ISI
2.1 Tanah
2.1.1. Pengertian Tanah
Ditinjau dari segi asal-usul, tanah merupakan hasil alih rupa (transformation) dan
alih tempat (translocation) zat-zat mineral dan organik yang berlangsung di permukaan
daratan di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu sangat
panjang. (Schroeder, 1984)
Secara umum, pengertian tanah dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu aspek pendekatan
geologi, aspek pendekatan pedologi, dan pendekatan edhapologi. Jika dilihat dari aspek
pendekatan geologi, maka tanah berarti lapisan permukaan bumi yang berasal dari
bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam sehingga
regolith (lapisan partikel halus). Namun jika dilihat dari segi pendekatan pedologi, maka
tanah berarti bahan padat (mineral atau organik) yang terletak di permukaan bumi, yang
telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor:
Bahan Induk, Iklim, Organisme, Topografi, dan Waktu. Sedangkan jika dilihat dari segi
pendekatan edhapologi maka tanah berarti media tumbuh tanaman.
2.4 Penanggulangan
Limbah minyak bumi dapat terjadi di semua lini aktivitas perminyakan mulai dari
eksplorasi sampai ke proses pengilangan dan berpotensi menghasilkan limbah berupa
lumpur minyak bumi (Oily Sludge). Salah satu kontaminan minyak bumi yang sulit diurai
adalah senyawaan hidrokarbon. Ketika senyawa tersebut mencemari permukaan tanah,
maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan, atau masuk ke dalam tanah kemudian
terendap sebagai zat beracun. Akibatnya, ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu
(Karwati, 2009).
Secara alamiah lingkungan memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawa-
senyawa pencemar yang masuk ke dalamnya melalui proses biologis dan kimiawi.
Namun, sering kali beban pencemaran di lingkungan lebih besar dibandingkan dengan
kecepatan proses degradasi zat pencemar tersebut secara alami. Akibatnya, zat pencemar
akan terakumulasi sehingga dibutuhkan campur tangan manusia dengan teknologi yang
ada untuk mengatasi pencemaran tersebut. (Nugroho, 2006).
Selain itu, Atlas (1981) dalam Nugroho (2006) juga menjelaskan bahwa banyak
senyawa-senyawa organik yang terbentuk di alam dapat didegradasi oleh mikroorganisme
bila kondisi lingkungan menunjang proses degradasi, sehingga pencemaran lingkungan
oleh polutan-polutan organik tersebut dapat dengan sendirinya dipulihkan. Namun pada
beberapa lokasi terdapat senyawa organik alami yang resisten terhadap biodegradasi
sehingga senyawa tersebut akan terakumulasi di dalam tanah.
Penanggulangan pencemaran minyak dapat dilakukan secara fisik, kimia dan
biologi. Penanggulangan secara fisik umumnya digunakan pada langkah awal
penanganan, terutama apabila minyak belum tersebar ke mana-mana. Namun cara fisika
memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengangkutan dan pengadaan energi guna
membakar materi yang tercemar.
Penanggulangan secara kimia dapat dilakukan dengan bahan kimia yang
mempunyai kemampuan mendispersi minyak, sehingga minyak tersebut dapat terdispersi.
Terutama ketika zat pencemar tersebut dalam konsentrasi tinggi. Namun cara ini memiliki
kelemahan, yaitu mahal pengoprasiannya karena memakan biaya yang cukup besar dan
metode kimia memerlukan teknologi dan peralatan canggih untuk menarik kembali bahan
kimia dari lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lain.
Mengingat dampak pencemaran minyak bumi baik dalam konsentrasi rendah
maupun tinggi cukup serius, maka manusia terus berusaha mencari teknologi yang paling
mudah, murah dan tidak menimbulkan dampak lanjutan (Nugroho, 2006). Salah satu
alternatif penanggulangan lingkungan tercemar minyak adalah dengan teknik
bioremediasi, yaitu suatu teknologi yang ramah lingkungan, efektif dan ekonomis dengan
memanfaatkan aktivitas mikroba seperti bakteri. Melalui teknologi ini diharapkan dapat
mereduksi minyak buangan yang ada dan mendapatkan produk samping dari aktivitas
tersebut (Udiharto et al.,1995). Bioremediasi merupakan salah satu teknologi inovatif
untuk mengolah kontaminan, yaitu dengan memanfaatkan mikroba, tanaman enzim
tanaman atau enzim mikroba (Gunalan, 1996). Bioremidiasi didefinisikan sebagai
teknologi pemulihan tanah terkontaminasi bahan pencemar (pollutant) secara biologi
melalui mekanisme biodegradasi alamiah (intrinsic bioremidiation) dan/ atau
meningkatkan mekanisme biodegradasi alamiah dengan menambahkan mikroorganisme,
nutrien, donor elektron dan/atau akseptor elektron (enhanced bioremidiation) Nutrien
yang paling berperanan adalah nitrogen dan fosfor, sedang donor electron adalah
methanol atau asam laktat untuk proses anaerobik. Akseptor elektron adalah oksigen
untuk proses aerobik sedang untuk anaerobik adalah besi dan nitrat (Crawford, 2001).
Keefektifan bioremidiasi ditentukan oleh kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan
ini digunakan untuk menentukan tempat proses bioremidiasi akan dilakukan, baik di
lokasi terjadinya pencemaran (in situ) maupun di luar tempat pencemaran (ex situ).
Kondisi lingkungan yang utama adalah temperatur. Pada temperatur rendah maka
viskositas akan meningkat dan volatilitas senyawa toksik akan menurun sehingga akan
menghambat proses bioremidiasi. Secara umum laju biodegradasi umumnya meningkat
sejalan dengan peningkatan temperatur sampai batas tertentu. Kedua adalah oksigen.
Ketersediaan oksigen sangat penting dalam proses biodegradasi, walaupun pada kondisi
tanpa oksigen (anaerob) beberapa bahan dapat didegradasi dengan baik seperti
hidrokarbon aromatik (BTEX) (Head and Swannell, 1999). Ketiga nutrien. Untuk dapat
mengoptimalkan kerja mikroorganisme diperlukan penambahan nutrien, seperti N dan P,
sehingga dicapai perbandingan antara C/N/P pada tingkat yang proporsional. Secara
teoritis 150 mg Nitrogen dan 30 mg Phosphor diperlukan mikroorganisme untuk
mengkonversi 1 gr hidrokarbon menjadi sel baru (Rosenberg and Ron, 1996). Keempat
pH. Kebanyakan bakteria heterotrof dan fungi menyukai pH netral, namun fungi masih
toleran terhadap pH rendah. Teknik bioremidiasi dapat dilakukan secara in-situ maupun
ex-situ.
Pada umumnya, teknik bioremediasi in-situ diaplikasikan pada lokasi tercemar
ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan yang
volatil.
Bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi di mana lahan atau air yang
terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang
disiapkan untuk proses bioremediasi.
Penanganan lahan yang tercemar minyak bumi dilakukan dengan cara
memanfatkan mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan
pencemar. Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena agen
pendegradasi yang dipergunakan adalah mikroorganisme yang dapat terurai secara alami.
Ruang lingkup pelaksanaan proses bioremediasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi
meliputi beberapa tahap yaitu:
Treatibility study merupakan studi pendahuluan terhadap kemampuan jenis
mikroorganisme pendegradasi dalam menguraikan minyak bumi yang terdapat
di lokasi tanah terkontaminasi.
Site characteristic merupakan studi untuk mengetahui kondisi lingkungan
awal di lokasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi. Kondisi ini meliputi
kualitas fisik, kimia, dan biologi.
Persiapan proses bioremediasi yang meliputi persiapan alat, bahan,
administrasi serta tenaga manusia.
Proses bioremediasi yang meliputi serangkaian proses penggalian tanah
tercemar, pencampuran dengan tanah segar, penambahan bulking agent,
penambahan inert material, penambahan bakteri, nutrisi, dan proses
pencampuran semua bahan.
Sampling dan monitoring meliputi pengambilan gambar tanah dan air selama
proses bioremediasi. Kemudian, gambar itu dibawa ke laboratorium
independen untuk dianalisa konsentrasi TPH dan TCLP.
Revegetasi yaitu pemerataan, penutupan kembali drainase dan perapihan lahan
sehingga lahan kembali seperti semula.
Tabel analisis limbah industri :
BAKU MUTU HASIL
PARAMETER SATUAN
AIR LIMBAH
FISIKA
SUHU 00 30 -
ZAT YANG TERENDAP Mg/L 1,0 0,0
(word)
Selain bioremidiasi, penanganan secara biologi jugadapat dilakukan dengan cara
fitoremidiasi. Fitoremidiasi berasal dari kata Yunani phyton yang berarti
tumbuhan/tanaman dan remediation yang berasal dari kata latin remidium yaitu
memperbaiki atau membersihkan sesuatu (Anonim, 1999). Dengan demikian
fitoremidiasi didefinisikan sebagai penggunaan tanaman/tumbuhan untuk menyerap,
mendegradasi, menghilangkan, menstabilkan atau menghancurkan bahan pencemar
khususnya logam berat maupun senyawa organik lainnya.
2.5 Studi Kasus
Di Indonesia sendiri sudah banyak kasus-kasus pencemaran tanah akibat tumpahan
minyak bumi. Baik yang langsung dari industri pertambangan minyak bumi sendiri,
ataupun dari industri lainnya. Berikut beberapa studi kasus pencemaran tanah akibat
tumpahan minyak bumi :