Anda di halaman 1dari 21

Bagian Ilmu Kesehatan Mata REFERAT

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan JULI 2017


Universitas Alkhairaat

ENDOFTHTALMITIS

Hanina Al jufri
NIM : 09 777 031

Pembimbing:
dr.BAMBANG ALI, Sp. M

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Endoftalmitis merupakan radang purulen pada seluruh jaringan


intraokuler, disertai dengan terbentuknya abses di dalam badan kaca. Bila terjadi
peradangan lanjut yang mengenai ketiga dinding bola mata, maka keadaan ini
disebut panoftalmitis.
Pada kebanyakan temuan klinis, organisme gram-positif adalah organisme
penyebab paling umum endophthalmitis. Yang paling umum adalah organisme
koagulase-negatif Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan
spesies Streptococcus. Namun, ketika endophthalmitis endogen dianggap timbul
dengan sendirinya, persentase infeksi akibat organisme bakteri lebih kecil karena
sebagian besar terjadi akibat infeksi jamur.
Endophthalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari
semua kasus endophthalmitis. Sebagian besar kasus endophthalmitis eksogen
(sekitar 60%) terjadi setelah operasi intraokular. Ketika operasi merupakan
penyebab timbulnya infeksi, endophthalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1
minggu setelah operasi.

Di Amerika Serikat, endophthalmitis postcataract merupakan bentuk yang


paling umum, dengan sekitar 0,1-0,3% dari operasi menimbulkan komplikasi ini,
yang telah meningkat selama beberapa tahun terakhir.

Diagnosis endoftalmitis selalu berdasarkan kondisi klinis. Ini biasanya di


tandai dengan edema palpebra, kongesti konjungtiva, dan hipopion atau eksudat
pada COA. Visus menurun bahkan dapat menjadi hilang.

Prognosis penglihatan menjadi jelek pada pasien – pasien dengan


endoftalmitis.
BAB II
PEMBAHASAN

ENDOFTALMITIS

1. Anatomi Bola Mata dan Vitreous humour

Vitreous humour atau badan kaca menempati daerah belakang lensa.


Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%),
sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan
vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam
hialuronat. Berfungsi mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa.
Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan
melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi

Gambar 1. Anatomi penampang sagital bola mata


Anatomi Bola Mata
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:
Sklera, yang merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk
pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sklera disebut cornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata.
Jaringan uvea, yang merupakan jaringan vaskular, yang terdiri atas iris,
badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat
mengatur jumlah sinarmasuk ke dalam bola mata, yaitu otot dapat mengatur
jumlah sinar masuk ke dalam bola mata, yaitu otot dilatatur, sfingter iris dan otot
siliar. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal
iris di batas kornea dan sklera.
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan
diteruskan ke otak. Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata,
yang biasanya terjadi akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen
akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif di dalam rongga mata dan struktur di
dalamnya.

2. Definisi
Endoftalmitis adalah peradangan berat yang terjadi pada seluruh jaringan
intraocular, yang mengenai dua dinding bola mata, yaitu retina dan koroid tanpa
melibatkan sklera dan kapsula tenon, yang biasanya terjadi akibat adanya infeksi.

3. Epidemiologi
Endophthalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari
semua kasus endophthalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per
10.000 pasien yang dirawat. Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih
mungkin terinfeksi sebagai mata kiri, mungkin karena lokasinya yang lebih
proksimal untuk mengarahkan aliran darah ke arteri karotid kanan. Sejak tahun
1980, infeksi Candida dilaporkan pada pengguna narkoba suntik telah meningkat.
Jumlah orang yang beresiko mungkin meningkat karena penyebaran AIDS, sering
menggunakan obat imunosupresif, dan lebih banyak prosedur invasif (misalnya,
transplantasi sumsum tulang).

Sebagian besar kasus endophthalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi


setelah operasi intraokular. Ketika operasi merupakan penyebab timbulnya
infeksi, endophthalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu setelah operasi.
Di Amerika Serikat, endophthalmitis postcataract merupakan bentuk yang paling
umum, dengan sekitar 0,1-0,3% dari operasi menimbulkan komplikasi ini, yang
telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Walaupun ini adalah persentase
kecil, sejumlah besar operasi katarak yang dilakukan setiap tahun memungkinkan
untuk terjadi infeksi ini lebih tinggi

Posttraumatic Endophthalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera


penetrasi okular. Insiden endophthalmitis dengan cedera yang menyebabkan
perforasi pada bola mata di pedesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
daerah perkotaan. Keterlambatan dalam perbaikan luka tembus pada bola mata
berkorelasi dengan peningkatan resiko berkembangnya endophthalmitis. Kejadian
endophthalmitis yang disebabkan oleh benda asing intraokular adalah 7-31%.

4. Etiologi
Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu endoftalmitis yang
disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh imunologis atau
autoimun (non infeksi):

Endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dapat bersifat:


a. Endogen
Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur ataupun
parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh, yang menyebar secara hematogen
ataupun akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya endocarditis
b. Eksogen
Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi
sekunder / komplikasi yang terjadi pada tindakan pembedahan yang membuka
bola mata, reaksi terhadap benda asing dan trauma tembus bola mata. Bakteri
gram positive menyebabkan 56-90% dari seluruh kasus endoftalmitis3. Beberapa
kuman penyebabnya dalah staphylococcus epidermidis, staphylococcus aureus,
dan spesies streptococcus. Bakteri gram negatif seperti pseudomonas, escherichia
coli dan enterococcus dapat ditemukan dari trauma tembus bola mata.

c. Endoftalmitis fakoanafilaktik
Merupakan endoftalmitis unilakteral ataupun bilateral yang merupakan
reaksi uvea granulomatosa terhadap lensa yang mengalami ruptur. Endoftalmitis
fakoanafilaktik merupakan suatu penyakit autoimun terhadap jaringan tubuh
(lensa) sendiri, akibat jaringan tubuh tidak mengenali jaringan lensa yang tidak
terletak di dalam kapsul. Pada tubuh terbentuk antibodi terhadap lensa sehingga
terjadi reaksi antigen antibodi yang akan menimbulkan gejala endoftalmitis
fakoanafilaktik.

5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier)
memberikan ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Dalam
endophthalmitis endogen, mikroorganisme yang melalui darah (terlihat pada
pasien yang bacteremic dalam situasi seperti endokarditis) menembus sawar
darah-mata baik oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh
perubahan dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat yang
dilepaskan selama infeksi. Kerusakan jaringan intraokular dapat juga disebabkan
oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan / atau dari mediator inflamasi dari
respon kekebalan.

Endophthalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa,
iris, retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan
okular, mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu,
peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi
yang mengganggu integritas bola mata dapat menyebabkan endophthalmitis
eksogen (misalnya, katarak, glaukoma, keratotomi radial).

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif dan
objektif yang didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

a. Subjekif
Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah
- Fotofobia
- Nyeri pada bola mata
- Penurunan tajam penglihatan
- Nyeri kepala
- Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka:

Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai dengan
atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya
kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita
perlu di anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat penyakit sistemik yang
dideritanya. Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di
antaranya adalah diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan
dengan imunitas yang rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan endoftalmitis endogen akibat penyebarannya secara hematogen
adalah meningitis, endokorditis, infeksi saluran kemih, infeksi paru-paru dan
pielonefritis. untuk endoftalmitis fakoanafilaktik, dapat ditanyakan tentang adanya
riwayat segala subjektif katarak yang diderita pasien sebelumnya.
b. Objektif
Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola mata yang
terkena dan derajat infeksi/peradangan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi kelainan fisik yang dapat ditemukan
dapat berupa:
- Udem Palpebra Superior
- Reaksi konjungtiva berupa hiperemis dan kemosis
- Udem Kornea
- Kornea keruh
- Keratik presipitat
- Bilik mata depan keruh
- Hipopion
- Kekeruhan vitreus
- Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun
hilang sama sekali.

Gambar 2. Endoftalmitis

Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca


ditemukan masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam
badan kaca, dengan proyeksi sinar yang baik.
7. Jenis – jenis Endoftalmitis
1. Endoftalmitis Akut Pasca Bedah Katarak
Merupakan bentuk yang paling sering dari endoftalmitis, dan hampir selalu
disebabkan oleh infeksi bakteri. Tanda-tanda infeksi dapat muncul dalam waktu
satu sampai dengan enam minggu dari operasi. Namun, dalam 75-80% kasus
muncul di minggu pertama pasca operasi. Sekitar 56-90% dari bakteri yang
menyebabkan endoftalmitis akut adalah gram positif, dimana yang paling sering
adalah Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus dan Streptococcus.
Pada pasien dengan endoftalmitis akut pasca operasi biasa ditemui Injeksi silier,
hilangnya reflek fundus, hipopion, pembengkakan kelopak mata, fotofobia,
penurunan visus dan kekeruhan vitreus.

2. Endoftalmitis Pseudofakia kronik


Endoftalmitis pseudofaki kronik biasanya berkembang empat minggu
hingga enam minggu. Biasanya, keluhan pasien ringan dengan tanda-tanda
mata merah, penurunan ketajaman visus dan adanya fotofobia. Sedangkan
tanda-tanda yang dapat ditemui yaitu adanya eksudat serosa dan fibrinous
dari berbagai derajat dapat diamati, dihubungkan dengan adanya hipopion
dan tanda-tanda moderat dari kekeruhan dan opacity dalam badan kaca.

Salah satu yang khas dari endoftalmitis pseudofaki kronik adalah adanya
plak kapsul putih dan secara proporsional tingkat kekeruhan badan
vitreous yang lebih rendah dibandingkan dengan endophthalmitis akut.
Hal ini dianggap bahwa penyebab endoftalmitis pseudofaki kronik adalah
adanya beberapa bakteri yang memiliki virulensi rendah, dengan tanda-
tanda inflammation yang berjalan lambat. Frekuensi paling sering yang
menjadi penyebab dari chronic endophthalmitis adalah Propionibacterium
acnes dan Corynebacterium species.

Gambar 4. Endoftalmitis Pseudofakia kronik

3. Endoftalmitis Pasca Operasi Filtrasi Antiglaukoma

Diantara semua kasus endoftalmitis pasca operasi, komplikasi ini terjadi


pasca operasi yang terjadi sebanyak 10 % dari kasus. Dari total jumlah
kasus dengan operasi filtrasi antiglaukoma, endoftalmitis terjadi dalam
persentase yang sama seperti pada katarak (0,1%). Trabeculectomy dan
trepanotrabeculectomy, sebagai metode yang tersering, membentuk
filtrasi fistula yang mengarahkan cairan ke ruang bawah konjungtiva.
Akumulasi cairan ini memungkinkan menjadi tempat peradangan yang
dapat disebabkan oleh inokulasi bakteri selama operasi, atau bisa terjadi
selama periode pasca operasi.

Tanda-tanda endoftalmitis muncul empat minggu setelah operasi pada


19% pasien, atau bahkan kemudian dalam sebagian besar kasus. Infeksi
juga dapat terjadi satu tahun berikutnya setelah operasi. Manfestasi klinis
yang terjadi sangat mirip dengan salah satu endoftalmitis akut dengan
tanda-tanda kumpulan pus di tempat akumulasi cairan dan kerusakan
nekrotik dari sclera sebagai konsekuensi dari efek toksik. Bakteri
penyebab paling umum adalah jenis Streptococcus dan Staphylococcus
aureus, disamping itu Haemophilus influenza juga menjadi salah satu
penyebabnya.

4. Endoftalmitis Pasca Trauma


Setelah terjadinya cedera mata, endoftalmitis terjadi dalam persentase
tinggi (20%), terutama jika cedera ini terkait dengan adanya benda asing
intraokular. Dengan temuan klinis berupa luka perforasi, infeksi
berkembang sangat cepat. Tanda-tanda infeksi biasanya berkembang
segera setelah cedera, tapi biasanya diikuti oleh reaksi post-traumatic
jaringan mata yang rusak. Informasi yang sangat penting dalam anamnesis
adalah apakah pasien berasal dari lingkungan pedesaan atau perkotaan,
cedera di lingkungan pedesaan lebih sering diikuti oleh endoftalmitis
(30%) dibandingkan dengan pasien dari lingkungan perkotaan. (11%).
Secara klinis, Endoftalmitis pasca-trauma ditandai dengan rasa sakit,
hiperemi ciliary, gambaran hipopion dan kekeruhan pada vitreous body.

Dalam Endoftalmitis post-traumatik, khususnya dengan masuknya benda


asing, sangat penting untuk dilakukan vitrekomi sesegera mungkin,
dengan membuang benda asing intraokular dan aplikasi terapi antibiotik
yang tepat.

5. Endoftalmitis Endogen

Pada bentuk endoftalmitis ini tidak ada riwayat operasi mata ataupun
trauma mata. Biasanya ada beberapa penyakit sistemik yang
mempengaruhi, baik melalui penurunan mekanisme pertahanan host atau
adanya fokus sebagai tempat potensial terjadinya infeksi. Dalam kelompok
ini penyebab tersering adalah; adanya septicaemia, pasien dengan imunitas
lemah, penggunaan catethers dan Kanula intravena kronis. Agen bakteri
yang biasanya menyebabkan endoftalmitis endogen adalah Staphylococcus
aureus, Escherichia coli dan spesies Streptococcus. Namun, agen yang
paling sering menyebabkan Endoftalmitis endogen adalah jamur (62%),
gram positive bakteri (33%), dan gram negatif bakteri dalam 5% dari
kasus.

6. Fungal Endoftalmitis

Fungal endoftalmitis dapat berkembang melalui mekanisme endogen


setelah beberapa trauma atau prosedur bedah dengan inokulasi langsung ke
ruang anterior atau vitreous body, atau transmisi secara hematogen dalam
bentuk candidemia. Tidak seperti fungal chorioretinitis yang disebabkan
oleh kandidiasis, yang disertai dengan tanda peradangan minimal pada
vitreous body, fungal endoftalmitis merupakan penyakit serius dengan
karakteristik tanda-tanda endoftalmitis akut.
8. Pemeriksaan Penunjang
 Penelitian laboratorium yang paling penting bagi endophthalmitis adalah
Gram stain dan budaya berair dan vitreous yang diperoleh oleh dokter
mata.
 Untuk endophthalmitis endogen, darah lengkap dan kimia darah untuk
mengetahui sumber infeksi.

Metode kultur merupakan langkah yang sangat diperlukan karena bersifat


spesifik untuk mendeteksi mikroorganisme penyebab. Teknik kultur memerlukan
waktu 48 jam – 14 hari. Bahan-bahan yang dikultur diambil dari:
Pada endoftalmitis, biasanya terjadi kekeruhan pada corpus viterous. Oleh
sebab itu, bila dengan pemeriksaan oftalmoskop, fundus tidak terlihat, maka dapat
dilakukan pemeriksaan USG mata. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
apakah ada benda asing dalam bola mata, menilai densitas dari vitreitis yang
terjadi dan mengetahui apakah infeksi telah mencapai retina.
Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan untuk mengetahui dengan pasti
kuman penyebab endoftalmitis, terutama bila ada penyakit sistemik yang dapat
menimbulkan endoftalmitis, melalui penyebaran secara hematogen. Pemeriksaan
penunjang tersebut dapat berupa
o Pemeriksaan darah lengkap, LED, kadar nitrogen, urea darah, kreatinin.
o Foto rontgen thoraks untuk mengetahui sumber infeksi.
o USG jantung mengevaluasi untuk endokarditis sebagai sumber infeksi.

Prosedur Diagnosa (evaluasi opthalmologi)


- Pemeriksaan visus
- Slit lamp
- Tekanan intraokuler
- Melebar funduscopy
- Ultrasonografi.
9. Terapi
Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari endoftalmitis
hasil akhir ini sangat tergantung pada penegakkan diagnosis dan pengobatan
tepat waktu. Tujuan dari terapi endoftalmitis adalah untuk mensterilkan
mata, mengurangi kerusakan jaringan dari produk bakteri dan peradangan,
dan mempertahankan penglihatan. Dalam kebanyakan kasus terapi yang di
berikan adalah antimikroba intravitreal, periokular, dan topikal. Sedeangkan
dalam kasus yang parah, dilakukan vitrectomy. Antibiotik di endofthalmitis.

a. Non Farmakologi:
1. Menjelaskan baha penyakit yang diderita memiliki prognosa yang
buruk yang mengancam bola mata dan nyawa apabila tidak tertangani.
2. Menejelaskan bahwa penyakit tersebut dapat mengenai mata satunya.
Sehingga perlu di lakukan pengawasan yang ketat tentang adanya tanda
– tanda inflamasi pada mata seperti mata merah, bengkak, turunnya
tajam penglihatan, kotoran pada mata untuk segera untuk diperiksakan
kedokter mata.
3. Menjelaskan bahwa penderita menderita diabetes yang memerlukan
pengontrolan yg ketat baik secara maupun medikamentosa. Hal ini
disebabkan karena kondisi hiperglikemia akan meningkatkan resiko
terjadinya bakteriemi yang dapat menyerang mata satunya, ataubahkan
dapat mengakibatkan fatal. Jika menyebar ke otak.
4. Perlunya menjaga kebersihan gigi mulut, sistem saluran kencing yang
memungkin menjadi fokal infeksi dari endoftalmitis endogen.

b. Farmakologi
1. Antibiotik
Terapi antimikroba empiris harus komprehensif dan harus mencakup
semua kemungkinan patogen dalam konteks pengaturan klinis.
Intravitreal antibiotik :
 Pilihan pertama : Vancomicin 1mg dalam 0,1 ml + ceftazidine 2,25 mg
dalam 0.1 ml.
 Pilihan kedua : vancomicin 1 mg dalam 0.1 ml + amikasin 0.4 mg
dalam 0.1 ml.
 Pilihan ketiga : vancomicin 1mg dama 0.1 ml + gentamicin 0.2 mg
dalam 0.1 ml

Antibiotik topikal :
 Vancomicin (50 mg/ml) atau cefazolin (50mg/ml) dan
 Amikasin (20mg/ml) atau tobramycin (15 mg %)

Antibiotik sistemik (jarang)


 Ciprofloxasin intavena 200mg BD selama 2-3 hari, diikuti 500mg oral
BD selama 6-7 hari, atau
 Vancomisin 1 mg IV BD dan ceftazidim 2g IV setiap 8 jam.

2. Terapi steroid
 Dexamethasone intravitreal 0.4 mg dalam 0.1 ml
 Dexamethason 4 mg (1 ml) OD selama 5-7 hari
 Steroid sistemik terapi harian dengan prednisolone 60 m,g di ikuti
dengan 50mg, 40mg, 30 mg, 20mg, dan 10 mg selama 2 hari.

3. Terapi suportif
 Siklopegik. Disarankan tetsmata antropin 1 % atau bisa juga
hematropin 2% 2-3 hari sekali.
 Obat obat anti glaukoma disarankan untuk pasien dengan
peningkatan intraokular. Acetazolamide (3 x 250mg) atau Timolol
(0.5 %) 2 kali sehari.
c. Operatif
Vitrectomi adalah tindakan bedah dalam terapi endoftalmitis. Bedah
debridemen rongga vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel sel
inflamasi, dan zat beracun lainya untuk memfasilitasi difusi vitreal,
untuk menghapus membran vitreous yang dapat menyebabkan ablasio
retina, dan membatu memulihkan penglihatan. Endophthalmitis
vitrectomy study (EVS) menunjukan bahwa dimata dengan akut
endoftalmitis oprasi post katarak dan lebih baik dari visi persepsi
cahaya. Vitrectomy juga memainkan peran penting dalam pengelolaan
endoftalmitis yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa.

10. Prognosis
Prognosis dari endofthalmitis sendiri bergantung durasi dari
endofthalmitis, jangkawaktu infeksi sampai penatalaksanaan, virulensi
bakteri dan keparahan dari trauma. Diagnosa yang tepat dalam waktu cepat
dengan tatalaksanan ya tepat mampu meningkatkan anghka kesembuhan
endoftalmi.
BAB III

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Tn. E
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : laki laki
Agama : Islam
Alamat : jl. Bantilan

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata kanan nyeri, bengkak dan tidak dapat
melihat
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poliklinik mata RS Anutapura Palu dengan keluhan
mata sebelah kanan nyeri, bengkak, merah yang dialami sejak 2 hari
yang lalu SMRS. Berair, dan nyeri semakin bertambah hingga
menjalar sampai di kepala. Riwayat terkena spritus 2 hari yang lalu.
pasien mengaku pada saat bangun tidur matanya sudah
kemerahan,bengkak, kabur dan nyeri seperti ditusuk tusuk.pasien juga
mengatakan bagian mata kanan yang berarna hitam berubah warna jadi
putih dan penglihatan menjadi kabur.
Riwayat penyakit mata sebelumnya :
Tidak ada
Riwayat penyakit mata dalam keluarga :
Tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda tanda vital :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 37,0º C

B. Status Oftalmologis
Pemeriksaan OD OS
Visus 1/∞ 5/60 R
Inspeksi :
 Palpebra Edema Normal
 App. Lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
 Silia Sekret (+) Sekret (-)

 Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)

 Bola mata membesar Normal

 Gerakan bola Ke segala arah tanpa Ke segala arah tanpa

mata hambatan hambatan


Sulit dinilai Normal
 Lapang pandang
Keruh, infiltrat,ulkus Jernih
 Kornea
Dalam, hipopion (+) Dalam
 Bilik mata depan
Sulit dievaluasi Warna kecokelatan
 Iris
Bulat, isokor,letak
 Pupil
Sulit dievaluasi sentral, RCL (+), RCTL
(+)
 Lensa Sulit dievaluasi jernih
Palpasi
 Tensi okular Sulit dievaluasi Normal
 Nyeri tekan Terdapat nyeri tekan Tidak ada
 Massa tumor Tidak ada Tidak ada

 Glandula Pembesaran (+) Pembesaran (-)

preaurikular
Tonometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes buta warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Oftalmoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Slit lamp Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


RBC 5,1 x 106/mm3
WBC 10,8 x 103/mm3
HGB 14,2 g/dL
PLT 333x 103/mm3
HCT 41,2%
GDS 98mg/dL
Tes uji sensitivitas : Resisten

V. RESUME
VI. Pasien datang ke poliklinik mata RS Anutapura Palu dengan keluhan
mata sebelah kanan nyeri, bengkak, merah yang dialami sejak 2 hari
yang lalu SMRS. Berair, dan nyeri semakin bertambah hingga
menjalar sampai di kepala. Riwayat terkena spritus 2 hari yang lalu.
pasien mengaku pada saat bangun tidur matanya sudah
kemerahan,bengkak, kabur dan nyeri seperti ditusuk tusuk.pasien juga
mengatakan bagian mata kanan yang berarna hitam berubah warna jadi
putih dan penglihatan menjadi kabur.
Pada pemeriksan fisik didapatkan TD : 110/80 mmHg, Nadi :
80x/menit, pernapasan : 18x/menit, suhu : 37,0º C. Pada pemeriksaan
oftalmologi didapatkan visus OD : 1/∞, OS:5/60. Hiperemis mata
kanan (+). Hiperlakrimasi (+),sekret (+). Kornea mata kanan tampak
keruh.
Tes uji sensitivitas : resisten

VII. DIAGNOSIS
Endoftalmitis Okuli Dekstra

VIII. PENATALAKSANAAN
IVFD Ringer Laktat 18 tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
Inj. Metronidazole 1 amp/12 jam/IV
Inj. Dexametasone 1 gr/8 jam/IV
Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV
Omeprazole 1 gr/12 jam/IV
C LFX 6x1 gtt OD
C Hyalub 6x1 gtt OD
C Glaucon 2 x 2 mg
KSR 1x1
Serum Autulog 1 tts/2jam OD

IX. PROGNOSIS
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Cosmeticam : Dubia ad malam
Daftar pustaka

1. Calver Lewis E., Presurgical Evaluation Of Eyes With Opaque Media,


Grune & Stratton; London, 1989.
2. Fritz, Hollwich Oftalmologi, alih bahasa : Waliban, Binarupa Aksara;
Jakarta, 1993.
3. Gray Pamela J., Oftalmologi (Ophthalmology), Penerbit Buku Kedokteran
(EGC); Jakarta, 1999, hal: 16, 119.
4. http://cyberned.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Health&Newsno=2447
5. Kelompok Yayasan Obor Indonesia, Transisi Menuju Fakoemulsifikasi,
Granit; Jakarta, 2004, hal: 254 – 257.
6. Mansjoer Arif, dkk., Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 1, Media
Aesculapius; Jakarta, 2000, hal: 57.
7. Nema Nitin, Textbook of Ophthalmonology, Jaypee Brothers; New Delhi,
2002, hal: 186 – 187.
8. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga
University Press; Jakarta, 2003.
9. Schaubert Laurel. V., Oftalmologi Umum, Edisi kesebelas Jilid II, Widya
Medika; Jakarta, 1997.
10. Vaughan, Daniel, Oftalmologi Umum, Edisi-14, Widya Medika; Jakarta,
1999, hal: 195 – 196.

Anda mungkin juga menyukai