Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

IMUNO-HEMATOLOGI (P)

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH METODE PLATE

Disusun oleh

NAMA : ILHAM MUBARAK

NIM : 153145453054

KELAS : 15 B

PROGRAM STUDY D-III ANALIS KESEHATAN

STIKES MEGA REZKY MAKASSAR

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Darah selalu dihubungkan dengan kehidupan, baik berdasarkan
kepercayaan saja maupun atas dasar bukti pengamatan. Penggunaan darah
yang berasal dari individu lain dan diberikan secara langsung ke pembuluh
darah juga sudah lama pula dilakakukan, paling tidak sejak abad
pertengahan. Pada mulanya, pemberian darah seperti ini dan kini yang
dikenal sebagai transfusi tidak dilakukan dengan landasan ilmiah, tidak
mempunyai indikasi yang jelas dan dilakukan sembarang saja. Tindakan
ini lebih banyak dilakukan atas dasar yang lebih bersifat kepercayaan,
misalnya darah sebagai lambang kehidupan. Indikasi juga tidak jelas,
bukan terutama untuk mengobati penyakit atau memperbaiki keaadaan
karena perdarahan. Lebih sering hal ini dilakukan untuk tujuan seperti
peremajaan jaringan (rejuvenilisasi). Pelaksanaannya juga tidak
didasarkan atas pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu tidak heran bila
pada masa itu banyak korban karena tindakan yang dilakukan secara
sembarang ini, baik pada donor maupun pada penerima darah. Bahkan
pernah ada suatu masa, tepatnya abad ke-17 dan 18 transfusi dilarang
dilakukan di Eropa (Sadikin, 2002).
Barulah pada akhir abad ke-19 dan di awal abad ke-20. Fenomena
ini dapat dipahami dengan jelas dan tepat, sehingga tindakan transfusi
dapat dilakukan dengan cara yang jauh lebih aman. Pada masa itu, seorang
dokter berkebangsaan Austria dan bekerja di New York, Karl Landsteiner,
menemukan melalui sejumlah besar pengamatan, bahwa darah manusia
yang berasal dari dua orang yang berbeda tidaklaah selalu dapat dicampur
begitu saja tanpa perubahan fisik apapun. Dalam kebanyakan pengamatan,
pencampuran darah yang berasal akan menyebabkan timbulnya
pegendapan sel-sel darah merah. Peristiwa mengendap sel tersebut
dinamai sebagai aglutinasi. Pengamatan selanjutnya memperlihatkan,
bahwa peristiwa ini melibatkan SDM dan bagian cair dari darah, yaitu
serum atau plasma. Serum sesorang tidak dapat mengendapkan SDM
orang itu sendiri atau SDM yang berasal dari orang lain, yang bila
darahnya dicampur dengan darah orang yang pertama, tidak menyebabkan
pengendapan. Akan tetapi, bila darah dari 2 orang berbeda dicampur dan
aglutinasi terjadi, maka bila serum dari salah satu dari orang tersebut
dicampur dengan SDM dari orang yang lainnya, akan terjadi aglutinasi
(Sadikin, 2002).
Hemolisis atau lebih dikenal dengan kejadian pecahnya sel darah
merah secara normal didalam tubuh tidak dapat dihindari apabila sel darah
merah atau eritrosit sudah mencapai usianya, dengan pecahnya sel darah
merah atau eritrosit didalam tubuh secara normal tubuh direspon untuk
membentuk sel darah merah yang baru. Haemoglobin yang keluar dari sel
darah merah atau eritrosit akan diuraikan oleh organ tubuh yang
bertanggung jawab dan bagian yang penting dari penguraian ini akan
dimanfaatkan kembali untuk pembentukan sel darah merah yang
baru.Pada kejadian yang tidak normal jumlah sel darah merah yang pecah
lebih besar dari pada pembentukan sel darah merah yang baru dan
mengakibatkan dari peruraian Hb akan membubung tinggi dan sangat
mengganggu organ lain (organ tubuh) (Ismail, 2010).
Kejadian hemolisis yang tidak normal (abnormal) bisa disebabkan
oleh beberapa faktor dari dalam tubuh (invivo) sendiri, misalnya kondisi
sel darah merah itu sendiri kurang baik, atau bisa disebabkan oleh faktor
luar (invitro), dari faktor luar bisa dijumpai akibat dari faktor transfusi
darah, karena disebabkan adanya reaksi antibodi terhadap antigen yang
masuk kedalam tubuh atau pada sel darah merah dan risikonya akan lebih
besar apabila sel darah merah donor yang ditransfusikan tidak cocok
dengan antibodi yang berada dalam plasma donor dengan sel darah merah
pasien. reaksi hemolisis in vivo karena transfusi ini disebut reaksi
hemolitik transfusi. Reaksi hemolitik bisa terjadi secara langsung (direck
or indirec) dan dapat berakibat fatal, dan bisa juga reaksinya baru muncul
beberapa waktu kemudian setelah transfusi ( delay hemolitik tarnsfution
reaction ).
B. Tujuan praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara melakukan pemeriksaan golongan
darah dan resus dengan metode plate
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

Pemeriksaan konfirmasi golongan darah ABO donor dengan forward and


backward typing yaitu pemeriksaan golongan darah dilakukan terhadap sel darah
merah dan serumnya secara terpisah. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan
terhadap golongan darah Rhesus. Pada tahun 1901, Karl Kandsteiner mengadakan
pemeriksaan terhadap darahnya sendiri dan beberapa orang temannya dengan
memisahkan darah tersebut atas serum dan sel darah, kemudian mencampur setiap
sel darah merah dengan serum-serum tersebut dan atas reaksi aglutinasi maka
ditetapkan 3 golongan darah yaitu A, B, dan O.
Pemeriksaan rhesus yang paling tepat dilakukan sebelum kehamilan
terjadi, atau bisa jadi menjadi satu paket dengan pemeriksaan kesehatan pra nikah
yang sekarang banyak ditawarkan. Rhesus digolongkan menjadi dua, rhesus
negative dan rhesus positif. Rhesus menunjukkan partikel protein yang ada di
dalam darah seseorang, negative jika kekurangan protein dalam sel darah merah
dan positif jika memiliki protein yang cukup. Ras Asia Afrika cenderung memiliki
rhesus positif sedangkan Eropa Amerika memiliki rhesus negatif.
Apa perlunya pemeriksaan rhesus? Kasus yang sering terjadi ketika sang
ibu memiliki rhesus negative dan ayah memiliki rhesus positif. Rhesus positif
lebih dominan dibanding rhesus negative. Saat ibu hamil dengan rhesus positif,
maka sang bayi bisa memiliki dua kemungkinan rhesus yaitu positif atau negative,
dan cenderung positif karena lebih dominan. Hal ini menyebabkan rhesus ibu
negative berlawanan dengan rhesus bayi yang positif. Secara otomatis maka tubuh
ibu hamil akan memproduksi anti rhesus untuk melindungi tubuhnya dan
melawan rhesus positif sang bayi. Anti rhesus yang diproduksi tubuh ibu hamil
akan menyerang janin dan menghancurkan sel darah merah sang janin, hal ini
akan memicu kerusakan otak, bayi kuning, gagal jantung, anemia di dalam
kandungan atau setelah lahir.
Pada kehamilan pertama dengan beda rhesus, bisa menyebabkan bayi
lahir kuning. Risiko akan lebih berat untuk kehamilan kedua, karena anti rhesus
yang dibentuk akan semakin kuat, dan bisa mengancam kelangsungan kehamilan
Mommy. Jika hal ini terjadi, tentunya perlu dilakukan pengontrolan dengan dokter
untuk memonitor perkembangan bayi secara khusus.
Akibat yang fatal dari reaksi transfusi dikarenakan ketidak cocokan
golongan darah ABO ( antibodi-A,-B,-AB ) yang dibuat secara teratur menurut
golongan darah masing-masing. Disamping itu mungkin ada antibodi lain yang
mungkin dibentuk secara alamiah tetapi tidak beratur ( antibodi –Lewis,-A1,-P1
dll ) atau antibodi immun (Ismail, 2010).
Reaksi transfusi yang baru muncul beberapa waktu kemudian setelah
transfusi ( delay hemolitik tarnsfution reaction ) bisa disebabkan karena darah
donor sesungguhnya tidak compatible denga darah pasien, namun dalam reaksi
silang/uji silang serasi menhasilkan false-compatible (Ismail, 2010)
Jika pada reaksi tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor
sama, baik mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok. Jika berlainan,
misalnya donor golongan darah O dan penerima golongan darah A maka pada test
minor akan terjadi aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok
(Anonim, 2010).
Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro.
Antibody kelas IgM yang kuat biasanya menggumpalkan erythrosit yang
mengandung antigen yang relevam secara nyata, tetapi antibody yang lemah sulit
dideteksi. Banyak antibodi kelas IgG yang tak mampu menggumpalkan eryhtrosit
walaupun antibody itu kuat. Semua pengujian antibodi termasuk uji silang tahap
pertama menggunakan cara sentrifugasi serum dengan eryhtrosit. Sel dan serum
kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk memberi kesempatan antibodi
melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin dan bila
pendertita mengandung antibodi dengan eryhtrosit donor maka terjadi gumpalan.
Uji saring terhadap antibodi penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu
hamil yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
(Anonim, 2010).
BAB III
METODE KERJA
A. Metode kerja
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah metode
aglutinasi dimana praktikum ini menggunakan plate
B. Prinsip pemeriksaaan
Pemisahan serum /plasma dari sel darah merah untuk mendapatkan
serum/plasma yang bebas dari sel darah merah
C. Alat dan bahan
1. Alat
- Sentrifus
- Wadah pencucian
- Rak tabung
- Tabung reaksi
- Pipet tetes plastik
- Plate
- Inkubator
- Stopwacht
- Tissue
2. Bahan
- NaCl 0,9 %
- Serum
- Sampel darah B
D. Cara kerja
1. Pemisahan serum dari sel darah merah
- Dimasukkan darah sebanyak 2 cc kedalam tabung
- Disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 3 menit dipisahkan
serum dan plasma dari sel darah merah lalu diberi label
2. Pencucian sel darah merah
- Disiapkan tabung reaksi yang berisi darah yang telah dipisahkan
serum/plasma
- Ditambahkan larutan saline 0,9 % sebanyak 4ml (3/4 tabung )
- Kocok dengan pipet hingga tercampur rata
- Dimasukkan kedalam centrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama
waktu 3 menit
- Dibuang supernatanya hingga sel darah merah menjadi pekat
- Diulang pencucian hingga 3 x (ulang prosedur tesbut )
3. Pembuatan suspensi sel darah merah
 Pembuatan suspensi sel darah merah 5 %
- Disiapkan 1 buah tabung reaksi
- Ditetes dengan larutan NaCl 0,9 % sebanyak 19 tetes dan 1 tetes
sel darah merah
- Kemudian dihomogenkan
 Pembuatan sel darah merah 10 %
- Disiapkan satu buah tabung reaksi
- Diteteskan NaCl 0,9 % sebanyak 9 tetets dan 1 tetes sel darah
merah
- Kemudian dihomogenkan
4. Pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus
 Disiapkan satu buah plate dan beri label
- Well plate I : -A
- Well plate II :-B
- Well plate III :SA
- Well plate IV :SB
- Well plate V :EO
- Well plate VI :AC
- Well plate VII:-D
- Well plate VIII:AB
 Isi masing –masing sumur plate dengan
- Sumur plate 1 = 2 tetes tes sera anti A
- Sumur plate 2 = 2 tetes tes sera anti B
- Sumur plate 3 = 1 tetes tes sel A 10%
- Sumur plate 4 = 1tetes tes sel B 10%
- Sumur plate 5 = 1 tetes tes sel O 10%
- Sumur plate 6 = 1 ttes tes suspensi sel OS /pendonor 10%
- Sumur plate 7 = 2 tetes anti -D
- Sumur plate 8= 2 tets borvine albumin 22 %
5. Diteteskan masing-masing 1 tetes sel darah merah pasien dan pendonor
suspensi 10% pada sumur plate 1,2, dan 3
6. Diteteskan masing-masing tabung 2 tetes serum / plasma pasien
/pendonor pada sumur plate 3,4,5,6
7. Teteskan masing-masing 1 tetes sel1 darah merah pasien /pendonor
suspensi 40% pada plate 7 dan 8
8. Dikocok plate depan dan belakang tunggu tercampur amati reaksi
aglutinasi yang terjadi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pemeriksaan

No Sel grouping Sel grouping Auto Sel


control darah

Anti A Anti B Sel A Sel B Sel O


1 3+ - - 2+ - - A
2 - 3+ 2+ - - - B
3 - - 2+ 2+ - - O
4 3+ 3+ - - - - AB
5 2+ - 2+ 2+ - - Sub
grup A
6 m.f.t - 2+ 2+ - - Sub
grup B
7 - - + 2+ - - Bukan
O
8 - - 2+ 3+ 2+ +/- OH
9 + + 3+ 3+ 3+ 5+ MIX
10 2+ - 2+ 2+ - A
11 - - - - - - O

B. Pembahasan
Pada praktikum yang dilakukan percobaan pemeriksaan golongan
darah metode plate dimana pemeriksaan ini umumm sama dengan metode
tabung yang sama –sama mendeteksi adanya anti bodi pendonor dan resiepien
.dimana percobaan dengan metode ini berbeda dengan pemeriksaan golongan
metode slide yang langsung prosedur nya dan tidak membutuhkan pencucian
sel darah merah ,sementara pemeriksaan ini harus dilakukan pencucian sel
darah merah terlebih dahulu sebelum melakukan kepaska analitiknya
Pada praktikum ini dilakukan perlakuan terlebih dahulu dimana
darah dipiashkan dengan serum kemudian dilakukan disentrifu dengan
kecepatan 3000 dan dengan aktu 2 menit , kemudian dibuang super2natanya
dan cuci dengan saline ke( 3 x pencucian ).kemudian diinkubasi selama 15
menit kemudian dicuci kembali dengan larutan saline dan di sentrifus dengan
waktu 2 menit dan dengan kecetan 3000 rpm pada sentrifus .kemudian
mengvalidasi hasil kemudian disentrifus kembali pada kecepatab 3000 rpm
dan dengan waktu selama 15 detik kemudian diamati hasilnya .
Dimana hasil yang didapatkan pada no tabel 1 sampai dengan 4
adalah hasil pemeriksaan lazim dijumpai sesuai dengan buku lands lainer
,pada no 5 sampai dengan 12 adalah tampaknya ada penyimpangan ,pada no
tabel 5 sampai dengan 6 adalah perlu dilengkapi sel grouping dengan anti
A,pada nomor tabel 8 adalah perlu dilengkapi pemeriksaan subtance dalam
sel B,pada nomor tabel 9perlu dilengkapi sel grouping dengan anti H,pada
nomor tabel 10 adalah darah penderita post transfusi lain golongan ,pada
nomor tabel 11 adalah penderita yang mengandung cold anti aglutinasi
golongan darah yang belum dapat ditetapnkan pada tabel 12 adalah tidak
terjadi regular antibodi ,reaksi ini dapat terjadi pada bagi darah
hypogammaglobulinnamia yang lanjut usia .
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari percobaan tersebut dapat simpulkan bahwa pada percobaan ini
adalah Dimana hasil yang didapatkan pada no tabel 1 sampai dengan 4 adalah
hasil pemeriksaan lazim dijumpai sesuai dengan buku lands lainer ,pada no 5
sampai dengan 12 adalah tampaknya ada penyimpangan ,pada no tabel 5
sampai dengan 6 adalah perlu dilengkapi sel grouping dengan anti A,pada
nomor tabel 8 adalah perlu dilengkapi pemeriksaan subtance dalam sel
B,pada nomor tabel 9perlu dilengkapi sel grouping dengan anti H,pada nomor
tabel 10 adalah darah penderita post transfusi lain golongan ,pada nomor tabel
11 adalah penderita yang mengandung cold anti aglutinasi golongan darah
yang belum dapat ditetapnkan pada tabel 12 adalah tidak terjadi regular
antibodi ,reaksi ini dapat terjadi pada bagi darah hypogammaglobulinnamia
yang lanjut usia .
B. Saran
Disarankan kepada praktikan untuk memakai APD (Alat pelindung
diri) pada saat melakukan praktikum agar terhindar dari alat dan bahan yang
berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Hematologi. 4th ed. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006 : 11- 51.300.
2. Kumpulan Prosedur Kerja Standar PraktikumSerologi Golongan
Darah. Jakarta.UnitTransfusi Darah Palang MerahIndonesia.
3. Palang Merah Indonesia. Pedoman PelayananTransfusi Darah.Kegiatan
Transfusi Darah,Penanganan Donor dan Kepuasan Pelanggan. Unit
Transfusi Darah Palah MerahIndonesia Pusat. Jakarta. 2007
4. Supandiman I. Hematologi Klinik. Alumni. Bukit Pakar Timur.
Bandung. 1997:208.
5. Rustam M. Almanak Transfusi Darah. “Karena Darah Anda, Aku
Selamat”. Lembaga Pusat Transfusi Darah Indonesia. Jakarta. 1978:
65-88.

Anda mungkin juga menyukai