Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang cukup luas dan memiliki sumber daya alam yang
berlimpah. Hal itu didasarkan pada letak Indonesia yang berada tepat digaris yang dilalui
khatulistiwa sehingga menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis dan hal itu juga
berpengaruh terhadap suburnya alam di negeri ini. Begitu pula secara geologis Indonesia
berada pada pertemuan tiga lempeng yang memungkinkan munculnya deretan gunung api
yang secara otomatis akan mendukung pertumbuhan tanaman dan kaya akan barang tambang
galian.
Kaitannya dengan barang tambang galian (emas, perak dan tembaga) atau yang sumber
daya mineral lainnya tentunya hal itu bukan hal yang tabu. Sebab, sebagaimana yang kita
ketahui bersama bahwa sumber daya mineral ini memiliki peran yang cukup penting bagi
kehidupan manusia sebab dalam hidupnya manusia tidak pernah lepas dari sumber daya
tersebut. Oleh karena itu, dengan semua kecakapan yang dimiliki serta dengan semakin
majunya IPTEK maka manusia sudah sepatutnya untuk melakukan berbagai inovasi untuk
meningkatkan nilai guna sehingga bisa lebih bermanfaat.
Dan dalam pengelolaannya, tentu harus memperhatikan keseimbangan antara produksi
dan proteksi artinya dalam pemanfaatannya manusia harus mampu memperthatikan
pelestarian. Akan tetapi, yang lebih penting dari itu semua kita harus tetap mengedepankan
prinsip sustainable development yaitu prinsip dimana apa yang kita nikmati sekarang harus
juga mampu untuk dinikmati oleh generasi yang akan datang.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk melengkapi tugas mata kuliah metalurgi umum
2. Untuk memberikan pembaca informasi mengenai cara penambangan dan pengolahan bahan
galian emas

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Emas
Emas adalah logam yang berwarna kekuningan, yang namanya diambil dari bahasa
inggris kuno Geolu yang artinya kuning, symbol kimianya Au dari bahasa latin Aurum. Berat
jenisnya 19,32 g/cm3, titik bekunya 10640C dan titik didihnya 30810C. Sifatnya lembut dan
lunak sehingga mudah dibentuk. Hingga sekarang emas masih menjadi pilihan utama usaha
pertambangan logam, terlebih karena harga logamnya yang saat ini melonjak drastis higga
mencapai lebih dari US$700/oz. Metode pengolahan emaspun telah jauh berkembang, mulai
dari amalgamasi hingga bioleaching. Emas juga telah dikenal selama ribuan tahun sebelum
kita lahir.
Mineralogy dari batuan (bijih) emas yang dimiliki harus diketahui sebelum
menentukan teknologi pengolahan yang akan diterapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perlehan emas dalam pengolahan emas adalah:
1. Mineral-mineral pembawa emas
2. Ukuran butiran mineral emas
3. Mineral-mineral induk
4. Asosiasi mineral pembawa emas dengan mineral induk

2.1.1 Mineral-mineral pembawa emas


Emas urai merupakan mineral emas yang amat biasa ditemukan di alam. Mineral
emas yang menempati urutan kedua dalam keberadaannya di alam adalah electrum. Mineral-
mineral pembawa emas lainnya sangat jarang dan langka. Mineral-mineral pembawa emas
antara lain: Emas urai (Au), Elektrum (Au,Ag), kuproaurid Au,Cu), porpesit (Au, Pd), rodit
(Au, Rh), emas iridium (Au, Ir), platinum (Au, Pd), emas bismutan Au, Bi), amlgam
(Au2Hg3), maldonit (Au2Bi), aurikuprit (AuCu3), roskovit (Cu, Pd)3Au2, kalaveit (AuTe2)
krenerit (Au, Ag)Te2, monbrayit (Au, Sb)2Te3, petsit (Ag3AuTe2) mutamanit (Ag, Au)Te,
silvanit (Au, Ag)Te4, kostovit (AuCuTe4), nagyagit (Pb5Au(Te,Sb)4S5-8), uyterbogardtit
(Ag3AuSb2), aurostibnit (AuSb2), fisceserit (Ag3AuSe3)
Emas urai pada dasarnya adalah logam emas walaupun biasanya mengandung perak
yang bervariasi sampai sebesar 18% dan kadang-kadang mengandung sedikit tembaga atau
besi. Oleh karena itu warna emas urai bervariasi dari kuning emas, kuning muda sampai
keperak-perakan sampai berwarna merah orange. Berat jenis emas urai bervariasi dari 19,3
(emas murni) sampai 15,6 bergantung pada kandungan peraknya. Bila berat jenisnya 17,6
maka kandungan peraknya sebesr 9% dan bila beat jenisnya 16,9 kandungan peraknya
13,2%.
Sementara itu, elektrum adalah variasi emas yang mengandung perak diatas 18%.
Dengan kandungan perak yang lebih tinggi lagi maka warna elektrum bevariasi dari kuning
pucat sampai warna perak kekuningan. Selanjutnya berat jenis elektrum bervariasi sekitar
15,5-12,5. Bila kandungan emas dan perak berbanding 1:1 berarti kandungan peraknya
sebesar 36%, dan bila perbandingannya 21/2:1 berarti kandungan peraknya 18%.
Emas berasosiasi dengan kebanyakan mineral yang biasa membentuk batuan. Bila ada
sulfida, yaitu mineral yang mengandung sulfur/belerang (S), emas biasanya berasosiasi
denagn sulfida. Pirit merupakan mineral induk yang paling biasa untuk em,as. Emas
ditemukan dalam pirit sebagai emas urai dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran
yang bergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik lainnya. Selain itu emas juga
ditemukan dalam arsenopirit dan kalkopirit. Mineral sulfida berpotensi juga menjadi mineral
induk bagi emas.
Bila mineral sulfida tidak terdapat dalm batuan, maka emas berasosiasi dengan oksida besi
(magnetit dan oksida besi sekunder), silikat dan karbonat, material berkarbon serta pasir dan
krikil (endapan plaser).
2.1.2 Sifat Fisik Emas (Au)
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya
berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan
kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi
dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa,
karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas
juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas
terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan
unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ,
hanya kandungan perak di dalamnya >20%.
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan.
Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal,
sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa
emas dikatagorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan endapan plaser
Emas banyak digunakan sebagai barang perhiasan, cadangan devisa, dll.
Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di Indonesia, seperti di Pulau
Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku, dan Papua.
2.2 Metode penambangan emas
Pada industri, emas diperoleh dengan cara mengisolasinya dari batuan bijih emas
(ekstraksi). Menurut Greenwood dkk (1989), batuan bijih emas yang layak untuk
dieksploitasi sebagai industri tambang emas, kandungan emasnya sekitar 25 g/ton (25 ppm).
Berdasarkan proses terbentuknya, endapan emas dikatagorikan menjadi dua yaitu :

1. Endapan primer / Cebakan Primer

Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam
retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses
magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena
proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal.

2. Endapan plaser / Cebakan Sekunder

Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang terbentuk karena proses
pelapukan terhadap batuan-batuan yang mengandung emas (gold-bearing rocks, Lucas,
1985). Dimana pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan ( placer ).

Metode penambangan emas sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan emas


primer atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara pengelolaan lingkungan yang akan
dilakukan untuk meminimalisir dampak kegiatan penambangan tersebut. Cebakan emas
primer dapat ditambang secara tambang terbuka ( open pit ) maupun tambang bawah
tanah ( underground minning ). Sementara cebakan emas sekunder umumnya ditambang
secara tambang terbuka.

Cebakan Primer
Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses
pembentukan batuan. Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada
penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan
teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia
disebut lubang tikus ). Penambangan dengan sistem tambang bawah tanah (underground),
dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) dan bukaan vertikal
berupa sumuran (shaft) sebagai akses masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana ( seperti pahat, palu, cangkul, linggis, belincong )
dan dilakukan secara selectif untuk memilih bijih yang mengandung emas baik yang berkadar
rendah maupun yang berkadar tinggi.

Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan atau penggerusan,
selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan
sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi karena sudah dalam
bentuk butiran halus.
Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi teknik penambangan
antara lain :

1. Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
2. Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.
3. Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan pengotoran (
dilution ).
4. Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser
(regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada
batuan samping.
5. Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam,
berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan
samping, serta pola urat yang menjari ( bercabang ).
6. Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta
mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.
7. Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.

Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode penambangan yang umum


diterapkan adalah tambang bawah tanah ( underground ) dengan metode Gophering, yaitu
suatu cara penambangan yang tidak sistematis, tidak perlu mengadakan persiapan-persiapan
penambangan ( development works ) dan arah penggalian hanya mengikuti arah larinya
cebakan bijih. Oleh karena itu ukuran lubang ( stope ) juga tidak tentu, tergantung dari
ukuran cebakan bijih di tempat itu dan umumnya tanpa penyanggaan yang baik.Cara
penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang memadai dan penggalian umumnya
dilakukan tanpa alat-alat mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum diterapkan di
berbagai daerah operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di Ciguha,Pongkor-Bogor;
GunungPeti,Cisolok-Sukabumi; Gunung Subang,Tanggeung-Cianjur; Cikajang-Garut;
Cikidang,Cikotok-Lebak; Cineam-Tasikmalaya; Kokap-Kulonprogo; Selogiri-Wonogiri;
Punung-Pacitan; Tatelu-Menado; BatuGelas,RataTotok-Minahasa; Bajuin-TanahLaut;
Perenggean-PalangkaRaya; Ketenong-Lebong; dan lain-lain.
Penambangan dilakukan secara sederhana, tanpa development works, dan langsung
menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila cebakan bijih tersebut
tidak homogen, kadang-kadang terpaksa ditinggalkan pillar yang tak teratur dari bagian-
bagian yang miskin.

2.3 Proses pengolahan emas


Teknologi mengolah emas sendiri dikenal beberapa metode ekstraksi diantaranya :
grafitasi, aglomerasi, flotasi, cyanidasi, amalgamasi, elektrolitik, dll. Namun dibandingkan
dengan metode lainnya, mengolah emas dengan metode amalgamasi (merkuri) relatif lebih
mudah diterapkan dan tidak memerlukan investasi besar. Disini akan disampaikan beberapa
proses pengolahan emas dengan beberapa metode :
1. Pengolahan Emas dengan Sistem Perendaman
a. Bahan :
Ore/ bijih emas yang sudah dihaluskan dengan mesh + 200 = 30 ton
b.Formula Kimia :
1.NaCn = 40 kg
2.H2O2 = 5 liter
3.Kostik Soda/ Soda Api = 5 kg
4.Ag NO3 =100 gram
5.Epox Cl = 1 liter
6.Lead Acetate = 0.25 liter (cair)/ 1 ons (serbuk)
7.Zinc dass/ zinc koil = 15 kg
8.H2O (air) = 20.000 liter

c.Proses Perendaman
• Perlakuan di Bak I (Bak Kimia)
1. NaCn dilarutkan dalam H2O (air) ukur pada PH 7
2. Tambahkan costik soda (+ 3 kg) untuk mendapatkan PH 11-12
3. Tambahkan H2O2, Ag NO3, Epox Cl diaduk hingga larut, dijaga pada PH 11-12
• Perlakuan di Bak II (Bak Lumpur)
1. Ore/ bijih emas yang sudah dihaluskan dengan mesh + 200 = 30 ton dimasukkan ke dalam
bak
2. Larutan kimia dari Bak I disedot dengan pompa dan ditumpahkan/ dimasukkan ke Bak II
untuk merendam lumpur ore selama 48 jam
3. Setelah itu, air/ larutan diturunkan seluruhnya ke Bak I dan diamkan selama 24 jam,dijaga
pada PH 11-12. Apabila PH kurang untuk menaikkannya ditambah costic soda secukupnya.
4. Dipompa lagi ke Bak II, diamkan selama 2 jam lalu disirkulasi ke Bak I dengan
melalui Bak Penyadapan/ Penangkapan yang diisi dengan Zinc dass/ zinc koil untuk
mengikat/ menangkap logam Au dan Ag (emas dan perak) dari larutan air kaya.
5. Lakukan sirkulasi larutan/ air kaya sampai Zinc dass/ zinc koil hancur seperti pasir selama
5 – 10 hari.
6. Zinc dass/ zinc koil yang sudah hancur kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam
wadah untuk diperas dengan kain famatex.
7. Untuk membersihkan hasil filtrasi dari zinc dass atau kotoran lain gunakan 200 ml H2SO4
dan 3 liter air panas.
8. Setelah itu bakar filtrasi untuk mendapatkan bullion.

2. Pengolahan Emas Secara Sianida


a. Cara dan Langkah Kerja
1. Bahan berupa batuan dihaluskan dengan menggunakan alat grinding sehingga menjadi
tepung (mesh + 200).
2. Bahan di masukkan ke dalam tangki bahan, kemudian tambahkan H2O (2/3 dari bahan).
3. Tambahkan Tohor (Kapur) hingga pH mencapai 10,2 – 10,5 dan kemudian tambahkan
Nitrate (PbNO3) 0,05 %.
4. Tambahkan Sianid 0.3 % sambil di aduk hingga (t = 48/72h) sambil di jaga pH larutan (10 –
11) dengan (T = 85 derajat).
5. Kemudian saring, lalu filtrat di tambahkan karbon (4/1 bagian) dan di aduk hingga (t= 48h),
kemudian di saring.
6. Karbon dikeringkan lalu di bakar, hingga menjadi Bullion atau gunakan. (metode 1).
7. Metode Merill Crow (dengan penambahan Zink Anode / Zink Dass), saring lalu dimurnikan /
dibakar hingga menjadi Bullion. (metode 2).
8. Karbon di hilangkan dari kandungan lain dengan Asam (3 / 5 %), selama (t =30/45m),
kemudian di bilas dengan H2O selama (t = 2j) pada (T =80 – 90 derajat).
9. Lakukan proses Pretreatment dengan menggunakan larutan Sianid 3 % dan Soda.(NaOH) 3
% selama (t =15 – 20m) pada (T = 90 – 100o).
10. Lakukan proses Recycle Elution dengan menggunakan larutan Sianid 3 % dan Soda 3 %
selama (t = 2.5 j) pada (T = 110 – 120 derajat).
11. Lakukan proses Water Elution dengan menggunakan larutan H2O pada (T = 110 – 120o)
selama (t = 1.45j).
12. Lakukan proses Cooling.
13. Saring kemudian lakukan proses elektrowining dengan (V = 3) dan (A = 50) selama (t =
3.5j).
b. Proses Pemurnian (Dari Bullion)
Dapat dilakukan dengan beberpa metode yaitu :
1. Metode Cepat
Secara Hidrometallurgy yaitu dengan dilarutkan dalam larutan HNO3 kemudian
tambahkan garam dapur untuk mengendapkan perak sedangkan emasnya tidak larut dalam
larutan HNO3 selanjutnya saring aja dan dibakar.
2. Metode Lambat
Secara Hidrometallurgy plus Electrometallurgy yaitu dengan menggunakan larutan
H2SO4 dan masukkan plat Tembaga dalam larutan kemudian masukkan Bullion ke dalam
larutan tersebut, maka akan terjadi proses Hidrolisis dimana Perak akan larut dan menempel
pada plat Tembaga (menempel tidak begitu keras/mudah lepas) sedangkan emasnya tidak
larut (tertinggal di dasar), lalu tinggal bakar aja masingmasing.
3. Pengolahan Emas Amalgamasi
Amalgamasi Merkury atau sistem penarikan emas dengan merkury adalah sistem
penarikan yang dipakai hampir 99% para penambang emas skala kecil baik resmi ataupun
illegal di Indonesia.
Adapun langkah sederhananya sebagai berikut :
1. Sebelum dilakukan amalgamasi hendaknya dilakukan proses kominusi dan konsentrasi
gravitasi, agar mencapai derajat liberasi yang baik sehingga permukaan emas tersingkap.

2. Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri ( amalgamasi ) dilakukan
selama + 1 jam
3. Hasil dari proses ini berupa amalgam basah ( pasta ) dan tailing. Amalgam basah kemudian
ditampung di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk pemisahan merkuri
dengan amalgam.
4. Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian dilakukan
kegiatan pemerasan ( squeezing ) dengan menggunakan kain parasut untuk memisahkan
merkuri dari amalgam ( filtrasi ). Merkuri yang diperoleh dapat dipakai untuk proses
amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang tersisa dalam amalgan tergantung
padaseberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam dengan pemerasan manual akan
mengandung 60 – 70 % emas, dan amalgam yang disaring dengan alat sentrifugal dapat
mengandung emas sampai lebih dari 80 %.
5. Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga yang
tertinggal berupa alloy emas.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam menentukan kadar emas yang terdapat dalam berbagai mineral yang ada pada
lapisan bumi dapat dilakukan dengan berbagai teknologi yang berkompetensi dalam
menghasilkan butiran emas yang dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan aksesoris,
lapisan logam, filament dan sebagai katalis untuk berbagai reaksi kimia.
Ekstraksi butiran emas dapat dilakukan dengan teknologi amalgamasi dan teknologi
sianidasi yang masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Kedua metode tersebut
dapat diandalkan untuk menghasilkan emas dalam kuantitas yang tinggi. sedangkan efek dari
teknologi pengolahan bijih emas dengan kedua metode tersebut, dapat menghasilkan limbah-
limbah yang bersifat toksik yang dapat membahayakan lingkungan sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai