Diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (“UU 12/2011”) . Selain itu, proses pembentukan UU juga diatur dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU 27/2009”).
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur melalui undang-undang adalah:
1. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; 2. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang; 3. pengesahan perjanjian internasional tertentu; 4. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau 5. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
1. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945
Pada UUD 1945 BAB II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota – anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang – undang. Dalam Pasal 2 ayat (1) terdapat undang – undang yang mengamanatkan yaitu UU Nomor 17 tahun 2014 yang menjelaskan secara rinci mengenai MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
2. Perintah Suatu UU Untuk Diatur Dengan Undang – Undang
Pada Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 pasal 4 ayat (3) no 11 ”Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2017 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (8) diatur dalam Peraturan Presiden” Peraturan Presiden RI Nomor 97 Tahun 2016 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 tercantum dalam lampiran I 3. Pengesahan Perjanjian Internasional Tertentu Dalam hal ini pengesahan perjanjian internasional tertentu salah satunya Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2013 mengenai “Agreement Between The Government of The Republic Of Indonesia and The Government of The Czech Republic on Cooperation Activities in The Field Of Defence” Perjanjian antara Pemerintah RI dan Pemerintar Republik Ceko tentang kegiatan kerja sama di bidang pertahanan. 4. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK) memberi jalan hukum atas kebuntuan pelaksanaan frasa “demi hukum” dalam Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Aturan itu terkait terpenuhinya syarat-syarat perubahan status perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) alias pekerja kontrak (outsourcing) menjadi pekerja tetap secara otomatis.
Dalam putusannya, Mahkamah memaknai frasa “demi hukum” dalam ketiga
pasal itu terkait pengesahan proses peralihan status dari PKWT ke PKWTT melalui penetapan pengadilan negeri. Sebelum ke pengadilan kedua pihak (pekerja dan pengusaha) telah menempuh upaya perundingan bipartit, tetapi tidak mencapai kesepakatan dan adanya nota hasil pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan pada Dinas Ketenagakerjaan di daerah. 5. Pemenuhan Kebutuhan Hukum Dalam Masyarakat Penerima Bantuan Hukum yang diterjemahkan dengan orang orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri, memang tidak begitu saja bisa memperoleh atau mengakses bantuan hukum sebagaimana yang diamanatkan. Dapat dikatakan UU Bantuan Hukum dilaksanakan atau diselenggarakan berdasarkan asas-asas bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ini mempunyai asas Keadilan, kersamaan kedudukan di dalam hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Menurut penulis rumusan pengertian Penerima Bantuan hukum ini telah mengalami penyempitan makna dari “orang yang tidak mampu” menjadi “orang yang tidak mampu secara ekonomi”. Bagaimana dengan orang atau kelompok tidak mampu lainnya, antara lain orang atau kelompok yang termarjinalkan karena suatu kebijakan publik; Orang atau kelompok yang hak- hak sipil dan politiknya terabaikan; Komunitas masyarakat adat; perempuan dan penyandang cacat hingga mereka para korban pelanggaran hak-hak dasar seperti penggusuran dan lain- lain. Penerima Bantuan Hukum yang diterjemahkan dengan orang orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri, memang tidak begitu saja bisa memperoleh atau mengakses bantuan hukum sebagaimana yang diamanatkan.