Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. PENDAHULUAN
II. EPIDEMIOLOGI
Suatu studi mengatakan dari 947 klien yang diuji, 22,6% menderita
disfagia beberapa kali dalam sebulan dan 80,8% di antaranya adalah
perempuan sedangkan laki-laki hanya 19,2%. Pada studi ini tidak ditemukan
adanya perbedaan ras.3
Pneumonia terjadi pada sekitar 34% dari seluruh kematian terkait stroke
dan merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada bulan pertama
setelah mengalami stroke, meskipun tidak seluruh kasus pneumonia berkaitan
dengan aspirasi makanan. Oleh karenanya, sangat penting untuk deteksi dini
dan pengobatan disfagia pada pasien yang telah mengalami stroke.1
III. ANATOMI
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut
terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar
lidah. Nasofaring meluas dari dasar tengkorak sampai batas palatum mole,
orofaring meluas dari batas tadi sampai batas epiglotis, sedangkan d ibawah
garis batas ini adalah laringofaring atau hipofaring.4
Rongga Mulut
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis
oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Vermilion berwarna merah karena
ditutupi oleh lapisan tipis epitel skuamosa. Ruangan di antara mukosa pipi
bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Muara duktus kelenjar
parotis menghadap gigi molar kedua atas. 4
Gigi ditunjang oleh Krista alveolar mandibula dibagian bawah dan
Krista alveolar maksilla dibagian atas. Gigi pada bayi terdiri atas dua gigi
seri, satu gigi taring dan dua gigi geraham. Gigi dewasa terdiri dari dua
gigi seri, satu gigi taring,dua gigi premolar, dan tiga gigi molar.
Permukaan oklusal dari gigi seri berbentuk menyerupai pahat dan gigi
taring tajam, sedangkan gigi premolar dan molar mempunyai permukaan
oklusal yang datar. Daerah di antara gigi molar paling belakang atas dan
bawah dikenal dengan trigonum retromolar. 4
Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan
sebagian besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole
dapat diangkat untuk faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring.
Ketidak mampuan palatum mole menutup akan mengakibatkan bicara
yang abnormal (Rinolalia aperta) dan kesulitan menelan. Dasar mulut
diantara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari
kelenjar submandibula. Muara duktus mandibularis terletak ditepi
frenulum lidah. Kegagalan kelenjar liur untuk mengeluarkan liur akan
menyebabkan mulut menjadi kering, atau xerostomia. Hal ini
menyebabkan keluhan yang menyulitkan pada beberapa pasien. 4
Lidah merupakan organ muscular yang aktif. Dua pertiga bagian depan
dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah
dipersarafi oleh saraf hipoglossus. Sensasi dua pertiga bagian depan
dipeersarafi oleh saraf lingualis dan sraf glosofaringeus pada sepertiga
lidah bagian belakang. 4
Korda timpani mempersarafi cita rasa lidah dua pertiga bagian depan,
sedangkan saraf glosofaringeus mempersarafi citarasa lidah sepertiga
bagian belakang. Cita rasa dibagi dalam daerah-daerah tertentu. Misalnya ,
rasa pahit dapat dirasakan pada lidah bagian belakang. Permukaan lidah
bagian atas dapati dibagi menjadi dua pertiga depan dan sepertiga
belakang oleh garis papilla sirkumvalata yang berbentuk huruf V. Foramen
sekum yang terdapat di puncak dari huruf V merupakan tempat asal dari
duktus tiroglosus. Fungsi lidah untuk bicara dan menggerakkan bolus
makanan pada waktu pengunyahan dan penelanan. 4
Faring
Faring adalah bagian dari saluran pencernaan yang berada di belakang
rongga hidung, mulut, dan laring. Faring merupakan saluran
musculomembranous dan berbentuk agak kerucut. Panjang faring sekitar
12,5 cm dan bagian transversal lebih luas daripada diameter antero-
posterior. Faring dapat dibagi menjadi: nasofaring, orofaring, dan
laringofaring.5
1. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan
bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini
bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah ke orofaring akibat
kontraksi otot intrinsik lidah.1,7
2. Fase Faringeal
3. Fase Esophageal
Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara refleks
ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus
makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka
sfingter ini akan menutup kembali.1,7
V. PATOMEKANISME
A. Fase Oral
B. Fase Faringeal
C. Fase Esophageal
D. Aspirasi
VI. ETIOLOGI
1. Disfagia mekanik
Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh
massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan
mukosa esofagus stiktur esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus
dari luar.
2. Disfagia motorik
Disfagia motorik dapat disebabkan oleh gangguan pusat menelan yang
menyebabkan kelumpuhan otot menelan, berkurangnya kontraksi
peristaltik esofagus dan gangguan membukanya sfingter esofagus bagian
atas.
3. Disfagia psikogenik
Disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa
(globus histerikus).
VII. DIAGNOSIS
A. ANAMNESIS
Untuk menentukan diagnosis, diperlukan anamnesis yang cermat
untuk menentukan diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan
timbulnya disfagia.7
Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan
informasi kelainan yang terjadi. Pada disfagia mekanik mula-mula
kesulitan menelan hanya terjadi pada waktu menelan makanan padat.
Bolus makanan tersebut kadang-kadang perlu didorong dengan air dan
pada sumbatan yang lebih lanjut, cairan pun akan sulit ditelan. Bila
sumbatan ini terjadi secara progresif dalam beberapa bulan, maka harus
dicurigai kemungkinan adanya proses keganasan di esofagus, keluhan
sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam waktu yang
bersamaan.7
Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam
beberapa hari disebabkan oleh peradangan. Disfagia yang terjadi dalam
beberapa bulan dengan penurunan berat badan yang cepat dicurigai
adanya keganasan di esofagus. Bila disfagia ini berlangsung bertahun-
tahun untuk makanan padat perlu dipikirkan adanya kelainan yang
bersifat jinak atau di esofagus bagian distal (lower esophageal muscular
ring).7
Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan
di esofagus bagian torakal, tetapi bila sumbatan terasa di leher, maka
kelainannya dapat di faring, esofagus bagian servikal atau esofagus
bagian bawah.7
Gejala lain yang menyertai disfagia, seperti masuknya cairan ke
dalam hidung waktu minum menandakan adanya kelumpuhan otot-otot
faring.7
B. PEMERIKSAAN FISIK
Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan pada disfagia adalah
sebagai berikut:1,7
- Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba
adanya massa tumor atau pembesaran kelenjar limfa yang dapat
menekan esofagus.
- Daerah rongga mulut perlu diteliti, apakah ada tanda-tanda
peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor yang
mengganggu proses menelan.
- Pengamatan langsung penutupan bibir, rahang, mengunyah,
pergerakan dan kekuatan lidah, elevasi palatal dan laryngeal,
salivasi, dan sensitifitas oral.
- Selain itu diteliti adanya kelumpuhan otot-otot lidah dan arkus
faring yang disebabkan oleh gangguan di pusat menelan maupun
pada saraf otak n.V, n.IX, n.X dan n.XII.
- Pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus
kiri dan pembesaran kelenjar limfa mediastinum, juga dapat
menyebabkan keluhan disfagia.
- Pemeriksaan kesadaran dan status kognitif pasien karena dapat
mempengaruhi keamanan menelan dan kemampuan
kompensasinya.
- Dysphonia dan dysarthria adalah tanda disfungsi motoris struktur-
struktur yang terlibat pada menelan.
- Pemeriksaan pada mukosa dan gigi geligi mulut, posisi dan
kesimetrisan palatum mole selama fonasi dan istirahat serta reflek
muntah.
- Pemeriksaan fungsi pernapasan untuk mengetahui faktor resiko
terjadinya aspirasi.
- Tahap terakhir adalah pengamatan langsung aktivitas menelan.
Pasien diberi minum atau jika memungkinkan diberi makanan
dalam beragam tekstur. Siallorhea, keterlambatan untuk menelan,
batuk, suara menjadi parau atau serak dapat mengindikasikan
adanya masalah pada proses menelan.
2. Esofagografi
Esofagografi sering digunakan pertama kali pada pasien dengan
disfagia khususnya dicurigai adanya lesi obstruktif. Esofagografi juga
mengidentifikasi struktur intrinsik dan ekstrinsik lesi tetapi kurang
akurat dalam mengidentifikasi sifat dari lesi obstruksi. Esofagografi
(studi barium) dalam menilai motilitas lebih baik daripada endoskopi
dan relatif murah dengan sedikit komplikasi meskipun dapat
dilakukan pada pasien yang sakit dan inkooperatif.2
Studi dengan kontras ganda dapat membantu visualisasi pada mukosa
esofagus lebih baik. Barium marshmallows atau pil melokalisasi lesi
obstruksi pada mulut atau esofagus. Floroskopi dapat mengidentifikasi
abnomalitas pada mulut dan orofaring dan jika diobservasi lebih jauh
dapat memberikan lebih detail tentang fungsi dan deteksi refluks dan
peristaltik yang abnormal.2
IX. PENATALAKSANAAN
A. Modifikasi diet
B. Suplai Nutrisi
Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat
menyebabkan malnutrisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk
memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang
diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan
nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.1
C. Hidrasi
D. Medikamentosa
Terapi farmakologis pada pasien yang mengalami disfagia yaitu dengan
mengobati penyebab dasarnya, misalnya pyridostigmine untuk
mysthenia gravis, benztropine untuk penyakit Parkinson, dan antibiotik
untuk faringitis bakterial akut. Pemberian injeksi botolinum toksin
dapat dipertimbangkan pada spasme cricopharyngeal.12
E. Pembedahan
Adapun penatalaksaan operatif pada disfagia adalah sebagai berikut:12
1. Dilatasi esofagus: dapat dipertimbangkan pada pasien akalasia
(spasme dari spincter bawah esofagus) dan striktur faring dan
esofagus serta striktur post operatif
2. Myotomi cricopharyngeal: dapat dipertimbangkan pada spasme
cricopharyngeal atau kelainan kontraksi otot saat relaksasi.
Myotomi total termasuk bagian bawah dari konstriktor inferior,
otot cricopharyngeus dan bagian atas dari cervical esofagus.
3. Gastric atau Jejunal feeding tube: pemasangan sementara atau
permanen pipa tempat masuknya makanan.
4. Tracheotomy: diindikasikan pada komplikasi pernapasan yang
berat, mencegah terjadinya pneumoni aspirasi.
X. PROGNOSIS
Secara umum, prognosis kesembuhan dari disfagia bervariasi dari baik sampai
buruk tergantung tingkat keparahan, etiologi, dan kepatuhan pasien untuk
mengikuti anjuran pengobatan yang diberikan.13
DAFTAR PUSTAKA
DISFAGIA
OLEH :
PEMBIMBING:
DR. INDAH HAMRIANI
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………..….1
II. EPIDEMIOLOGI…………………………...…………………………….............2
III. ANATOMI..............................................................................................................3
IV. FISIOLOGI MENELAN.........................................................................................8
V. PATOFISIOLOGI…………………………………………………………….....12
VI. ETIOLOGI............................................................................................................16
VII. DIAGNOSIS.....................................…………………………………………....16
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG………………….…………………………….18
IX. DIAGNOSIS BANDING…………………………………….………………….21
X. PENATALAKSANAAN………………………….…………………………….23
XI. PROGNOSIS....………………………………………………………………….25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN REFERENSI