Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia
Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang
bermutu dalam penyelenggaraannya tidak cukup hanya dilakukan melalui
transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus didukung oleh
peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta
pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam
memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya.
Kemampuan seperti itu tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi
juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan
sistem nilai peserta didik. Berkaitan dengan pemikiran tersebut, tampak bahwa
pendidikan yang bermutu disekolah adalah pendidikan yang menghantarkan peserta
didik pada pencapaian standar akademis yang diharapkan dalam kondisi
perkembangan diri yang sehat dan optimal.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar BAB
X, Pasal 25 Ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa :
“Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya
menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.
Bimbingan diberikan oleh Guru Pembimbing”
Dalam upaya menghantarkan peserta didik yang tidak hanya menyangkut
aspek akademis saja, tetapi menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial,
kematangan intelektual untuk persiapan menghadapi masa depan dilakukan
melalaui bimbingan yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990
BAB X Pasal 25 Ayat 1 dan 2 tentang Pendidikan Dasar bahwa bimbingan
merupakan salah satu bantuan melalui lembaga pendidikan yang diberikan oleh
Guru Pembimbing atau walikelas dalam upaya untuk menemukan jati diri,
mengenal lingkungan dan untuk merencanakan masa depan.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan :
1. Apa yang dimaksud dengan kompetensi guru?
2. apa saja organisasi guru?
3. Bagaimana model pembelajaran yang efektif ?
4. Apa saja masalah dan problematika yang sering dihadapi guru dalam
pembelajaran?
5. Apa strategi dan kebijakan yang telah dilakukan untuk pengembangan profesi
guru?

C. Tujuan
1. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan kompetensi guru
2. Mengetahui apa saja organisasi guru
3. Mengetahui Bagaimana model pembelajaran yang efektif
4. Mengetahui Apa saja masalah dan problematika yang sering dihadapi guru
dalam pembelajaran
5. Mengetahui Apa strategi dan kebijakan yang telah dilakukan untuk
pengembangan profesi guru

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kompetensi Guru
1. Pengertian Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan menengah (Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen). Guru merupakan seseorang yang mempunyai tugas
mulia untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi
siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat
segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari
berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam
segala fase dan proses perkembangan siswa (Slameto, 2003: 97).
Guru memegang peranan dan tanggung jawab yang penting dalam
pelaksanaan program pengajaran di sekolah. Guru merupakan pembimbing
siswa sehingga keduanya dapat menjalin hubungan emosional yang bermakna
selama proses penyerapan nilai-nilai dari lingkungan sekitar. Kondisi ini
memudahkan mereka untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan di
masyarakat (Depdiknas, 2003 : 3).

2. Kompetensi Guru
Kompetensi profesional guru menurut Sudjana (2002 : 17-19) dapat
dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu pedagogik, personal dan sosial.
Kompetensi pedagogik menyangkut kemampuan intelektual seperti
penguasaan mata pelajaran, pengetahuan menganai cara mengajar,
pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pegetahuan tentang
bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan

3
tentang cara menilai hasil belajar, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta
pengetahuan umum lainnya.
Kompetensi bidang personal menyangkut kesiapan dan kesediaan guru
terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya
sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang
terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama
teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil
pekerjaannya.
Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru dalam berbagai
ketrampilan/berperilaku, seperti ketrampilan mengajar, membimbing, menilai,
menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan
siswa, ketrampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, ketrampilan
menyusun persiapan/ perencanaan mengajar, ketrampilan melaksanakan
administrasi kelas, dan lain-lain. Perbedaan dengan kompetensi kognitif
terletak pada sifatnya. Kompetensi kognitif berkenaan dengan aspek teori atau
pengetahuannya, pada kompetensi perilaku yang diutamakan adalah
praktek/ketrampilan melaksanakannya.
Menurut Murniati (2007 : 2) salah satu ciri dari profesi dituntut memiliki
kecakapan yang memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang
berwewenang (standar kompetensi guru). Istilah kompetensi diartikan sebagai
perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang
diwujudkan dalam pola berpikir dan bertindak atau sebagai seperangkat
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai
syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-
tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru harus
memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial
(Depdiknas, 2005 : 24, 90 – 91).
1. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan
dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan

4
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang yang mantap, arif, dewasa, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dap mendalam
yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut,
serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
4. Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
Berikut ini disajikan Alat Penilaian Kompetensi Guru (APKG) untuk
mengetahui kompetensi guru.1
1. Kompetensi pedagogik yang meliputi:
a. Mengenal anak didik
b. Menguasai beberapa teori tentang pendidikan
c. Menguasai macam-macam model pembelajaran
d. Menguasai bahan pelajaran
e. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
f. Menilai proses pembelajaran
2. Kompetensi kepribadian yang meliputi:
a. Berkepribadian utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman
b. Berkemampuan mengaktualisasikan diri, disiplin, tanggungjawab,
peka dan berwawasan luas

1 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-1,
hlm. 12.

5
c. Dapat berkomunikasi dengan orang lain
d. Kemampuan mengembangkan profesi, berpikir kreatif, kritis, dan
reflektif
3. Kompetensi profesional meliputi:
a. Penguasaan materi pelajaran
b. Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan/ keguruan
c. Penguasaan masalah-masalah pendidikan
4. Kompetensi sosial meliputi:
a. Empati kepada orang lain
b. Toleransi
c. Mampu bekerjasama dengan orang lain
d. Memiliki sikap kepribadian yang positif

B. Organisasi Guru
Saat ini, guru memiliki beberapa organisasi profesi guru yang terdaftar dan
diakui pada Dirjen GTK berdasarkan Surat Dirjen GTK tanggal 4 Desember 2015
yakni:2
1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Persatuan Guru Republik Indonesia (disingkat PGRI)
adalah organisasi di Indonesia yang anggotanya berprofesi sebagai guru.
Organisasi ini didirikan dengan semangat perjuangan para guru pribumi pada
zamanBelanda, pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia
Belanda (PGHB).
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres
Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 diSurakarta. Melalui kongres
ini segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan,

2
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta,

2005), Cet. ke 2, h. 10

6
lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku, sepakat
dihapuskan.
Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan
dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

2. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)


Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU) mempunyai sejarah panjang
sejak dirintis pada tahun 1952 sampai sekarang. Pada awalnya, organisasi ini
dibentuk atas inisiatif para peserta Kongres Ma’arif se Indonesia, yang antara lain
memberikan mandat kepada Ma’arif Cabang Surabaya untuk menyiapkan
pembentukannya. Pada tanggal 1 Mei 1958, Ma’arif Cabang Surabaya berhasil
membentuk Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU) Cabang Surabaya yang
sekaligus sebagai kantor pusat organisasi tersebut. Kemudian, berdasarkan hasil
Muktamar II PERGUNU, kedudukan kantor pusat dipindahkan ke Jakarta.
Sebagai badan otonom, PERGUNU memiliki dasar organisasi sebagaimana
ditetapkan oleh organisasi induknya, Nahdlatul Ulama, yakni beraqidah Islam
menurut faham Ahlusunnah Wal Jama’ah. Hal lain yang mendasar adalah
PERGUNU berkomitmen kebangsaan yang kuat dibingkai dalam Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
Bhineka Tunggal Ika yang merupakan karakter dasar bangsa Indonesia.

3. Ikatan Guru Indonesia (IGI)


Gagasan pendirian IGI berasal dari diskusi di mailing list antara guru dan
para praktisi pendidikan, dan dilanjutkan dengan aksi nyata melalui pelatihan-
pelatihan peningkatan kompetensi guru, dengan nama Klub Guru Indonesia (KGI).
Sambutan para guru di berbagai kota di Indonesia nampaknya cukup baik, sehingga
di mana-mana kegiatan yang diadakan KGI selalu disambut hangat. Beberapa kota
dan propinsi bahkan mulai mendirikan perwakilan cabang/wilayah. Apresiasi yang
diberikan Mendiknas, Dirjen PMPTK dan beberapa pejabat di Kemdiknas, serta
dukungan pemerintah daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) setempat, makin
mempercepat pertumbuhan organisasi ini.

7
Akhirnya, secara resmi pemerintah mengesahkan KGI sebagai organisasi
profesi guru dengan nama Ikatan Guru Indonesia (IGI), melalui SK Depkumham
Nomor AHU-125.AH.01.06.Tahun 2009, tertanggal 26 November 2009. Sejak saat
itu, semua atribut KGI, mulai dari website, logo, alamat mailing list, nama tabloid,
blog, dan lain-lain, semuanya berubah menjadi IGI. Melalui wadah IGI, diharapkan
para guru dapat mengubah dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada pihak lain
dan sekaligus bersiap menjadi lokomotif penggerak perubahan bagi bangsa.

4. Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI)


PGSI adalah organisasi profesi guru dan/atau serikat pekerja profesi guru
yang bersifat terbuka, independen, dan non Partai Politik. Visi PGSI : Terwujudnya
guru profesional yang mampu mendorong sistem pendidikan demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

5. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)


Semua ini bermula dari pertemuan dua belas organisasi guru daerah, di
Hotel Bumi Wiyata Depok, 21-23 Januari 2011. Para guru itu bersepakat untuk
berhimpun dalam sebuah organisasi yang diberi nama Federasi Serikat Guru
Indonesia (FSGI).

6. Federasi Guru Independen Indonesia (FGII)


Federasi Guru Independen Indonesia disingkat FGII dideklarasikan
berdirinya pada tanggal 17 Januari 2002 bertempat di Tugu Proklamasi Jl.
Pegangsaan Timur, Jakarta. Hadir dalam deklarasi tersebut lebih kurang 300 orang
guru dari Aceh, Padang, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan menggunakan nama-nama organisasi /
forum guru yang berbeda dari masing-masing daerah. Penyatuan atas perbedaan-
perbedaan itulah yang kemudian mendorong terbentuknya organisasi guru dalam
bentuk Federasi.

8
Prinsip dasar yang melatarbelakangi pembentukan FGII adalah mendorong
demokratisasi pendidikan dengan membuka ruang seluas-luasnya kepada guru dan
masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dalam setiap pengambilan
kebijakan pendidikan agar kebijakan pendidikan di Indonesia dapat tumbuh dan
berkembang secara partisipatif, transparan dan akuntabel.

C. Macam-Macam Metode pembelajaran :3


1. Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan
pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan oleh Mc Leish (1976),
melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan metode ceramah, guru
dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya.
Gage dan Berliner (1981:457), menyatakan metode ceramah cocok untuk
digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk
penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut
sukar didapatkan.

2. Metode Diskusi
Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta atau
lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan
pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara
mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan
pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979: 251).
Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding metode ceramah,
metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep dan
keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan,
penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah.

3 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali


Pers, 2011), h. 51.

9
Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan
anak dari pada metode diskusi.

3. Metode Demonstrasi
Metode pembelajaran demontrasi merupakan metode pembelajaran yang
sangat efektif untuk menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
seperti: Bagaimana cara mengaturnya? Bagaimana proses bekerjanya? Bagaimana
proses mengerjakannya. Demonstrasi sebagai metode pembelajaran adalah
bilamana seorang guru atau seorang demonstrator (orang luar yang sengaja diminta)
atau seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh kelas sesuatau proses. Misalnya
bekerjanya suatu alat pencuci otomatis, cara membuat kue, dan sebagainya.

4. Metode Ceramah Plus


Metode Pembelajaran Ceramah Plus adalah metode pengajaran yang menggunakan
lebih dari satu metode, yakni metode ceramah yang dikombinasikan dengan metode
lainnya. Ada tiga macam metode ceramah plus, diantaranya yaitu:
a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas
b. Metode ceramah plus diskusi dan tugas
c. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL)

5. Metode Resitasi
Metode Pembelajaran Resitasi adalah suatu metode pengajaran dengan
mengharuskan siswa membuat resume dengan kalimat sendiri.
Kelebihan Metode Resitasi adalah :
a. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri akan dapat
diingat lebih lama.
b. Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian, inisiatif,
bertanggung jawab dan mandiri.
Kelemahan Metode Resitasi adalah :
a. Kadang kala peserta didik melakukan penipuan yakni peserta didik hanya
meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan

10
sendiri.
b. Kadang kala tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
c. Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual.

6. Metode Eksperimental
Metode pembelajaran eksperimental adalah suatu cara pengelolaan
pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi
kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti
suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik
kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya.

6. Metode Study Tour (Karya wisata)


Metode study tour Study tour (karya wisata) adalah metode mengajar
dengan mengajak peserta didik mengunjungi suatu objek guna memperluas
pengetahuan dan selanjutnya peserta didik membuat laporan dan mendiskusikan
serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh pendidik.

8. Metode Latihan Keterampilan


Metode latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode mengajar
dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik,
dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses
tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu (misal: membuat tas dari mute).
Metode latihan keterampilan ini bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang
otomatis pada peserta didik.

9. Metode Pengajaran Beregu


pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya
lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas.Biasanya salah
seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya,setiap pendidik

11
membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiapsiswa yang diuji
harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut

10. Peer Theaching Method


Metode Peer Theaching sama juga dengan mengajar sesama teman, yaitu
suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri.

11. Metode Pemecahan Masalah (problem solving method)


Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanyasekadar
metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebabdalam
problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulaidengan
mencari data sampai pada menarik kesimpulan.
Metode problem solving merupakan metode yang merangsang berfikir
danmenggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan
olehsiswa. Seorang guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk
mencobamengeluarkan pendapatnya.

12. Project Method


Project Method adalah metode perancangan adalah suatu metode mengajar
dengan meminta peserta didik merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai
obyek kajian.

13. Taileren Method


Teileren Method yaitu suatu metode mengajar dengan menggunakan
sebagian-sebagian,misalnya ayat per ayat kemudian disambung lagi dengan ayat
lainnya yang tentusaja berkaitan dengan masalahnya.

14. Metode Global (ganze method)

12
Metode Global yaitu suatu metode mengajar dimana siswa disuruh
membaca keseluruhan materi, kemudian siswa meresume apa yang dapat mereka
serap atau ambil intisaridari materi tersebut.

C. Problematika-problematika yang Dialami Guru


Selain dalam hal membuat rencana pembelajaran, pada saat pelaksanaan
pembelajaran pun guru juga sering mengalami permasalahan. Adapun problematika
guru dalam pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Problematika Guru dalam Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas merupakan salah satu kendala yang dihadapi oleh guru
dalam pembelajaran. Pengelolaan kelas adalah suatau usaha yang dilakukan oleh
guru untuk menciptakan, memelihara, dan mengembangkan iklim belajar yang
kondusif. Suasana kelas yang kondusif akan dapat mengantarkan siswanya pada
prestasi akademik maupun nonakademik. Adapaun ciri-ciri kelas yang kondusif,
yaitu: tenang, dinamis, tertib, suasana saling menghargai, saling mendorong,
kreativitas tinggi, persaudaraan yang kuat, berinteraksi dengan baik, dan bersaing
sehat untuk kemajuan.Sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat
tercapai secara efektif dan efesien.4
Adapun permasalahan yang terjadi di dalam pengelolaan kelas itu
dikarenakan adanya berbagai macam karakteristik atau tingkah laku yang bervariasi
dari peserta didik. Menurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas yang
berhubungan dengan perilaku peserta didik adalah:
1. Kurangnya kesatuan, misalnya dengan adanya kelompok-kelompok, klik-
klik, dan pertentangan jenis kelamin.
2. Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok, misalnya ribut,
bercakap-cakap, pergi ke sana ke mari, dan sebagainya.

4 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-1,
hlm. 49.

13
3. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut, bermusuhan,
mengucilkan, dan merendahkan kelompok bodoh.
4. Kelas mentoleransi kesalahan-kesalahan temannya, menerima, dan
mendorong perilaku anak didik yang keliru.
5. Mudah mereaksi ke hal-hal negatif/terganggu, misalnya bila didatangi
monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah, dan sebagainya.
6. Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga yang alat- alat
belajarnya kurang, kekurangan uang, dan lain-lain.
Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas
tambahan, anggota kelas yang baru, situasi baru, dan sebagainya.5
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa peran guru sangat penting
dalam pengelolaan kelas. Apabila guru mampu mengelola kelasnya dengan baik,
maka tidaklah sulit bagi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan.

2. Problematika Guru dalam Menerapkan Metode Pembelajaran


Menurut Syaiful Bahri Djamarah “Metode adalah cara atau siasat yang
diperlukan dalam pengajaran, sebagai strategi, metode memperlancar kearah
pencapaian tujuan pembelajaran”.6 Berbagai macam metode yang dapat diterapkan
dalam proses belajar mengajar, seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, diskusi,
simulasi, dan lain-lain. Guru harus mampu memilih dan menggunakan metode
pembelajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
Menurut Rusman dalam Model-model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru, menjelaskan bahwa “Setiap metode pembelajaran memiliki
kelebihan dan kelemahan dilihat dari bebagai sudut, namun yang penting bagi guru
metode manapun yang digunakan harus jelas dengan tujuan yang ingin dicapai.7

5 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), Cet. ke 2, hlm. 126 – 127.

6 Ibid, hlm. 70.


7 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
h. 78.

14
Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk pembelajaran
tematik, antara lain sebagai berikut:
1. Metode ceramah, guru banyak berperan dalam menyampaikan isi
pembelajaran dengan cara presentasi di depan siswa.
2. Metode demonstrasi, siswa mendemonstrasikan cara kerja suatu proses,
prinsip, dan sebagainya.
3. Metode simulasi, metode pembelajaran dengan cara memainkan peran- peran
tertentu yang bukan sesungguhnya.
4. Metode tanya jawab berantai, guru memanggil seorang siswa untuk
mengemukakan pendapat/bertanya.
5. Metode diskusi, guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas dengan teman
di dekatnya secara berpasangan.
6. Metode penugasan, guru menugaskan siswa untuk mengamati objek,
mewawancarai sumber, melakukan kegiataan, dan membuat produk
tertentu.8
Diantara syarat-sayarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam
penggunaan metode pembelajaran adalah:
 Metode yang digunakan harus dapat membangkitkan motivasi, minat atau
gairah belajar siswa.
 Dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, seperti
melakukan inovasi dan ekspotasi.
 Harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mewujudkan hasil
karya.
 Harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa.
 Harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap siswa
dalam kehidupan sehari-hari.9
Adapun beberapa masalah guru terkait metode pembelajaran, antara lain adalah:

8 Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 382 –
383.
9 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), cet.

Ke-1, hlm. 52-53.

15
1. Pemilihan metode yang kurang relevan dengan tujuan pelajaran dan materi
pelajaran.
2. Guru kurang terampil dalam menggunakan metode pembelajaran.
3. Guru sangat terikat pada satu metode saja.10
Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat
berhimpun semua anak didik dan dalam rangka menerima bahan pelajaran dari
guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif.
Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan
pembelajaran.11
Oleh karena itu, penggunaan metode dalam pelaksanaan pembelajaran sangat perlu
diperhatikan agar teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru
pada saat penyajian bahan pelajaran tepat dan sesuai materi pelajaran sehingga
siswa tidak merasa jenuh/bosan terhadap pelajaran tersebut.

3. Problematika Hubungan Guru dalam Berinteraksi dengan Siswa


Hubungan guru dengan siswa atau peserta didik di dalam proses belajar
mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya
bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yang
digunakan, namun jika hubungan guru dengan siswa merupakan hubungan yang
tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan.12
Masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar salah satu disebabkan
kurangnya hubungan komunikasi antara guru dengan siswa serta siswa dengan
siswa yang lainnya sehingga proses interaksi menjadi vakum. Adanya hambatan-
hambatan tertentu, misalnya kadang-kadang masih ada sikap otoriter dari guru,

10 Muhammad Yusri, “Masalah-Masalah dalam Proses


Belajar”, http://yusri.blogspot.com/20/08/2015.

11 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), Cet. ke 2, h. 85
12 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 172.

16
sikap tertutup dari guru, siswa yang pasif, jumlah siswa yang terlalu banyak, sistem
pendidikan, keadaan dan latar belakang guru sendiri maupun para siswanya.13
Salah satu cara untuk mengatasinya adalah melalui contact-hours di dalam
hubungan guru-siswa. Contact-hours atau jam-jam bertemu antara guru-siswa, pada
hakikatnya merupakan kegiatan di luar jam-jam presentaasi di depan kelas seperti
biasanya.Selain itu, semua perlu dikembangkan sikap demokratis dan terbuka dari
para guru perlu ada keaktifan dari pihak siswa dan juga harus bersikap ramah,
sebaliknya siswa juga harus bersikap sopan. Masing-masing guru perlu mengetahui
latar belakang baik guru maupun siswa.14
Tugas guru adalah bagaimana harus mendesain agar menciptakan agar
menciptakan proses belajar mengajar yang lebih optimal. Guru seharusnya dapat
mengembangkan interaksi belajar mengajar yang lebih dinamis untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.15
Bentuk-bentuk kegiatan belajar selain melalui pengajaran di depan kelas,
perlu diperhatikan bentuk-bentuk belajar yang lain. Guru dapat menanyai dan
menangkap keadaan siswa dan sebaliknya siswa mengajukan berbagai persoalan-
persoalan dan hambatan yang sedang dihadapi. Terjadilah suatu proses interaksi
dan komunikasi yang humanistik. Hal ini jelas akan sangat membantu keberhasilan
studi para siswa. Berhasil dalam arti tidak sekedar tahu atau mendapatkan nilai baik
dalam ujian, tetapi akan menyentuh pada soal sikap mental dan tingkah laku atau
hal-hal yang intrinsik.16

4. Problematika Guru dalam Media Pembelajaran


Selain permasalahan dalam hal pengelolaan kelas, yakni menerapkan
metode pembelajaran, terdapat masalah atau kendala lain yang sering dihadapi oleh

13 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 173

14 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 173
– 174.
15 Ibid, hlm. 148
16 Ibid, hlm. 147 – 148

17
guru dalam melaksanakan pembelajaran yaitu sering tidak adanya penggunaan
media sebagai sarana penunjang kegiatan pembelajaran.
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secra harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah berbagai
jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.17
Belajar adalah suatu proses yang kompleks, rumit dan unik, karena memiliki ciri-
ciri/karakteristik tertentu yang berbeda antara peserta didik yang satu dengan
peserta didik yang lain. Oleh karenanya, belajar adalah masalah individual, dalam
arti bahwa belajar akan terjadi karena individu itu sendiri yang
melakukannya.[15] Penggunaan media dalam pembelajaran merupakan hal yang
sangat bermanfaat sekali bagi guru dalam hal menyampaikan materi pelajaran
kepada peserta didik. Karena dengan adanya media dapat memudahkan
pemahaman peserta didik dalam memahami materi yang sulit dipahami jika hanya
dengan mendengarkan penjelasan dari guru saja. Oleh karena itu, guru tidak boleh
meremehkan yang namanya media atau bahkan meninggalkan media sebagai alat
bantu pembelajaran. Akan tetapi, guru harus mampu mencari media dan
menggunakan media tersebut untuk membantu terlaksananya KBM (Kegiatan
Belajar Mengajar) agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.18

D. Strategi Pengembangan Profesi Guru


Menurut kamus umum Bahasa Indonesia strategi ialah siasat untuk
mencapai sesuatu maksud atau tujuan. Dalam mengembangkan profesi guru dapat
dilakukan melalui berbagai strategi baik dalam bentuk pendidikan dan pelatihan
(diklat) maupun bukan diklat (Danim, 2011:9) antara lain;
1. Pendidikan dan pelatihan

17 Arief Sadiman, dkk, Media Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 6.
18 Karti Soeharto, dkk, Teknologi Pembelajaran(Pendekatan Sistem, Konsepsi dan Model, SAP,
Evaluasi, Sumber Belajar dan Media), (Surabaya: Intellectual Club, 2008), Cet. Ke-3, hlm. 97.

18
a) In-house training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang
dilaksanakan secara internal dikelompok kerja guru, sekolah, atau tempat lain
yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.
b) Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan
didunia kerja atau industri yang relevan dalam rangka meningkatkan
kompetensi profesional guru. Program magang ini diperuntukan bagi guru dan
dapat dilakukan selama periode tertentu.
c) Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan
antara sekolah negeri dan swasta. Jadi pelaksanaannya dapat dilakukan di
sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan lewat mitra sekolah
diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang
dimiliki mitra, misalnya, dibidang menejemen sekolah atau kelas.
d) Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan
tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat
tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya.
e) Pelatihan berjenjang dan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga-
lembaga pelatihan yang diberi wewenang, dimana program disusun secara
berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut, dan tinggi.
f) Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya. kursus
singkat dimaksud untuk melatih meningkatkan kemampuan guru dalam
beberapa kemampuan melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya
ilmiah, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
g) Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh
kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui
rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan,
dan diskusi dengan teman sejawat.
h) Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga
merupakan alternatif bagi peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru.
Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan
memberikan tugas belajar baik dalam maupun luar negeri bagi guru yang
berprestasi.

19
2. Non-pendidikan dan pelatihan
a) Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala
dengan topik diskusi sesuai dengan masalah yang dialami di sekolah.
b) Seminar. Pengikutsertaan guru dalam kegiatan seminar dan pembinaan
publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutanbagi
peningkatan keprofesian guru. Kegiatan ini memberikan peluang kepada guru
untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan
hal-hal terkini dalam hal upaya peningkatan kualitas pendidikan.
c) Workshop. Kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan produk yang
bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun
pengembangan karirnya. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan
menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus, penulisan
rencana pembelajaran.
d) Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan
kelas, penelitian eksperimen, ataupun jenis lain dalam rangka peningkatan
mutu pembelajaran.
e) Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis oleh guru dapat berbentuk
diktat, buku pelajaran, ataupun buku dalam bidang pendidikan.
f) Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat oleh guru
dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar
elektronik atau pembelajaran.
g) Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru
dapat berupa karya yang bermanfaat untuk masyarakat atau kegiatan
pendidikan serta karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh
masyarakat.

E. OBSERVASI DAN WAWANCARA


a. Pelaksanaan Observasi
1. Tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan observasi.
Obsevasi dilaksanakan di MIN Tijue

20
Observasi dilaksanakan pada Rabu, , pada jam pelajaran ke 3-4, yakni
pada pukul 08.45-10.15. Dalam satu kali tatap muka adalah dua jam pelajaran atau
2 x 45 menit.
2. Aspek-aspek yang berkaitan dengan observasi.
Guru Matematika : Suryani, S.Pd
NIP : 19660626 199412 1 004
Mata pelajaran : Matematika
Sebelum dan sesudah kegiatan observasi pembelajaran di kelas, observer
juga melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran.dan perwakilan dari siswa
kelas VI.

b. Hasil Pengamatan
Dalam kegiatan pembelajaran di MIN Tijue kelas VI, metode
pembelajaran yang digunakanoleh Guru adalah metode ceramah. Ketiga metode
diatas digunakan secara bersamaan dalam proses pembelajaran. Untuk
menggabungkan ketiga metode diatas, guru mempunyai cara tersendiri. Langkah-
langkah kegiatan pembelajaran yang diterapkan guru yang di deskripsikan secara
naratif , yaitu:
a) Kegiatan Awal (15 Menit)
· Membuka pelajaran
Guru memasuki ruangan belajar dan menyapa dengan salam. Kemudian
peserta didik memberikan salam kepada guru dan membaca do’a sebelum memulai
proses pembelajaran.
· Mempersiapkan Perlengkapan Belajar Mengajar
Guru bersama peserta didik mempersiapkan buku-buku pelajaran serta
perlengkapan belajar lainnya.
· Apersepsi
Setelah perlengkapan belajar mengajar telah dipersiapkan dengan baik. Guru mulai
memotivasi peserta didik dan mengulang kembali materi pelajaran sebelumnya.
b) Kegiatan Inti (40 Menit)
· Guru menjelaskan materi pelajaran

21
Setelah membahas materi pelajaran sebelumnya, guru mulai menjelaskan
materi pelajaran selanjutnya. Saat observasi berlangsung, guru menjelaskan materi
akhir pelajaran yang sudah mendekati ulangan harian. Sehingga waktu yang
diperlukan tidak begitu lama.
· Melakukan tanya jawab
Proses tanya jawab antara guru dan peserta didik dilakukan saat guru
menjelaskan dan saat guru telah selesai menjelaskan materi pelajaran.
· Guru memberikan soal latihan kepada semua kelompok
Guru membentuk kelompok-kelompok kerja yang terdiri antara 4 – 5 orang
siswa. Siswa ditugasi mengerjakan soal latihan kelompok yang telah didektekan
oleh guru. Dalam pelaksanaan kerja kelompok siswa saling bertukar pikiran,
mengajukan pendapat, sehingga terjadi diskusi intern dalam kelompok
siswa. Setelah waktu pengerjaan soal selesai, guru menawarkan pada setiap
kelompok untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya. Namun demikian, siswa
terlihat malu dan kurang percaya diri untuk tampil di kelas, sehingga guru
menunjuk kelompok siswa untuk maju secara bergiliran.
Presentasi dilakukan oleh tiga kelompok secara bergiliran
· Presentasi dilanjutkan dengan diskusi. Guru mempersilahkan audience untuk
mengajukan pertanyaan.
Pada awalnya siswa terlihat kurang antusias dengan presentasi yang
berlangsung. Setelah mendapatkan beberapa pertanyaan pancingan dari observer,
akhirnya beberapa siswa memberikan pendapatnya, baik melalui pertanyaan
maupun jawaban.
· Guru mengarahkan peserta didik
Apabila masih ditemui peserta didik yang belum pernah mengumpulkan
jawaban latihan, guru segera menghampiri dan mengarahkan peserta didik tersebut.
· Guru bersama peserta didik membahas soal bersama
Apabila ditemui soal latihan yang dianggap sulit dan perlu dijelaskan
kembali, maka guru dan peserta didik akan membahas soal tersebut bersama-sama.
c) Kegiatan Akhir (15 Menit)
· Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran

22
Diakhir pelajaran, guru bersama peserta didik menyimpulkan kembali
materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya.
· Menutup proses pembelajaran
Guru mengingatkan kembali kepada peserta didik bahwa dipertemuan
berikutnya akan diadakan ulangan harian. Kemudian bersama-sama menutup
pelajaran dengan berdo’a dan memberikan salam.

c. Hasil Wawancara
a) Wawancara dengan Guru
Wawancara dilaksanakan pada guru matematika Suryani, S.Pd,. dengan hasil:
1. Bagaimanakah menurut Ibu tentang aktivitas belajar matematika siswa?
Jawaban:
“Aktivitas belajar matematika siswa tidak sama pada tiap kelas, secara umum
dapat Kelas V dan kelas VI untuk kurikulum 2013. Siswa VI pada umumnya
aktivitas belajar lumayan tinggi, meski masih ada sebagian yang belum
berpartisipasi, namun pada siswa V masih kurang, dibawah siswa VI. Siswa V
lebih banyak melaksanakan aktivitas negatif, malas mengerjakan tugas dan tugas
akan dikerjakan jika telah diberi sanksi”.
2. Menurut Ibu apa faktor yang menyebabkan tinggi/ rendahnya aktivitas belajar
siswa tersebut?
Jawaban:
“Banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa, antara lain siswa
kurang fokus belajar karena faktor intern dan ekstern. Faktor intern biasanya
karena kepribadian siswa sendiri dan keluarga, sedangkan faktor ekstern karena
lingkungan dan pengaruh teknologi yang mana kebanyakan siswa menghabiskan
waktunya dengan media sosial”.
3. Apa langkah/tindakan yang Ibu lakukan agar siswa aktif dalam belajar?
Jawaban:
“Langkah yang biasa dilakukan antara lain memberikan banyak latihan,
menggunakan gaya belajar yang bervariasi, mengkondisikan siswa belajar
kelompok, menggunakan media pembelajaran dan alat peraga dan sebagainya”.

23
4. Apakah langkah/tindakan yang Ibu lakukan tersebut berhasil meningkatkan
aktivitas belajar siswa?
Jawaban:
“Biasanya berhasil, ada perubahan”.
5. Apa kendala yang Ibu temui dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa?
Jawaban:
“Kendala yang umum biasanya ada pada watak dan kepribadian siswa yang keras
dan susah untuk dibuat mengerti”.
6. Apakah aktivitas belajar siswa mempengaruhi prestasi dan hasil belajar siswa?
Jawaban:
“Aktivitas belajar siswa di kelas sangat berpengaruh terhadap hasil belajar atau
prestasi siswa, namun juga ada siswa yang biasa diam di kelas tapi hasil
belajarnya bagus, kemungkinan siswa tersebut rajin mengulang pelajaran di
rumah”.
7. Menurut yang Ibu ketahui, apakah siswa yang aktif/tidak aktif pada pembelajaran
matematika juga aktif/tidak aktif pada mata pelajaran lain?
Jawaban:
“Siswa yang belajar dan prestasi matematikanya bagus biasanya juga bagus pada
mata pelajaran lain, namun juga ada siswa yang biasa saja pada pembelajaran
matematika tapi bagus pada mata pelajaran lain seperti agama dan olahraga”.
8. Apakah siswa yang aktif dalam belajar selalu orang yang sama setiap
pertemuan/materi pelajaran atau berbeda?
Jawaban:
“Siswa yang tidak aktif maupun yang aktif biasanya sama pada setiap pertemuan
atau materi pelajaran”.
9. Apa harapan Ibu terhadap peningkatan aktivitas siswa pada pembelajaran
matematika di masa mendatang?
Jawaban:
“Diharapkan minat belajar siswa meningkat dan siswa tidak takut bertanya jika
tidak memahami materi pelajaran serta siswa makin rajin mengerjaan tugas yang
diberikan”.

24
b) Wawancara dengan Siswa
Berdasakan wawancara pada 4 orang perwakilan siswa dapat disimpulkan jawaban
siswa sebagai berikut.
1. Suka belajar matematika?
Jawaban:
“Suka”.
2. Apa alasan suka/tidak suka belajar matematika?
Jawaban:
“Suka belajar matematika karena pelajaran matematika menantang, gurunya
bisa menjelaskan materi dan guru matematika dekat dengan siswa”.
3. Bagaimana tanggapannya terhadap pembelajaran matematika selama ini?
menyenangkan/tidak?
Jawaban:
”Pelajaran matematika sebenarnya menyenangkan apalagi jika mengerti, tapi
jika tidak paham matematika jadi membosankan”.
4. Apa kendala yang dihadapi selama belajar matematika?
Jawaban:
”Kurangnya buku sumber belajar, kurangnya waktu, kadang rumus matematika
sulit dipahami dan kadang penjelasan guru tidak jelas,
5. Bagaimana nilai matematikanya selama ini ?
Jawaban:
“Nilai matematika bervariasi, kadang baik dan kadang rendah”.
6. Dalam belajar matematika suka terlibat/tidak? Seperti :
 Menjawab pertanyaan guru?
Jawaban:
“Suka”.
 Bertanya kepada guru?
Jawaban:
“Suka, jika tidak paham”.

25
 Berdiskusi dengan teman?
Jawaban:
“Suka”.
 Mencatat kesimpulan materi?
Jawaban:
“Selalu”.
 Mengerjakan tugas/latihan?
Jawaban:
“Selalu”.
 Mengerjakan latihan di papan tulis?
Jawaban:
“Suka, jika bisa”.
7. Kenapa tidak mau/sering melakukan hal tersebut?
Jawaban:
“Jika pelajarannya mengerti suka, jika kurang paham suka bertanya agar jadi
paham, namun jika pelajaran sulit jadi agak malas”.
8. Bagaimana terhadap mata pelajaran lain?
Jawaban:
“Hampir semuanya suka”.
9. Keterlibatan pada pembelajaran matematika dari waktu ke waktu terjadi
peningkatan, penurunan atau tetap?
Jawaban:
“Tergantung materi pelajaran dan gurunya, jika materinya mangerti dan
gurunya asyik makin rajin, tapi jika makin payah malah menurun, tapi secara
umum sama saja”.
10. Kenapa terjadi peningkatan/penurunan/tetap?
Jawaban:
“Karena tergantung pada materi pelajaran dan proses belajarnya”.
11. Apa saran untuk pembelajaran matematika selanjutnya?
Jawaban:
“Agar pembelajaran matematika lebih menyenangkan dan mengasikkan, guru

26
mejelaskan dengan deail dan jangan terlalu cepat dengan suara yang lantang dan
menyediakan buku pelajaran yang lengkap dengan contoh soal dan latihan yang
banyak”.

d. Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer saat proses
pembelajaran Matematika berlangsung dan wawancara dengan guru, yaitu Ibu
Suryani, S.Pd, diperoleh informasi bahwa aktivitas belajar matematika siswa MIN
Tijue khususnya kelas VI secara umum tergolong baik, Siswa lebih rajin mencatat
materi pelajaran, selalu mengerjakan tugas dan juga rajin bertanya jika tidak paham
serta pada setiap pertemuan hampir semua siswa mengikui pelajaran dengan baik,
hanya beberapa siswa yang sesekali tidak mengikuti pelajaran. Aktivitas negatif
yang dilaksanakan siswa antara lain keluar kelas, bercerita, main HP dan tidak
menyalin materi pelajaran.
Rendahnya aktivitas belajar siswa dan banyaknya aktivitas negatif
disebabkan karena kurangnya motivasi belajar siswa khususnya belajar
matematika. Juga disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor yang datang dari
dalam siswa seperti tidak suka matematika, kepribadian siswa yang kurang baik dan
pengaruh dari luar seperti keluarga, lingkungan dan sebagainya.
Guru telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan aktivitas positif
dan mengurangi aktivitas negatif siswa, seperti menggunakan variasi dalam
pembelajaran, memotivasi siswa dengan berbagai media dan memberi penguatan
dan sanksi. Usaha yang dilakukan guru suatu waktu dapat meningkatkan aktivitas
positif dan mengurangi aktivitas negatif, namun kadangkala tidak banyak
perubahan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung yang
dilakukan observer dan wawancara oleh beberapa siswa kelas VI pada
pembelajaran yang dilakukan guru matematika di MIN Tijue adalah sebagai
berikut :

27
No Kreteria Guru
1. Kejelasan dalam menerangkan
Selain guru menguasai materi yang diajarkan kepada siswa, dalam
menyampaikan materi suara guru sangat nyaring sehingga terdengar jelas
oleh seluruh siswa. Selain itu susuan materi yang disampaikan kepada
siswa berurutan mulai dari konsep materi, contoh soal sampai memberikan
latihan.
2. Interaksi dengan siswa
Guru berinteraksi dengan siswa melalui tanya jawab. Guru sering
melontarkan pertanyaan kepada siswa, guru juga sering menunjuk salah
satu siswa untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan tersebut. Jika
siswa tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, maka guru meminta siswa
untuk menyebutkan bagian mana yang dia tidak mengerti. Kemudian guru
akan menjelaskan sekali lagi materi yang diajarkan tersebut.
3. Suasana kegiatan belajar mengajar
Suasana kegiatanan belajar mengajarnya santai dan menyenangkan.
Suasana dikelas menjadi semangat, selain guru yang semangat dalam
mengajar, guru juga sering membangkitkan semangat siswa jika siswa
jenuh dalam belajar. Cara guru dalam membangkitkan semangat siswa
yaitu menceritakan pengalamannya sewaktu masih sekolah.
4. Sikap guru terhadap penguasan materi siswa
Guru akan menjelaskan materi sampai dengan contoh soal. Untuk mengetes
kemampuan siswa, maka guru melontarkan pertanyaan. Jika tidak satupun
siswa yang menjawab, maka guru akan menunjuk salah satu siswa untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Jika siswa tetap tidak bisa menjawab, maka
guru akan menjelaskan materi yang dipelajari tersebut dalam bentuk contoh
soal.
6. Penerapan prinsip pembelajaran di kelas

28
Prinsip yang diterapkan guru di kelas yaitu prinsip umpan balik. Prinsip
umpan balik yaitu guru melontarkan pertanyaan dan meminta siswa untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
7. Pemanfatan pelajaran yang digunakan
Guru memanfatkan pembelajaran secara efektif, baik dalam penyampaian
isi materi maupun waktu pembelajaran. Selama jam pelajaran guru
memanfatkan waktu untuk menyampaikan materi sampai contoh soal, dan
jika ada waktu lagi maka guru akan memberikan latihan atau kuis.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru sebagai suatu profesi di Indonesia baru dalam taraf sedang tumbuh
(emerging proffesion) yang tingkat kematangannya belum sampai pada yang telah
dicapai oleh profesi-profesi lainnya sehingga guru dikatakan sebagai profesi yang
setengah-setengah atau semi profesional. Guru profesional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia
mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal.
Pengembangan guru sebagai profesi dapat dikembangkan melalui: (1)
sistem pendidikan; (2) sistem penjaminan mutu; (3) sistem manajemen; (4) sistem
remunerasi; dan (5) sistem pendukung profesi guru.
Tujuan pengembangan profesional guru dimaksudkan untuk memenuhi tiga
kebutuhan: (1) kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem
pendidikan yang efisien dan manusiawi; (2) kebutuhan untuk menemukan cara-cara

29
untuk membantu staf pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara
luas; (3) kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong keinginan guru.
Dalam mengembangkan profesi guru dapat dilakukan melalui berbagai
strategi baik dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun bukan
pelatihan (diklat).
Pengembangan profesi guru di pedesaan diharapkan dapat membangun
aktivitas-aktivitas pengembangan staf melalui pembuatan keputusan kolaboratif
dan penilaian kebutuhan lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, S. 2002. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme


Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Kunandar. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Ondi, S. dan Aris, S. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama.
Satori, D. et.al. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Supriyadi, D. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa.
Syaefudin, S. U. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.

30

Anda mungkin juga menyukai