Anda di halaman 1dari 57

Dasar Radiograf

A. Proses Pembuatan Radiograf


1. Proses Pembentukan Gambaran Radiografi dan prosesing Tabung
Sinar X

a. Komponen tabung sinar X :


• Filamen : makin panas makin tebal kabut electron. Filamen sebagai katoda (-)
dan target anoda (+) didepanya.
• Sumber listrik. Kuat arus listrik mencapai ribuan Volt = KV missal 75 KV.
• Filter yang menghasilkan sinar X yang dapat digunakan (usefull X-Ray). Filter ini
terbuat dari Aluminium setebal + 15 mm.
• Kolimator / dhiafragma, untuk membesar / kecilkan berkas sinar x.
• Panjang gelombang X-Ray : 2 Angstrom atau 2x10-8 cm.

b. Proses yang terjadi di dalam tabung sinar X :


1) Pelepasan elektron oleh aliran listrik menyebabkan filament berpijar. Makin
panas filament, elektron makin banyak keluar.
2) Beda potensial anoda dan katoda menyebabkan elektron yang keluar akan
bergerak dengan kecepatan tinggi. Kecepatan elektron sesuai dengan beda
potensial KV.
3) Elektron- elektron kemudian dipusatkan menggunakan mangkuk Molypdenum.
4) Jika arus electron dalam tabung menumbuk target anoda akan berhenti dan
energi kinetis dari electron akan berubah 99 ,8 % panas dan 0,2% sinar X.
5) 0,2 sinar X akan menyebar dan melewati filter dan sinar X yang dapat
digunakan (usefull X-Ray).

Sifat – sifat Sinar X


a. Sifat fisik
• Dapat menembus dengan daya tembus besar. Makin tinggi tegangan (KV)
makin kuat daya tembusnya.
• Scater (konvergen).
• Memiliki daya serap tinggi. Makin padat , daya serap makin tinggi.
• Efek fotografik. Dapat menghitamkan film.
• Dapat memendarkan fluor, kalsium tungstate, dan zink sulfit  Fluoresensi
dan fosforesensi
b. Sifat kimia
 Ionisasi.
c. Sifat biologi
• Sinar x dapat menimbulakan perubahan genetic bila melebihi dosis yang
diizinkan untuk manusia (REM = radiasion ekuifalen of men ).
• Dapat mengganggu pembelahan sel yang aktif membelah, seperti sumsung
tulang (memproduksi sel-sel darah), dan gonad (testis dan ovarium).

Jenis pemeriksaan dengan sinar X a)


Pemeriksaaan sinar tembus
Pemeriksaaan sinar tembus adalah pemeriksaan radiologik dimana ahli
radiologi secara langsung dapat melihat dan mempelajari alat-alat tubuh yang
bergerak. Sinar X melalui tubuh penderita dan mengenai kristal-kristal pendar,
flour (fluorescent), pada layar (screen) sehingga bagian-bagian tersebut dapat
terlihat. Karena sinar X yang diterima oleh pemeriksa dan penderita cukup tinggi,
maka pemeriksaan sinar tembus untuk paru-paru tidak diperbolehkan lagi, sebagai
gantinya digunakan image intensifier dengan kamera tv tanpa menggelapkan
ruangan pemeriksa.
b) Pemeriksaan foto roentgen (radiografi)
Radiografi adalah pembuatan film rekaman (radiograf) jaringan-jaringan
tubuh bagian dalam dengan melewatkan sinar-X atau sinar gamma ke tubuh agar
mencetak gambar pada film khusus yang sensitif.
Untuk pembuatan foto rontgen (radiografi) diperlukan :
• Film Roentgen (film X-Ray)
Film rontgen terbagi menjadi tiga, screen film yang pengunaannya selalu
dalam intensifying screen, nonscreen film yang penggunaannya tanpa
intensifying screen dan dari sensivitas, ada yang blue sensitive dan green
sensitive.

• Intensifying screen
Intensifying screen adalah alat yang terbuat dari kardus khusus yang
mengandung lapisan tipis emulsi fosfor dengan bahan pengikat yang sesuai.
Yang banyak digunakan adalah kalsium tungstat.
• Kaset
Kaset adalah suatu tabung (container) tahan cahaya yang berisi 2 buah
intensifying screen yang memungkinkan untuk dimasukkan film rontgen di
antara keduanya dengan mudah. Kaset dapat diperinci sebagai berikut :
 Bakelit : bakelit ini tahan cahaya tetapi secara relative radiolusen dan
terbuat dari aluminium
 Intensifying screen atas dengan lapisan fosfor yang lebih tipis.
 Tempat meletakkan film rontgen
 Intensifying screen bawah
 Lapisan timah yang akan menyerap sinar X yang menembus lapisan
screen paling luar
 Per dari baja yang membuat film dan screen berhubungan dengan
rapat
Kaset harus dijaga agar tidak lekas rusak, caranya
 Hindari kaset jatuh atau mengalami pukulan
 Hindari kaset dari bahan kimia, terutama jangan sampai mengenai
screen
 Harus tetap kering
 Jangan ditumpuk-tumpuk
 Tidak boleh dibiarkan terbuka
 Periksa secara rutin kalau ada bagian yang rusak
 Jaga agar screen dan film berhubungan rapat 2

• Grid (kisi-kisi)
Grid adalah alat untuk mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar
tidak sampai ke film rontgen. Gris terdiri atas lajur-lajur tipis timbale yang
disusun tegak di antara bahan-bahan yang tembus radiasi.
Cara kerja
Sebagai sinar X akan tersebar ke segala arah pada waktu mengenai suatu
benda. Sinar tersebar ini dinamakan sinar hambu. Walaupun sinar hambur
mempunyai panjang gelombang yang lebih tetapi efek fotografiknya tetap ada
sehingga dapat menimbulkan gangguan pada film rontgen. Sinar hambur ini
ditiadakan dengan grid / kisi-kisi. 2
• Alat-alat fiksasi
Guna alat-alat fiksasi ini adalah agar objek yang difoto tidak bergerak
• Alat-alat pelindung (proteksi)
 Diafragma cahaya
 Konus
 Pelindung gonad
 Pelindung ovarium
 Apron timbal
 Sarung tangan timbal
 Pencegah-pelindung
 Kaca timbal
 Karet timbal
• Marker (tanda atau kode)
Tanda atau kode ini digunaka untuk mengidentifikasi pasien dan tanda letak
anatomi.

2. Pengetahuan pesawat roentgen


Pengetahuan pesawat roentgen sangat diperlukan untuk menghasilkan
gambaran roentgen yang baik. Hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Faktor eksposisi
Faktor eksposisi sangat bervariasi tergantung pada berbagai hal, antara lain:
• Ukuran/tebal objek atau pasien yang difoto.
• Kelainan patologis yang akan diperiksa, pemotretan dengan atau tanpa grid.
• Pada objek yang selalu bergerak, organ yang pergerkannya tidak dapat
dikontrol, anak kecil, dan lain-lain; untuk hal ini perlu diperhatikan waktu
eksposi yang sesingkat mungkin. Faktor eksposi terdiri atas: besaran
kilovoltage (KV) dan miliampere seconde (MAS). 2
b) Jarak pemotretan
Jarak-jarak pemotretan terdiri atas:
• Jarak fokus ke film ( focus-film distence = FFD )
• Jarak objek ke film ( object film distance = OFD )
• Jarak focus ke objek ( focus object distance = FOD ) 2 Beberapa hal yang
harus diperhatikan yaitu :
 Apabila salah satu jarak pemotretan ini diubah, maka gambaran akna
berubah, begitu juga kondisinya (KV dan MAS) harus berubah
 Bila FFD diperbesar, OFD tetap, maka gambar akan mendekati besar aslinya
 Bila OFD diperjauh, FOD tetap, gambar mengalami pembesaran  Apabila
FOD=OFD, terdapat pembesaran gambar sebanyak 2X2

3. Pengetahuan kamar gelap


Kamar gelap harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain:
a) Ukuran harus memadai dan proporsional dengan kapasitas dan beban kerja.
b) Terlindung dari radiasi, sinar matahari, dan bahan- bahan kimia lain selain
larutan untuk pengolahan foto.
c) Sirkulasi dan suhu udara yang baik sekitar 16-20˚C.
d) Air yang bersih.
e) Dinding dan lantai yang tahan keropos.
f) Kelengkapan alat-alat kamar gelap yang memadai.
g) Lampu kamar gelap (safe light) yang aman dan tidak bocor.
Kamar gelap terdiri atas :
• Daerah basah meliputi bak yang terisi air yang mengalir, tanki pembangkit
(developer) dan tanki penetap (fixer)
• Daerah kering yang meliputi lemari untuk menyimpan film sinar X, kaset-kaset,
penggantung film (hanger) dan lain-lain.

4. Proses terjadinya gambaran radiografi


a) Gambaran laten (pada film rontgent)
• Apabila objek yang kerapatannya tinggi, bila ditembus sinar X maka
intensifying screen memendarkan fluoresensi sedikit sekali bahkan hampir
tidak ada. Akibatnya perak halogen hampir tidak mengalami perubahan.
• Apabila objek yang kerapatannya rendah, fluoresensi tinggi, maka terjadi
perubahan pada perak halogen.

b) Gambaran tampak
• Gambaran tampak terjadi setelah film sinar X dibangkitkan pada larutan
pembangkit.
• Gambaran laten setelah masuk pembangkit (cairan developer) akan
menghasilkan gambaran radioopak.
• Gambaran laten bila diproses pada cairan pembangkit akan menimbulkan
gambaran radiolusen.

Setelah sinar-x yang keluar dari tabung mengenai dan menembus obyek yang akan
difoto. Bagian yang mudah ditembusi sinar x (seperti otot, lemak, dan jaringan lunak)
meneruskan banyak sinar x sehingga film menjadi hitam. Sedangkan bagian yang sulit
ditembus sinar x (seperti tulang) dapat menahan seluruh atau sebagian besar sinar x
akibatnya tidak ada atau sedikit sinar x yang keluar sehingga pada film berwarna putih.
Bagian yang sulit ditembus sinar x mengalami ateonasi yaitu berkurangnya energi yang
menembus sinar x, yang tergantung pada nomor atom, jenis obyek, dan ketebalan. Adapun
bagian tubuh yang mudah ditembus sinar x disebut Radiolusen yang menyebabkan warna
hitam pada film. Sedangkan bagian yang sulit ditembus sinar x disebut Radioopaque
sehingga film berwarna putih. Telah diketahui bahwa panjang gelombang yang besar yang
dihasilkan oleh kV rendah akan mengakibatkan sinar-x nya mudah diserap. Semakin pendek
panjang gelombang sinar-x (yang dihasilkan oleh kV yang lebih tinggi) akan membuat sinar-x
mudah untuk menembus bahan.

Kesimpulan :
• Radiologi adalah cabang ilmu kesehatan yang berkaitan dengan zat-zat
radioaktif dan energi pancaran serta dengan diagnosis dan pengobatan
penyakit dengan memakai radiasi pengion (seperti sinar X, sinar γ)
maupun bukan pengion (seperti ultrasound, infrared)
• Gambaran radiografi yang dihasilkan dapat berupa gambaran
radioopaque dan gambaran radiolusen.
• Gambaran radioopaque terjadi pada gambar jaringan keras (tulang)
• Gambaran radiolusen terjadi pada jaringan lunak, seperti soft tissue
• Note : warna hitam terjadi pada udara, darah akut, air, lemak
B. Modalitas yang Dipakai untuk Pemeriksaan Radiologis
1. Foto Polos dan Foto dengan Kontras
• Memanfaatkan pancaran sinar-X untuk menggambarkan struktur dada,
abdomen, tulang, dsb
• Media kontras yang sering digunakan adalah barium sulfat
• Prinsip dasar foto polos  Densitas Foto X-Ray Sinar X ditembakkan ke tubuh 
ditangkap oleh film

2. USG (Ultrasonografi)
• Menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk memperlihatkan
berbagai struktur seperti abdomen, pelvis, leher, dan jaringan lunak perifer
• Prinsip dasar USG
Gelombang suara dipancarkan ke tubuh  memantul dan kembali 
ditangkap oleh monitor
• Kelebihan dan kekurangan dari USG
Kelebihan Kekurangan
1. Tergantung pada kemampuan
1. Biaya peralatan relatif murah
operator
2. Ketidakmampuan gelombang suara
untuk menembus gas atau tulang
2. Non ionisasi dan aman yang menyebabkan visualisasi
kurang baik pada struktur di
bawahnya
3. Penyebaran gelombang suara saat
3. Pemindaian dapat dilakukan pada
melewati lemak menghasilkan citra
setiap bidang
yang buruk pada pasien obesitas
4. Dapat sering diulang, misalnya pada
kontrol kehamilan
5. Deteksi pergerakan aliran darah,
jantung, dan janin
6. Mendampingi prosedur biopsi dan
drainase
3. CT-Scan
• Mendapatkan potongan melintang densitas dan citra terkomputerisasi dari
pancaran sinar-X
 Prinsip dasar CT-Scan
Sinar X ditembakkan
melingkat ke seluruh tubuh 
ditangkap oleh detektor  Densitas pada CT-Scan
 diolah oleh komputer
• Kelebihan dan kekurangan dari CT-Scan
Kelebihan Kekurangan
1. Biaya tinggi untuk peralatan dan
1. Memiliki resolusi kontras yang baik
perawatan
2. Memberikan detail anatomi yang 2. Artefak tulang pada pemindaian
tepat otak menurunkan kualitas citra
3. Citra diagnostik dapat diperoleh dari
pasien obesitas walaupun terdapat 3. Menimbulkan radiasi ionisasi dosis
lemak yang memisahkan organ tinggi tiap kali pemeriksaan
abdomen

4. Kedokteran Nuklir
Memberikan gambaran rinci baik fungsional maupun anatomis dengan menggunakan
deteksi radiasi gamma dari radioisotop yang disuntikkan

5. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


• Memanfaatkan sifat-sifat magnetik atom hidrogen dalam tubuh untuk
mendapatkan citra
• Prinsip dasar MRI
Atom hidrogen dalam manusia dibuat searah agar menjadi 1 kutub oleh
magnet yang berkekuatan tinggi  diganggu oleh gelombang radio / frekuensi
 atom bergerak, lalu gelombang dihilangkan  atom kembali ke normal dan
ditangkap menjadi gambar oleh monitor
• Kelebihan dan kekurangan dari MRI
Kelebihan Kekurangan
Dapat mencitrakan pada bidang aksial,
Biaya operasional mahal
sagital, atau koronal
Non-ionisasi sehingga diyakini aman Citra yang kurang baik pada lapang paru
Tidak terdapat artefak tulang akibat Tidak mampu menunjukkan kalsifikasi
kurangnya sinyal dari tulang dengan akurat
Kontraindikasi pada pasien pacemaker,
Penggunaan kontras IV jauh lebih
benda asing logam pada mata, klip
jarang digunakan dibandingkan CT
aneurisma arterial
FOTO THORAX
A. Anatomi Foto Thorax
B. Fungsi Pemeriksaan Foto Thorax
1. Persyaratan pra operasi sedang dan operasi berat
2. Untuk penunjang diagnosis klinik, seperti penyakit pada cor, pulmo, mediastinum,
cavum pleura, costae, dll
3. Cek kesehatan
4. Evaluasi pengobatan jangka panjang, misalnya TB
5. Screening kesehatan

C. Posisioning
1. PA (Postero-Anterior)
2. AP (Antero-Posterior)
3. Lateral : melihat lesi kecil di mediastinum dan massa di anterior paru
4. Oblique – RAO (Right Anterior Oblique), LAO (Left Anterior Oblique), RPO (Right
Posterior Oblique), LPO (Left Posterior Oblique)
 Untuk Melengkapi foto PA  Fungsi :
 Melihat daerah yang tertutup jantung
 Membedakan lesi di paru atau dinding thoraks
5. Hiper lordotik / top lordotik
• Posisi pasien berdiri & condong ke belakang
• Fungsi : pemeriksaan puncak paru
6. Tangensial
7. LLD (Left Lateral Decubitus)
• Fungsi : membuktikan adanya cairan di rongga pleura atau di dalam bula
• Posisi pasien berbaring dengan sisi badan menjadi tumpuan

D. Syarat Foto Thorax Ideal (layak dibaca)


1. Posisi : PA, skapula terbuka, clavicula mendatar, gas di dalam gaster dekat dengan
diafragma
2. Marker : nama, umur, jenis kelamin, alamat, R/L
3. Simetris : jarak clavicula kanan-kiri ke proc. spinosus vertebrae = SAMA
4. Inspirasi cukup : terlihat costae anterior ke-6, posterior ke-10
5. Kondisi cukup : ICS vertebrae thorakalis 1-4 (di belakang jantung) jelas, yang lain
kabur
6. Mencangkup seluruh rongga thoraks
7. Tidak ada artefak, seperti kalung atau benda asing lainnya
8. Tidak goyang, foto tidak kabur
9. Pencucian baik : warna foto hitam abu-abu

E. Komponen Foto Thorax yang Dicari


1. Corakan bronkovaskuler
2. Kesuraman homogen
3. Garis-garis fibrotik
4. Kalsifikasi
5. Cavitas

F. Sistematika Pembacaan Foto Thorax


1. Foto .... Posisi ...
2. Layak dibaca / tidak ?
3. Periksa :
a) Soft tissue
b) Tulang-tulang : klavikula, skapula, costae, sternum, vertebrae
c) Diafragma : bentuk, posisi
d) Sinus costophenicus : normal tajam
e) Mediastinum superior : trakea, bronkus
f) Jantung : CTR, bentuk, posisi
CTR = Cardio-Thorax Ratio
CTR = (A + B / C) X 100 %
Normal CTR : 45 – 50 %
g) Aorta : bentuk, posisi (normal atas jantung)
h) Hilus paru : normal bentuk V, 1/3 medial
i) Fissura interlobaris
j) Paru : ruang ICS kanan-kiri simetris, penarikan organ -, radiolusen -,
infiltrat -, corakan bronkovaskuler, fibrotik -, kalsifikasi
G. Foto Thorax Normal

Foto thorax normal memberikan gambaran :


1. Paru radiolusen
2. Vaskuler paru 2/3 medial
3. Hilus dekstra lebih rendah dibandingkan hilus sinistra
4. Letak diafragma dextra lebih tinggi dibandingkan sinistra
5. Sinus lancip
6. Lapisan pleura tidak tampak 7. Iga depan seperti huruf V
8. Iga belakang seperti huruf A
H. Cardiovaskular Imaging
1. Anatomi Jantung Normal

2. Penilaian Foto Jantung


a. Situs
Kedudukan organ di dada dan di bawah diafragma  periksa letak jantung dan
lambung
• Dekstrocardia : fundus lambung di kanan, apex jantung di kanan
• Dekstroversi : fundus lambung di kiri, apex jantung di kiri
• Levoversi : fundus lambung di kanan, apex jantung di kiri

b. Bentuk tulang punggung


Kifosis dan scoliosis bisa mengubah bentuk dan
kedudukan jantung

c. Penilaian Cardiomegali
Menilai cardiomegali (CTI)
𝑨+�
CTI =

Keterangan :
A : jarak terpanjang antara batas jantung
kanan dengan garis tengah
B : jarak terpanjang antara batas jantung kiri
dengan garis tengah C : panjang
diafragma
d. Apeks
• Apeks tertanam : sudut cardiophrenicus > 90o  LVH
• Apeks terangkat : sudut cardiophrenicus < 90o  RVH

e. Aorta dan pembuluh darah besar


• Elongasi aorta
Cara : hitung perbandingan panjang atrium dextra dengan aorta
Normal : panjang atrium dextra = aorta
Tanda : Aoorta lebih panjang dari atrium dextra
• Dilatasi aorta
Cara : hitung dari garis midline ke knot aorta
Tanda : panjang > 4 cm

I. Penyakit pada Cavum Thorax


Batuk dengan darah
1. Tuberkulosis paru
• Gambaran klinis
Gejala respiratorik:
a. Batuk 2 minggu
b. Hemoptisis
c. Sesak nafas
d. Nyeri dada
Gejala sistemik :
a. Demam
b. Malaise
c. Keringat malam
d. Anoreksia
e. BB menurun
Pemeriksaan fisik :
a. Adanya kelainan pada lobus superior
b. Suara nafas melemah
c. Ronkhi basah (+)
d. Tanda penarikan paru (retraksi)
• Differensial diagnosis (DD) : Pneumonia
• Penilaian gambaran radiologis
a. TB Paru Aktif
• Infiltrat di apex paru
• Tampak bercak berawan disertai kavitas pada kedua lapang paru
• Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
• Kedua sinus dan diafragma baik
• Tulang-tulang yang tervisualisasi intak
 Menyertai TB aktif : caverna / kavitas, atelektasis, fluido thorax, dan
pneumothorax

b. TB Paru Lama Aktif

• Tampak bercak berawan pada kedua lapang paru atas yang disertai
cavitas, bintik kalsifikasi, garis fibrosis yang menyebabkan retraksi hilus ke
atas
• Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
• Kedua sinus dan diafragma baik
• Tulang-tulang tervisualisasi infak
c. TB Paru Lama Tenang
• Tampak bintik-bintik kalsifikasi serta fibrosis pada kedua lapang paru atas
• Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
• Kedua sinus dan diafragma baik
• Tulang-tulang tervisualisasi infak

d. TB Miliar
Terdapat bercak-bercak granuler pada seluruh lapang kedua paru

e. TB Anak
Proses spesifik  adanya KGB / kompleks primer maka seolah hilus paru
melebar

2. Tumor paru
• Gambaran klinis Gejala lokal :
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Hemoptisis
c. Mengi
d. Adanya kavitas
e. Atelektasis Invasi lokal :
a. Nyeri dada
b. Dispneu karena efusi pleura
c. Tamponade / aritmia akibat invasi ke pericard
d. Sindrom vena cava superior
e. Suara serak
f. Sindrom hormer
Gejala akibat metastasis
• Gambaran radiologis
a. Tumor paru primer
Kesuraman homogen, kadang disertai dengan erosi costae
*Note : kesuraman homogen lain  pneumonia, atelektasis, efusi pleura
b. Tumor paru sekunder
Bentuk khas, yaitu coin  Coin lession, bisa multipel
• Differensial diagnosis (DD) : Pneumonia, Atelektasis
• Usul : Foto Thorax lateral dan CT-Scan Thorax
• Contoh kasus : Tumor Paru Sinistra

Batuk dengan panas


1. Bronchopneumonia
• Gambaran radiologis :
a. Tampak infiltrat / bercak kesuraman pada lapang bawah / tengah paru
dextra/sinistra
b. Silhuente sign
c. Air bronchogram  area konsolidasi menjadi putih
d. Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
e. Kedua sinus dan diafragma baik
f. Tulang-tulang tervisualisasi intak
• Differensial diagnosis (DD) : TB paru / Pneumonia
2. Pneumonia
• Gambaran klinis :
a. Demam, menggigil
b. Batuk dengan dahak mukoid /purulen
c. Sesak nafas
d. Kadang disertai nyeri dada  Pemeriksaan fisik :
a. Bagian yang sakit tertinggal saat bernafas
b. Vokal fremitus mengeras
c. Perkusi redup
d. Auskultasi terdengar ronkhi basah halus, dan menjadi ronkhi basah kasar
saat resolusi
• Gambaran radiologis :
a. Tampak perselubungan homogen pada lapang atas / tengah / bawah paru
D/S
b. Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
c. Kedua sinus dan diafragma baik
d. Tulang-tulang tervisualisasi intak
• Differensial diagnosa (DD) : Atelektasis / Tumor paru
• Usul : Foto thorax lateral D/S

Batuk kronis dengan sputum


1. Bronchitis
• Bronchitis akut : tak tampak kelainan. Agak lama  corakan bronkovaskuler bertambah
pada 1/3 lateral
• Bronchitis kronis : corakan bronkovaskuler bertambah dan kasar
2. Bronchiectasis
• Gambaran klinis :
a. Batuk kronis disertai produksi sputum (sputum terdiri dari 3 lapis : mukus –
saliva
– nanah dan jaringan debris)
b.Hemoptisis
c. Sesak nafas
d.Demam berulang
e. Sianosis, clubbing finger
f. Ronkhi basah pada lobus bawah paru  Gambaran radiologis :
a. Berupa gambaran sarang tawon, yang lebih besar tipe sekuller
b. Tampak cincin-cincin lusen pada lapang paru D/S yang memberikan gambaran
honeycomb appearance
c. Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
d. Kedua sinus dan diafragma baik
e. Tulang-tulang tervisualisasi intak
• Differensial diagnosa (DD) : Fibrosis kistik
• Usul : CT-Scan Thorax

Sesak nafas
1. Pneumothorax
• Definisi : penimbunan udara / gas di cavum pleura
• Klasifikasi
a. Simple pneumothorax : tidak berhubungan dengan udara di luar /
mediastinum, tidak menggeser midline
b. Tension pneumothorax : akumulasi udara dengan tekanan progresif
dalam cavum pleura (one way valve), udara tidak bisa keluar dari paru 
pergeseran mediastinum dengan kompresi dari paru kontralateral dan
pembuluh darah
• Gambaran klinis
a. Nyeri dan sesak nafas tiba-tiba
b. Pemeriksaan fisik : dada asimetri, fremitus menurun / hilang, perkusi
hipersonor
c. Tension pneumothorax
 Takikardi
 Distensi vena jugularis
 Tidak adanya bunyi nafas pada paru yang terkena
 Pergeseran trakea ke paru yang sehat
d. Open pneumothorax
 Tampak luka terbuka pada dinding
 Disertai gejala klinis pneumothorax (nyeri dada, sesak nafas) *Terapi
: plester 3 sisi
• Gambaran radiologis
a. Tampak hiperlusen avaskuler pada lapang paru D/S
b. Adanya gambaran paru D/S kolaps dengan bayangan pleura visceralis yang
jelas terlihat sesuai gambaran pleural white line, dengan shift mediastinum
ke arah sisi yang berlawanan
c. Adanya fraktur pada costae  tidak selalu ada

• Differensial diagnosa (DD) : Emfisema

2. Atelektasis
• Gambaran radiologis :
a. Tampak perselubungan homogen pada lapang paru D/S
b. Tampak shift trakea dan mediastinum ke arah lesi dan hiperaerasi pada
paru di sebelahnya
c. ICS pada hemithorax D/S menyempit
d. Diafragma dan batas jantung D/S sulit dinilai
• Differensial diagnosis (DD) : Pneumonia, Tumor paru, Efusi pleura  Usul : Foto
thorax lateral, CT-Scan thorax

3. Efusi pleura
• Definisi : suatu keadaan dimana cairan terkumpul pada ruang antara lapisan
parietal dan visceral pleura  cairan serosa / lainnya  Gambaran klinis :
a. Sesak nafas
b. Pemeriksaan fisik : perkusi pekak, vokal fremitus melemah / hilang
*Abses hepar karena amoeba  efusi pleura dextra
 Gambaran radiologis :

a. Tampak perselubungan homogen setinggi ICS ... pada hemithorax D/S yang
menutupi sinus, diafragma, dan batas D/S jantung
b. Cor sulit dinilai
c. Tulang-tulang tervisualisasi intak
• Differensial diagnosis (DD) : Tumor paru / pneumonia / atelektasis
• Usul : Foto thorax lateral D/S, CT-Scan thorax

Kelainan pada jantung 1.


Pembesaran atrium kanan 
Underlying disease :
a. Insufisiensi trikuspid
b. Anomali Ebstein
c. ASD (Atrial Septal Defect)
• Gambaran radiologis : batas jantung kanan melebar (fullness of right heart)

2. Pembesaran atrium kiri


• Underlying disease
a. Stenosis mitral
b. Insufisiensi mitral
c. VSD (Ventricel Septal Defect)
• Gambaran radiologis : double contour pada sisi kanan jantung

3. Pembesaran ventrikel
kanan  Underlying
disease :
a. Stenosis mitral
b. Insufisiensi mitral
c. ASD
d. Dan kelainan jantung bawaan lain seperti Tetralogi Falot
• Gambaran radiologis : pembesaran ventrikel kanan  apeks terangkat

4. Pembesaran ventrikel kiri


 Underlying disease :
Hipertensi
Insufisiensi aorta
• Stenosis aorta
• Gambaran radiologis : pembesaran ventrikel kanan  apeks tertanam

5. Efusi perikardium
 Gambaran klinis :
a. Dyspneu
b. Ortopneu : sesak nafas saat posisi berbaring
c. Nyeri dada
d. Batuk
e. Cepat lelah
f. Takikardi
• Gambaran radiologis : jantung membesar membentuk gambaran
waterbottle sign

• Terapi : perikardiosintesis
FOTO GASTROINTESTINAL
A. Foto Polos / BOF / KUD / BNO
 Klasifkasi :
1. Segera / darurat
Dilakukan pada kasus trauma, ileus, pankreatitis, appendicitis, dll
2. Direncanakan
Dilakukan pada kasus batu ginjal, batu buli-buli, dll
 Usia :
1. Anak
 Klinis : Bila bayi muntah terus waktu disusui dan dugaan ada’ atresia ‘ pada
saluran cerna , dilakukan foto BOF diusahakan jangan berulang  Atresia yang
sering di jumpai :
a. Atresia oesofagus : Dimasukkan kateter kecil dan kontras menetes 1 tetes
Klinis : ada 4 Type :
1) Muntah , udara usus (+)
2) Muntah , Udara usus (-)
3) Kalau makan/ minum , tersedak, udara usus (-)
4) Kalau makan /minum , tersedak , udara usus (+)
5) Kalau makan / minum , tersedak minimal , udara usus (+)

b. Atresia pyloricum : BOF , dengan gambaran ‘single buble appearance’


Klinis :
• Muntah non bilious dan menyemprot
• Dehidrasi berat dengan gangguan elektrolit
• Gangguan keseimbangan asam basa
• Konstipasi
• Anak rewel dan sering menangis

c. Atresia duodeni : BOF , dengan gambaran ‘double buble appearance’


Klinis :
• Pembengkakan abdomen bagian atas
• Muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat adanya
empedu (billious)
• Muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam
• Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali BAK
• Hilangnya bising usus setelah beberapa kali BAB
• Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen  Ikterik

d. Atresia ani : BOF , posisi foto wangenstein stein rice position atau
knee cess position
Klinis :
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah kelahiran Tidak
ditemukan anus, kemungkinan ada fistula

2. Dewasa
• Foto polos abdomen dewasa, di mintakan bila ada keluhan yang
mencurigakan
• Kalau dugaan ileus, maka dimintakan foto BOF 2 posisi atau 3 posisi.
• Kalau dugaan perforasi, dimintakan BOF 2 posisi atau 3 posisi
• Kalau keluhan kolik abdomen, cukup BOF 1 posisi
• Foto polos abdomen kadang bisa memberi informasi penting , antara lain : a.
Ascariasis
b. Batu empedu opak
c. Batu ginjal opak
d. Batu pancreas
e. Meteorismus
f. Pneumoperitoneum dan pneumatosis intestinalis

• Persiapan BOF :
a. Makan bubur kecap mulai dua malam sebelum di foto,
b. dilanjutkan : pagi , siang , sore , satu malam sebelum di foto ,
c. dilanjutkan pagi hari saat di foto ‘ BOF’ .
d. Minum laxantia siang sehari sebelum di foto ‘BOF’
• Pagi jam 04.00 , minum laxantia lagi
• Bila perlu dilakukan lavement, sekitar jam 07.00 pagi baru di foto ‘BOF’
• Tenggang waktu antara lavement dengan saat foto BOF , jangan terlalu lama
menjaga usus jangan sampai terisi udara , sehingga menganggu interpretasi
• Pasien dilarang banyak bicara ataupun merokok , untuk hal yang sama
• Tujuan semua ini agar isi perut mendekati homogen dan memudahkan
interpretasi foto
• Termasuk kotoran di foto BOF: Fecal material dan udara didalam usus

B. Foto dengan kontras


1. Oesophahography 
Indikasi :
a) Disfagia
b) Dispepsia
c) Hematemesis / melena
d) Kelainan kongenital  Kontras : Barium sulfat  Teknik
pengambil foto :
a) Foto pertama dilakukan foto torak , untuk menilai oesofagus polos AP/L.
b) Foto kedua : Dilakukan sesudah pasien menelan kontras.
• Bila pasien tertelan duri atau massa lain , maka yang ditelan adalah : kapas +
dicelupkan kontras. Diharapkan kapas + kontras tersangkut.
• Contoh kasus :
a) Akalasia Esofagus
• Gangguan motilitas berupa
hilangnya peristaltik esofagus
dan gagalnya sfingter
esofagokardia berelaksasi
sehingga makanan tertahan di
esofagus
• Akibatnya, terjadi hambatan
masuknya makanan ke dalam
lambung sehingga esofagus
berdilatasi esofagus berdilatasi
membentuk megaesofagus.
• Gejala utama :  Disfagia
 Regurgitasi
 Rasa nyeri / tidak enak
di belakang sternum  Berat
badan menurun  Gambaran
radiologis : Tampak kontras ke
esofagus sampai ke lambung
dengan esofagus yang tampak
melebar dengan bagian distal
menyempit yang memberikan
gambaran bird peak appearance

b) Tumor Jinak Esofagus


• Tumor jinak jarang dijumpai
dan ditemukan pada lebih kurang
10% dari seluruh neoplasma
esofagus.
• Sebagian besar tumor jinak
esofagus tidak menimbulkan gejala
klinis dan ditemukan secara
kebetulan sewaktu pemeriksaan
diagnostik.
• Gambaran radiologis : Tampak
flling defect dengan batas regular
pada 1/3 tengah esofagus
c) Tumor Ganas Esofagus
• Gejala utama : disfagia
progresif yang berangsur-angsur
menjadi berat. Keluhan ini
berlangsung beberapa minggu
sampai bulan.
• Diagnosis ditegakkan dengan
esofagografi yang memperlihatkan
gambaran mukosa yang tidak
teratur dan permukaan kasar yang
ulseratif / polipoid serta
penyempitan lumen akibat tumor
 Gambaran radiologis : Tampak
flling defect dengan batas
irreguler pada esofagus bagian
distal

2. UGI / OMD : (Oesofagus , Gaster dan duodenum)


 Indikasi :
a) Dispepsia
b) Nyeri perut
c) Muntah
d) Hematemesis / melena
 Kontras :
o Barium sulfat (dimasukkan melalui mulut) o Double kontras : Barium
sulfat + udara / sprite  Persiapan pasien :
o Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan o 2
hari sebelum pemeriksaan, pasien diet rendah serat untuk mencegah
pembentukan gas akibat fermentasi
o Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air, pasien
puasa
8-9 jam sebelum pemeriksaan o Pasien tidak diperbolehkan
mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung substansi radioopak seperti
steroid, pil kontrasepsi, dll.
o Sebaiknya kolon bebas dari fecal material dan udara, dan bila perlu
diberikan zat laksatif
o Tidak boleh merokok (nikotin merangsang sekresi saliva) o Pasien
boleh disuntik antispasmodic , agar diperoleh hasil > baik.
 Teknik pemeriksaan :
a) Dilakukan foto polos abdomen dulu. Kemudian dibuat foto Oesofagus ,
Gaster dan Duodenum setelah pasien menelan kontras.
b) Posisi foto AP/ L/ Oblique.

Upper UGI Frontal Gambaran Malrotasi dan volvulus


pada duodenum

3. Follow through (yang diperiksa Yeyunum dan Ileum)


• Persiapan sepeti BOF, setelah minum kontras beberapa saat difoto .
• Gambaran yeyunum dan ileum normal seperti bulu ayam terbalik .
• Kalau kontras sudah sampai kolon Ascendens, maka pemeriksaan selesai.

Gambaran pada yeyunum dan ileum normal

4. Colon in loop
 Indikasi :
a) Hematokezia
b) Diare persisten
c) Massa pada rongga abdomen
d) Gejala-gejala obstruktif
e) Kelainan kongenital  Kontraindikasi :
o Ileus paralitik o
Suspek perforasi usus
 Kontras :
o Barium enema (dimasukkan melalui anus)
o Double kontras : Barium enema + udara 
Persiapan pasien :
Hari 1
Pagi : makan bubur + telur rebus + minum air putih sebanyak mungkin
Siang : makan bubur + telur rebus + minum air putih sebanyak mungkin
Malam : makan bubur + telur rebus + minum air putih sebanyak mungkin,
tidak boleh pakai sayur dan ikan
Hari 2
Pagi : makan bubur, siang sore hanya minum susu
Jam 9 malam, minum garam inggris (Magnesium Sulfat) 1 bungkus + ¼ gelas
air putih, lalu hanya boleh minum air putih sampai 11 malam
Mulai jam 12 malam, puasa, kurang bicara, dan tidak merokok
Hari 3
Jam 8 pagi datang ke bagian radiologi untuk difoto
 Penilaian :
o Kaliber usus besar
o Incisura o Haustra o
Filingdefect o
Indentasi o Additional
shadows.  Contoh
kasus :
a) Divertikulosis
• Divertikulum : kantong
yang terdiri dari jaringan
mukosa dan submukosa
• Divertikula : kantong
multipel yang terdiri dari
jaringan mukosa dan
submukosa
• Divertikulosis paling
umum terjadi pada kolon
sigmoid  Komplikasi :
divertikulitis  Gejala klinis :
o Asimptomatis
o Nyeri perut bagian bawah o
Konstipasi
• Gambaran radiologis :
Tampak beberapa additional
shadow pada regio sigmoid

• Suatu peradangan akut / b)


kronis pada kolon yang dapat Kolitis
disebabkan oleh infeksi / non
infeksi
• Keterangan : Kaliber
lumen kolon descendens
dalam batas normal dengan
haustra yang mulai menghilang

c) Carcinoma recti
Tampak filling defect pada 1/3
tengah rectum yang memberikan
gambaran “apple care”
IVP (Intra Venous Pyelograf)
A. Pengertian
Pemeriksaan radiologi untuk melihat fungsi dan bentuk calix kedua ginjal, ureter, VU, dan
urethra menggunakan kontras yang disuntikkan secara intravena (iv).

B. Fungsi Pemeriksaan IVP


1) Fungsi sekresi dan ekskresi ginjal
2) PCS (Pielo caliectasis)
3) Drainase Ureter
4) Mukosa UV
5) Residu urin

C. Persiapan Pemeriksaan IVP


• Pasien sudah diperiksa serum creatinin darah. o Hasil normal / <1, pemeriksaan
diteruskan sesuai dosis /suntik IOPAMIRO intravena.
o Hasil > 1 , double dose kontras + 2 mg/kg BB o Hasil > 2,5 tidak dilakukan
pemeriksaan IVP karena tidak akn kelihatan eksresi di ginjalnya
• Pasien makan - makanan halus lainnya 1 hari sebelum diperiksa, agar ekskresi di
ginjalnya kelihatan
• Tidak boleh merokok / banyak bicara, agar udara tidak banyak masuk usus.
• VU dikosongkan dengan miksi / kateter dilepas
• Pasien dibikin dehidrasi ringan, dengan jalan puasa minum agar ekskresi di ginjal
kontrasnya lebih pekat
• Pasien di test bahan contras intracutan (skin test untuk eliminasi alergi)

D. Penyuntikan kontras
• Kontras disuntikkan secara intravena.
• Ekskresi kontras lewat ginjal (utk dewasa: 5-7 menit pd org normal= 7 menit sudah
keluar)
• Jenis kontras : o Kontras ionic
 Efek samping : alergi
 Contoh : urrografin, telebrix dll.
oKontras non ionic
 Lebih mahal tapi tidak menimbulkan alergi
 Contoh : Iopamiro
• Pemilihan kontras : o Kontras yang dipakai mengandung yodium sehingga bersifat
nefrotoksik sehingga jangan diulangi pemeriksaan IVP sebelum 1 minggu
oDipilih kontras non ionic
• Dosis normal kontras : 1 mg per kg/BB

E. Cara Pemeriksaan IVP


1) Pemotretan I : Foto BOF dengan ukuran film 30 cm x 40 cm.
2) Pemotretan II :
• Dilakukan setelah 5 - 7 menit (dewasa), 3 menit (anak)
• Tujuan : mengetahui fungsi ginjal
• Ukuran film24 cm x 30 cm 3) Pemotretan III :
• Dilakukan setelah 15 menit (dewasa), 10 menit (anak)
• Kontras sudah masuk ke ureter atau sebagian VU
• Ukuran film 30cm x40 cm 4) Pemotretan IV :
• Dilakukan 30 menit (dewasa), 20 menit (anak)
• Diharapkan kontras sudah masuk ke VU untuk melihat mukosa VU
• Jika mukosa VU irregular berarti ada peradangan akut/kronik, jika kronik
bentuk VU seperti pohon natal
• Ukuran film 30 cm x 40 cm
Setelah itu pasien di suruh kencing terus baru dilanjutkan pemeriksaan lagi 5)
Pemotretan V :
• Dilakukan PM ( post miksi ) dan berdiri
• Ukuran film 30 cm x 40 cm
• Tujuan : melihat residu urin  jika yg keluar hanya setengah, berarti terjadi
retensi urine 6) Hasil yg ditulis :
a) Nefrogram o Kontrasnya sudah masuk ke nefron o Fungsi ekskresi kedua ginjal
yang dinilai dalam 7 menit untuk dewasa, 3 menit untuk anak-anak
b) Pada keadaan dugaan prostate hypertrophy, pada menit 30 dilakukan foto oblique.
o Tujuanya untuk meyakinkan prostate hypertrophy.
c) Pada keadaan fungsi ginjal menurun, dibuat foto 60 menit .
d) Pada keadaan lebih menurun lagi, dibuat foto 90 menit.
e) Kalau fungsi ginjal lebih turun lagi, dibuat foto 120 menit.
Baru dilakukan pemotretan PM berdiri
f) Kasus yang sering ditemui di RS :
o Batu saluran kemih o Kista ginjal o Penurunan fungsi ekskresi
ginjal kanan / kiri o Cystitis, dll.
F. Penilaian IVP
• 5” pertama : fungsi sekresi dan ekresi ginjal. o Fungsi sekresi dikatan baik apabila
tampak kontur ginjal dengan jelas karena nefronefron ginjal terisi kontras dengan baik.
oFungsi ekresi ginjal dikatan baik apbila kontras telah mengisi sintem pelvicalices.
oNamun dalam ekpertise belum boleh dikatakan baik karena pada dasarnya fungsi
sekresi dan ekresi ginjal haruslah sampai ke uretra.
oKemudian nilai apakah ada pelebaran dari calices dan bandingkan antara kanan dan
kiri. o Pelebaran PCS ginjal ada 2 , yaitu :  Pielo caliectasis  non patologis 
Hydronefrosis  patologis.
Ada 4 tingkat hydronefrosis yaitu :
a) Hydronefrosis grade 1 : Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks.
Kaliks berbentuk blunting, alias tumpul.
b) Hydronefrosis grade 2 : Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks
berbentuk flattening, alias mendatar.
c) Hyhdronefrosis grade 3 : Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks
minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias
menonjol.
d) Hydronefrosis grade 4 : Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks
minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning alias
menggembung.
*Note : Penentuan grade berdasar lebar PCS dan cortex ginjal, makin tinggi
gradasinya, cortex ginjal makin tipis. Fungsi ginjal juga makin menurun.
• 15” : menilai drainase ureter.
oApakah kedua ureter telah terisi kontras dan sebagian vesika urinaria juga terisi
kontras. o Dinilai juga bentuk kalices apakah ada pelebaran. Normalnya berbentuk
cuping.
Derajat pembesaran calices ada 4 grade :
 Grade 1 : mendatar (flatering)
 Grade 2 : tumpul (blunting)
 Grade 3 : bulging
 Grade 4 : balloning

• 30 “ : menilai vesika urinaria


Seluruh vesika urinaria telah terisi kontras dan dinilai apakah ada : o Filling defek :
untuk menilai apakah ada bagian VU yang tidak terisi oleh kontras, untuk menilai
apakah ada masa di buli-buli.
oAdditional shadow : kelaianan organ yang menyebabkan permukaan organ
bertambah dan kontras mengisi permukaan tersebut. Seperti diverticulosis.
oIndentasi : kontras terisi keseluruh buli-buli namun terlihat bayangan suram yang
merupakan penekanan masa diluar organ.
• Post voiding (PV) : menilai residu urine. Normalnya residu urine minimal.

Contoh Penilaian IVP (1) :

Hasil penilaian IVP :


a) 5 menit pertama : fungsi sekresi dan ekresi ginjal tampak pada 5 menit pertama.
Sistem pelvikocalices tidak melebar.
b) 15 menit kedua : tampak kontras mengisi kedua ureter dan sebagian vesika
urinaria. Tidak tampak pelebaran dari calices.
c) 30 menit ketiga : tampak kontras mengisi seluruh vesika urinaria. Tidak tampak
filling defek, additional shadow.
d) Post voiding (PV) : Residu Urine Minimal
Contoh Penilaian IVP (1) :
Penilaian BOF normal :
• Tidak tampak bayangan batu
radiopaque pada lintasan tractus
urinarius
• Psoas line kiri dan kanan intak
• Pre-peritoneal fat line kiri dan
kanan intak
• Tulang-tulang tervisualisasi intak

Foto BOF-IVP 5 menit

Penilaian IVP Normal :


• Fungsi sekresi dan ekskresi kedua
ginjal dalam batas normal
• Pelviocalyseal sistem kedua ginjal
baik dengan ujung kedua calyx cupping
• Kontras mengisi ureter
dextra/sinistra, tidak tampak tanda-
tanda obstruksi
• Vesica urinaria terisi kontras dengan
Foto 15 menit permukaan yang reguler, indentasi (-),
filling defect (-), Additional Shadow (-)
Foto 30 menit

Foto 60 menit

Foto Post Voiding


USG
USG Urologi
• Tujuan USG urologi : melihat ginjal , vesica urinaria , memakai USG.
• Ginjal dengan bagian – bagianya : Cortex ginjal , medulla ginjal dan sinusoid..
• Pielo caliceal system ginjal  dilihat apakah melebar / tidak melebar.

Kasus-kasus yang didapat :


20 Januari 2015
1. Sindroma Nefrotik pada Anak : ginjal normal berisi cairan
Pendahuluan • SN pada anak merupakan penyakit ginjal
yang memiliki insidensi tinggi yaitu 6 per 100.000
per tahun pada anak berusia kurang dari 14
tahun di Indonesia.
• Laki-laki : perempuan = 2 : 1
Etiologi  Kongenital
 Idiopatik / primer
 Sekunder mengikuti penyakit sistemik yang
diderita (seperti SLE, purpura Henoch Schonlein,
dll)
Patofisiologi Reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan
permeabilitas membran basalis glomerulus
meningkat diikuti dengan kebocoran protein
(albumin)

Gejala klinis • Edema palpebra / pretibia


• Berat : ascites, efusi pleura, dan edema
genital
• Kadang disertai oligouria dan gejala infeksi,
nafus makan menurun, diare
• Sakit perut  hati-hati peritonitis/
hipovolemia
Diagnosis SN adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala
:
a. Proteinuria masif ( > 40 mg/m2 LPB/jam atau
50 mg/kg/hari atau rasio protein / kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik >2+
b. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dl
c. Edema
d. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200
mg/dl

2. BPH : prostat membesar mendesak VU


Pendahuluan

Benign Prostat Hyperplasia – pembesaran kelenjar


prostat pada laki-laki, bukan kanker
Etiologi • Penurunan hormon testosteron dan
peningkatan hormon estrogen  memacu
pembesaran kelenjar prostat
• Peningkatan hormon dihydrotestosteron
(DHT) yang berperan dalam pertumbuhan
kelenjar prostat
Faktor risiko  Usia di atas 40 tahun
 Riwayat keluarga dengan BPH
 RPD : obesitas, kelainan jantung, dan
diabetes tipe 2
 Kurang olahraga
 Disfungsi ereksi
Gejala klinis a. Polimiksi – kencing 8x sehari atau sehari
b. Urinary urgency – tidak mampu menahan
kencing
c. Kesulitan untuk mengeluarkan kencing
d. Pancaran urin lemah / terputus
e. Akhir kencing menetes (dribbling at the end
of
urination)
f. Nokturia
g. Retensi urinari
h. Inkontinensia urin
i. Nyeri saat ejakulasi dan kencing
j. Warna dan bau urin abnormal
Komplikasi • Acute urinary retention
• Chronic or long lasting urinary retention
• Blood in urine
• Urinary tract infection (UTIs)
• Bladder and kidney damage
• Bladder stones
Diagnosis a. Riwayat kesehatan personal dan keluarga
b. Pemeriksaan fisik
 Discharge uretra
 Pembesaran limfonodi
 Pembengkakan dan nyeri pada skrotum
 Rectal Touche (RT) : pembesaran prostat
c. Pemeriksaan penunjang
Terapi 1. Lifestyle changes
• Mengurangi minum sebelum “hang out” atau
tidur
• Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol 
efek diuretik
• Monitor penggunaan obat decongestan,
antihistamin, antidepresi, dan diuretik
• Melatih VU untuk menahan kencing
• Melatih otot pelvis
• Mencegah dan mengobati konstipasi
2. Medication
• alpha blockers
• phosphodiesterase-5 inhibitors
• 5-alpha reductase inhibitors
• combination medications
3. Minimally invasive procedures
4. Surgery
3. Sistisis : dinding VU menebal
4. Batu buli-buli : gambaran batu berwarna putih di VU

21 Januari 2015
1. DHF : efusi pleura bilateral, ascites  klinis : demam 1 minggu
2. Ca servix : komplikasi  hidronefrosis bilateral, calyx renalis extasis grade I
3. Batu ginjal multipel pada anak
4. Pielonefritis
5. Hemangioma colli : massa cyst di colli, di atas arteri carotis
6. Sistisis : dinding VU menebal, kronis – kalsifikasi pada dinding VU
7. Invaginasi mesenterium : gambaran “donat”, klinis – mual, susah kentut

22 Januari 2015
1. Appendicitis : USG digunakan untuk menyingkirkan DD, mencari komplikasi – perforasi
(cairan bebas di abdomen)
DD nyeri kolik regio inguinal dextra : Batu ureter distal – komplikasi hidronefrosis,
salpingitis, adneksitis

23 Januari 2015
1. Divertikel VU
2. Batu ginjal, batu buli-buli
3. Ca sigmoid : gambaran pseudo-kidney
4. Sistisis

26 Januari 2015
1. Sirosis hepatis
Etiologi : billiar chirosis, cardiac chirosis, metastase Ca mammae, hepatitis, alkohol

27 Januari 2015
1. Ca rectum : nodul di hepar, rectum menebal, pelebaran intrahepatal & bile duct
2. Kolesistisis : dinding gall bladder menebal
3. Sirosis hepatis : ada tumor trombus (bagian hepar yang masuk pembuluh darah) –
tanda hepatoma
4. Hidronefrosis : calyx menebal, ureter membesar
Batu 1/3 distal VU – IVP : Batu di UVJ (Ureter-Vesiko Junction)
5. DD : Typhoid : gall bladder membesar Abses : leukosit tinggi
Ruptur gall bladder : akibat trauma
6. Epididimitis, orchitis : hiperemi 7. Nefritis kronis + tumor buli-buli :
Ginjal terlihat sama – berupa jaringan ikat, batas korteks dan medulla menghilang
Klinis : mual, muntah
Massa di buli-buli : 58 mm
8. Gaster : susah dievaluasi dengan USG  menggunakan foto UGI
9. USG : isi cairan – hitam, isi udara – gambar kabur
Abses hepar : massa cyst di hepar
Akibat amoeba  efusi pleura dextra

28 Januari 2015
1. Tumor buli-buli : gambaran nefritis kronis di kedua ginjal, massa du VU
2. Kolelitiasis : Batu gall bladder multiple (6 mm), dinding gall bladder tidak
menebal, HBD dan CBD tidak melebar, ginjal dan VU normal
3. Single nodul pada hepar : nodul di LLL hipoekhoik (26 mm),metastase proses (?)
4. Tumor buli-buli yang kemungkinan berasal dari prostat : tumor buli-buli, blood
clot +, batu ren sinistra + (0,5 cm)
5. USG Mammae : diminta kembali setelah H-10 menstruasi agar hasil lebih akurat
CT-SCAN
CT Scan Kepala Normal
 Lapisan Kepala :

• Anatomi CT-Scan
CT Scan pada Head Injury
• Tanda Hematoma
1. Size
2. Sign and Symptoms  korelasikan dengan gejala klinis.
Contoh : didapatkan hemiparesis dextra  CT Scan fokus ke hemisfer cerebri
sinistra
3. Shift
 Garis tengah otak  dibentuk oleh falx cerebri dari duramater
 Jika ada hematoma, maka midline shift bergeser  TIK tinggi 
Kompensasi :
a. Darah dari jantung dicegah masuk ke otak
b. N III : dilatasi pupil pada sis yang sama dengan lesi
c. Menyebabkan herniasi tentorial
4. Stand for side diberi tanda kanan / kiri
5. Site the hematom  lokasi hematom. Misal : large right frontal & temporal, acute
subdural hematom

• EDH (Epidural Hematom)


Definisi
Perdarahan yang terjadi antara tabula
interna & duramater. Hematom masif
akibat pecahnya arteri meningea media
/ sinus venosus

Gejala klinis
 Lucid internal (+)
 Kesadaran makin menurun
 Hemiparese kontralateral lesi
 Pupil anisokor
 Refleks babinski (+) kontralateral
lesi
 Fraktur darah temporal

Gambaran radiologis
Gambaran hiperdens (perdarahan) di
tulang tengkorak dan duramater,
umumnya di daerah temporal, dan
tampak bikonveks

• SDH (Subdural Hematom)


Definisi
Perdarahan yang terjadi antara
duramater dan arakhnoid akibat
robeknya bridging vein

Gejala klinis
 Sakit kepala
 Kesadaran menurun +/-

Gambaran radiologis
Gambaran hiperdens (perdarahan)
diantara duramater dan arakhnoid,
umumnya karena robekan dari bridging
vein dan tampak seperti bulan sabit

• SAH (Subarachnoid Hematom)


Gejala klinis
 Kaku kuduk
 Nyeri kepala
 Bisa didapatkan gangguan
kesadaran

Gambaran radiologis
Perdarahan (hiperdens) di tulang
subarakhnoid

• ICH (Intracerebral Hematom)

Cara Menghitung Jumlah Perdarahan


L (Length) : panjang perdarahan yang paling panjang pada foto CT Scan (cm)
W (Width) : lebar perdarahan yang paling lebar pada foto CT Scan (cm)
D (Depth) : jumlah slice dimana perdarahan dapat dilihat

Rumus Estimasi Perdarahan

Kasus-kasus yang didapat :


22 Januari 2015
1. Klinis : Meningitis TB
CT Scan kepala dengan kontras :
• Tak tampak area hipodens / hiperdens abnormal intra cerebral
• Post kontras tak tampak penyangatan abnormal
• Tak tampak gambaran AVM / Hemangioma
• Mid line shift (-)
• Ventrikel lateralis tampak normal
• Sulcus dan gyrus normal  Tak tampak garis fraktur
• Sinus pars nasalis dan fissura Russenmulleri simetris
Kesan : CT Scan kepala normal

2. Klinis : COB
CT Scan kepala non kontras :
• Tampak gambaran perdarahan basis cranii frontal kanan ukuran 2x4 cm
• Mid line shift 12 mm
• Ventrikel lateralis dan sulcus tampak sempit
Kesan : ICH dengan edema cerebri berat

3. Klinis : CVA Hemmoragik


CT Scan kepala non kontras :
 Tampak perdarahan di batang otak

28 Januari 2015
1. Klinis : Hidrocephalus post VP Shunt

CT Scan kepala non kontras :


• Ventrikel melebar
• Tampak gambaran SDH (bikonveks) akibat pecahnya bridging veins  pada kasus
ini diakibatkan post infeksi
• Tampak gambaran EDH (bulan sabit) akibat pecahnya arteri meningea media
Kesan : Hidrocephalus dengan SDH dan EDH

2. Klinis : COB CT Scan kepala non kontras :


• Tampak gambaran SDH (bikonveks)
• Tampak gambaran SAH akibat perdarahan di bawah subarachnoid
• Ventrikel menghilang dengan sulcus edema
• Sisterna basalis tertutup  tanda hernia infra-tentorial
• Tampak gambaran fraktur maxilla
Kesan : Fraktur basis cranii dengan SDH dan SAH

Anda mungkin juga menyukai