PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Emas
Emas adalah logam yang berwarna kekuningan, yang namanya diambil dari bahasa
inggris kuno Geolu yang artinya kuning, symbol kimianya Au dari bahasa latin Aurum. Berat
jenisnya 19,32 g/cm3, titik bekunya 10640C dan titik didihnya 30810C. Sifatnya lembut dan
lunak sehingga mudah dibentuk. Hingga sekarang emas masih menjadi pilihan utama usaha
pertambangan logam, terlebih karena harga logamnya yang saat ini melonjak drastis higga
mencapai lebih dari US$700/oz. Metode pengolahan emaspun telah jauh berkembang, mulai
dari amalgamasi hingga bioleaching. Emas juga telah dikenal selama ribuan tahun sebelum
kita lahir.
Mineralogy dari batuan (bijih) emas yang dimiliki harus diketahui sebelum
menentukan teknologi pengolahan yang akan diterapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perlehan emas dalam pengolahan emas adalah:
1. Mineral-mineral pembawa emas
2. Ukuran butiran mineral emas
3. Mineral-mineral induk
4. Asosiasi mineral pembawa emas dengan mineral induk
Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam
retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses
magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena
proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal.
Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang terbentuk karena proses
pelapukan terhadap batuan-batuan yang mengandung emas (gold-bearing rocks, Lucas,
1985). Dimana pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan ( placer ).
Cebakan Primer
Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses
pembentukan batuan. Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada
penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan
teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia
disebut lubang tikus ). Penambangan dengan sistem tambang bawah tanah (underground),
dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) dan bukaan vertikal
berupa sumuran (shaft) sebagai akses masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana ( seperti pahat, palu, cangkul, linggis, belincong )
dan dilakukan secara selectif untuk memilih bijih yang mengandung emas baik yang berkadar
rendah maupun yang berkadar tinggi.
Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan atau penggerusan,
selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan
sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi karena sudah dalam
bentuk butiran halus.
Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi teknik penambangan
antara lain :
1. Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
2. Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.
3. Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan pengotoran (
dilution ).
4. Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser
(regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada
batuan samping.
5. Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam,
berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan
samping, serta pola urat yang menjari ( bercabang ).
6. Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta
mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.
7. Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.
c.Proses Perendaman
• Perlakuan di Bak I (Bak Kimia)
1. NaCn dilarutkan dalam H2O (air) ukur pada PH 7
2. Tambahkan costik soda (+ 3 kg) untuk mendapatkan PH 11-12
3. Tambahkan H2O2, Ag NO3, Epox Cl diaduk hingga larut, dijaga pada PH 11-12
• Perlakuan di Bak II (Bak Lumpur)
1. Ore/ bijih emas yang sudah dihaluskan dengan mesh + 200 = 30 ton dimasukkan ke dalam
bak
2. Larutan kimia dari Bak I disedot dengan pompa dan ditumpahkan/ dimasukkan ke Bak II
untuk merendam lumpur ore selama 48 jam
3. Setelah itu, air/ larutan diturunkan seluruhnya ke Bak I dan diamkan selama 24 jam,dijaga
pada PH 11-12. Apabila PH kurang untuk menaikkannya ditambah costic soda secukupnya.
4. Dipompa lagi ke Bak II, diamkan selama 2 jam lalu disirkulasi ke Bak I dengan
melalui Bak Penyadapan/ Penangkapan yang diisi dengan Zinc dass/ zinc koil untuk
mengikat/ menangkap logam Au dan Ag (emas dan perak) dari larutan air kaya.
5. Lakukan sirkulasi larutan/ air kaya sampai Zinc dass/ zinc koil hancur seperti pasir selama
5 – 10 hari.
6. Zinc dass/ zinc koil yang sudah hancur kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam
wadah untuk diperas dengan kain famatex.
7. Untuk membersihkan hasil filtrasi dari zinc dass atau kotoran lain gunakan 200 ml H2SO4
dan 3 liter air panas.
8. Setelah itu bakar filtrasi untuk mendapatkan bullion.
2. Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri ( amalgamasi ) dilakukan
selama + 1 jam
3. Hasil dari proses ini berupa amalgam basah ( pasta ) dan tailing. Amalgam basah kemudian
ditampung di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk pemisahan merkuri
dengan amalgam.
4. Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian dilakukan
kegiatan pemerasan ( squeezing ) dengan menggunakan kain parasut untuk memisahkan
merkuri dari amalgam ( filtrasi ). Merkuri yang diperoleh dapat dipakai untuk proses
amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang tersisa dalam amalgan tergantung
padaseberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam dengan pemerasan manual akan
mengandung 60 – 70 % emas, dan amalgam yang disaring dengan alat sentrifugal dapat
mengandung emas sampai lebih dari 80 %.
5. Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga yang
tertinggal berupa alloy emas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam menentukan kadar emas yang terdapat dalam berbagai mineral yang ada pada
lapisan bumi dapat dilakukan dengan berbagai teknologi yang berkompetensi dalam
menghasilkan butiran emas yang dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan aksesoris,
lapisan logam, filament dan sebagai katalis untuk berbagai reaksi kimia.
Ekstraksi butiran emas dapat dilakukan dengan teknologi amalgamasi dan teknologi
sianidasi yang masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Kedua metode tersebut
dapat diandalkan untuk menghasilkan emas dalam kuantitas yang tinggi. sedangkan efek dari
teknologi pengolahan bijih emas dengan kedua metode tersebut, dapat menghasilkan limbah-
limbah yang bersifat toksik yang dapat membahayakan lingkungan sekitarnya.