Anda di halaman 1dari 10

KEWAJIBAN

PENGERTIAN
FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut :
“Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul
dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer asset atau
menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau
kejadian masa lalu”
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup
lengkap secara sistematik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau kata
kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber- sumber lain.
APB No.4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligations yang
dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini berarti bahwa APB
menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria pengakuan dan pengukuran.
Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa memahami pengertian
GGAP sehingga secara sistematik definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi,
definisi APB lebih bersifat struktual daripada sistematik. Hal ini berbeda daripada AASB yang
memisahkan antara pengertian (yang cukup luas dan lengkap) dan prosedur pengukuran dan
pengakuan. Berbeda dengan definisi- definisi yang lain, APB memasukkan pos- pos tertentu yang
bukan keharusan untuk mengorbankan sumber ekonomik sebagai bagian dari kewajiban. Pos- pos
ini secara umum disebut kredit tangguhan misalnya pos pendapatan sewa takterhak.

KARAKTERISTIK KEWAJIBAN
Dengan berbagai variasi di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban
mempunyai 3 karakterisitik utama, yaitu :
1) Pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau
tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi,
menunaikan atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup
pasti di masa datang . pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau
penggunaan asset kesatuan usaha. Cukup pasti dimasa datang mengandung makna bahwa
jumlah rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan layak.
Secara umum,keharusan mengorbankan sumber ekonomik masa datang tidak dapat menjadi
kewajiban kalau keharusan tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti.
Kewajiban ekonomik harus dikaitkan dengan pihak lain berarti bahwa kewajiban hanya dapat
terjadi antar kesatuan usaha yang lain.

2) Keharusan sekarang untuk mentransfer aset


Untuk dapat disebut kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul
akibat keharusan sekarang (obligations atau duties). Pengertian “sekarang” dalam hal ini
mengacu pada dua hal yaitu waktu dan adanya. Waktu yang simaksud adalah tanggal
pelaporan (neraca). Artinya pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan (secara
yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan
untuk itu telah ada. Tentu saja jumlah rupiah yang akan dibayar dimasa yang akan datang
(setelah tanggal neraca). Perbedaan ini terjadi akibat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu
bunga yang bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga penundaan.
a. Keharusan kontraktual
Adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang
didalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau implicit
dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum sebagai lingkungan eksternal
yang tidak dapat dihindari (unavoidable) dan yang dapat memaksakan secara hukum untuk
mememnuhinya (legally enforceable). Penghindaran kewajiban dari keharusan kontraktual
menimbulkan sanksi atau hukuman (penalty).

b. Keharusan konstruktif
Adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka
menjalankan atau memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik usaha
yang baik atau etika bisnis dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
c. Keharusan demi keadilan
Keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan
semata- mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hukum atau
praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul dari tugas kepada pihak lain untuk
melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, dan benar menurut hati nurani dan rasa
keadilan (sense of justice). Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini
tetapi kewajiban ini mengikat lantaran sanksi sosial atau moral.
d. Keharusan bergantung atau bersyarat
Keharusan yang pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi – tidaknya dipenuhi)
tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat- syarat
tertentu di masa datang. Kebergantungan (contingency) adalah suatu kondisi, situasi atau
serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian (uncertainty) yang menyangkut laba
(gain contingency) atau rugi (loss contingency) yang mungkin terjadi. Munculan (outcome)
yang harus dikonfirmasi dengan kejadian atau syarat masa datang untuk kedua
kebergantungan tersebut adalah :
1. Yang berkaitan dengan kebergantungan laba.
2. Yang berkaitan dengan kebergantungan rugi.
Keharusan bergantung merupakan salah satu bentuk ketergantungan yang berkaitan
dengan rugi,Bila terdapat ketergantungan rugi,kemungkinan bahwa suatu kejadian masa
datang akan memastikan munculnya (2) yang diatas dapat berkisar :
a. cukup pasti (probable).Suatu atau beberapa kejadian masa datang boleh jadi terjadi.
b. agak pasti (reasonably possible).kemungkinan bahwa suatu kejadian mendatang terjadi
adalah lebih dari jauh dari,tetapi kurang dari cukup pasti.
c. jauh dari pasti (remote).kemungkinan suatu kejadian mendatang terjadi adalah kecil
atau tipis.

3) Timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu.


Tranksaksi masa lalu yang dimaksud disini adalah transaksi yang menimbulkan keharusan
sekarang telah terjadi. Sebagai contoh : karena perusahaan mendapat pinjaman bank (dengan
kontrak), keharusn sekarang berupa keharusan kontraktual timbul pada akhir perioda akuntansi
(berupa pokok pinjaman dan bunga) yang menuntut pengorbanan sumber ekonomik masa
datang (suatu saat setelah akhir perioda tersebut). Dalam hal ini, penandatanganan kontrak
merupakan peristiwa yang telah terjadi yang menimbulkan keharusan. Akan tetapi, tidak
semua penandatanganan kontrak dengan sendirinya menimbulkan keharusan. Sebelum salah
satu pihak melaksanakan apa yang diperjanjikan, kontrak akan bersifat eksekutori.

HAK – KEWAJIBAN TAK BERSYARAT


Konsep ini menyatakan “tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak adakewajiban
tanpa hak”. Secara tekhnis, konsep ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu
pihak telah berbuat sesuatu (to perform). Kontrak- kontrak semacam inidikenal dengan nama
saling- mengimbangi tak bersyarat atau kontrak eksekutori.
Tranksaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai pengakuan hak dan
kewajiban dalam suatu kontrak menurut Most (1982, hlm. 352)
1. Tanggal kontrak ditandatangani
2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus kontrak kontruksi jangka panjang.
a. Suatu titik selama konstruksi berjalan
b. Pada saat konstruksi dimulai
Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan seksama dengan
memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Most mengemukakan hal yang harus
dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat yaitu :
a. Pemenuhan definisi asset dan kewajiban
b. Berkekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan.
c. Kebermanfaatan bagi keputusan.

KARAKTERISTIK PENDUKUNG KEWAJIBAN


1. Keharusan membayar kas.
Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk mengaplikasi definisi kewajiban karena
dua hal, yaitu. :
- Sebagai bukti adanya suatu kewajiban, dan
- Sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif.
2. Indentitas terbayar jelas.
Yang terpenting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik di masa
datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat
pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus teridentifikasi.
3. Berkekuatan hukum.
Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk mengorbankan manfaat ekonomik
timbul akibat klaim yuridis yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis
hanya menunjukkan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara
yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pda klaim- klaim hukum
bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan melakukan
pengorbanan manfaat ekoomik masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal
tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya kewajiban mencakupi
pengorbanan sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat keharusan konstraktif dan
demi keadilan.

PENGAKUAN, PENGUKURAN, DAN PENILAIAN


Kalau asset yang direpresentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (pemerolehan,
pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlaukan yaitu :
penangguhan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunanasan (penyelesaian). Dalam hal
kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban setiap saat.
Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian
kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat atau diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai
kesatua usaha menyelesaikannya, atau sampai adanya traksaksi atau kejadian yang
membatalkannya atau yang membebaskan kesatuan usaha daru keharusan untuk melunasinya.
1. Pengakuan
Ada 4 kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu :
a. Ketersediaan dasar hukum.
Ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik
pendukung definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat
diakui bila terdapat bukti substantive adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.
b. Keterterapan konsep dasar konservatisma.
Kaidah ini merupakan penjabaran tekhnis criteria keterandalan. Keadaan- keadaan tertentu
yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban.
Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak
demikian dengan untung.
c. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi.
Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika
transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara
berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan dengan masalah
relevansi informasi.
d. Keterukuran nilai kewajiban.
Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi.
Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti yang mengacu tidak hanya pada
terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah tekhnis adalah kapan keempat kaidah diatas dipenuhi. Hendriksen
dan van Breda menunjukkan saat- saat untuk mengakui kewajiban yaitu :
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat.
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat
sebagai asset sebelumnya
c. Bersamaan dengan pengakuan asset.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asa actual melalui proses penyesuaian.
FASB memberi contoh keadaan- keadaan kebergantungan rugi yang berpotensi memicu
pengakun kewajiban sebagai berikut:
a. Ketertagihan piutang usaha
b. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk
c. Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran, ledakan,
dan bahaya lainnya.
d. Ancaman pengambilalihan asset oleh pemerintah.
e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan
f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin terjadi.
g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransu kerugian dan
kecelakaan dan perusahaan reasuransi.
h. Jaminan atas utang pihak lain.
i. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait yang telah dijual.
j. Keharusan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit
2. Pengukuran.
Pengukuran yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saa terjadinya
adalah penghargaan sepakatan dalam transaksi- transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah
pengorbanan ekonomik masa datang. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka
panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga
jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan sumber
ekonomik (kas) msa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan
atau kos penundaan dianggap tidak material.
Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang
kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi
pada saat terjadinya.
a. Kewajiban dalam pembelian kredit.
Dasar pengukuran asset yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai
implisit. Karena kewajiban merupakan bayangan cermin asset, pengukuran juga mengikuti
pengukura asset.Pada umumnya,atas dasar kepraktisan,perusahaan tidak berusaha untuk
menentukan kos tunaiimplisit baik dengan cara menanyakan langsung ketoko penjual
barang ataupun dengan cara mendiskusikan nilai kontrak dengan tarif bunga yang berlaku.
b. Diskon dan premium utang obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah
rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor.
Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan
ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka
kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar pencatatan pertama
kali yang tepat adalah kos tunai implisit.
Dalam hal obligasi jangka panjang,jumlah rupiah uang yang diterima oleh penerbit dan
yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah merupakan bagian kecil dari
jumlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak obligasi.Jumlah rupiah total ini adalah
sseluruh jumlah rupiah pembayaran-pembayaran masa datang.
c. Makna harga efektif obligasi
Selisih nominal dengan penghargaan sepakatan merupakan diskun obligasi.
Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap (tepat) apabilatidak
memperhatikan perhitungan bunga periodik dan akumulasi diskun. Jumlahrupiah utang
obligasi tiap saat (keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu besar
apabila dinyatakan sebesar nominalny
d. Diskon obligasi
Diskon utang obligasu pada waktu penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit
yang menunjukkan biaya bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Dengan
demikian, diskon tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal
(jatuh tempo) utang obligasi.
e. Premium obligasi
Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” (deferredincome)
jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses
pemerolehan utang.
f. Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa
datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tunggal
maupun beberapa pembayaran secara berkala)
Kewajiban Nonmoneter keharusan untuk menyediakan barang dan jasa
dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena
timbul karena penerimaan pembayaran di muka untuk barang dan jasa tersebut.
3. Penilaian
Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang (the value of current
obligation) pada saat terjadinya, penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada
setiap saat antara terjadinya kewajiban sampa dilunasinya kewajiban. Makin mendekati saat jatuh
tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal.

Jadi, penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentu jumlah rupiah yang harus
dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain,penilaian
adalah penentu nilai sekarang kewajiban.

PELUNASAN
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk
memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha (in due course of
business) sehingga dia terbebas dari kewajiban tersebut. Pada mulanya FASB menetukan kriteria
lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC No. 76 (prg. 3) sebagai berikut :
1. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan
utang.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang utama baik
oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa kreditor tidak
akan diharuskan untuk melakukan pembayaran dimasa datang yang berkaitan dengan utang
dengan penjaminan dalam bentuk apapun.
3. Debitur menaruh kas atau asset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu
perwalian yang semata- mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok
suatu pinjaman tertentu dan sagat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi
melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinajaman tersebut.

Ketentuan diatas telah diganti melalui SFAS No.125, yaitu :


1. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada kewajiban.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang utama baik
oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor.

1. Transfer asset financial


Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer asset financial (termasuk kas),
barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara
penuh kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor
tidak lagi terlibat dengan asset atau kreditor secara financial. Pelunasan kewajiban dengan
asset financial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahan asset financial bersifat tak bersyarat
dan dianggap sebagai penjualan. Artinya, asset financial dianggap dijual secara tunai dan kas
yang diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
2. Pelunasan sebelum jatuh tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan
sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih
antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan
nilai buku atau nilai bawaan kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan
npasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai pasar atau nilai
sekarang kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya
fluktiasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Dengan kata lain, debitor tidak
mengakui adanya untuk atau rugi fluktiasi harga. Oleh karena itu, bila utang dilunasi sebelum
jatuh tempo, debitor harus menebus utang tersebut dengan harga pasarnya sehingga dapat
terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan.
3. Utang terkonversi
Instrument financial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau penjaminan sehingga
dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkonversi atau konvertibel
merupakan salah satu instrument financial tersebut. Sekuritas utang semacam ini biasanya
mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya pemegang instrument
mempunyai hak istimewa untuk mengubah status hutang menjadi ekuitas setiap saat selama
hak tersebut masih berlaku (belum habis). Instrument semacam ini merupakan salah satu
bentuk dari apa yang disebut hibrida.
Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi (convertible
bond). Obligasi terkonversi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena
mereka dapat menggeser resiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan.
Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal
yang terlalu rendah dibanding tingkat bunga umum. Oleh karena itu harga perdana biasanya
jauh lebih tinggi dari obligasi biasa dengan tingkat risiko yang sama. Kelebihan ini dapat
dipandang sebagai harga hakn konversi yang setara dengan hak opsi atay waran (options)
seandainya saham diterbitkan secara terpisah,

Hendriksen dan Van Breda menunjukkan bahwa obligasi terkonversi biasanya mempunyai
karakteristik sebagai berikut :

1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang setara.
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa,
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena
penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa
seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham.

1. Pembebasan Substansif
Bila Debitor membentuk dana pelunasan utang obligasi,pada saat debitur sudah tidak perlu
lagi membayar kas kedana tersebut karena kas yang telah disetor dan pendapatan dari dana
tersebut sudah pasti akan cukup untuk menutupi utang pada saaat jatuh tempo,maka pada saat
itu kewajiban debitor secara subtantif dianggap lenyap meskipun kewajiban belum jatuh
tempo.jadi,pada saat tidak ada lagi keharusan membayar,telah terjadi pembebasan substansif.
Dalam standar SFAS No.125.FASB menegaskan bahwa saat terjadi pembebasan
substansif,kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi
karakteristik sebagai berikut :
1) Debitur tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum hanya
karena perusahaan menempatkan aset kedalam suatu perwakilan.
2) Untuk pelunasan kewajiban,sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang
ditempatkan dalam perwakilan.
3) Kreditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset dalam
perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan perwalian
tersebut.
4) Kalau ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk
membayar pokok dan bunga pinjaman,debitur dapat menggunakan kelebihan
tersebut.
5) Kreditur atau agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak
pembentukan dana pembebasan utang.
6) Debitur tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset karena manfaat aset tersebut
masih melekat pada debitor meskipun debitor telah mengakuinya.
PENYAJIAN
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan
dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa asset lancar disajikan
menurut likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti
kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. Dari segi
urutan perlindungan dan jaminan (sequence of protection), utang yang dijamin pada umumnya
disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuidasi utang ini harus
dibayar lebih dahulu. Juga, dari sudut urutan perlindungan, kewajiban disajikan lebih dahulu
daripada ekuitas. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria
sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu
kewajiban diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek bila :

1. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau
2. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau
mengontranya dengan aset yang dianggap berkaitan, kecuali dalam keadaan khusus yang di
dalamnya pihak pelapor mempunyai hak mengontra. Definisi dari hak mengontra sebagai
dijelaskan oleh FASB adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk menghapus
semua atau sebagaian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi utang tersebut
dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor.

Hak Mengkompensasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca
dengan mengkompensasinya atau mengkontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Ada
kalanya hak mengkompensasi diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi. Kondisi ini biasanya
berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat (conditional contracts) dan kontrak
pertukaran.

a. Kontrak bersyarat.
Kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang
tertentu yang belum tertentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan,
atau pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan. Contoh kontrak semacam ini
misalnya adalah futures contacts dan forward purchase-sale contract . Kontrak pertukaran
adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban di masa datangdan
bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja. Contoh kontrak semacam ini misalnya
adalah interest rate swaps dan currency swaps.

b. Hak mengkompensasi
Adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya,untuk menghapus semua atau
sebagian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi utang tersebut dengan
jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor. Hak mengkompensasi dikatakan ada
bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
1. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah
rupiah tertentu.
2. Pihak pelapor mempunyai hak mengkompensasi jumlah yang diutangnya
dengan jumlah yang diutang pihak lain.
3. Pihak pelapor memang berniat untuk mengkompensasi.
4. Hak mengkompensasi terpaksakan secara hokum

Anda mungkin juga menyukai