Anda di halaman 1dari 8

2.

3 Sumber Zat Pencemar Udara

2.3.1 Sumber Alamiah (natural source)

Sumber pencemar alamiah adalah sumber pencemar yang berasal dari alam, bukan
berasal dari aktivitas manusia. Pencemaran udara secara alami dapat terjadi akibat
masuknya zat zat pencemar ke atmosfer akibat proses-proses alam seperti debu abu
vulkaik, aktivitas fermentasi, asap kebakaran hutan, dan sebagainya.

Aktivitas Gunung Api

Indonesia merupakan negara yang dilalui rangkaian gunung berapi (skeitar 137 gunung
berapi dan 30% dnyatakan masih aktif). Oleh karena itu, wilayah Indonesia rawan akan
pencemaran udara akibat aktivitas vulkanik gunung berapi.

Debu yang dihasilkaan aktvitas vulkanik memiliki ukuran yang bervariasi, yang sebesar
0,001 mm hingga 2 mm atau bahkan lebih kecil. Ukuran partikel yang terlampau kecil
dan ringan sehingga akan tertiup angin dengan jarak beberapa kilomter dari sumber
letusan, tergantung pada kekuatan ,letusan gunung tersebut. Sebgai contoh, letusan
gunung krakatau pada tahun 1883 yang menyebabkan abu vulkanik mengitari bumi
berhari-hari atau letusan Gunung Galunggung tahun 1982 yang menyebabkan abu
vulkanik terbawa angin hingga mencapai Australia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa abu vulkanik mengandung unsur mayor


(aluminium, silika, kalium dan besi), unsur minor (iodium, magnesium, mangan, natrium,
pospor, sulfur dan titanium), dan tingkat trace (aurum, asbes, barium, kobalt, krom,
tembaga, nikel, plumbum, sulfur, stibium, stannum, stronsium, vanadium, zirconium,
dan seng). Sedangkan lima komposisi kimia tertinggi dari tanah abu vulkanik gunung
berapi secara urutan adalah silikon dioksida 55%, aluminium oksida 18%, besi oksida
18%, kalsium oksida 8%, dan magnesium oksida 2,5%.

Selain abu vulkanik, letusan gunung juga menghasilkan gas-gas vulkanik. Gas-gas
vulkanik yang dikeluarkan akibat letusan gunung berapi bersifat toksik, yaitu berupa
H2O, CO2, CO, NO2, H2S, SO2, HF. Di tempat-tempat terdekat, gas SO2 dapat
menyebabkan hujan asam. Letusan gunung berapi dapat menghasilkan polusi gas dan abu
yang sangat banyak sehingga sinar matahari dapat terhalang, dan berakibat turunnya
temperatur pada daerah yang terkena efek letusan.

Gas-gas vulkanik yang menimbulkan potensi bahaya besar untuk manusia, hewan,
pertanian, dan material adalah belerang dioksida, karbon dioksida, dan hidrogen fluorida.
Secara lokal, gas belerang dioksida dapat mengakibatkan hujan asam dan polusi udara di
daerah sekitar gunung berapi. Secara global, letusan gunung berapi yang besar dapat
menyuntikkan volume sulfur ke stratosfer yang dapat mengakibatkan suhu permukaan
yang lebih rendah dan menimbulkan penipisan lapisan ozon bumi.

Proses Fermentasi Anaerob

Fermentasi anaerob merupakan peruraian bahan organik dalam lingkungan yang


sedikit mengandung oksigen. Senyawa organik menjadi sumber makanan bagi
mikroorganisme, yang kemudian dikonversi menjadi materi teroksidasi, sel baru, energi
dan gas-gas sebagai produk akhir seperti metan dan karbondioksida.

Fermentasi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia


dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan
proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperature seperti yang terjadi pada proses
pengomposan secara aerobik. Namun, pada proses anaerobik perlu tambahan panas dari
luar sebesar 30°C.

Dekomposisi sampah, khususnya zat organik dalam kondisi anaerobik dapat


mengakibatkan produksi gas bio. Komposisi gas bio berkisar antara 60 – 70% metana dan
30 – 40% karbon dioksida. Gas bio mengandung gas lain seperti karbon monoksida,
hidrogen, nitrogen, oksigen hidrogen sulfida, kandungan gas tergantung dari bahan yang
masuk ke dalam biodigester. Nitrogen dan oksigen bukan merupakan hasil dari proses.
Hidrogen merupakan hasil dari tahap pembentukan asam, pembentukan hidrogen sulfida
oleh bakteri sulfat disebabkan oleh konsentrasi ikatan sulfur. Walaupun hanya sedikit tetapi
dapat mencapai 5 % untuk beberapa kotoran.

Proses fermentasi anorganik juga dijumpai pada lahan-lahan yang tergenang air
seperti lahan sawah dan rawa-rawa. Genangan air yang menutupi tanah dalam waktu lama
membuat daerah tersebut kekurangan oksigen. Proses peruraian bahan organik di
lingkungan miskin oksigen akan menghasilkan gas metana. Gas metana ini apabila terlepas
ke udara akan menyebabkan efek rumah kaca, sama seperti karbondioksida.

Nitrifikasi dan Denitrifikasi

Kebakaran Hutan

2.3.2 Sumber dari kegiatan manusia (Anthropogenic sources)


Masuknya zat pencemar oleh aktivitas manusia, yang pada umumnya
tanpa disadari dan merupakan produk sampinga, berupa gas-gas beracun, asap,
partikel-partikel halus, senyawa belerang, senyawa kimia, buangan panas dan
buangan nuklir.

Transportasi

Di Indonesia sekarang ini kurang lebih 70% pencemaran udara di sebabkan emisi
kendaraan bermotor kendaraan bermotor mengeluarkan. zat-zat berbahaya yang dapat
menimbulkan dampak negative, baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap
lingkungan, seperti timbal/timah hitam (Pb). Kendaraan bermotor menyumbang hampir
100% timbal.
Dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara, pada umumnya
sektor transportasi memegang peranan yang sangat besar dibandingkan dengan sector
lainnya. Kendaraan bermotor yang menjadi alat transportasi, dalam konteks pencemaran
udara dikelompokkan sebagai sumber yang bergerak. Dengan karasteristik yang demikian,
penyebaran pencemar yang diemisikan dari sumber-sumber kendaraan bermotor ini akan
mempunyai suatu pola penyebaran special yang meluas.
Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif pada sector ini menjadi penyebab utama
timbulya dampak terhadap lingkungan udara, terutaman di daerah perkotaan. Proses
pembakaran bahan bakar minyak seperti diketahui akan mengeluarkan unsure dan
senyawa-senyawa pencemar ke udara. Seperti padatan total tersuspensi (debu), karbon
monoksida, total, oksida-oksida nitrogen, oksida-oksida sulfur, partikel timbal dan oksidan
fotokimia. Unsure fotooksidan (terutama Ozon) merupakan produk sekuler yang terbentuk
di atmosfir dari reaksi fotolisis total hidrokarbon dengan nitrogen dioksida. Transportasi
yang berwawasan lingkungan perlu mempertimbangkan implikasi dampak terhadap
lingkungan yang mungkin timbul, terutama pencemaran udara dan kebisingan. Serta
penggunaan sumber daya energi yang seefektif dan seefisien mungkin.

Seperti diketahui penggunaan energi yang terutama menimbulkan dampak terhadap


lingkungan. Hampir semua produk energi konvensional dan rancangan motor bakar yang
digunakan dalam sector transportasi masih menyebabkan dikeluarkannya emisi pencemar
ke udara. Penggunaan BBM bensin dalam motor bakar akan selalu mengeluarkan sentawa-
senyawa seperti CO, THC, TSP (debu), NOx dan Sox. BBM premium yang dibubuhi TEL,
akan mengeluarkan pula partikel timbale. Solar dalam motor diesel akan mengeluarkan
beberapa senyawa tambahan disamping senyawa tersebut diatas, yang terutama adalah
fraksi-fraksi organic seperti Aldehida, PAH (Poli Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai
dampak kesehatan yang lebih besar (Karsinogenik), dibandingkan dengan senyawa-
senyawa lainnya.
Industri
Sektor industri merupakan penyumbang pencemaran udara melalui penggunaan
bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga. Salah satu penyebab meningkatnya
pencemaran udara di Indonesia adalah urbanisasi dan industrialisasi yang tumbuh
dengan cepat tetapi tidak dibarengi dengan pengendalian pencemaran yang
memadai dan efisien dalam penggunaan bahan bakar fosil.
Dalam upaya penanggulangan pencemaran udara, penanggung jawab kegiatan
industri wajib antara lain:
Melengkapi industrinya dengan fasilitas untuk pengukuran emisi gas buang dan
fasilitas pengukuran udara ambien. Peralatan pengendalian emisi gas buang
tersebut meliputi lubang sampling, landasan kerja, tangga pengaman dan tenaga
listrik. Pemantauan dilakukan terhadap emisi gas buang dan ambien. Pengukuran
emisi secara manual dilakukan sekurang kurangnya 6 bulan sekali dan secara terus
menerus dengan menggunakan Continuous Emission Monitoring (CEM)
sedangkan pemantauan terhadap udara ambien dilakukan sekurang kurangnya 6
bulan sekali. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh industri dilaporkan kepada
Pemda Kabupaten/Kota, yaitu Bapedal Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
KLH setiap 6 bulan sekali untuk pengukuran yang dilakukan secara manual, dan
setiap 3 bulan sekali untuk industri yang memiIiki fasilitas CEM
Pertanian dan Peternakan

Penggunaan pestisida dan zat kimia lain dalam mengelola lahan pertanian merupakan hal
yang lumrah. Namun penggunaan zat kimi tanpa batas aman juga berdampak buruk pada
lingkungan. selain menimbulkan efek samping resistensi terhadap hama target, penggunaan
zat kimia yang berlebihan juga berdampak buruk pada kesehatan manusia. Zat kimia
tersebut umumya digunakan dengan cara disemprotkan pada tanaman. Butiran-butiran zat
kimia akan terbawa angin dan berpotensi mencemari sumber air maupun makanan bagi
manusia serta makhluk hidup lainnya.

Disamping itu, sektor pertanian juga menyumbang gas rumah kaca yang cukup besar. Pada
proses penanaman padi misalnya, harus dilakukan pada lahan berair yang sedikit
megandung oksigen. Proses peruraian yang terjadi pada zat organik dalam tanah tersebut
akan melepaskan gas metana dalam jumlah yang cukup besar. Sisa jerami padi setela masa
panen yang dibiarkan membusuk juga turut berperan dalam emisi gas metana.

Rumah Tangga

2.4 Tren Peningkatan Pencemaran Udara

2.5 Dampak Pencemaran Udara

2.5.1 Dampak Lokal

Dampak terhadap Manusia

Pada tingkat konsentrasi tertentu zat-zat pencemar udara dapat berakibat langsung
terhadap kesehatan manusia, baik secara mendadak atau akut maupun secara menahun
atau kronis serta gejala-gejala lain yang yang samar. Gangguan kesehatan tersebut
umumnya berupa iritasi saluran pernapasan, iritasi mata, dan alergi kulit sampai
timbulnya kanker paru-paru. Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran
udara dapat mempengaruhi kinerja seseorang yang berakibat pada menurunnya nilai
produktivitas serta mengakibatkan kerugian ekonomis pada jangka panjang dan
timbulnya permasalahan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat.

Masuknya bahan pencemar udara kedalam tubuh manusia dapat terjadi melalui tiga cara,
yaitu inhalansi, ingestasi, dan penetrasi kulit. Inhalansi merupakan masuknya bahan
pencemar udara melalui sistem pernapasan. Bahan pencemar dapat menyebabkan
gangguan pada paru-paru dan saluran pernapasan. Selain itu, bahan penemar ini
kemudian masuk ke dalam aliran darah dan menimbulkan gangguan pada bagian tubuh
lain.

Pada bahan pencemar dengan dameter yang cukup besar seringkali masuk ke saluran
pernapasan (ingestasi) ketika makan atau minum, seperti halnya yang terjadi pada paru-
paru. Bahan pencemar yang masuk ke dalam saluran pencernaan dapat menimbulkan efek
lokal dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah. Permukaan kulit
jugamenjadi pintu masuk bahan pencemar dari udara.

Dampak terhadap Lingkungan

 Rusaknya vegetasi
 Mengurangi biodiversitas
 Merusak komposisi tanah
 Hujan asam

Dampak Global

 Meningkatkan efek pemanasan global


 Pemanasan gloal
 Perubahan iklim

2.6 Solusi Mengatasi Pencemaran Udara

2.6.1 Penanggulangan Secara Non-teknis


Dalam usaha mengurangi dan menanggulangi pencemaran lingkungan dikenal istilah
penanggulangan secara non-teknis, adalah suatu usaha untuk mengurangi dan
menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundanagan
yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan
industri dan teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan.
Peraturan perundangan yang dimaksudkan hendaknya dapat memberikan gambaran secara
jelas tentang kegiatan industri dan teknologi yang akna dilaksanakan disuatu tempat yang
antara lain meliputi :
- Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)
- Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
- Perencanaan Kawasan Kegiatan Industri dan Teknologi
- Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan
- Menanamkan Perilaku Disiplin

2.6.2 Penanggulangan Secara Teknis


Apabila berdasarkan kajian Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
ternyata bisa diduga bahwa mungkin akan timbul pencemaran lingkungan, maka langkah
berikutnya adalah memikirkan penanggulangan secara teknis. Banyak macam dan cara
yang dapat ditempuh dalam penanggulangan secara teknis. Adapun kriteria yang
digunakan dalam penanggulangan secara teknis tergantung pada faktor
berikut :
- Mengutamakan keselamatan lingkungan
- Teknologinya telah dikuasai dengan baik
- Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggung-jawakan
Berdasarkan criteria tersebut diatas diperoleh beberapa cara dalam hal
penanggulangan secara teknis, antara lain adalah sebagai berikut :
- Mengubah proses
- Menggantikan sumber energi
- Mengelola limbah
- Menambah alat bantu
Keempat macam penanggulangan secara teknis tersebut diatas dapat berdiri
sendiri-sendiri, atau bila dipandang perlu dapat pula dilakukan secara bersam-sama,
tergantung kepada kajian dan kenyataan yang sebenarnya.

Jadi secara garis besar, pencemaran udara dapat ditanggulangi denagn cara
sebagai berikut :
 Untuk mengurangi pencemaran udara dari gas CO, para ahli motor dan industri
merancang katalis yang disebut Catalytik Converter yang digunakan pada cerobong
asap (knalpot), yang berfungsi mengubah CO dan NO menjadi gas yang tidak beracun.
 Mengurangi Konsentrasi CO2 diatmosfer, berdasarkan siklus CO2 dan O2, maka
diperlukan pelaksanaan pengelolahan hutan dengan system tebang tanam, memperluas
hutan konservasi, penghijauan pegunungan gundul, gerakan menanam pohon belakang
rumah dan memperbanyak taman kota.
 Menggunakan bahan bakar anti polusi, misalnya kendaraan dengan tenaga lstrik dari
surya atau bahan bakar dari jenis alkohol.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

https://blogs.itb.ac.id/pencemud1klp3/2016/03/04/sumber-sumber-pencemar-udara/ [17
Desember 2017]
http://www.mahasiswakesling.ga/2017/03/makalah-pencemaran-udara-akibat-
bahan_49.html?m=0 [30 Desember 2017]

Suryani, A.S. 2014. Dampak Negatif Abu Vulkanik terhadap Lingkungan dan Kesehatan.
Info Singkat Kesejahteraan Sosial Vol. IV No. 04/II/P3DI/Februari/2014

Wahyuni, E., T., Suherman. 2012. Penentuan Komposisi Kimia Abu Vulkani dari Erupsi
Gunung Merapi. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol 19, No. 2, : 150-159.

Pohan, N. 2002. Pencemaran Udara dan Hujan Asam. Medan : Universitas Sumatera
Utara

Budiyono, A. 2001. Pencemaran Udara : Dampak Pencemaran Udara pada Lingkungan.


Berita Dirgantara Vol. 2, No. 1, Maret 2001

Samiaji, T. 2012. Karakteristik Gas NO2 (Nitrogen Oksida) di Atmosfer Indonesia. Berita
Dirgantara Vol 13 No. 14 : 147-154.

Anda mungkin juga menyukai