakteri uji. Fraksi etil
asetat kurang aktif yang diikuti oleh fraksi metanol. Sebaliknya, fraksi methanol sangat aktif
pada kedua tanaman, dengan IC50 46.2 dan 45.5 ppm untuk Elephantopus mollis and
Elephantopus scaber. Aktifitas antioksidan fraksi n-heksana dan etil asetat tidak bermakna
pada uji menggunakan DPPH.

Kata kunci : Elephantopus scaber L., Elephantopus mollis Kunth., Antibacterial activity,
Gram (+) and Gram (-) bacteria
PO-B04

Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Puteri Amelia, Arsyadani, Arum Samudra


1
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : puti_andalusia@yahoo.com

ABSTRAK

Obat Tradisional dapat memberikan khasiat karena adanya senyawa metabolit


skunder yang terkandung di dalam tumbuhan. Variabel bibit, tempat tumbuh, iklim dan
kondisi (waktu dan cara) panen dapat mempengaruhi senyawa metabolit skunder yang
diharapkan dapat memberikan efek farmakologis yang diinginkan. Telah dilakukan penelitian
tentang karaterisasi ekstrak etanol dari daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
yang tumbuh di daerah Bogor, Jawa Barat yang meliputi uji parameter spesifik dan non
spesifik. Pengujian parameter spesifik menunjukkan hasil organoleptis ekstrak (kental,
berwarna kecoklatan, bau tidak spesifik, rasa agak pahit), dengan kandungan senyawa larut
air (61,958 % ± 2,1715) dan senyawa larut etanol (32,390 % ± 3,1019). Hasil Pengujian
parameter nonspesifik menunjukkan kandungan air (4,437 % ± 0,4495), bobot jenis (0,8987 ±
0,0010), susut pengeringan (6,7406 % ± 0,0339), Kadar abu (5,003 % ± 0,1345), Kadar abu
tidak larut asam (0,732 % ± 0,581) serta data cemaran mikroba (0,0567 x 103 koloni/gram)
dan cemaran kapang (0,91 x 103 koloni/gram).

Kata Kunci : Karakterisasi ekstrak, daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), uji
parameter spesifik, uji parameter non spesifik.
PO-B05

Uji Aktivitas Antihiperpigmentasi Ekstrak Tumbuhan Suruhan (Peperomia pellucida L)


Secara in Vitro Dengan Metoda Inhibisi Enzim Tirosinase

Rahayu Utami, Musyirna Rahmah dan Kurnia Andini


Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Jalan Kamboja Simpang Baru Panam, Pekanbaru
Email : ayu042@gmail.com

ABSTRAK

Peperomia pellucida L merupakan salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa


flavonoid. Flavonoid dan steroid adalah metabolit sekunder yang diketahui memberikan
aktivitas antihiperpigmentasi dengan jalan menginhibisi enzim tirosinase. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui aktivitas antihiperpigmentasi dari ekstrak tumbuhan Peperomia
pellucida L secara in vitro melalui metoda inhibisi enzim tirosinase dengan menggunakan L-
Dopa sebagai substrat dan asam kojat sebagai kontrol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
ekstrak etanol tumbuhan ini memberikan persen inhibisi terbesar dibandingkan ekstrak
lainnya. Persen inhibisi ekstrak etanol sebesar 47,405%; ekstrak n-heksana 24,618%
sedangkan etil asetat sebesar 18,638%. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan
Peperomia pellucida L memberikan aktivitas antihiperpigmentasi yang lemah bila
dibandingkan dengan asam kojat.

Kata kunci : Peperomia pellucida L, antihiperpigmentasi, enzim tirosinase, inhibisi, in vitro


PO-B06

Penapisan Fitokimia , Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Herba Seledri, Batang / Daun
Ashitaba Dan Daun Petroseli (Apiaceae)

Ratna Djamil, Endang Wijiastuti


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
Email : Ratnadj_ffup@yahoo.co.id

ABSTRAK

Telah dilakukan penapisan fitokimia pada serbuk dan ekstrak metanol herba seledri
(Apium graveolens L.), batang dan daun ashitaba (Angelica sp) serta daun petroseli
(Petroselinum crispum (Mill) Nym. ex-Airy-Shaw). Kemudian dilanjutkan dengan uji
toksisitas terhadap Artemia salina Leach dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Hasil
penapisan fitokimia pada serbuk dan ekstrak herba seledri menunjukkan adanya golongan
senyawa flavonoid, saponin, tanin, steroid, kumarin, dan minyak atsiri. Serbuk dan ekstrak
metanol batang dan daun ashitaba mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin, tanin,
steroid dan triterpenoid, kumarin, dan minyak atsiri. Serbuk dan ekstrak daun petroseli
mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin, steroid, kumarin, dan minyak atsiri.
Hasil uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach metode BSLT diperoleh nilai LC50 herba
seledri 193,5370 bpj, batang dan daun ashitaba 272,8878 bpj serta daun petroseli 50,7192 bpj.
Hal ini menunjukkan bahwa semua ekstrak metanol memiliki sifat toksik dan ekstrak metanol
daun petroseli memiliki nilai IC50 tertinggi. Hasil uji antioksidan metode DPPH menunjukkan
nilai IC50 dari ekstrak herba seledri 240,0365 bpj, ekstrak batang dan daun ashitaba 40,2819
bpj serta daun petroseli 515,7599 bpj. Ekstrak metanol herba seledri dan ekstrak metanol
daun petroseli tidak memiliki aktivitas antioksidan, sedangkan ekstrak metanol batang dan
daun ashitaba memiliki aktivitas antioksidan.

Kata kunci : apiaceae, seledri, ashitaba, petroseli, uji BSLT, uji DPPH
PO-B07

Pengaruh Perbedaan Pelarut Pengekstraksi Terhadap Komposisi Kimia Oleoresin Jahe


Merah (Zingiber officinale var. rubrum)

Verawati, B.A. Martinus dan Riska Ramadhani


Email : verawati81apt@gmail.com

Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang

ABSTRAK

Jahe merah merupakan salah satu obat tradisional Indonesia yang memiliki berbagai
khasiat seperti sebagai antioksidan, antiinflamasi, antikanker dan kardiotonik. Jahe merah
memiliki kandungan oleoresin tertinggi dibandingkan dengan jenis jahe lainnya. Pada
penelitian ini dilakukan ekstraksi oleoresin dari serbuk kering jahe merah menggunakan
pelarut ekstraksi yang berbeda kepolarannya. Analisa terhadap komposisi kimia oleoresin
jahe merah dilakukan dengan metode Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS).
Dari 50 g serbuk kering jahe merah yang diekstraksi menggunakan pelarut heksan, aseton dan
etanol, maka diperoleh oleoresin dengan % rendemen secara berurutan 5,66%; 13,14% dan
22,64%. Data GC-MS menunjukkan komposisi oleoresin yang terdiri dari asam-asam lemak
dan minyak menguap dimana pada oleoresin dari pelarut heksan teridentifikasi 28 senyawa,
pelarut aseton sebanyak 21 senyawa, dan pelarut etanol sebanyak 17 senyawa. Pada ketiga
tipe oleoresin mengandung beta sesquiphellandrene, zingiberene dan zingerone. Hanya pada
oleoresin dari pelarut heksan ditemukan shogaol yang merupakan salah satu senyawa
identitas jahe merah.

Kata Kunci : Zingiber officinale var. Rubrum, Oleoresin, GC-MS


PO-B08

Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas Dpph Dari
Esktrak Daun Murbei (Morus alba L.)

Wiwi Winarti,Victor
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta 12640
Email : wiwi_ffup@yahoo.co.id.

ABSTRAK

Murbei secara empirik oleh masyarakat digunakan sebagai teh daun murbei, yang
berpotensi sebagai antioksidan dan penangkal radikal bebas. Daun murbei mengandung
kuersetin dan vitamin C yang berpotensi sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder, aktivitas antioksidan dengan peredaman
radikal bebas 1,1–difenil–2–pikrihidrazil (DPPH)dari ekstrak daun murbei. Pembuatan
ekstrak dilakukan secara maserasi kinetik menggunakan pelarut air dan etanol dengan
konsentrasi 50%, 70% dan 96%. Maserat yang dihasilkan dari pelarut air dikeringkan
menggunakan metode freeze drying sedangkan maserat yang dihasilkan dari pelarut etanol
dipekatkan dengan rotavapor. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol
50%, 70% dean 96% mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid, saponin,
steroid dan minyak atsiri sedangkan pada ekstrak air mengandung senyawa metabolit
sekunder golongan flavonoid dan saponin. Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode
peredaman radikal bebas DPPH terhadap ekstrak air dan ekstrak etanol 50%, 70%, 96% daun
murbei menunjukkan nilai IC50 sebesar 115,9 bpj, 160,7 bpj, 95,0 bpj dan 131,4 bpj. Hasil
penelitian menunjukkan, uji aktivitas antioksidan tertinggi adalah ekstrak etanol 70% daun
murbei dengan IC50 sebesar 95,0 bpj.

Kata kunci: Daun murbei (Morus alba L.), ekstrak air, ekstrak etanol 50%,70%,96%,
antioksidan, DPPH
PO-C01

Analisis Kandungan Lemak Dan Protein Terhadap Kualitas Soyghurt Dengan


Penambahan Susu Skim

Diana Serlahwaty, Syarmalina, Novita Sari1


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila , Jakarta 12640, Indonesia
E-mail : dianas_ffup@yahoo.co.id

ABSTRAK

Soyghurt merupakan produk fermentasi susu kedelai dengan menggunakan bakteri


Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang umum dipakai pada
pembuatan yoghurt. Sebagai pilihan pengganti susu sapi kini dapat digunakan susu nabati
yakni susu kacang kedelai. Pada susu kacang kedelai tidak terkandung laktosa sehingga dapat
dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa. Namun pemanfaatan susu kacang kedelai
masih terbatas karena cita rasa yang kurang disukai (rasa langu) serta memiliki umur simpan
yang relatif pendek, sehingga keterbatasan dari susu kacang kedelai dapat diatasi melalui
proses fermentasi menjadi soyghurt agar masa simpan dari susu kacang kedelai dapat
diperpanjang dan dihasilkan produk dengan cita rasa, aroma, serta tekstur yang khas dan enak
. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kandungan lemak dan protein serta pengaruh
waktu simpan terhadap kualitas soyghurt dengan penambahan susu skim. Susu kacang
kedelai fermentasi ditambahkan komponen lain dan dikombinasikan dengan susu skim.
dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%. kemudian dilakukan uji sebelum dan
sesudah fermentasi mencakup analisis protein dengan metode biuret, analisis lemak dengan
metode soxhletasi, untuk mengetahui waktu simpan dari susu kedelai fermentasi dilakukan
penghitungan jumlah asam laktat selama 7 hari, serta untuk mengetahui cita rasa serta tekstur
dilakukan uji hedonik menggunakan 9 panelis dan dianalisis berdasarkan skala penilaian
numerik 1-5. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa susu kacang kedelai setelah difermentasi
kadar lemak menurun dan kadar protein terdapat peningkatan serta formula dengan
konsentrasi susu skim 15% yang paling disukai dan memiliki umur simpan sampai hari ke 6
dilihat jumlah kadar asam laktat dan uji hedonik. Hasil pemeriksaan pH pada susu kacang
kedelai 5,5 dan setelah fermentasi 4,4 Kadar lemak pada susu kacang kedelai berkisar antara
0,6% - 0,7% dan setelah fermentasi berkisar antara 0,1% - 0,2%. Kadar rata-rata protein pada
susu kacang kedelai adalah 7,4% dan setelah fermentasi 17,1%

Kata kunci : Soyghhurt, Kadar Lemak dan Protein, Waktu Simpan,Susu Skim
PO-C02

formulasi Sediaan Kapsul Dan Tablet Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.)”

Fifi Harmely, Surya Andrian, Chris Deviarny


Email; harmelyfifi@yahoo.co.id

Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang

ABSTRAK

Senyawa xanthon merupakan antioksidan tingkat tinggi, yang dapat membantu


mengobati kerusakan sel akibat oksidasi radikal bebas, mengahambat proses penuaan dan
mencegah penyakit generatif. Kulit buah manggis ( Garcinia mangostana L.) mengandung
xanthon, flavonoid dan tanin. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi ekstrak etanol
kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dalam bentuk sediaan kapsul dan tablet.
Evaluasi massa kapsul dan granul meliputi organoleptis, bobot jenis, uji kecepatan alir, sudut
istirahat, uji kompresibilitas, faktor hausner, porositas, kandungan air serta kadar fines hanya
dilakukan pada granul. Evaluasi sediaan kapsul dan tablet meliputi organoleptis, keseragaman
bobot, waktu hancur, uji higroskopisitas, serta uji keseragaman ukuran, uji kekerasan dan uji
kerapuhan yang hanya dilakukan pada sediaan tablet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak etanol kulit buah manggis dapat diformulasi dalam bentuk sediaan kapsul dan tablet.
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan didapat sediaan kapsul dan tablet dari ekstak
etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) telah memenuhi persyaratan kecuali FI
untuk sediaan tablet tidak memenuhi persyaratan keseragaman ukuran

Kata kunci: formulasi kapsul dan tablet, ekstrak etanol kulit manggis
PO-C03

Peningkatan Efisiensi Biaya Pengobatan Melalui Pembuatan Sediaan Oleh Instalasi


Farmasi

Hafzha Hilda, Idayanti, YuliaTrisna


Email: hafzha.hilda@yahoo.com

Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

ABSTRAK

LATAR BELAKANG
Pembuatan sediaan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit dilakukan dengan beberapa
pertimbangan, antara lain: obat tidak tersedia di pasaran, obat memiliki formula khusus sesuai
kebutuhan individu pasien, jauh lebih efisien jika dibuat sendiri.
Biaya penggunaan obat mengambil porsi yang besar dalam pelayanan kesehatan di rumah
sakit sehingga efisiensi dalam penggunaan obat akan menurunkan biaya pengobatan secara
bermakna. Penetapan tarif INA-CBG dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
membuat rumah sakit semakin berupaya untuk meningkatkan efisiensi. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan membuat sediaan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran tentang peran Instalasi Farmasi Rumah
Sakit dalam memenuhi kebutuhan obat yang tidak ada di pasaran dan meningkatkan efisiensi
biaya pengobatan melalui pembuatan sediaan yang jauh lebih murah dibandingkan dengan
membeli produk komersial.

METODE
Pemetaan dilakukan terhadap sediaan obat yang dibuat oleh Instalasi Farmasi dengan
kriteria sediaan tidak tersedia di pasaran dan/atau penggunaannya tinggi. Dari sediaan yang
memenuhi kriteria, yaitu: cairan pembersih tangan berbasis alkohol, sirup Omeprazol, larutan
campuran mineral, larutan pembasa urin dan larutan Klorheksidin 2%. Proses pembuatan
sediaan dilakukan dengan menerapkan cara pembuatan obat yang baik skala rumah sakit
untuk menjaga mutu sediaan. Biaya pembuatan sediaan obat dibandingkan dengan harga
sediaan di pasaran

HASIL
Selama periode Januari-Desember 2014 telah dibuat 44.934 botol @ 500 ml cairan pembersih
tangan dengan efisiensi biaya jika dibandingkan produk di pasaran sebesar Rp 2.500.753.758.
Sedangkan pembuatan sediaan yang tidak ada di pasaran adalah larutan Klorheksidin 2%
sebesar Rp 16.178.344, sediaan sirup Omeprazol sebesar Rp 11.200.630, larutan campuran
mineral sebesar Rp 4.109.551, larutan pembasa urin sebesar Rp 467.360.

KESIMPULAN
Pembuatan sediaan obat oleh Instalasi Farmasi dapat memenuhi kebutuhan obat yang tidak
tersedia di pasaran dan meningkatkan efisiensi biaya pengobatan secara bermakna.

Kata kunci: efisiensi, pembuatan sediaan, farmasi rumah sakit


PO-C04

Optimasi Formula Sediaan Gel Ekstrak Daun Cincau Hijau (Cyclea barbata Miers.)
dengan Variasi Gelling Agent Sebagai Antioksidan

KARTININGSIH, HELEN ISMAYA, TESALONIKA


Email : kartiningsih.kania2@gmail.com

Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta

ABSTRAK

Tanaman cincau hijau (Cyclea barbata L.Miers) mengandung tanin, polifenol,


flavonoid yang secara sinergis bekerja sebagai antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah
memformulasikan sediaan gel wajah ekstrak daun cincau hijau yang stabil secara fisik dan
kimia serta memiliki aktivitas antioksidan yang efektif melawan radikal bebas. Dalam
penelitian ini, ekstrak daun cincau hijau dari hasil maserasi kinetik dengan etanol 70%, diuji
aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan diperoleh nilai IC50 sebesar 18.8160 µg/mL.
Ekstrak daun cincau hijau diformulasikan menjadi 12 formula menggunakan basis gel HPC-
m 5-6%, HPMC 4-5%, dan kombinasi. karbomer 940 0.5-1,5%, dan sepigel 305 3-7% yang
masing-masing telah dikembangkan. Sediaan gel yang terbentuk dievaluasi secara fisik dan
kimia meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, uji viskositas dan sifat alir, uji kemampuan
menyebar dan uji pH. Hasil evaluasi menunjukan formula I dengan HPC-m 5% merupakan
gel jernih berwarna hijau muda, berbau khas, homogen, memiliki viskositas 25416,67 cPs
dengan sifat alir plastis, kemampuan sebar 3454,10 mm2 dan pH 6,0. Formula VI merupakan
sediaan gel berwarna jernih hijau muda, tidak berbau, homogen, viskositas 10000 cPs dengan
sifat alir plastis, kemampuan sebar 7208,4202 mm2, dan pH 5.85. Sediaan gel ini diuji
aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan diperoleh aktivitas antioksidan dengan IC50
formula 1 sebesar 35,5620 µg/ml dan formula 6 sebesar 39.2408 µg/mL yang termasuk
kategori antioksidan sangat kuat.

Kata kunci : Radikal bebas, ekstrak daun cincau hijau, antioksidan, metode DPPH, gel,
HPC-m, HPMC, Karbomer 940, Sepigel 305
PO-C05

Uji Stabilitas Emulgel Serbuk Kasar Papain (Carica papaya L.)

Moch. Futuchul Arifin, Syarmalina, Diana Serlahwaty, Anggi Yudhatama Subroto,


Lukie Jean

ABSTRAK

Telah dilakukan optimasi formula sediaan emulgel serbuk kasar papain hasil semprot
kering dengan rancangan faktorial 23. Diperoleh formula optimum: 2,5% HPMC; 6,5%
parafin cair dan 2,4% kombinasi Tween 80: Span 80 (1:1,5). Tujuan penelitian adalah
memastikan stabilitas emulgel serbuk kasar papain secara fisika, aktivitas proteolitik papain
dan aktivitas antimikroba terhadap beberapa mikroba penyebab jerawat. Uji stabilitas
dilakukan dengan menyimpan emulgel pada suhu 40°C selama 3 bulan. Parameter stabilitas
fisika emulgel meliputi tipe emulsi, viskositas, sifat alir, daya sebar dan freez thaw cycling.
Aktivitas proteolitik emulgel ditentukan melalui uji pelepasan dengan alat disolusi tipe 2 dan
uji antimikroba menggunakan metode difusi agar. Pencuplikan dilakukan pada bulan ke-0, 1,
2 dan 3. Hasil penelitian menunjukkan : tipe emulsi m/a, viskositas pada rpm 0,5 turun dari
2.013,33-1.313,33dPa.S, sifat alir plastis, daya sebar meningkat dari 5,47-6,87mm dan tidak
terjadi pemisahan fase maupun terbentuknya kristal pada uji freez thaw 6 siklus. Aktivitas
proteolitik meningkat dari 3,12-4,29TU/mg dan aktivitas antimikrobanya juga mengalami
peningkatan nilai diameter daerah hambat (DDH) terhadap P. acnes, S. aureus dan S.
epidermidis, masing-masing dari: 14,67-16,70mm; 15,88-17,63mm dan 15,95-17,90mm.
Penyimpanan emulgel serbuk kasar papain selama 3bulan pada suhu 40°C menyebabkan
penurununan viskositas sebesar 34,77% namun sifat fisika lainnya tetap, meningkatkan
aktivitas proteolitik sebesar 37,5% dan meningkatkan aktivitas antimikroba papain terhadap
mikroba uji.

Kata kunci : emulgel serbuk kasar papain, stabilitas, aktivitas proteolitik, antimikroba
PO-C06

Formulasi Thiamin HCl Dan Asam Askorbat Dalam Sediaan Emulsi Ganda Air-
Minyak-Air (A/M/A)

Rachmat Mauludin, Agustian Surya, Sophi Damayanti


Email : rachmat@fa.itb.ac.id

Sekolah Farmasi ITB. Jl. Ganesa no 10 Bandung

ABSTRAK

Latar belakang dan tujuan: Sediaan cair multivitamin terdiri dari beberapa komponen
vitamin yang banyak memiliki interaksi satu dengan yang lain. Pada sediaan cair sangat sukar
untuk membentuk sediaan yang mengandung banyak vitamin dengan kestabilan baik.
Thiamin HCl diketahui rentan terhadap senyawa pereduksi dan pengoksidasi, sedangkan
asam askorbat sendiri merupakan senyawa pereduksi. Supaya didapat sediaan cair yang
mengandung dua komponen vitamin yang berinteraksi, dilakukan pemisahan dengan
mengemulsikan thiamin HCl dan asam askorbat secara terpisah pada formulasi emulsi ganda
A/M/A. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan formula dari emulsi ganda yang stabil,
serta melihat efek dari formulasi emulsi ganda terhadap minimalisasi interaksi thiamin HCl
dan asam askorbat.
Metode: Thiamin HCl dan asam askorbat diemulsikan secara terpisah untuk membentuk
emulsi air dalam minyak (A/M) menggunakan komponen fasa minyak asam stearat-minyak
wijen dengan emulgator Kosteran 0/1(Span 80). Emulsi yang terbentuk kemudian
diemulsikan kembali dalam air dengan pengemulsi Tween 80 dan penstabil Metholose 60 SH
50. Evaluasi kestabilan dipercepat dilakukan dengan penyimpanan sediaan dalam suhu 40oC
dan melakukan pengukuran kuantitatif kadar dari Thiamin HCl dengan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi.
Hasil: Emulsi ganda yang mengandung Thiamin HCl dan asam askorbat dibuat dengan dosis
Asam Askorbat 10 mg/mL dan Thiamin HCl 2 mg/mL. Formulasi dari sediaan menggunakan
fasa minyak asam stearat 4,5% dan minyak wijen 4,5%, dengan penstabil Span 80 8,844%,
Tween 80 1,168%, dan Metholose 60 SH 50 0,5%. Jumlah kadar Thiamin HCl dalam sediaan
emulsi ganda relatif lebih tinggi daripada kadar Thiamin HCl pada larutan pembanding pada
3 hari pengujian di suhu 40oC.
Kesimpulan: Sediaan emulsi ganda A/M/A yang mengandung Thiamin HCl dan asam
askorbat menggunakan diformulasikan dengan fasa minyak asam stearat-minyak wijen
dengan penstabil Tween 80, Span 80, dan Metholose 60 SH 50. Metode emulsifikasi terpisah
pada formulasi emulsi ganda A/M/A dapat meminimalkan laju penurunan thiamin HCl yang
disebabkan karena interaksi dengan asam askorbat.

Kata kunci: Emulsi, Thiamin HCl, Asam Askorbat, Stabilitas, Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi
PO-C07

pengaruh Beberapa Jenis Larutan Asam Pada Pembuatan Gelatin Dari Kulit Ikan
Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) Kering Sebagai Gelatin Alternatif

Revi Yenti1, Dedi Nofiandi1, Rosmaini1


Email : reviyenti@gmail.com

1
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang

ABSTRAK

Sampai saat ini bahan baku yang banyak digunakan untuk memproduksi gelatin
adalah tulang sapi, kulit sapi dan kulit babi. Pemanfaatan gelatin dari mamalia tersebut
masih banyak menemui kendala. Pada penelitian ini dibuat gelatin dari kulit ikan sepat rawa
(Trichogaster trichopterus) kering menggunakan proses asam (tipe A). Larutan HCl 2% v/v,
H3PO4 2% v/v dan CH3COOH 2% v/v digunakan sebagai variasi larutan perendaman.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui larutan asam yang paling besar memberikan
rendemen dan karakteristik gelatin yang dihasilkan tersebut. Analisa statistik menunjukkan
bahwa jenis larutan asam memberi pengaruh yang berbeda nyata pada rendemen, kekuatan
gel, viskositas, derajat keasaman (pH), kadar air, dan kadar abu, tapi tidak berbeda nyata pada
kadar protein dan kadar lemak. Rendemen gelatin terbanyak adalah gelatin dengan
perendaman larutan CH3COOH 2% v/v yaitu 3,51%.

Kata Kunci : Trichogaster trichopterus, larutan asam, gelatin.


PO-C08

Optimasi Formula Masker Gel Peel Off Jeruk Lemon (Citrus limon (L.) Burm.f.)

Setyorini Sugiastuti, Moch. Futuchul Arifin, Weny Widiya


Email : setyorinisugiastuti@yahoo.com

Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta.

ABSTRAK

Jeruk lemon (Citrus limon (L.) Burm.f.) mempunyai khasiat sebagai antiaging. Salah
satu bentuk sediaan untuk produk antiaging adalah sediaan masker gel peel Off. Penelitian ini
dilakukan untuk mendapatkan formula optimum masker gel peel off jeruk lemon. Perasan
jeruk lemon dikeringkan menggunakan spray dryer dengan pengisi maltodekstrin. Serbuk
jeruk lemon diformulasi menggunakan rancangan faktorial 22 dengan faktor PVA (10 dan
12%), dan Karbomer 940 (1 dan 2%). Optimasi formula menggunakan rancangan faktorial 23
dengan memasukkan faktor suhu penyimpanan yaitu 25°C dan 40°C. Ke empat formula yang
diperoleh disimpan pada suhu 25°C dan 40°C selama 3 bulan, dilakukan uji viskositas,
kemudahan sebar, kecepatan mengering, kekuatan tarikan, pH dan aktivitas antioksidan
dengan menentukan nilai IC50 nya. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan kadar
PVA, meningkatkan viskositas kekuatan tarikan film lapisan tipis dan menurunkan aktivitas
antioksidan, daya sebar dan mempercepat pengeringan. Peningkatan kadar Karbomer 940,
meningkatkan viskositas, menurunkan aktivitas antioksidan, daya sebar, mempercepat
pengeringan dan kekuatan tarikan Peningkatan suhu pada penyimpanan selama 3 bulan,
meningkatkan viskositas, daya sebar, kekuatan terhadap tarikan dan menurunkan aktivitas
antioksidan, mempercepat pengeringan dan pH. Optimasi formula dilakukan dengan
menumpang tindihkan plot kontur semua respon (contourplot superimposed), menggunakan
standar sediaan masker gel pell off yang ada di pasaran, yaitu nilai viskositas 500-600 dPa.S;
daya sebar 5-6,5 mm, kecepatan pengeringan 15-20 menit, kekuatan daya tarik 60-70 kg/cm3 ,
pH 4,5-6,5 dan nilai IC50 50-100. Tidak ditemukan adanya daerah irisan yang merupakan
daerah optimum, sehingga dalam penelitian ini tidak dapat ditentukan formula optimumnya.

Kata kunci : optimasi, masker gel, jeruk lemon


PO-C09

Night Cream Azelaic Acid Berbasis Medium Cream Sebagai Skin Whitening Dengan
Uji Iritasi

Siti Umrah Noor, Margaretta Theresia


Email : Siti_umrahnoor@yahoo.com

Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta 12620

ABSTRAK

Azelaic acid merupakan salah satu bahan sintetik bersifat asam dengan pka 5,498
yang berfungsi sebagai skin whitening. Tujuan penelitian ini agar didapatkan formula terbaik
night cream yang memenuhi uji mutu fisik serta tidak mengiritasi kulit. Telah dilakukan
formulasi 6 formula azelaic acid 0,5 % menggunakan medium cream dengan konsentrasi
gliseril monostearat 0,1%; 0,5%; 0,9% sebagai emulsifying agent dan stiffening agent. Krim
dibuat dengan mencampurkan fase terdispersi ke dalam fase pendispersi, kemudian dilakukan
uji mutu fisik serta uji iritasi terhadap kulit panelis dengan metode patch test. Krim yang
dihasilkan dievaluasi meliputi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, tipe krim,
spreadability, viskositas dan difat air, ukuran globul, sentrifugasi, dan uji pH. Dilakukan uji
stabilitas mutu fisik yang disimpan pada suhu kamar dan suhu 40° C selama 4 minggu dan uji
iritasi kepada panelis. Krim yang dihasilkan berbentuk semi padat, berwarna putih susu,
berbau wangi, homogen, bertekstur lembut, dan bertipe M/A, nilai spreadability 3742,97 –
4162,36 mm2 , viskositas 76000 – 154000 cPs dengan sifat alir titsotropik plastis, ukuran
globul 58,93 – 64,24 µm, hasil sentrifugasi dengan putaran 3800 rpm selama 5 jam tidak
terjadi pemisahan fase krim, pH antara 4,19 – 4,21. Dapat disimpulkan bahwa formula
dengan konsentrasi gliseril monostearat 0,5% menghasilkan krim yang memenuhi parameter
mutu fisik dan tidak menimbulkan reaksi iritasi terhadap kulit panelis sehingga aman
digunakan

Kata Kunci : night cream, azelaic acid, medium cream, uji iritasi
PO-C10

Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L)


dengan Basis Carbopol

Supomo

Akademi Farmasi Samarinda

ABSTRAK
Uji Banding Potensi Beberapa Pati Pregelatinasi Sebagai Bahan Pengikat Tablet
dengan Metode Kempa Langsung

Wira Noviana Suhery, Noveri Rahmawati, Adwinda Rahma Putri


Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Alamat : Jl. Kamboja Simpang Baru Panam Pekanbaru
Email : wiranoviana@gmail.com

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai uji banding potensi beberapa pati pregelatinasi sebagai
bahan pengikat tablet dengan metode kempa langsung. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui potensi pati pregelatinasi sebagai bahan pengikat dan memberikan sifat fisik serta
disolusi yang baik pada formulasi sediaan tablet. Penelitian dilakukan menggunakan tiga
rancangan formula dengan memvariasikan bahan pengikat tablet yang digunakan yaitu
Formula I (pati pregelatinasi singkong), Formula II (pati pregelatinasi ubi jalar) dan Formula
III (pati pregelatinasi bengkuang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati pregelatinasi
singkong, ubi jalar dan bengkuang memiliki potensi yang hampir sama sebagai bahan
pengikat tablet, namun pati pregelatinasi bengkuang yang paling berpotensi sebagai bahan
pengikat tablet, karena tablet yang dihasilkan memiliki sifat fisik dan disolusi sesuai dengan
persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia.

Kata Kunci : Pati Pregelatinasi, Singkong, Ubi Jalar, Bengkuang, Bahan Pengikat, Cetak
Langsung
PO-C12

Karakterisasi Fisikokimia Sistem Biner Glibenklamid dan Asam tartrat

Erizal Zaini1), Ahmad Baikuni2) dan Maria Dona Octavia2)


1)
Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang,
2)
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFRM) Padang
Email : erizal_faua@yahoo.co.id

ABSTRAK

Telah dilakukan pembentukan sistem biner glibenklamid dan asam tartrat dengan
teknik ko-kristalisasi dari pelarut menggunakan pelarut metanol yang dibuat dengan
perbandingan ekuimol, sebagai pembanding dibuat campuran fisika dan serbuk glibenklamid.
Padatan hasil ko-kristalisasi dikarakterisasi dengan analisis mikroskopik, difraksi sinar-X,
termal DTA dan spektrofotometer FT-IR. Uji kelarutan dilakukan dengan alat orbital Shaker
selama 48 jam dengan medium dapar posfat pH 7,4. Hasil interaksi menunjukkan
pembentukan konglomerat atau eutektikal antara kedua fase kristalin dalam keadaan padat,
dengan titik eutektik pada temperatur 146,32 0C. Kelarutan glibenklamid hasil ko-kristalisasi
meningkat secara signifikan dibandingkan dengan campuran fisika dan glibenklamid murni.

Kata kunci : Glibenklamid, Asam Tartrat, kelarutan dan eutetik.


PO-C13

Nanosensor Sensitif Ph Berbasis Cross-Link Antara Nanopartikel Emas Dan Poly(2-


Dimethylaminoethyl Methacrylate) (PDMAEMA)

Erindyah R Wikantyasning, Isnaini Nur Hidayah, Broto Santoso, Suprapto


Departemen Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi UMS, Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Kartasura,
Surakarta
Corresponding author email: erindyah.rw@ums.ac.id

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi cross-link antara nanopartikel
emas (AuNPs) dengan polimer responsif pH, yaitu poly(2-dimethylaminoethyl methacrylate)
(PDMAEMA). AuNPs disintesis dengan metode Turkevich, dan dikarakterisasi dengan TEM
dan spektrofotometer UV-Vis. PMAA dan PDMAEMA disintesis dengan polimerisasi
RAFT, selanjutnya dikarakterisasi dengan NMR dan di-crosslink dengan AuNPs. Hasil
menunjukkan bahwa AuNPs mempunyai ukuran partikel rata-rata 14 nm dan menunjukkan
puncak SPR pada 526 nm. Self-assembly dari PDMAEMA-AuNPs menunjukkan perubahan
warna dari merah menjadi biru dengan kenaikan pH. Diketahui bahwa perubahan warna
bersifat reversibel, dengan pH transisi pada pH 7-8 untuk AuNPs yang dicrosslink dengan
PDMAEMA. Material smart tersebut diharapkan dapat diaplikasikan lebih lanjut untuk
biosensor dan sistem penghantaran obat.

Kata kunci: nanopartikel emas, nanosensor, polimer responsif pH, PDMAEMA


PO-D01

Pengaruh Konsentrasi Larutan Penyangga Terhadap Aktivitas Sal1 Dalam Mendigesti


Plasmid pAcRP23

Abstrak

Enzim restriksi ditemukan secara alami dalam bakteri. Enzim restriksi memotong
untaian DNA di tempat spesifik karena mampu mengenali urutan nukleotida spesifik dalam
DNA tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan
penyangga (buffer) terhadap aktivitas enzim restriksi Sal1 dalam mendigesti plasmid
pAcRP23. Untuk membuat larutan penyangga dengan konsentrasi 0,5X dan 2X KGB,
sejumlah 5 μl larutan plasmid pAcRP23 (0,2 μg/ml) ditambahkan dengan 3 μl atau 12 μl
KGB 5X, kemudian ditambah akuades steril hingga volumenya 28 μl. Sesudah itu, 2 μl Sal1
ditambahkan ke dalam masing-masing larutan campuran dan diinkubasi dalam suhu 37oC
selama 1 jam. Sejumlah 6 μl loading buffer 6X yang sudah mengandung pewarna kemudian
ditambahkan ke dalam larutan yang bervolume 30 μl tersebut. Fragmen DNA yang terbentuk
dipisahkan dengan elektroforesis menggunakan agarose gel 0,8 dan 1%, dengan TAE sebagai
running buffer dan dialirkan dalam arus 5,71 volt/cm. Fragmen yang dihasilkan dari
elektroforesis ditentukan dengan memplotkan jarak migrasi dari ladder 1 kb terhadap log bp-
nya. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi larutan penyangga dapat
menyebabkan perbedaan aktivitas Sal1 dalam mendigesti plasmid pAcRP23 sehingga
menghasilkan perbedaan ukuran fragmen plasmid.

Kata kunci : enzim restriksi, konsentrasi larutan penyangga, Sal1, ukuran fragmen.
PO-D02

Molecular Identification Of Js-1 Isolate, A Β-Cyclodextrin Glycosyltransferase


(CGTase) Producer

Nur Miftahurrohmah, Moordiani


Email: fz28306@yahoo.com

Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

ABSTRAK

Cyclodextrin glycosyltransferase (CGTase) is a bacterial enzyme with numerous


industrial applications due to its capabilities in converting starch into a cyclic oligosaccharide
molecule, cyclodextrin (CD). Pharmaceutical industries using CD as drug excipient for
enhance the solubility and bioavailability of some hydrophobic drug molecules, and also
mask the unfavourable taste and odour. In Indonesia, there are still a few local bacteria that
had reported as CGTase producers. From our previous work, we had isolated a soil bacterium
from Sumedang, West Java, Indonesia, named JS-1 isolate, based on its specific colony
appearance on Horikoshi agar medium. This research was aimed to identify JS-1 isolate using
molecular identification method based on 16S rDNA gene sequence and analyze the
enzymatic activity of CGTase produced by the isolate. The bacterial 16S rDNA gene was
amplified using universal primer and the sequence was analyzed using BLASTn (NCBI).
From BLAST analysis, it can be concluded that JS-1 isolate was similar to Paenibacillus sp.
AG430 with %homology of 99.6%. To ensure the CGTase activity produced by JS-1 isolate,
the crude enzyme which contained in the 48h culture‟s supernatant was analyzed using
zymography assay, including starch hydrolytic and β-cyclization activity. The results of
zymography assay were showed that CGTase produced by JS-1 isolate was proved has starch
hydrolytic and β-cyclization activity.
PO-D03

Uji Aktivitas Anti Kandidiasis Batang Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.) Secara In
Vitro

Syarmalina, Nadya W.P.


Email : enae4_dpk@yahoo.co.id

Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

ABSTRAK

Batang sereh wangi (Cymbopogon nardus L) mengandung senyawa kimia yaitu


geraniol, sitronelol dan sitronella yang berkhasiat sebagai anti kandidiasis, tujuan penelitian
mengetahui kandungan senyawa kimia batang sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) berupa
serbuk maupun estrak kental dengan uji penapisan fitokimia dan untuk mengetahui potensi
ekstrak kental sebagai anti kandidiasis. Metode penelitian yang di lakukan adalah ekstrak
kental etanol 70% batang sereh wangi diuji potensi anti kandidiasis terhadap isolat khamir
yang diisolasi dari probandus penderita kandidiasis menggunakan mikroba uji pembanding
Candida albicans dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram dan metode dilusi
tabung menggunakan pengenceran tabung. Hasil penampisan fitokimia pada serbuk dan
ekstrak kental etanol mengandung adanya golongan senyawa: flavanoid, saponin, tanin,
triterpenoid, minyak atsiri dan kumarin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol
70% batang sereh wangi dapat menghambat pertumbuhan khamir penyebab kandidiasis.
Diameter Daya Hambat (DDH) anti kandidiasis paling efektif di peroleh dari isolasi IM1.1.
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari ekstrak etanol batang sereh wangi terhadap
isolasi IM1.1, IM2.2, IM3.1 dan Candida albicans adalah 25%.

Kata kunci : batang sereh wangi, Cymbopogon nardus, kandidiasis.


PO-E01

Uji Aktivitas Penghambatan Xantin Oksidase Secara In-Vitro Oleh Isolat 6,4’-
Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2-O-Β-D-Glukopiranosida (C20H22O10) Yang Diisolasi
Dari Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl)

Aprilita Rina Yanti Eff*, Sri Teguh Rahayu* dan Resta Dwi Syachfitri **
Email: aprilita.rinayanti@esaunggul.ac.id

*Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul, **Fakultas Farmasi UTA‟45 Jakarta

ABSTRAK

Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi peningkatan kadar asam urat di atas
normal (Hidayat, 2009). Hiperurisemia merupakan faktor utama dalam perkembangan
penyakit gout (Huang et al., 2011). Gout atau pirai adalah penyakit akibat adanya
penumpukan kristal monosodium urat pada jaringan akibat peningkatan kadar asam urat
(Sudoyo et al., 2006).
Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl) adalah tanaman obat asli
Indonesia yang berkhasiat diantaranya menurunkan tekanan darah tinggi, obat kencing manis
dan asam urat (Rostinawati, 2007). Kandungan kimia dari tanaman ini salah satunya adalah
senyawa benzopenon yaitu 6,4‟-Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2-O-β-D-Glukopiranosida
(C20H22O10).
Tujuan penelitin ini untuk mengetahui aktivitas isolat 6,4‟-Dihidroksi-4-
Metoksibenzofenon-2-O-β-D-Glukopiranosida (C20H22O10) dalam menghambat xantin
oksidase secara in-vitro dengan alopurinol sebagai kontrol positif. Pengujian aktivitas
penghambatan xantin oksidase dilakukan dengan metode spektrofotometri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat 6,4‟-Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2-
O-β-D-Glukopiranosida (C20H22O10) dari buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl) memiliki aktivitas penghambatan terhadap xantin oksidase dengan nilai IC 50
sebesar 15,705 μg/mL. Namun, alopurinol masih memiliki aktivitas penghambatan xantin
oksidase yang lebih tinggi dibandingkan isolat dengan nilai IC50 sebesar 0,091 μg/mL. Dari
plot Lineweaver-Burk menunjukkan bahwa isolat 6,4‟-Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2-O-
β-D-Glukopiranosida (C20H22O10) memiliki aktivitas penghambatan kompetitif.

Kata kunci: xantin oksidase, mahkota dewa, 6,4‟-Dihidroksi-4-Metoksibenzofenon-2-O-β-D


Glukopiranosida
PO-E02

Uji Aktivitas Diuretik Ekstrak Terpurifikasi Herba Sambiloto Pada Mencit Putih
Jantan Galur Swiss

Eka Siswanto Syamsul, Supomo, Hamidah


Email: eka8382@gmail.com

Akademi Farmasi Samarinda

ABSTRAK

Sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f] Nees) secara empiris digunakan


sebagai peluruh air seni (diuretik). Salah satu senyawa yang terkandung di dalamnya yaitu
flavonoid polimetoksi flavon, dapat berkhasiat sebagai diuretik. Tujuan dilakukan penelitian
uji yaitu untuk mengetahui potensi aktivitas diuretik dan dosis efektif ekstrak terpurifikasi
herba sambiloto pada mencit putih jantan galur Swiss.
Pembuatan Ekstrak terpurifikasi dengan jalan ekstrak kental etanol dimurnikan dengan
pelarut n-heksana, Fraksi tak larut heksana dipurifikasi kembali dengan ditambahkan pelarut
etil asetat dan divorteks kembali, diuapkan sampai menjadi ekstrak kental. Hewan uji dibagi
5 kelompok, tiap kelompok 4 ekor mencit putih jantan galur Swiss, dipuasakan selama 12-18
jam. Kelompok I kontrol negatif (suspensi PVP 4,76%), kelompok II kontrol positif
(Furosemid), kelompok III (dosis 100 mg/kg BB), kelompok IV (dosis 200 mg/kg BB), dan
kelompok V (dosis 300 mg/kg BB). Hewan uji dimasukkan ke dalam kandang metabolit,
diberi 0,8 ml air minum per oral setiap 3 jam. Volume urine diukur pada jam ke 3, 6, dan 9.
Hasil ANAVA satu jalan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,000). Hasil uji
LSD, kontrol negatif berbeda bermakna dengan control positif dan ekstrak terpurifikasi herba
sambiloto dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 300 mg/kg BB. Dosis 300 mg/kg BB
merupakan dosis yang paling efektif sebagai diuretik. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
terpurifikasi herba sambiloto berpotensi sebagai diuretik.

Kata Kunci: A. paniculata, Ekstrak terpurifikasi, diuretik


PO-E03

Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinale) dengan


Beberapa Antibiotik Terhadap Staphylococcus aureus

Elin Yulinah Sukandar, Neng Fisheri, Anissa Kamil


Email : elin@fa.itb.ac.id

Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Ganesha 10, Bandung, Indonesia.

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara tropis dengan suhu dan kelembaban yang memadai
untuk memfasilitasi pertumbuhan mikroba. Staphylococcus aureus merupakan bakteri
penyebab utama infeksi kulit dan jaringan lunak di dunia. Prevalensi infeksi kulit oleh S.
aureus tinggi pada infeksi nosokomial. Pengobatan infeksi S. aureus lebih sulit karena
pengembangan galur yang resisten yang dikenal dengan nama “Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA)”. Kadang-kadang masyarakat menggunakan antibiotik
bersamaan dengan minuman herbal atau suplemen herbal yang dapat memodifikasi efek
antibiotik, oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi efek interaksi antibakteri
secara in vitro di antara ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan antibiotik
tertentu meliputi penisilin V, ampisilin, dan tetrasiklin HCl terhadap Methicillin-sensitive
Staphylococcus aureus (MSSA), and MRSA.
Aktivitas antibakteri ekstrak and antibiotik secara in vitro diuji terhadap MSSA and
MRSA, menggunakan metode mikrodilusi untuk menentukan konsentrasi hambat minimum
(KHM) dan konsentrasi bakterisidal minimum (KBM). Kombinasi antibakteri ekstrak jahe
dan antibiotik diuji secara in vitro dengan memodifikasi metode “checkerboard” dan
diinterpretasi sebagai index fraksi konsentrasi inhibisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan efek anti bakteri dari kombinasi
ekstrak etanol jahe dan antibiotik terhadap bakteri di atas. Secara umum, efek kombinasi
antibakteri ekstrak jahe dan antibiotic menunjukkan efek aditif dan sinergis terhadap MSSA,
dan MRSA. Efek ini dapat terjadi karena interaksi antara komponen aktif dengan antibiotik..
Hasil ini menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak jahe dan antibiotik berguna untuk mengatasi
infeksi.

Kata kunci : Kombinasi antibakteri, MSSA, MRSA, modifikasi metode checkerboard


PO-E04

Kajian Efek Antiaterosklerosis Ekstrak Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk)


Pada Burung Puyuh

Elisma

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun gaharu (


Aquilaria malaccesis Lamk) terhadap pembentukan aterosklerosis pada burung puyuh jantan
(Coturnix – coturnix japonica) yang diinduksi makanan lemak tinggi ( MLT ) dan
propilthiourasil (PTU). Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 yang terdiri dari
kelompok I sebagai kontrol negatif hanya diberikan makanan strandar, kelompok II sebagai
control positif diberikan MLT dan PTU kelompok III, IV,V diberikan ekstrak daun gaharu
dengan dosis 100 mg/kb Bb, 300 mg/kg BB, 900 mg/kg BB dan disertai dengan pemberian
MLT dan PTU pemberian ekstrak diberikan secara oral selama 60 hari. Dosis yang digunakan
adalah 100, 300, 900 mg/kg BB. Grup kontrol hanya diberikan makanan standar. Hasil
penelitian menunjukan pemberian ekstrak daun gaharu dapat mencegah terjadinya
aterosklerosis pada burung puyuh jantan dengan signifikan (P < 0,05). Dosis 100 mg/kg BB
menunjukan efek pencegahan yang optimal.

Kata kunci: Aquilaria malaccensis Lamk, aterosklerosis


PO-
E05
Isolasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak N-Heksan Kulit Batang Meranti
Rambai (Shorea acuminata Dyer)

Enda Mora 1 , Noveri Rahmawati 2, Zulfa Anggraini 3


Email : bangendaapt@gmail.com1

1,2,3) Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi dan uji aktivitas anti oksidan ekstrak n-heksan kulit batang
Meranti rambai (Shorea acuminata Dyer)dengan metoda DPPH. Penelitian ini bertujuan
untuk karakterisasi hasil isolasi dan menguji aktivitas antioksidan dari hasil isolasi dan
ekstrak n-heksan kulit batang Meranti rambai (Shorea acuminata Dyer)dengan metoda
DPPH. Dari hasil isolasi diperoleh senyawa murni SS1 berupa kristal berwarna putih
sebanyak ,5 mg dengan titik leleh - C, positif terhadap reagen Lieberman-Burchard
yaitu warna orange pudar yang menunjukkan golongan steroid. Senyawa hasil isolasi
diidentifikasi dengan spektroskopi UV, IR, dan NMR. Dari hasil analisa data NMR senyawa
murni SS1 memiliki 28 atom karbon dan 46 proton. Diduga senyawa isolasi adalah steroid β-
sitosterol. Nilai uji antioksidan ekstrak n-heksan dan senyawa murni SS1 memiliki sifat
antioksidan lemah dengan nilai IC50 berturut-turut yaitu 160 µg/ml dan 599,471 µg/ml.

Kata Kunci : Isolasi, ekstrak n-heksan,aktivitas antioksidan, metoda DPPH


PO-E06

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen)


Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Tikus Putih Jantan

Helmi Arifin 1) , Barmitoni 2) , Zet Rizal 2)

1)
Fakultas Farmasi Universitas Andalas ( UNAND) Padang.
2)
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang.

ABSTRAK

Penyembuhan luka merupakan suatu proses normal sebagai respon adanya cidera
pada jaringan kulit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh ekstrak etanol daun
binahong terhadap penyembuhan luka sayat pada tikus putih jantan. Dibagi dalam 5
kelompok perlakuan yaitu kelompok I (kontrol negatif), kelompok II diberi povidone iodin
10% (kontrol positif), kelompok III, IV dan V diberi salaep ekstrak daun binahong dengan
konsentrasi masing-masing 5%, 10% dan 15%. Dengan membuat luka sayat buatan
dipunggung tikus dengan panjang luka 20 mm dan kedalaman 2 mm. Di oleskan salep
perlakuan sesuai kelompoknya dua kali sehari selama 10 hari, pengukuran panjang dan lebar
luka dilakukan setiap hari menggunakan jangka sorong. Data dianalisis dengan ANOVA dua
arah dan dilanjutkan uji duncan. Hasil menunjukan bahwa ekstrak etanol daun binahong
mampu menyembuhkan luka pada konsentrasi 10% - 15%, pengurangan panjang luka terjadi
pada hari ke-7 semakin tinggi konsentrasi ekstrak efek penyembuhan luka semakin besar.
PO-E07

Pengaruh Ekstrak Etanol Biji Alpukat Terhadap Proteksi Hepar Dan Ginjal Pada
Tikus Terinduksi Karbontetraklorida

Komang Ayu Nopitasari, Rotua Winata Nopelia Silitonga, Phebe Hendra

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol biji
alpukat (EEBA) terhadap proteksi hepar dan ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.
Sejumlah tikus sehat yang ditimbang dan dibagi secara acak ke dalam 6 kelompok perlakuan
yang terdiri masing-masing 5 ekor. Kelompok 1 sebagai kontrol negatif dipejankan olive oil
(2 ml/kg, i.p.). Kelompok 2 dipejankan karbon tetraklorida (2ml/kg BB, i.p.). Kelompok 3
sebagai kontrol perlakuan EESA 1,4 g/kg BB selama 6 hari. Kelompok 4-6 merupakan
kelompok perlakuan EEBA 0,35; 0,70; 1,40 g/kg selama 6 hari berturut-turut selanjutnya
diberikan karbon tetraklorida. Pengambilan darah dilakukan untuk menentukan aktivitas
serum transaminase dan kreatinin. Perlakuan ekstrak etanol biji alpukat mempunyai aktivitas
proteksi terhadap hepar dan ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Kata kunci: biji, alpukat, ekstrak etanol, karbon tetraklorida, hepar, ginjal
PO-E08

Toksisitas Subkronis Ekstrak Tali Putri (Cassytha filiformis L.) Terhadap Fungsi Ginjal
Tikus Putih

Yori Yuliandra, Annisa Nur Salasa, Friardi, dan Armenia


Email: yoriyuliandra@ffarmasi.unand.ac.id

Fakultas Farmasi Universitas Andalas

ABSTRAK

Uji toksisitas subkronis ekstrak bebas lemak dari herba tali putri (Cassytha filiformis
L.) terhadap fungsi ginjal telah dilakukan. Sebanyak 16 ekor tikus jantan berusia 2-3 bulan
dengan berat badan ±250 gram dibagi menjadi 4 kelompok yang menerima dosis kontrol dan
ekstrak 1,25; 2,5; dan 5 mg/kg. Sediaan uji diberikan setiap hari secara intraperitonial selama
14 hari. Data bersihan kreatinin, persentase fungsi ginjal, dan rasio berat organ ginjal
dianalisis dengan ANOVA dua arah dengan rentang kepercayaan 95%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dosis ekstrak menyebabkan penurunan bersihan kreatinin dan persentase
fungsi ginjal tikus secara bermakna (p<0,05) dan menyebabkan peningkatan rasio berat organ
ginjal yang sangat bermakna (p<0,01). Lama pemberian ekstrak juga mempengaruhi bersihan
kreatinin. Fungsi ginjal juga mengalami penurunan meskipun masih dalam rentang normal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak tali putri dengan dosis 1,25-5 mg/kgBB
dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, tetapi masih relatif aman bila digunakan selama
14 hari.

Kata kunci: cassytha filiformis, tali putri, toksisitas subkronis, ginjal, bersihan kreatinin
PO-E09

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Afrika Selatan (Vernonia Amygdalina D) Terhadap


Kadar Gula Darah Tikus Jantan Diabetes

Yuliana Arsil, Lily Restusari, Fitri


Email : yulianaarsilapt@gmail.com

Jurusan Gizi - Poltekkes Kemenkes Riau

ABSTRAK

Prevalensi kasus diabetes mellitus (DM) meningkat setiap tahunnya. WHO


memprediksi pada tahun 2025 penderita DM di Indonesia sebanyak 12,4 juta jiwa. Hal ini
yang menyebabkan untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai alternatif
pengobatan DM, diantaranya melalui penggunaan tanaman obat. Daun Afrika Selatan
(Vernonia amygdalina Delite) merupakan salah satu tanaman yang dikenal dapat menurunkan
kadar gula darah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek ekstrak etanol daun Afrika
Selatan (Vernonia amygdalina Delite) terhadap kadar gula darah tikus putih jantan yang
diinduksi streptozotocin dengan dosis 50 mg/kgBB. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus
putih jantan galur sprage dawley, yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok I adalah
kontrol negatif tidak diberikan perlakuan, Kelompok II adalah kontrol positif, diberikan
metformin dengan dosis 90 mg/kg, Kelompok III, IV dan V adalah kelompok yang diberikan
ekstrak etanol daun Afrika Selatan dengan dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB dan dosis
400mg/kg BB. Data berupa persentase penurunan kadar gula darah pada hari ke 3, 6, dan hari
ke 9. Analisis data menggunakan ANOVA dua arah dan dilanjutkan dengan Duncan multiple
range test. Hasil penelitian menunjukkan persentase penurunan kadar gula darah tikus putih
jantan kelompok I adalah sebesar 0,29 %, kelompok II sebesar 41,02 %, kelompok III, IV dan
V berturut-turut sebesar 31,64 %, 29,9 % dan 41,41%. Persentase penurunan kadar gula darah
dipengaruhi secara signifikan oleh dosis dan waktu pemberian ekstrak etanol daun Afrika
Selatan (P< 0,05).

Kata kunci : ekstrak, daun afrika selatan, gula darah, vernonia amygdalina
PO-E10

Efektifitas Sediaan Herbal Cair Kombinasi Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa
Linn.) dan Herba Seledri (Apium graveolens linn.) Sebagai Antihipertensi Terhadap
Tikus Putih Jantan (Sprague-Dawley)

Erni Rustiani , Moerfiah , Dwi Nur Hardiyanto

Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas sediaan herbal cair kombinasi
kelopak bunga rosella (8%) dan herba seledri (2%) dalam menurunkan tekanan darah
tinggi (hipertensi) pada tikus Sprague-Dawley jantan yang telah diinduksi NaCl 5%. Hewan
uji yang digunakan sejumlah 20 ekor tikus putih jantan yang dibagi dalam 4 kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I sebagai kontrol positif diberi peroral
obat X (mengandung seledri dan daun kumis kucing) dengan dosis 14,3 mg/200 g BB tikus,
kelompok II diberi sediaan herbal cair dengan dosis 0,45 ml/200 g BB, kelompok III dengan
dosis 0,225 ml/200 g BB dan kelompok IV diberi akuades sebagai kontrol negatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian sediaan herbal cair kombinasi kelopak bunga
rosella dan herba seledri mempunyai efek sebagai antihipertensi dengan dosis yang
paling efektif adalah dosis 0,45 ml/200 g BB dengan lama pengobatan yang paling efektif
adalah 10 hari.

Kata Kunci : Antihipertensi, Herba seledri, Kelopak bunga rosella.


PO-F01

Determination of β-Carotene In Some Lettuce (Lactuca sativa l.) Using Visible


Spectrophotometry

Faridah*, Irfan Fadilah*


Email : idaffup@gmail.com

Faculty of Pharmacy Pancasila University

ABSTRAK

Lettuce (Lactuva sativa L.) is a vegetable that has been recognized by Indonesian
people, but the cultivated is not widespread yet. Some lettuce that widely consumed in
Indonesia is watercress, looseleaf lettuce and crisphead lettuce. Lettuce contains some
essential nutrients for health, such as β-carotene. β-carotene is one of antioxidant from
carotenoid group that can protect the body from damage caused by free radical, so that can
prevent degenerative diseases, such as coronary heart disease, stroke, cancer, and the aging
process. The assay of β-carotene from watercress, looseleaf lettuce, and crisphead lettuce
were 8,51 mg/100 g; 4,15 mg/100 g; 0,23 mg/100 g with relative standard deviation of
0,53%; 2,04%; and 7,76% respectively. The linearity result showed by correlation coefficient
of 0,9987; 0,9953; and 0,9976 and the accuracy result showed by recovery of 100,3%;
100,5%; and 105,2% respectively.

Keyword : β-carotene, lettuce, Lactuca sativa L., spectrophotometry


PO-F02

pengembangan Dan Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis–Densitometri Untuk


Analisis Pewarna Merah Sintetik Pada Beberapa Merek Saus Sambal Sachet

Fithriani Armin* , Bita Revira, Adek Zamrud Adnan


Email: fithriani.far@gmail.com

*
Fakutas Farmasi, Universitas Andalas Kampus Unand Limau manis Padang, 25163

ABSTRAK

Saus sambel sachet A,B dan C yang mengandung pewarna merah sintetik diambil
ditiga tempat makanan cepat saji dikota padang. Pewarna merah sintetik merupakan salah satu
bahan tambahan pangan yang digunakan oleh produsen pangan untuk memberikan sensasi
warna pada produk pangannya. Penggunaan pewarna pangan ini diatur dalam Peraturan
Kepala Badan Pengawas Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna. Metoda yang presisi untuk
analisis bahan tambahan pangan ini adalah kromatografi lapis tipis (KLT)-densitometri.
Pengembangan dan validasi metoda KLT untuk pemisahan secara kromatografi digunakan
plat silica GF254 dengan fasa gerak campuran etanol:butanol:aquadest (4:5:5) dan bercak yang
nampak dideteksi secara visual. Sebuah bercak merah pada sampel B teridentifikasi
mengandung ponceau 4R dengan nilai Rf 0,76 dan dilanjutkan dengan analisis kadar dengan
densitometry. Linieritas metode yang dilakukan ditemukan pada rentang 2-10 μg/ml dengan
koefisien korelasi 0,994. Presisi intra-day ditunjukkan dari standar deviasi relative 1,11% dan
inter-day 2,69%. Akurasi metode ditunjukkan dari persentase perolehan kembali terhadap 3
konsentrasi yang berbeda dengan persentase rata-rata 108,17%. Batas deteksi dan batas
kuatitasi yang didapatkan adalah 0,8306μg/ml dan 2,7687μg/ml. Kadar ponceau 4R yang
dikandung dalam sampel B adalah 11,9520 mg/kg bahan yang tidak melebihi batas maksimum
penggunaan bahan pewarna menurut peraturan diatas yakni 70mg/kg bahan.

Kata Kunci: KLT-Densitometri, Saus sambel, Pewarna sintetik


PO-F03

Pengaruh Penambahan Metionin Terhadap Produksi Monakolin K oleh Monascus


purpureus Pada Fermentasi Cair dan Padat

Marlia Singgih1 , Tutus Gusdinar1, Catur Jatmika2 dan Nunung Yulia3


1
Sekolah Farmasi ITB, Jalan Ganesa 10 Bandung
2
Fakultas Farmasi UI, Depok
3
STIKES BTH Tasikmalaya, Jalan Cilolohan-Tasikmalaya

ABSTRAK

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder


Monakolin K dari Monascus purpureus, disamping menghilangkan atau menekan jumlah
metabolit lain yang merugikan seperti sitrinin. Pada biosintesis monakolin K, yang
selanjutnya diketahui sebagai senyawa lovastatin, peran S-adenosil metionin (SAM) sangat
penting sebagai donor metil pada rantai samping dalam pembentukan struktur monakolin,.
Jumlah SAM sangat dipengaruhi oleh keberadaan metionin dalam media. Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan metionin terhadap produksi monakolin
dari Monascus purpureus pada fermentasi cair dan padat. Fermentasi cair dilakukan dengan
menginokulasi M. purpureus ke dalam media cair YMP (Yeast-Malt-Pepton) , sedangkan
fermentasi padat dilakukan menggunakan media beras (angkak). Keduanya dilakukan dengan
kondisi tanpa penambahan metionin dan penambahan metionin dengan konsentrasi 0,3
sampai 1,0% b/v. Fermentasi cair dan padat dilakukan selama 20 hari dan analisis dilakukan
setiap hari terhadap kadar monakolin K, yang ditentukan dengan metode kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT). Kaldu hasil fermentasi cair dipisahkan dari selnya dengan sentrifugasi
dan dekantasi, sedangkan hasil fermentasi padat di ekstraksi dengan pelarut etil asetat,
disaring dan dicuci dengan Na2CO3. Analisis KCKT dilakukan dengan detektor UV-VIS pada
λ 238 nm. Dari fermentasi cair diperoleh hasil bahwa pada kultur tanpa dan dengan
penambahan metionin 0,3; 0,4; 0,5 dan 1% b/v, kadar monakolin yang diperoleh berturut-
turut adalah 0,013, 0,018, 0,031, dan 0,049 μg/mL. Sedangkan pada fermentasi padat, tanpa
penambahan metionin dan penambahan metionin dengan konsentrasi 0,3; 0,4; 0,5 dan 1,0%
b/v meningkatkan produksi monakolin K di hari ke 20 dengan kadar berturut-turut 0,48; 3,36,
3,57; 3,91 dan 7,02 μg/mg ekstrak. Dapat disimpulkan bahwa penambahan asam amino
metionin dengan konsentrasi sampai 1% b/v dapat meningkatkan produksi monakolin K pada
fermentasi beras sampai rata-rata19x lipat dibandingkan dengan tanpa metionin dan bahkan
143x lipat dibandingkan hasil fermentasi cair. Hal ini disebabkan biomasa yang terbentuk
pada media padat jauh lebih banyak dibandingkan pada media cair, represi katabolit pada
fermentasi padat jauh lebih rendah dibandingkan pada media cair sehingga pembentukan
monakolin K jauh lebih cepat.
Kata kunci : Monascus purpureus, Fermentasi, Cair , Padat, Beras, Metionin, Monakolin K
PO-F04

The Influence of Time And Temperature Of Storage Towards Degradation Level of


Amoxicillin Concentration In Amoxicillin – Clavulanic Acid Suspension

Nelly Suryani, Umar Mansur, Adina Siti Maryam Talogo

Program studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Amoxicillin – clavulanic acid suspension is first choice in drug of essential drugs list for
infection therapy caused by betalactamase microorganism. Generally, people have been resistant
to amoxicillin, so by combining clavulanic acid which is betalactamase inhibitor can extend the
therapy effect of amoxicillin. It is very important to maintain the stability of the active ingredient
in suspension, the addition of water in suspension will affect the stability of amoxicillin in it.
There will be hydrolysis reaction that will cause degradation of amoxicillin concentration. In this
research, there is influence of time and temperature of storage in maintaining amoxicillin
concentration. This research used HPLC method to obtain amoxicillin concentration in specific
time and temperature storage, based on USP 30th Edition in reverse phase; by using buffer
phosphate and methanol with ratio 95:5 and pH 4,4 as mobile phase; C18 column (4mm x 30 cm,
2-10µm); flow rate 2 ml/min; λ 220 nm. Amoxicillin – clavulanic acid stored in room temperature
(27-29 oC) and refrigerator temperature (4-8oC) for seven days. Percentage of degradation of
amoxicillin concentration at room temperature (27-29 oC) from 0, 3, 5, and 7 days; 0 %, 55,05 %,
56,36 %, 56,58 %. Meanwhile, percentage of degradation of amoxicillin concentration at
refrigerator temperature (4-8oC) are 0%, 1,46%, 5,22%, 10,9%. Amoxicillin concentration in
amoxicillin-clavulanic acid suspension which was stored for five days at refrigerator temperature
(4-8oC) was accepted according to standard regulation of suspension. Amoxicillin is more stable
if stored in low temperature than high temperature.

Kata kunci: Amoxicillin – clavulanic acid suspension, amoxicillin, stability, concentration,


time, temperature, percentage of degradation
PO-F05

Analisis Gelatin Sapi dan Babi pada Cangkang Kapsul Keras Sediaan Vitamin
Menggunakan FTIR dan KCKT

Ofa Suzanti Betha, Zilhadia, Fathmah Syafiqoh

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Gelatin sering digunakan secara luas dalam industri farmasi pada pembuatan
cangkang kapsul keras. Penggunaan gelatin pada cangkang kapsul keras menimbulkan
kontroversi karena adanya kekhawatiran konsumen mengenai kehalalan sumber gelatin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gelatin sapi dan gelatin babi pada
cangkang kapsul keras dengan FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy) dan KCKT
(Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi). Analisis Komposisi asam amino pada cangkang kapsul keras dilakukan
dengan KCKT, sampel dihidrolisis terlebih dahulu dengan HCl 6N kemudian diderivatisasi
menggunakan AQC (Aminokuinolil-Nhidroksisuksini- midil karbamat). Analisis gugus
fungsi pada sampel cangkang kapsul keras dilakukan dengan FTIR, sampel diekstraksi
terlebih dahulu menggunakan aseton dingin pada suhu -20oC lalu dianalisis dengan alat FTIR
pada panjang gelombang 4000-750cm-1. Setelah itu dilakukan analisis data menggunakan
Principal Component Analysis (PCA) untuk mengklasifikasikan antara gelatin sapi dan babi
pada cangkang kapsul keras. Berdasarkan kurva score plot FTIR standar gelatin babi berada
pada kuadran 2 dan standar gelatin sapi berada pada kuadran 1. Pada lembar cangkang kapsul
babi berada pada kuadran 3 dan lembar cangkang kapsul sapi berada pada kuadran 4.
Sedangkan hasil kurva score plote KCKT standar gelatin babi dan lembar cangkang kapsul
babi berada pada kuadran 2. Standar gelatin sapi dan lembar cangkang kapsul sapi berada
pada kuadran 3. Hasil analisis gelatin sapi dan gelatin babi dengan metode FTIR dan KCKT
dapat disimpulkan bahwa metode FTIR dan teknik kemometrik PCA dapat
mengklasifikasikan antara gelatin sapi dan gelatin babi sedangkan analisis menggunakan
KCKT dan teknik kemometrik PCA dapat membedakan komposisi asam amino pada standar
gelatin sapi dan babi serta lembar cangkang kapsul yang dibuat sendiri, tetapi belum bisa
membedakan sumber gelatin yang dipakai pada produk cangkang kapsul keras yang diambil
dari pasaran.
PO-F06

Penggunaan Baku Internal Asam Askorbat Untuk Analisis Asam Maleat Dalam
Tepung Terigu Secara Kckt

Sophi Damayanti1 , Suci Nur Sari1, dan Slamet Ibrahim1


Email: sophi.damayanti@fa.itb.ac.id

1
Sekolah Farmasi ITB, Jalan Ganesa 10 Bandung

ABSTRAK

Asam maleat umumnya ditambahkan dalam makanan sebagai bahan tambahan


pangan tidak langsung untuk menghindari ketengikan. Konsumsi asam maleat dalam jangka
panjang pada jumlah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, terutama
kerusakan pada reabsorpsi tubular. Metode analisis asam maleat dalam terigu diperlukan
untuk mengetahui jumlah asam maleat yang terdapat dalam terigu untuk menjamin keamanan
dan kualitas tepung terigu. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi
metode analisis asam maleat dalam tepung terigu menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dengan asam askorbat sebagai baku internal. Hasil optimum diperoleh
dengan menggunakan kolom LiChrospher® 100 RP-C18 10 µm (4,6 x 250 mm), fase gerak
dapar fosfat 50 mM pH 3, laju alir 1 ml/menit, volume injeksi 20 µL, panjang gelombang
detektor UV 221 nm, dan temperatur 25ºC. Metode memberikan hasil linearitas yang baik
dengan persamaan garis y = 0,091x + 0,018; koefisien korelasi 0,9994; koefisien variansi
regresi 1,95 % ; batas deteksi 1,12 bpj; batas kuantisasi 3,41 bpj, akurasi dengan persen
perolehan kembali 96,78 - 100,09 %, presisi intraday jam ke-1 dan jam ke-2 memberikan
nilai % KV 2,38 dan 1,93 %, presisi interday hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3 memberikan
nilai % KV 1,59; 1,75; 2,19 %. Sebagai kesimpulan asam maleat dapat ditentukan
menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor UV dan asam
askorbat sebagai baku internal.
PO-F07

Analisis Senyawa Metampiron Pada Jamu Yang Diperoleh Dari Kota Depok Jawa
Barat

Wahidin,* Siti Nurzamzam Azis*


Email : Wahidinwahid1@yahoo.com

*Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Sains
Teknologi Nasional, Jakarta

ABSTRAK

Studi Analisis senyawa metampiron pada jamu tradisional telah dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah metampiron masih ditambahkan pada jamu sebagai bahan
berkhasiat. Sampel penelitian adalah 5 jenis jamu tradisional yang diperoleh dari beberappa
toko jamu dari daerah Depok Jawa Barat, sampel jamu diberi kode A, B, C, D dan E. Metode
yang digunakan untuk menganaliisis metampiron adalah metode Kromatografi Lapis Tipis,
titrasi Iodimetri dan Spektrofotometri UV-Vis. Hasil analisis menunjukkan bahwa 3 dari 5
jenis jamu yang danalisis mengandung metampiron dengan kadar sebagai berikut ; Jamu
Kode A = 0,18%. Kode C = 0,22% dan Kode D = 0,38%. Oleh karena itu 3 jamu tersebut
tidak memenuhi syarat Berdasarkan peringatan Badan POM RI No. HM
03.05.1.43.11.13.4940/2013 tentang obat tradisional yang mengandung BKO.

Kata Kunci : Metampiron, Jamu


PO-F08

Uji Efektivitas Rb-Check Sebagai Pereaksi Pendeteksi Rhodamin B Dalam Terasi

Zuhelmi Aziz , Novi Yantih, Pricillia


Email : emi.ffup@yahoo.com

Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Terasi merupakan bahan tambahan makanan yang berasal dari hasil olahan ikan dan
udang. Pewarna makanan seringkali digunakan untuk membuat menarik penampilan terasi.
Pewarna yang digunakan untuk membuat tampilan warna makanan menarik seringkali
bukanlah pewarna yang ditujukan untuk mewarnai makanan seperti Rhodamin B yang umum
digunakan untuk memberikan warna merah pada tekstil. RB-Check merupakan pereaksi
pendeteksi rhodamin B yang telah dikembangkan oleh Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila. RB-Check telah digunakan untuk mendeteksi rhodamin B dalam matriks kerupuk
dan kue bolu dengan hasil yang spesifik dan sensitif. Dalam penelitian ini, RB-Check
digunakan untuk mendeteksi rhodamin B dalam terasi. Penelitian dilakukan untuk menguji
spesifisitas RB-Check dan menguji efektivitas RB-Check terhadap Rhodamin B dalam terasi.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan terasi simulasi. Uji spesifitas dilakukan terhadap
terasi simulasi yang diberi pewarna Rhodamin B dan berbagai pewarna lain sedangkan uji
efektivitas dilakukan dengan cara menguji sensitivitas RB-Check. Hasil uji spesifitas
menunjukkan RB-Check spesifik sebagai pereaksi pendeteksi Rhodamin B dalam terasi. RB-
Check dapat digunakan untuk mendeteksi Rhodamin B dalam terasi sampai batas konsentrasi
maksimal Rhodamin B, 150 bpj, dan menurun menjadi 125 bpj setelah penyimpanan 3 bulan
pada suhu 40° C dan 50° C.

Kata kunci: RB-Check, Rhodamin B, uji efektivitas, terasi

Anda mungkin juga menyukai