Anda di halaman 1dari 6

jaanetyuko

PENGARUH BUDAYA DALAM


PERILAKU KONSUMEN

November 23, 2015 | -


1. DEFENISI

Konsumen adalah makhluk social, yaitu makhluk yang hidup bersama dengan orang lain,
berinteraksi dengan sesamanya. Orang-orang sekeliling inilah yang disebut sebagai lingkungan
social konsumen. Konsumen saling berinteraksi satu sama yang lain, saling mempengaruhi dalam
membentuk perilaku, kebiasaan, sikap, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianggap penting. Salah
satunya unsur lingkungan social adalah budaya.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi
dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Budaya mengaju pada nilai, gagasan, artefak dan symbol-simbol lain yang bermakna yang
membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota
masyarakat. Budaya bukan hanya yang bersifat abstrak, seperti nilai, pemikiran dan kepercayaan,
budaya bisa berbentuk objek material, rumah, pakaian, kendaraan adalah contoh-contoh produk
yang bisa dianggap sebagai budaya suatu masyarakat. Undang-undang, makanan, minuman,
musik, teknologi dan bahasa adalah beberapa contoh lain dari budaya suatu masyarakat.

Dalam sudut pandang perilaku konsumen, relevansi studi tentang budaya ada dua tahap, yaitu :
Pertama, budaya suatu masyarakat selalu berkembang/berubah. Perubahan ini membawa dampak
pada perilaku anggota masyarakat tersebut dan akan membawa pengaruh pada perilaku mereka
sebagai konsumen.
Kedua, untuk produk-produk yang sudah menjangkau multinasional, masalah perbedaan budaya
pada setiap negara harus dipahami dengan seksama agar komunikasin dan pemasaran produk
dapat diadaptasi sesuai budaya setempat.
Apa yang dapat dipasarkan di negara-negara Eropa belum tentu dapat dipasarkan di negara-
negara Afrika, demikian pula sebaliknya.
Dalam suatu kelompok masyarakat, selain budaya, juga terdapat norma-norma yang lebih spesifik
dan unik yang dianut oleh kelompok-kelompok yang lebih kecil dalam masyarakat tersebut
tercermin adat istiadat dan kebiasaan khusus.

2. MITOS DAN RITUAL KEBUDAYAAN

Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos adalah
cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya
mitos mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion King ). Ada mitos pewayangan yang
dapat diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk, seperti tokoh Bima dalam
produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar
bisa digunakan sebagai sarana menyusun strategi pemasaran tertentu.

Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat.
Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang,
memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).

Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan
serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Seringkali ritual budaya
memerlukan benda-benda yang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh
pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon,
permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat
menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan
perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada
tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan
produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.

Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang
dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat
menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota
memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘
adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara
perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna,
seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani
dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang
berkaitan dengan kebutuhan simbolis.

3. BUDAYA DAN KONSUMSI

Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen membeli suatu produk mereka
berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus
membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi
yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang norma,
misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng,
makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci
mulut’.Seringkali produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi
seperti ‘ kristal biru’ pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga memberi
simbol makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film
Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat sehingga
resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto.
Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.

Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan
mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang
diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari
orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang
sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka
makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam
terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya
anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua,
makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu
pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang
lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima semua
anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang
oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku
membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang
tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai dan
norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat
tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat
cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama
disebut Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran seperti
perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi
yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami
bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam
produk , segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.

4. STRATEGI PEMASARAN DENGAN MEMPERHATIKAN BUDAYA

Beberapa strategi pemasaran bisa dilakukan berkenaan dengan pemahaman budaya suatu
masyarakat. Dengan memahami budaya suatu masyarakat, pemasar dapat merencanakan strategi
pemasaran pada penciptaan produk, segmentasi dan promosi.

Beberapa perubahan pemasaran yang dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :


1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan

5. TINJAUAN SUB – BUDAYA

Dalam tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks penilaian seperti:


a. Afeksi dan Kognisi.

Penilaian Afeksi dan Kognisi merupakan penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan
emosional yang tindakannya cenderung kearah berbagai objek atau ide serta kesiapan seseorang
untuk melakukan tindakan atau aktivitas.

b. Perilaku.

Perilaku merupakan suatu bentuk kepribadian yang dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang ada
pada diri individu, yang ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi, dan cara berpikir) dan
faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga, masyarakat, sekolah, dan lingkungan alam).

c. Faktor Lingkungan.

Prinsip teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan lebih berarti daripada sebagian-bagian. Sedangkan
teori lapangan dari Kurt Lewin berpendapat tentang pentingnya penggunaan dan pemanfaatan
lingkungan.

Berdasarkan teori Gestalt dan lapangan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang
sangat berpengaruh pada perilaku konsumen.

6. SUB-BUDAYA DAN DEMOGRAFI

Sub-budaya adalah budaya yang ada didalam suatu masyrakat bida dibagi lagi kedalam beberapa
bagian yang lebih kecil. Sub-budaya biasanya tumbuh dari adanya kelompok-kelompok kecil
didalam suatu masayarakat. Suatu budaya akan terdiri dari beberapa kelompok kecil lainnya, yang
dicirikan oleh adanya perbedaan perilaku antarkelompok kecil tersebut. Perbedaan kelompok
tersebut berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi dan demografi.

Variabel yang termasuk kedalam demografis adalah:

1. Sub Etnis Budaya.

2. Sub Budaya-agama.

3. Sub Budaya Geografis dan Regional.

4. Sub Budaya Usia.

5. Sub Budaya Jenis Kelamin.

7. LINTAS BUDAYA (CROSS CULTURAL CONSUMER BEHAVIOR)

Lintas Budaya adalah studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental, termasuk
variabilitas dan invarian, di bawah kondisi budaya yang beragam. Melalui memperluas
metodologi penelitian untuk mengenali variasi budaya dalam perilaku, bahasa dan makna, ia
berusaha untuk memperpanjang, mengembangkan dan mengubah psikologi.
Menurut Seggal, Dasen dan Poortinga (1990) psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah
mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu
dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Pengertian ini mengarahkan
perhatian pada dua hal pokok, yaitu keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara
perilaku individu dengan konteks budaya, tempat perilaku terjadi.

Menurut Triandis, Malpass dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu
pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode
pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori
psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal. Sementara
Brislin, Lonner dan Thorndike (1973) menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian
empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan
pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan
signifikan. Triandis (1980) mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian
sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya
yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya
yang bersangkutan.

8. BAURAN PEMASARAN DALAM LINTAS BUDAYA

Beberapa hal dalam pemasaran internasinal yang berkaitan dengan lintas budaya adalah
bagaimana mengorganisasikan perusahaaan agar dapat menembus pasar luar negeri, bagaimana
keputusan masuk ke dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan standarisasi, bagaimana
merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi, bagaimana merencanakan promosi,
dan bagaimana menentukan harga produk.
Iklan

Report this ad

Report this ad

2 thoughts on “PENGARUH BUDAYA DALAM


PERILAKU KONSUMEN”

1. Ping-balik: PERILAKU KONSUMEN DAN STRATEGI PEMASARAN | Site Title

2. menulis478 berkata:
Oktober 11, 2016 at 5:03 am
terimakasih telah membantu… ijin ngutip yah….

Balas

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

%d blogger menyukai ini:

Anda mungkin juga menyukai