Kondisi Fisik Alam Topografi Wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah dengan topografi beragam.
Daerah topografi datar memiliki luas 8.599 ha, daerah yang bergelombang seluas 44.784 ha, daerah yang curam
41.037 ha dan sangat curam 14.155 ha dengan ketinggian wilayah antara 0 – 3.065 m di atas permukaan laut,
ketinggian rata-rata 360 m di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Magelang secara topografi merupakan
dataran tinggi yang berbentuk menyerupai cawan (cekungan) karena dikelilingi oleh 5 (lima) gunung yaitu Gunung
Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh. Kondisi ini menjadikan sebagian besar
wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah tangkapan air sehingga menjadikan tanah yang subur karena
berlimpahnya sumber air dan sisa abu vulkanis. Persebaran kelerengan di Kabupaten Magelang dapat dilihat pada
peta berikut.
Klimatologi Kabupaten Magelang mempunyai iklim yang bersifat tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan
musim kemarau, dengan temperatur udara 20˚ C – 27˚ C. Kabupaten Magelang mempunyai curah hujan yang cukup
tinggi. Hal ini menyebabkan banyak terjadi bencana tanah longsor di beberapa daerah pegunungan dan lereng
Kondisi Permukiman Kawasan permukiman di Kabupaten Magelang menyebar hampir di seluruh kawasan secara
merata. Untuk kepadatan permukiman dapat dikategorikan dalam kepadatan rendah, sedang dan tinggi. Kawasan
permukiman dengan kepadatan rendah menyebar di bagian tengah Kabupaten Magelang, semakin ke pinggir
wilayah Kabupaten, kepadatan permukiman semakin menurun. Hal ini dikarenakan kawasan datar dna landau
Kabupaten Magelang berada di bagian tengah dan bagian pinggir merupakan kawasan pegunungan.
Daerah Rawan Bencana Kabupaten Magelang merupakan kawasan dengan kelerengan yang relative landai hingga
curam. Keseluruhan wilayah di Kabupaten Magelang merupakan wilayah yang memiliki kerawanan bencana, baik
dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Bahkan juga terdapat daerah yang berbahaya dan terlarang.
berbahaya.
METODE ANALISIS
Analisis evaluasi kesesuaian lahan permukiman pada daerah rawan bencana di Kabupaten Magelang
dilakukan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).
Kerangka Analisis Analisis yang dilakukan berdasarkan atas tiga tahapan yaitu input, proses dan output. Adapun
input untuk evaluasi kesesuaian lahan adalah peta curha hujan, jenis tanah dan kelerengan yang dianalisis dan
diperoleh peta kesesuaian lahan. Peta kesesuaian lahan selanjutnya di jadikan input dan dianalisis dengan peta rawan
bencana menghasilkan peta kelas kesesuaian lahan permukiman. Peta ini selanjutnya menjadi input dan dianalisis
dengan peta persebaran permukiman untuk selanjutnya di evaluasi kesessuaian lahan permukiman yang ada.
Metode
Analisis Analisis yang digunakan untuk evaluasi kesesuian lahan permukiman ini adalah Spatial analysis dalam
software . teknik yang digunakan adalah overlay peta dan skoring. Overlay peta yaitu teknik dengan
mengkombinasikan beberapa layer untuk memperoleh informasi dari beberapa data yang digabungkan. Sistem
skoring merupakan metode yang digunakan dalam menentukan kesesuaian lahan dengan menggunakan skor
kesesuaian lahan. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan diperoleh dari hasil overlay peta
kelerengan, curah hujan dan jenis tanah. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan sesuai peruntukannya digunakan
skoring. Skoring total kesesuaian lahan merupakan penjumlahan dari skor kelas lerang, curah hujan dan jenis tanah.
Berikut nilai skornya.
Tabel
1 I 0-2 Datar 20
2 II 2-15 Landai 40
4 IV 25-45 Curam 80
5 V >45 Sangat curam 100
Tabel II. 8
2 2000-2500 Rendah 20
3 2500-3000 Sedang 30
4 3000-3500 Tinggi 40
Tabel II.9
1. I Tidak peka 15
Alluvial, Tanah Gley, Planosol, Hidromorf, kelabu, Laterit
Air Tanah
2. II Kurang peka 30
Latosol
3. III Peka 45
BrownForest, Nonn Caltic Brown, Mediterania
4. IV Peka 60
Andesol, Lateric, Grumosol, Podsol, podsotic
5. V Sangat peka 75
Rebosol, Litosol, Organosol, Renzina
Sumber :SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Dari tabel tiga faktor skor,
kita dapat mengetahui skor dari ketiga tersebut, maka ketiga skor yang telah diketahui dijumlah untuk menetapkan
kesesuaian lahan suatu kawasan tertentu untuk kawasan budidaya, penyangga dan pelindung. Adapun skor total
untuk kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel II. 10
Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung dan Budidaya
1. > 175
Kawasan Lindung
2. 125-174
Kawasan Penyangga
3. < 125
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
4. < 125
Kawasan Tanaman Semusim
5. < 125
Kawasan Permukiman
Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Analisis Kesesuaian Lahan
Permukiman Dari hasil skoring dan diperoleh kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya, penyangga dan lindung
selanjutnya di overlay dengan kawasan rawan becana untuk mendapatkan kesesuaian lahan untuk permukiman.
Terdapat 6 kelas dalam kesesuaian lahan untuk permukiman yaitu 3 kelas untuk lahan yang sesuai (S) dan tidak
kelas untuk lahan tidak sesuai (N). Kelas kesesuaian lahan permukiman ini merupakan penggabungan antara kelas
kesesuaian lahan dan kelas rawan bencana. Adapun untuk kelas kesesuaian lahan terdapat tiga berdasarkan hasil
analisis sebelumnya yaitu budidaya, penyangga dan lindung. Sedangkan kelas rawan bencana ada ena yaitu tidak
ada bencana, rawan bencana rendah, sedang, tinggi, berbahaya dan terlarang. Adapun kriteria yang digunakan untuk
menentukan masing-masing kelas kesesuaian lahan permukiman adalah sebagai berikut.
Tabel II.9
Budidaya Sedang
Sesuai Untuk Permukiman
S3 Hambatan Sedang Penyangga Tidak Ada
Budidaya Tinggi
Sesuai Untuk Permukiman
N1 Hambatan Tinggi Penyangga Rendah
Penyangga Sedang
Terlarang
Budidaya
Tinggi, Bahaya, Terlarang
Penyangga
Tidak Ada, Rendah,
Tidak Sesuai Untuk Sedang, Tinggi, Bahaya,
N3 Permukiman Lindung Terlarang
Hasil evaluasi kesesuaian lahan permukiman di Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa terdapat 5 kelas
kesesuaian lahan permukiman. Kelas kesesuaian lahan permukiman meliputi kelas S2, S3, NI, N2, N3. Kelas S2
merupakan lahan yang sesuai untuk permukiman dengan hambatan ringan, kelas S3 yaitu merupakan lahan yang
sesuai untuk permukiman dengan hambatan sedang, kelas N1 merupakan lahan yang sesuai untuk permukiman
dengan hambatan tinggi, kelas N2 merupakan lahan yang hampir tidak sesuai untuk kawasan permukiman dan kelas
N3 yaitu lahan yang sangat tidak sesuai apabila dimanfaatkan. Dari hasil analisis di Kabupaten Magelang tidak
terdapat kelas S1 yaitu lahan yang sesuai untuk permukiman tanpa hambatan. Hal ini menunjukkan bahwa di
Kabupaten Magelang seluruh lahan rawan bencana baik itu dari rendah hingga tinggi, bahaya dan daerah terlarang.
Selanjutnya, untuk kelas S3 yaitu sesuai untuk permukiman namun memiliki factor penghambat sedang berupa
rawan bencana sedang dan hanya sebagian kecil dari wilayah Kabupaten Magelang yaitu lebih ke bagian selatan
yaitu di kecamatan Martoyudan, Borobudur dan Salaman. Pada kawasan kecamatan ini dari hasil analisis kesesuian
lahan merupakan kawasan budidaya, namun juga merupakan kawasan dengan rawan bencana sedang. Bencana yang
sering terjadi di wilayah ini adalah banjir yang sering datang sewaktu- waktu karena banyaknya limpasan air dari
daerah atas di sekitarnya terutama pada saat musim penghujan.
Dari hasil analisis, kelas N1 merupakan bagian dari kawasan budidaya namun memiliki rawan bencana tinggi dan
kawasan penyangga dengan resiko bencana rendah. Untuk kelas N1 ini meskipun masih dapat dijadikan kawasan
permukiman namun merupakan kawasan yang mendekati tidak sesuai karena tingginya factor penghambat. Sebagian
besa kawasan ini merupakan kawasan dengan resiko bencana tinggi seperti tanah longsor besar yang banyak
menimbulkan kerugian secara material dan lingkungan. Kawasan kelas ini dapat dijadikan permukiman dengan
tindakan lebih lanjut untuk meminimalisir bencana.
Kawasan dengan kelas N1 ini sebagian besar berada di Kecamatan Mungkid, Muntilan, Salam, Pakis, Dukun,
Sawangan, dan Ngluwar. Pada kawasan yang seharusnya tidak sesuai ini banyak tersebar kawasan permukiman
dengan kepadatan tinggi dan sedang. Untuk lahan pada kelas N1 diperbolehkan untuk kawasan permukiman namun,
memiliki tingkat resiko bencana yang tinggi sehingga perlu adanya upaya kelestarian lingkungan dan lahan lebih
lanjut agar resiko bencana dapat diminimalisir dan dapat mengurangi factor penghambat kesesuaian lahan untuk
permukiman.
Untuk kelas N2, yaitu kawasan yang hamper tidak sesuai untuk lahan permukiman hanya sebagian kecil dari luas
wilayah Kabupaten Kebumen. Kawasan dengan kelas ini sebagian besar tersebar di Kecamatan Bandongan
,Candimulyo dan Mungkid. Kawasan ini merupakan kawasan penyangga dengan rawan bencana tinggi terutama
longsor dan erupsi gunung berapi. Kawasan ini masih berada pada jalur limpasan lahar dingin dan lava gunung
berapi yang berada di Kabupaten Magelang. Untuk itulah kawasan ini tidak diperbolehkan sebagai kawasan
permukiman karena memiliki resiko bencana tinggi. Pada kawasan kelas N2 yang tidak diperbolehkan untuk
permukiman ini ternyata terdapat kawasan permukiman dengan kepadatan sedang.
Sedangkan untuk kelas N3, yaitu kawasan yang tidak boleh untuk lahan permukiman menyebara dibagian pinggir
mendekati kawasan pegunungan yang merupakan kawasan penyangga dengan rawan bencana berbahaya dan
terlarang serta kawasan lindung. Dari fungsi kawasannya, kawasan inimemang tidak sesuai untuk lahan permukiman
karena bukan merupakan kawasan budidaya. kawasan ini banyak tersebar di Kecamatan Pakis, Kec. Dukun, Kec.
Muntilan, Kec. Borobudur, Kec. Tempuran Kec. Kajangkrik, dan Kec. Windusari. Kawasan ini memiliki resiko
bencana alam tinggi seperti erupsi merapi dan tanah longsor. Untuk di Kecamatan Muntilan sendiri merupakan
kawasan yang dilalui oleh banjir lahar dingin gunung Merapi. Oleh sebab itu, kawasan ini tidak diperbolehkan untuk
permukiman.
Adanya permukiman di kelas N2 ini harus segera direlokasi agar tidak menimbulkan bahaya bagi penduduk dan
kerugian jika terjadi bencana. Jika sulit untuk direlokasi karena sudah merupakan kawasan permukiman turun
temurun maka dapat dilakukan pelestarian lingkungan dan mitigasi bancana sejak dini agar kerugian yang
ditimbulkan tidak besar.
Namun, dilihat dari peta persebaran kawasan permukiman, pada kawasan kelas N3 ini terdapat kawasan pemukiman
dari mulai kepadatan rendah hingga tinggi. Di Kecamatan Muntilah kawasan ini merupakan kawasan permukiman
kepadatan tinggi. Kawasan permukiman pada kelas N3 ini merupakan kawasan permukiman yang harus segera di
relokasi. Selain karena lahan yang digunakan tidak sesuai peruntukannya juga merupakan kawasan berbahaya dan
dapat menimbulkan kerugian besar jika terjadi bencana.
KESIMPULAN
Kesesuaian lahan permukiman sleain dapat dianalisis dengan kelas kesesuaian lahan yaitu lahan yang berada di
kawasan budidaya juga dapat di analisis dengan mempertimbangkan daerah rawan bencana. Kabupaten Magelang
merupakan wilayah yang seluruhnya rawan terhadap bencana mulai dari rnedah, sednag tinggi, berbahay hingga
terlarang. Adanya kerawanan bencana ini tentu sangat berpengaruh pada kesesuaian lahan untuk permukiman. Dari
hasil analisis, terdapat lima kelas kesesuianan yaitu S2, S3, N1, N2, dan N3 yang berarti terdapat lahan yang sesuai
dan tidak sesuai untuk permukiman.
Dengan membandingkan persebaran permukiman dengan kelas kesesuaian lahan, dapat diketahui bahwa banyak
kawasan permukiman yang berada pada lahan yang tidak sesuai peruntukkannya untuk permukiman, terutama pada
lahan di kelas N2 dan N3 yang merupakan daerah berbahaya dan daerah terlarang. Bahkan terdapat kawasan ada
kelas N2 da N3 yang merupakan kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi. Kawasan permukiman pada kelas
lahan ini sebisa mungkin direlokasi agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar baik secara material maupun
lingkungan.