Anda di halaman 1dari 14

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

PERMUKIMAN PADA DAERAH


RAWAN BENCANA DI
KABUPATEN MAGELANG
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah yang sering terjadi bencana alam. Berbagai bencana alam yang sering terjadi antara
lain seperti banjir, gempa bumi, tsunami, gerakan tanah, angin kencang, kebakaran hutan, dan lain-lain. Bencana
alam yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan kerugian antara lain berupa korban
jiwa, harta benda dan material yang cukup besar. Bencana juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan
ekosistem alam. Potensi terhadap terjadinya bencana untuk saat ini dan masa yang akan datang masih cukup besar
dan mungkin akan bertambah jenisnya. Bencana alam ini selain terjaid karena factor alam seperti pergeseran
lempengan bumi yang menjadi sumber gempa dan juga gerakan tanah pada wilayah tertentu terutama pada daerah
perbukitan dengan lereng yang curam juga terjadi karena ulah manusia yang tidak peduli terhadap kelestarian alam
seperti pengaruh perubahan penggunaan lahan dari lahan hutan atau pertanian menjadi kawasan permukiman,
maupun penentuan lokasi kawasan permukiman yang tidak sesuai. Jumlah penduduk yang semakin bertambah
membawa konsekuensi pada bertambahnya permasalahan yang akan dihadapi. Salah satu permasalahan yang
merupakan akibat secara langsung berkaitan dengan pertumbuhan maupun persebaran penduduk adalah masalah
perumahan dan permukiman. Selain itu, dengan semakin bertambahnya penduduk dan berkembangnya ekonomi
suatu wilayah juga menjadi penyebab bertambahnya aktivitas permukiman pada wilayah- wilayah tertentu bahkan
pada wilayah yang tidak sesuai. Keberadaan kawasan permukiman pada lahan yang tidak sesuai ini semakin
menambah resiko bencana alam. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Magelang. Kabupaten Magelang
merupakan salah satu daerah rawan bencana alam seperti tanah longsor, gempa, dan gunung meletus. Bencana alam
ini terjadi selain karena banyak wilayah perbukitan dengan kondisi tanah yang labil, termasuk dalam wilayah erupsi
gunung berapi, dan rawan gempa bumi karena wilayahnya termasuk dalam lempeng selatan, yakni lempeng Indo-
Australia yang selalu bergerak ke arah utara sekitar 4 – 6 cm per tahun. Bencana alam yang terjadi di Kabupaten
Magelang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya aktivitas yang merusak alam dan pembukaan lahan
untuk kegiatan yang tidak sesuai peruntukannya. Permasalahan Perkembangan Kabupaten Magelang yang semakin
pesat memberikan dampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk sarana permukiman dan beraktivitas lainnya.
Hal ini mendorong berkembanganya aktivitas pada kawasan yang tidak sesuai peruntukkannya sebagai kawasan
permukiman. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dan tingginya intensitas aktifitas manusia dalam mengubah tata
guna lahan akan mempertinggi tingkat resiko pada daerah rawan bencana tanah. Keadaan ini terus saja berlangsung
karena rendahnya tingkat kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat dan pemerintah disamping lemahnya
implementasi kebijakan terhadap pengawasan pembangunan dan perkembangan permukiman di kawasan yang tidak
sesuai. Pemerintah Kabupaten Magelang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sudah berupaya membatasi
pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana terhadap kegiatan budidaya lahan permukiman. Dalam RTRW yang
telah disusun tersebut dinyatakan bahwa daerah rawan bencana difungsikan sebagai kawasan lindung. Namun
kenyataannya, masih ada pemanfaatan lahan sebagai kawasan permukiman di daerah rawan bencana dan pemerintah
daerah belum dapat menerapkan kebijakan tersebut secara optimal, hal tersebut dikarenakan sebagian besar
penduduk sudah lama bermukim di daerah rawan bencana bahkan sudah ada yang turun-temurun. Untuk intulah
diperlukan evaluasi kesesuaian lahan permukiman pada daerah rawan bencana di Kabupaten Magelang agar dapat
diketahui persebaran permukiman pada lahan yang tidak sesuai terutama pada daerah rawan bencana agar resiko
bencana alam yang terjadi di Kabupaten Magelang dapat diminimalisir. Selain itu, evaluasi ini juga dapat dijadikan
acuan dalam mitigasi kesiapsiagaan bencana pada permukiman di daerah yang rawan bencana agar tidak
mengakibatkan kerugian yang besar. Tujuan dan Sasaran Tujuan laporan ini yaitu untuk mengevaluasi kesesuaian
lahan permukiman pada daerah rawan bencana di Kabupaten Magelang. Adapun sasaran untuk mencapai tujuan
tersebut antara lain:
1. Identifikasi kawasan permukiman di Kabupaten Magelang
2. Identifikasi daerah rawan bencana di Kabupaten Magelang
3. Evaluasi kesesuaian lahan permukiman pada daerah rawan bencana di Kabupaten Magelang
GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAGELANG
Kondisi Geografis dan Administratif
Kabupaten Magelang secara geografis termasuk dalam Propinsi Jawa Tengah yang berada pada posisi 70 19’ 33’’ –
70 42’ 13’’ LS dan 1100 02’ 41’’ – 1100 27’ 8’’ BT. Luas wilayah Kabupaten Magelang adalah 108.753 Ha atau
sekitar 3.34 % dari luas Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Magelang secara administratif berbatasan
dengan : Sebelah Utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang Sebelah Selatan : Kabupaten
Purworejo dan Propinsi DIY. Sebelah Timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali Sebelah Barat :
Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo Kabupaten Magelang terdiri atas 21 kecamatan, yang dibagi lagi
atas 370 desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Magelang berada di Kecamatan Mungkid. Berikut peta
administrasi Kabupaten Magelang.

Kondisi Fisik Alam Topografi Wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah dengan topografi beragam.
Daerah topografi datar memiliki luas 8.599 ha, daerah yang bergelombang seluas 44.784 ha, daerah yang curam
41.037 ha dan sangat curam 14.155 ha dengan ketinggian wilayah antara 0 – 3.065 m di atas permukaan laut,
ketinggian rata-rata 360 m di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Magelang secara topografi merupakan
dataran tinggi yang berbentuk menyerupai cawan (cekungan) karena dikelilingi oleh 5 (lima) gunung yaitu Gunung
Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh. Kondisi ini menjadikan sebagian besar
wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah tangkapan air sehingga menjadikan tanah yang subur karena
berlimpahnya sumber air dan sisa abu vulkanis. Persebaran kelerengan di Kabupaten Magelang dapat dilihat pada
peta berikut.
Klimatologi Kabupaten Magelang mempunyai iklim yang bersifat tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan
musim kemarau, dengan temperatur udara 20˚ C – 27˚ C. Kabupaten Magelang mempunyai curah hujan yang cukup
tinggi. Hal ini menyebabkan banyak terjadi bencana tanah longsor di beberapa daerah pegunungan dan lereng

gunung. Jenis tanah Wilayah


Kabupaten Magelang di bagian tengah merupakan tanah endapan/alluvial yang merupakan lapukan dari batuan
induknya. Endapan aluvial menempati satuan geomorfik dataran aluvial di sepanjang sungai-sungai yang besar yaitu
sungai Progo dengan cabang-cabangnya yang mengalir di wilayah Kecamatan Salaman sampai Kecamatan
Borobudur. Endapan aluvial sangat baik sebagai batuan akuifer (penyimpan air tanah) sekaligus sebagai penghasil
pasir dan batu.Sedangkan di lereng dan kaki gunung merupakan tanah endapan vulkanis. Jenis tanah di Kabupaten
Magelang sebagian besar latosol dan regosol, sebagian lainnya adalah andosol, litosol, dan aluvial. Rata-rata
mempunyai kedalaman efektif tanah yang cukup 30 – 90 cm.
Penggunaan Lahan Penggunaan
lahan di Kabupaten Magelang sebagian besar adalah sawah dan ladang/tegalan. Luasnya penggunaan lahan untuk
sawah dan ladang/tegalan ini sesuai dengan potensi alam yang dimiliki Kabupaten Magelang berupa lahan yang
subur.

Kondisi Permukiman Kawasan permukiman di Kabupaten Magelang menyebar hampir di seluruh kawasan secara
merata. Untuk kepadatan permukiman dapat dikategorikan dalam kepadatan rendah, sedang dan tinggi. Kawasan
permukiman dengan kepadatan rendah menyebar di bagian tengah Kabupaten Magelang, semakin ke pinggir
wilayah Kabupaten, kepadatan permukiman semakin menurun. Hal ini dikarenakan kawasan datar dna landau
Kabupaten Magelang berada di bagian tengah dan bagian pinggir merupakan kawasan pegunungan.
Daerah Rawan Bencana Kabupaten Magelang merupakan kawasan dengan kelerengan yang relative landai hingga
curam. Keseluruhan wilayah di Kabupaten Magelang merupakan wilayah yang memiliki kerawanan bencana, baik
dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Bahkan juga terdapat daerah yang berbahaya dan terlarang.

Bencana yang sering terjadi di


Kaupaten Magelang antara lain tanah longsor dan erupsi merapi. Tanah longsor hamper terjadi hamper di seluruh
wilayah Kabupaten Magelang baik berupa longsor kecil maupun longsor besar yang menimbulkan kerugian material
dan menelan korban jiwa. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), 9 kecamatan dan 375 Desa di
Kabupaten Magelang memiliki potensi rawan longsor. Tingkat kerawanan yang tinggi berada di wilayah Kecamatan

Kajoran, Salaman, dan Borobudur. Selain


bencana tanah longsor, Kabupaten Magelang juga rawan terhadap erupsi gunung. Hampir seluruh wilayah di
Kabupate Magelang di kelilingi oleh gunung berapi sehingga beresiko pada terkena limpasan erupsi. Limpasan
erupsi gunung berapi yang berbahayabagi penduduk adalah pada aliran lahar dan lava. Oleh sebab itu, kawasan yang
dilalui oleh aliran lahar dan lava ini termasuk dalam daerah

berbahaya.
METODE ANALISIS
Analisis evaluasi kesesuaian lahan permukiman pada daerah rawan bencana di Kabupaten Magelang
dilakukan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).

Kerangka Analisis Analisis yang dilakukan berdasarkan atas tiga tahapan yaitu input, proses dan output. Adapun
input untuk evaluasi kesesuaian lahan adalah peta curha hujan, jenis tanah dan kelerengan yang dianalisis dan
diperoleh peta kesesuaian lahan. Peta kesesuaian lahan selanjutnya di jadikan input dan dianalisis dengan peta rawan
bencana menghasilkan peta kelas kesesuaian lahan permukiman. Peta ini selanjutnya menjadi input dan dianalisis
dengan peta persebaran permukiman untuk selanjutnya di evaluasi kesessuaian lahan permukiman yang ada.

Metode
Analisis Analisis yang digunakan untuk evaluasi kesesuian lahan permukiman ini adalah Spatial analysis dalam
software . teknik yang digunakan adalah overlay peta dan skoring. Overlay peta yaitu teknik dengan
mengkombinasikan beberapa layer untuk memperoleh informasi dari beberapa data yang digabungkan. Sistem
skoring merupakan metode yang digunakan dalam menentukan kesesuaian lahan dengan menggunakan skor
kesesuaian lahan. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan diperoleh dari hasil overlay peta
kelerengan, curah hujan dan jenis tanah. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan sesuai peruntukannya digunakan
skoring. Skoring total kesesuaian lahan merupakan penjumlahan dari skor kelas lerang, curah hujan dan jenis tanah.
Berikut nilai skornya.
Tabel

Kelas Lereng dan Nilai Skor

No Kelas Lereng (%) Deskripsi Skor

1 I 0-2 Datar 20

2 II 2-15 Landai 40

3 III 15-25 Agak curam 60

4 IV 25-45 Curam 80
5 V >45 Sangat curam 100

Sumber :SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981

Tabel II. 8

Intensitas Curah Hujan Rata-rata dan Skor

No Interval (mm/tahun) Deskripsi Skor

1 0-2000 Sangat rendah 10

2 2000-2500 Rendah 20

3 2500-3000 Sedang 30

4 3000-3500 Tinggi 40

5 >3500 Sangat tinggi 50

Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981

Tabel II.9

Tabel Kelas Tanah Menurut Kepekaan Erosi dan Nilai Skor

No Kelas Jenis Tanah Deskripsi Skor

1. I Tidak peka 15
Alluvial, Tanah Gley, Planosol, Hidromorf, kelabu, Laterit
Air Tanah
2. II Kurang peka 30
Latosol
3. III Peka 45
BrownForest, Nonn Caltic Brown, Mediterania
4. IV Peka 60
Andesol, Lateric, Grumosol, Podsol, podsotic
5. V Sangat peka 75
Rebosol, Litosol, Organosol, Renzina
Sumber :SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Dari tabel tiga faktor skor,
kita dapat mengetahui skor dari ketiga tersebut, maka ketiga skor yang telah diketahui dijumlah untuk menetapkan
kesesuaian lahan suatu kawasan tertentu untuk kawasan budidaya, penyangga dan pelindung. Adapun skor total
untuk kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel II. 10
Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung dan Budidaya

No. Fungsi Kawasan Total Nilai Skor

1. > 175
Kawasan Lindung
2. 125-174
Kawasan Penyangga
3. < 125
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
4. < 125
Kawasan Tanaman Semusim
5. < 125
Kawasan Permukiman
Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Analisis Kesesuaian Lahan
Permukiman Dari hasil skoring dan diperoleh kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya, penyangga dan lindung
selanjutnya di overlay dengan kawasan rawan becana untuk mendapatkan kesesuaian lahan untuk permukiman.
Terdapat 6 kelas dalam kesesuaian lahan untuk permukiman yaitu 3 kelas untuk lahan yang sesuai (S) dan tidak
kelas untuk lahan tidak sesuai (N). Kelas kesesuaian lahan permukiman ini merupakan penggabungan antara kelas
kesesuaian lahan dan kelas rawan bencana. Adapun untuk kelas kesesuaian lahan terdapat tiga berdasarkan hasil
analisis sebelumnya yaitu budidaya, penyangga dan lindung. Sedangkan kelas rawan bencana ada ena yaitu tidak
ada bencana, rawan bencana rendah, sedang, tinggi, berbahaya dan terlarang. Adapun kriteria yang digunakan untuk
menentukan masing-masing kelas kesesuaian lahan permukiman adalah sebagai berikut.
Tabel II.9

Kelas Kesesuaian Lahan Permukiman

Kelas Kesesuaian Lahan


Permukiman Keterangan Kelas Kesesuaian Lahan Kelas Rawan Bencana

S1 Sesuai Untuk Permukiman Budidaya Tidak ada

Sesuai Untuk Permukiman


S2 Hambatan Rendah Budidaya Rendah

Budidaya Sedang
Sesuai Untuk Permukiman
S3 Hambatan Sedang Penyangga Tidak Ada

Budidaya Tinggi
Sesuai Untuk Permukiman
N1 Hambatan Tinggi Penyangga Rendah

Hampir Tidak Sesuai Untuk


N2 Permukiman Budidaya Berbahaya
Kelas Kesesuaian Lahan
Permukiman Keterangan Kelas Kesesuaian Lahan Kelas Rawan Bencana

Penyangga Sedang

Terlarang

Budidaya
Tinggi, Bahaya, Terlarang

Penyangga
Tidak Ada, Rendah,
Tidak Sesuai Untuk Sedang, Tinggi, Bahaya,
N3 Permukiman Lindung Terlarang

Sumber: Peraturan Bappeda,

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Secara umum evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan permukiman di
Kabupaten Magelang khususnya untuk peruntukan kawasan permukiman. Evaluasi kesesuaian lahan permukiman
didasarkan atas 4 (empat) parameter yaitu intensitas curah hujan, kelerengan, jenis tanah dan daerah rawan bencana.
Untuk analisis yang dilakukan ada dua yaitu analisis kesesuian lahan dan dilanjutkan dengan analisis kesesuaian
lahan permukiman. Berikut hasil dan pembahasannya.

Kesesuaian Lahan Kabupaten Magelang


Langkah awal dalam evaluasi ini adalah melakukan pemetaan kesesuaian lahan Kabupaten Magelang. Peta
kesesuaian lahan ini diperoleh dari hasil overlay peta curah hujan, kelerengan dan jenis tanah. Dari hasil analisis ini
diperoleh tiga kelas kesesuaian lahan yaitu kawasan budidaya, kawasan penyangga dan kawasan lindung.
Dari hasil peta diatas, dapat diketahui bahwa persebaran kawasan budidaya yaitu kawasan yang diperbolehkan untuk
kegiatan dan aktivitas terbangun terutama permukiman menyebar di bagian tengah Kabupaten Magelang. Pola
persebarannya berada pada satu kesatuan. Hal ini menunjukkan bhawa dari kelas keleregan, jenis tanah dan curah
hujan hanya wilayah tengah Magelang yang sesuai. Selanjutnya ke wilayah pinggiran mendekati kawasan
pegunungan merupakan sedangkan untuk kawasan lindung hanya berada di sekitar kawasan pegunungan. Luas
kawasan budidaya dan kawasan penyangga hampir sama. Sednagkan kawasan lindung hanya sebagian kecil dari
luas wilayah yang ada.

Kesesuaian Lahan Permukiman Kabupaten Magelang


Untuk kawasan permukiman merupakan aktivitas yang sesuai pada kawasan budidaya. dari peta kesesuaian lahan ini
selanjutnya dioverlay dengan peta kawasan rawan bencana yang meliputi kawasan rawan bencana rendah, sedang,
tinggi, daerah berbahaya hingga daerah terlarang sehingga diperoleh kelas kesesuaian lahan permukiman.

Hasil evaluasi kesesuaian lahan permukiman di Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa terdapat 5 kelas
kesesuaian lahan permukiman. Kelas kesesuaian lahan permukiman meliputi kelas S2, S3, NI, N2, N3. Kelas S2
merupakan lahan yang sesuai untuk permukiman dengan hambatan ringan, kelas S3 yaitu merupakan lahan yang
sesuai untuk permukiman dengan hambatan sedang, kelas N1 merupakan lahan yang sesuai untuk permukiman
dengan hambatan tinggi, kelas N2 merupakan lahan yang hampir tidak sesuai untuk kawasan permukiman dan kelas
N3 yaitu lahan yang sangat tidak sesuai apabila dimanfaatkan. Dari hasil analisis di Kabupaten Magelang tidak
terdapat kelas S1 yaitu lahan yang sesuai untuk permukiman tanpa hambatan. Hal ini menunjukkan bahwa di
Kabupaten Magelang seluruh lahan rawan bencana baik itu dari rendah hingga tinggi, bahaya dan daerah terlarang.

Berikut tabel kesesuaian lahan permukiman di Kabupaten Magelang.


Tabel

Luas dan Lokasi Kesesuaian Lahan Permukiman di Kabupaten Magelang

Kelas Kesesuaian Lahan


No. Permukiman Luas (Ha) Lokasi

Kec. Grabag, Kec. Ngablak, Kec. Secang, Kec. Windusari, Kec.


Kelangkrik, Kec. Kajoran, Kec. Tempuran, Kec. Salaman, Kec.
Martoyudan, Kec. Bandongan, Kec. Magelang Utara, Kec.
Tegalrejo, Kec. Candimulyo, Kec. Pakis, Kec. Sawengan, Kec.
1. S2 Salam, Kec. Mungkid

Kec. Borobudur, Kec. Martoyudan, Kec. Salaman, Kec. Salam,


2. S3 Kec. Tempuran

Kec. Grabag, Kec. Ngablak, Kec. Pakis, Kec Sawengan, Kec.


Dukun, Kec. Srumbung, Kec. Salam, Kec. Borobudur, Kec.
Salaman, Kec. Kajoran, Kec. Kajangkrik, Kec. Windusari, Kec.
3. N1 Bandongan, Kec. Muntilan, Kec. Muntilan

Kec. Candimulyo, Kec. Mungkid Kec. Bandongan, Kec.


Magelang Selatan, Kec. Kajangkrik, Kec. Salaman, Kec. Salam,
4. N2 Kec. Borobudur

Kec. Grabag, Kec. Ngablak, Kec. Pakis, Kec. Dukun, Kec.


Srumbung, Kec. Muntilan, Kec. Salam, Kec. Borobudur, Kec.
Salaman, Kec. Tempuran, Kec. Kajoran, Kec. Kajangkrik, Kec.
5. N3 Windusari, Kec. Bandongan

Sumber: Analisis Penyusun, 2013


Dari hasil analisis kesesuaian lahan dapat diketahui bahwa lahan yang sesuai untuk kawasan permukiman di
Kabupaten Magelang adalah lahan dengan kelas kesesuaian S2 dan S3.

Lahan yang Sesuai Untuk Permukiman


Di Kabupaten Magelang, lahan yang sesuai untuk kawasan permukiman tersebar di bagian tengah wilayah. Hal ini
sesuai dengan karakteristik wilayah tengah Kabupaten Magelang yang merupakan daerah lembah yang relative
landai dengan resiko bencana rendah. Sebagian besar wilayah di bagian tengah ini sesuai untuk permukiman dengan
kelas S2, yang artinya terdapat sedikit factor penghambat karena merupakan daerah rawan bencana rendah. Factor
penghambat untuk antara lain berupa daerah rawan longsor ringan. Kecamatan yang merupakan wilayah kelas S2
dengan luas terbesar adalah Kecamatan Secang, Ngablak, Candimulyo, Magelang Utara, Magelang Selatan dan
Tegalrejo.

Selanjutnya, untuk kelas S3 yaitu sesuai untuk permukiman namun memiliki factor penghambat sedang berupa
rawan bencana sedang dan hanya sebagian kecil dari wilayah Kabupaten Magelang yaitu lebih ke bagian selatan
yaitu di kecamatan Martoyudan, Borobudur dan Salaman. Pada kawasan kecamatan ini dari hasil analisis kesesuian
lahan merupakan kawasan budidaya, namun juga merupakan kawasan dengan rawan bencana sedang. Bencana yang
sering terjadi di wilayah ini adalah banjir yang sering datang sewaktu- waktu karena banyaknya limpasan air dari
daerah atas di sekitarnya terutama pada saat musim penghujan.

Lahan yang Tidak Sesuai Untuk Permukiman


Semakin ke pinggiran wilayah Kabupaten Magelang merupakan wilayah dengan resiko bencana lebih tinggi karena
merupakan wilayah pegunungan sehingga kelerengan lebih tinggi dan resiko bencana lebih tinggi pula terutama
longsor dan erupsi gunung. Sehingga pada daerah pinggiran Kabupaten Magelang lebih mengarah pada kelas NI, N2
dan N3 yaitu lahan yang tidak sesuai.

Dari hasil analisis, kelas N1 merupakan bagian dari kawasan budidaya namun memiliki rawan bencana tinggi dan
kawasan penyangga dengan resiko bencana rendah. Untuk kelas N1 ini meskipun masih dapat dijadikan kawasan
permukiman namun merupakan kawasan yang mendekati tidak sesuai karena tingginya factor penghambat. Sebagian
besa kawasan ini merupakan kawasan dengan resiko bencana tinggi seperti tanah longsor besar yang banyak
menimbulkan kerugian secara material dan lingkungan. Kawasan kelas ini dapat dijadikan permukiman dengan
tindakan lebih lanjut untuk meminimalisir bencana.
Kawasan dengan kelas N1 ini sebagian besar berada di Kecamatan Mungkid, Muntilan, Salam, Pakis, Dukun,
Sawangan, dan Ngluwar. Pada kawasan yang seharusnya tidak sesuai ini banyak tersebar kawasan permukiman
dengan kepadatan tinggi dan sedang. Untuk lahan pada kelas N1 diperbolehkan untuk kawasan permukiman namun,
memiliki tingkat resiko bencana yang tinggi sehingga perlu adanya upaya kelestarian lingkungan dan lahan lebih
lanjut agar resiko bencana dapat diminimalisir dan dapat mengurangi factor penghambat kesesuaian lahan untuk
permukiman.

Untuk kelas N2, yaitu kawasan yang hamper tidak sesuai untuk lahan permukiman hanya sebagian kecil dari luas
wilayah Kabupaten Kebumen. Kawasan dengan kelas ini sebagian besar tersebar di Kecamatan Bandongan
,Candimulyo dan Mungkid. Kawasan ini merupakan kawasan penyangga dengan rawan bencana tinggi terutama
longsor dan erupsi gunung berapi. Kawasan ini masih berada pada jalur limpasan lahar dingin dan lava gunung
berapi yang berada di Kabupaten Magelang. Untuk itulah kawasan ini tidak diperbolehkan sebagai kawasan
permukiman karena memiliki resiko bencana tinggi. Pada kawasan kelas N2 yang tidak diperbolehkan untuk
permukiman ini ternyata terdapat kawasan permukiman dengan kepadatan sedang.

Sedangkan untuk kelas N3, yaitu kawasan yang tidak boleh untuk lahan permukiman menyebara dibagian pinggir
mendekati kawasan pegunungan yang merupakan kawasan penyangga dengan rawan bencana berbahaya dan
terlarang serta kawasan lindung. Dari fungsi kawasannya, kawasan inimemang tidak sesuai untuk lahan permukiman
karena bukan merupakan kawasan budidaya. kawasan ini banyak tersebar di Kecamatan Pakis, Kec. Dukun, Kec.
Muntilan, Kec. Borobudur, Kec. Tempuran Kec. Kajangkrik, dan Kec. Windusari. Kawasan ini memiliki resiko
bencana alam tinggi seperti erupsi merapi dan tanah longsor. Untuk di Kecamatan Muntilan sendiri merupakan
kawasan yang dilalui oleh banjir lahar dingin gunung Merapi. Oleh sebab itu, kawasan ini tidak diperbolehkan untuk
permukiman.

Adanya permukiman di kelas N2 ini harus segera direlokasi agar tidak menimbulkan bahaya bagi penduduk dan
kerugian jika terjadi bencana. Jika sulit untuk direlokasi karena sudah merupakan kawasan permukiman turun
temurun maka dapat dilakukan pelestarian lingkungan dan mitigasi bancana sejak dini agar kerugian yang
ditimbulkan tidak besar.

Namun, dilihat dari peta persebaran kawasan permukiman, pada kawasan kelas N3 ini terdapat kawasan pemukiman
dari mulai kepadatan rendah hingga tinggi. Di Kecamatan Muntilah kawasan ini merupakan kawasan permukiman
kepadatan tinggi. Kawasan permukiman pada kelas N3 ini merupakan kawasan permukiman yang harus segera di
relokasi. Selain karena lahan yang digunakan tidak sesuai peruntukannya juga merupakan kawasan berbahaya dan
dapat menimbulkan kerugian besar jika terjadi bencana.

KESIMPULAN
Kesesuaian lahan permukiman sleain dapat dianalisis dengan kelas kesesuaian lahan yaitu lahan yang berada di
kawasan budidaya juga dapat di analisis dengan mempertimbangkan daerah rawan bencana. Kabupaten Magelang
merupakan wilayah yang seluruhnya rawan terhadap bencana mulai dari rnedah, sednag tinggi, berbahay hingga
terlarang. Adanya kerawanan bencana ini tentu sangat berpengaruh pada kesesuaian lahan untuk permukiman. Dari
hasil analisis, terdapat lima kelas kesesuianan yaitu S2, S3, N1, N2, dan N3 yang berarti terdapat lahan yang sesuai
dan tidak sesuai untuk permukiman.

Dengan membandingkan persebaran permukiman dengan kelas kesesuaian lahan, dapat diketahui bahwa banyak
kawasan permukiman yang berada pada lahan yang tidak sesuai peruntukkannya untuk permukiman, terutama pada
lahan di kelas N2 dan N3 yang merupakan daerah berbahaya dan daerah terlarang. Bahkan terdapat kawasan ada
kelas N2 da N3 yang merupakan kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi. Kawasan permukiman pada kelas
lahan ini sebisa mungkin direlokasi agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar baik secara material maupun
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai