Anda di halaman 1dari 3

Audit Energi

Menurut SNI 03-6196-2000, (2000) [8], audit energi merupakan teknik yang dipakai untuk
menghitung besarnya konsumsi energi pada bangunan gedung dan mengenali cara-cara untuk
penghematannya. Sedangkan menurut Turner dan Doty (2006) [13] dalam buku Energy
Management Handbook dijelaskan bahwa audit energi merupakan salah satu hal pertama yang
dapat dilakukan dalam pencapaian biaya energi yang efektif. Audit energi terdiri dari pengujian
rinci untuk mengetahui seberapa besar penggunaan energi, besar biaya yang harus dikeluarkan
dalam penggunaan energi, serta rekomendasi peluang penghematan energi. Dalam pelaksanaan
audit energi memiliki tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk memenuhi kegiatan audit
energi, diantaranya adalah audit energi awal dan audit energi rinci. Audit energi awal merupakan
kegiatan pengumpulan data historis. Audit awal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi di
lapangan. Sedangkan, audit energi rinci merupakan kegiatan pengukuran aktual pada komponen
atau sistem yang akan dilakukan analisis penghematan. Hasil dari audit energi adalah laporan
tentang bagian yang mengalami pemborosan energi. Melalui kegiatan audit energi, dapat
diidentifikasi peluang penghematan energi yang selanjutnya dapat diimplementasikan sesuai
dengan kelayakannya.

Audit Energi Sistem Pencahayaan

Audit energi sistem pencahayaan memiliki parameter-parameter yang dapat menunjukkan suatu
kualitas system pencahayaan. Kualitas sistem pencahayaan dinyatakan dalam beberapa parameter,
yaitu tingkat pencahayaan, daya pencahayaan, temperatur warna cahaya lampu, dan renderasi
warna. Jika salah satu dari parameter tersebut tidak sesuai dengan standar, maka kualitas
pencahayaan yang dihasilkan tidak akan optimal, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar II.1

berikut.

II-2

Gambar II.1 Parameter kualitas sistem pencahayaan

Sumber: Turner&Doty, 2007

Berdasarkan Gambar II.1 dapat diketahui bahwa tingkat konsumsi energi saat lampu beroperasi
diketahui dari besarnya daya listrik, yang diukur dalam satuan watt. Jumlah watt yang dikonsumsi
merupakan daya input listrik untuk sistem pencahayaan. Sedangkan output dari sistem
pencahayaan diukur dalam satuan lumen, jumlah lumen menggambarkan seberapa banyak cahaya
yang diproduksi oleh sumber pencahayaan buatan tersebut. Sedangkan illuminance merupakan
banyaknya arus cahaya yang datang pada unit bidang. Satuan illuminance adalah lux atau lumen
persatuan luas (lumen/m2). Istilah lain berdasarkan Gambar II.1 adalah kecerahan. Kecerahan
merupakan intensitas cahaya yang dipancarkan, dipantulkan atau diteruskan oleh suatu permukaan

bidang.

II. 2. 1. Cahaya Buatan

Menurut Satwiko(2004)[7], cahaya buatan (artificial light) adalah segala bentuk cahaya yang
berasal dari alat yang dibuat oleh manusia seperti lampu pijar, lampu minyak tanak, lilin dan obor.
Pada umumnya, cahaya buatan disebut dengan cahaya lampu. Sedangkan lawan dari cahaya buatan
adalah cahaya alami (natural II-3light). Cahaya alami yaitu cahaya yang berasal dari alam, yaitu
cahaya matahari (daylight).Besar kuantitas cahaya yang dihasilkan oleh cahaya buatan dapat
menimbulkan kecerahan, hal ini akan memberikan dampak terhadap performa mata dalam melihat
objek. Pada umumnya, peristiwa tersebut disebut dengan kontras. Menurut Satwiko(2004)[7],
kontras adalah perbedaan antara luminan (kecerahan) beda yang dilihat dengan luminan
permukaan disekitarnya. Semakin besar kontras, semakin mudah untuk mengenali objek yang akan
dilihat. Cahaya buatan memiliki banyak jenis yang disesuaikan dengan kebutuhan ruangan.
Menurut Satwiko(2004)[7], jenis cahaya buatan digolongkan menjadi tiga, diantaranya:

1. Lampu Pijar (incandescent). Cahaya dihasilkan oleh filament dari bahan tungsten (titik
lebur>2200C) yang berpijar karena panas. Efikasi lampu ini rendah, hanya 8-10% energi menjadi
cahaya. Sisanya terbuang sebagai panas. Untuk memperbaiki efikasinya, lampu tungsten diisi gas
halogen, antara lain iodine, chlorine, bromin dan flourin, yang disebut sebagai lampu tungsten
halogen. Efikasinya mampu mencapai 17.5 lumens/watt.

2. Lampu fluorescent. Cahaya dihasilkan oleh pendaran bubuk fosfor yang melapisi bagian dalam
tabung lampu. Fosfor tersebut berpendar karena menyerap gelombang pendek cahaya ungu-ultra
sebagai akibat dari lecutan listrik (terbentuk oleh loncatan antar katoda didalam tabung yang berisi
uap merkuri bertekanan rendah dan argon). Ramuan bubuk menentukan warna cahaya yang
dihasilkan. Lebih dari 25% energi dijadikan cahaya. Efikasinya antara 40-85 lumens/watt. Efikasi
lampu fluorescent 2-3 kali lebih baik dari lampu pijar.

3. Lampu HID (high-intensity discharge lamps). Cahaya dihasilkan oleh lecutan listrik melalui uap
zat logam. Lampu merkuri menghasilkan cahaya dari lecutan listrik dalam tabung kaca atau kuarsa
berisi uap merkuri bertekanan tinggi. Efikasi antara 40-60 lumens/watt. Dibutuhkan waktu antara
3-8 menit untuk menguapkan merkuri sebelum menghasilkan cahaya maksimal. Perlu selang
waktu 5-10 menit sebelum dihidupkan kembali. Untuk memperbaiki efikasi dan warna, pada
tabung lecutan listrik ditambahkan halide logam seperti thallium, indium dan sodium. Oleh karena
itu, lampu tersebut sering disebut dengan lampu metal halida. Walau efikasi bisa mencapai 70
lumens/watt, umumnya berkurang hingga separuh. Perkembangan selanjutnya dari lampu HID
adalah lampu uap sodium bertekanan tinggi (High pressure sodium vapor lamp). Salah satunya
adalah dengan membuat tabung lecutan dari keramik yang berisi xenon, mercury dan sodium.
Efikasinya mencapai lebih dari 95lm/watt.

II-4

Berdasarkan penjelasan diatas, diketahui bahwa setiap jenis cahaya buatan memiliki karakteristik
yang berbeda, termasuk dilihat dari parameter efikasi. Menurut SNI 03-6197-2000(2000) [8],
efikasi merupakan hasil bagi antara fluks luminous (lumen) dengan daya listrik yang dikonsumi
oleh suatu sumber cahaya yang dinyatakan dalam satuan lumen per watt. Pada tabel II.1,
ditunjukkan rincian jenis-jenis lampu beserta penunjukkan efektivitas yang didapatkan.

Anda mungkin juga menyukai