Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH KEBUDAYAAN

TERHADAP PELESTARIAN DAN PEMELIHARAAN


NILAI-NILAI PANCASILA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KRISTINA SIMATUPANG (1510033)
PENDAHULUAN

Kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang terkandung di dalamnya


pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan
yang lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota dari suatu
masyarakat.Untuk itu nilai-nilai budaya merupakan suatu bagian yang sangat penting untuk
dilestarikan.Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari melestarikan nilai-nilai
budaya,salah satunya yaitu bidaya sebagai perekat bangsa.

Dalam melestarikan nilai-nilai budaya banyak sekali langkah-langkah yang diambil


masyarakat agar budaya itu tidak punah.Salah satunya dengan cara pemberdayaan masyarakat
dan pengenalan terhadap peninggalan sejarah dan budaya melalui dibangunya suatu museum
budaya agar semua peninggalan budaya dapat terangkum dan tersimpan dengan baik supaya kita
dapat memperoleh informasi berkenaan dengan sejarah panjang leluhur dan akan terjadi
tranformasi nilai dari generasi terdahulu ke generasi sekarang.

PEMBAHASAN

KEBUDAYAAN DAN PANCASILA


Kebudayaan Indonesia ialah kebudayaan yang berdasarkan Pancasila. Ada dua hal yang
dikandung dalam Pancasila, yaitu pluralisme dan teosentrisme. Demokrasi terletak dalam
partisipasi seluruh warga negara dalam kebudayaan.

KEBUDAYAAN AKAR DARI PANCASILA


Kita telah mengetahui bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang berdasarkan
pancasila. Itu berarti Pancasila berkaitan erat dengan kebudayaan Indonesia. Kebudayaan juga
dapat diartikan sebagai nilai atau simbol. Kita gambarkan sebagai sebagai suatu perusahaan.
Dalam sebuah perusahaan yang sibuk, kegiatan yang nampaknya bersifat praktis dan sehari-hari
saja, misalnya, ada aspek kebudayaannya, ada nilai dan simbolnya. Nilai terletak pada kerja
kerasnya, sedangkan simbol modernitas ialah sistem organisasi, makin modern sistem semakin
abstrak yang impersonal, berbeda dengan manajemen perorangan atau keluarga. Begitu juga
Indonesia sebagai bangsa dan negara. Kebudayaan itulah yang memberi ciri khas keindonesiaan.
Hasil perkembangan kebudayaan Pancasila yang paling spektakuler adalah Bahasa Indonesia.
Karena melalui bahasa Indonesia, koneksi sosial antar etnis dan kebudayaan dapat terjalin
dengan sangat baik. Pluralisme mengatur hubungan luar antar kebudayaan. Prinsip yang
mengatur substansi Demokrasi Kebudayaan yang berdasar Pancasila ialah teosentrisme (tauhid,
serba Tuhan dalam etika, ilmu, dan estetika). Orang Protestan akan lebih suka theonomy (theos,
Tuhan; nomos, hukum). Istilah teonomi berasal dari Paul Tillich (1886-1965),hubungan dinamis
antara yang absolut dengan yang relatif, antara agama dengan kebudayaan. Menurut konsep ini
Pancasila adalah sebuah teonomi, karena bedasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa --yang
absolut. Keempat sila yang lain adalah kebudayaan, yang relatif. Keperluan manusia diakui
sepenuhnya, asal keperluan itu tidak bertentangan dengan pertimbangan keagamaan. Demokrasi
Kebudayaan dalam Pancasila dapat dimengerti dari sila "Persatuan Indonesia" yang berarti
sebuah (1) pluralisme, dan (2) teosentrisme dari semangat sila yang pertama "Ketuhanan Yang
Maha Esa". Demokrasi Kebudayaan itu harus mampu memberikan masa depan yang lebih baik.
Jadi untuk menjawab “Mengapa Kebudayaan adalah akar dari Pancasila?” karena di dalam
Pancasila terkandung nilai kebudayaan, di mana nilai tersebut adalah nilai tertinggi dalam hal
Persatuan bangsa yang tercantum di dalam sila ketiga. Dan dengan menjunjung nilai teosentris
pada sila pertama, kepentingan lain berdasarkan setiap sila tidak bertentangan dengan
pertimbangan keagamaan. Misalkan: Pembunuhan genosida demi mempertahankan keutuhan
suatu budaya etnis tidak etis dengan ketentuan agama. Jadi sekiranya, dari tindak perkembangan
budaya itu sendiri harus sesuai dengan nilai Pancasila. Karena Pancasila mencerminkan
kebudayaan kita, bangsa Indonesia

A. Nilai-Nilai Budaya Sebagai Perekat Bangsa

Nilai-Nilai Budaya adalah Perekat yang sangat kuat untuk mempersatukan suatu Bangsa. Hal
ini disadari betul oleh para founding fathers bangsa kita, maka mereka membangun negara
diatas landasan kebudayaan. Sayangnya, hingga hari ini pun banyak ilmuwan kita yang tidak
memahami hal ini. Mereka masih beranggapan bahwasanya Budaya Nusantara hanyalah
sebuah Mitos. Mereka masih menganggap Budaya Jawa lain dari Budaya Sunda, dan Budaya
Sunda beda dengan Budaya Minang. Anggapan keliru itu terjadi, karena umumnya kita masih
menyalahartikan adat sebagai budaya.Adat Jawa barangkali berbeda dengan Adat
Minang,demikian dengan adat-adat lain.Namun Unggulan-Unggulan dari setiap adat atau
kebiasaan itu Satu dan Sama.Dan, para founding fathers kita mengumpulkan Unggulan-
Unggulan itu maka terkumpulah Lima Unggulan yang bersifat Universal dan ada dalam setiap
adat di setiap daerah dan setiap pulau. Lima Unggulan ini yang kemudian dikenal sebagai
Lima Butir Pancasila, yakni Ketuhanan, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat, dan
Keadilan serta Kesejahteraan Sosial. Dalam Lima Butir Pancasila tersebut, kita semua
bertemu. Maka, sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara,
sesungguhnya Pancasila adalah Intisari atau Saripati Budaya. Inilah Budaya Nasional kita,
Budaya Nusantara, Budaya Indonesia. Tidak berarti bahwa diluar kelima unggulan tersebut,
tidak ada unggulan-unggulan lain. Setiap daerah memiliki unggulan-unggulan lain. Dalam
setiap adat, kita menemukan unggulan-unggulan lain. Namun, unggulan-unggulan itu tidak
selalu bersifat universal. Ada di satu daerah, tak ada di daerah lain. Sementara itu, kelima
unggulan yang tertuang dalam butir-butir Pancasila bersifat universal. Ada dimana-mana. Ada
di Jawa, ada di Sunda, pun ada di Minang, di Kalimantan, di Sulawesi dan di Nusa Tenggara.
Pancasila memang digali oleh Bung Karno, kemudian dijabarkan lebih lanjut oleh para
pemikir seperti Dewantara, Sanoesi Pane dan lain-lain tetapi sebagaimana diakui oleh sang
penggali sendiri, sila-sila itu sudah ada sejak zaman dahulu. Bung Karno tidak menciptakan
Pancasila, beliau hanyalah menggalinya dari budaya kita sendiri.Kemudian, berlandaskan
pada Budaya Lokal tersebut, dibangunlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pancasila adalah Landasan yang digunakan untuk membangun NKRI. Landasan ini, jelas
sudah ada sebelum adanya bangunan. Sebab itu, setiap upaya untuk merongrongi landasan ini
–hanyalah melemahkan bangunan bangsa dan negara kita. Upaya-upaya seperti itu mesti
dicegah. Tidak boleh dan tidak bisa menunggu hingga bangunan sudah runtuh, baru beraduh-
aduh. Sayang sekali, saat ini anak bangsa yang tidak mengerti perkara budaya, justru
meremehkan peran budaya sebagai perekat – dan mencari perekat-perekat lain. Ada yang
berusaha untuk mengganti landasan budaya dengan syariah atau peraturan-peraturan agama,
ada pula yang menganggap pembangunan dan ekonomi sebagai perekat. Syariah agama
“tertentu” jelas tidak bisa menjadi perekat bagi bangsa besar seperti Indonesia, karena kita
tidak beragama satu dan sama. Jumlah agama “resmi” sebagaimana terwakili dalam
Departmen Agama pun sesungguhnya tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar
kita, dimana setiap anak bangsa memiliki hak untuk beragama sesuai dengan keyakinannya.
Jadi, jumlah agama dan kepercayaan itu sesungguhnya tidak dapat dibatasi. Istilah agama
resmi dan tidak resmi pun hanyalah sebuah lelucon.
Ekonomi dan pembangunan tidak bisa menjadi perekat yang kuat. Saat ini, Amerika Serikat
kembali menggalakkan pendalaman sejarah bagi setiap warganya. Bagi imigran yang hendak
menetap, penguasaan terhadap sejarah menjadi wajib. Kenapa? Karena mereka baru sadar bila
pembangunan dan ekonomi terbukti tidak cukup kuat sebagai perekat bangsa.Timur Tengah
pernah menjadikan peraturan-peraturan agama sebagai perekat. Ternyata gagal jua. Walau
mayoritas beragama satu dan sama – akhirnya tetap juga terpecah-belah menjadi sekian
banyak negara.Negara Pakistan yang lahir berlandaskan syariat agama tertentu tidak mampu
mempertahankan persatuan bangsanya lebih dari 25 tahun. Maka,lahirlah Bangladesh dari
rahim Pakistan.Jauh sebelumnya, Eropa pernah bersatu dibawah satu gereja. Tidak lama juga.
Negara-negara yang awalnya bersatu itu tidak hanya terpecah-belah menjadi sekian banyak
negara gerejanya pun terpecah-belah.Sementara itu, Nusantara dengan jumlah pulaunya yang
tak terhitung secara persis, dengan latar belakang yang sangat beragam pula – pernah bersatu
selama 1 milenia di masa Sriwijaya. Kemudian selama 4 abad lebih di masa Singasari dan
Majapahit. Saat ini pun, lebih dari enam puluh tahun sejak kita memproklamasikan
kemerdekaan kita dari penjajah asing – kita masih bersatu. Kenapa? Karena “Kekuatan
Budaya”.Ketika Majapahi melemah dan Perekat Budaya diganti dengan Akidah Agama oleh
Raden Patah dan mereka yang mendukungnya – maka kita tidak mampu bertahan lebih dari 1
abad. Dalam 1 abad saja, terjadilah perang saudara, yang kemudian dimanfaatkan oleh para
sudagar asing untuk menguasai kepulauan kita.

Maka, jelas sudah bahwasanya Budaya sebagai perekat Bangsa memang tak tertandingi oleh
perekat-perekat lain.
B. Pengenalan Peninggalan Sejarah dan Budaya

Keberadaan peninggalan sejarah serta adat istiadat budaya masyarakat perlu mendapatkan
perhatian dari pemerintah untuk dilestarikan keberadaanya,karena keberadaanya dapat
dijadikan sumber bagi upaya pengenalan nilai warisan budaya kepada generasi muda saat
ini.Memang upaya untuk melestarikan peninggalan sejarah yang tersebar di situs sejarah
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan tanpa biaya,karena upaya ke arah itu selalu
berbenturan dengan kepentingan ekonomi sesaat dengan alasan pembangunan sehingga tidak
heran jika di daerah lain banyak situs-situs sejarah beralih fungsi menjadi kawasan
pemukiman atau industri.Hal ini terjadi karena kurangnya rasa peduli pemerintah,termasuk
pemerintah daerah untuk mempertahankan dan melestarikan keberadaan situs sejarah
tersebut.Mereka lebih mengedepankan kepentingan ekonomi sesaat dan kepentingan segelintir
orang tanpa berfikir untuk jangka panjang bagi generasi berikutnya. Keberadaan situs sejarah
yang banyak tersebar memang secara perhitungan ekonomi sesaat tidaklah
menguntungkan,tetapi nilai yang terkandung di dalamnya merupakan suatu potensi yang besar
melebihi potensi ekonomi sesaat. Keberadaannya akan menjadi suatu kebanggaan bagi
masyarakat dan tentunya menjadi modal bagi pendidikan generasi muda hingga mereka tidak
“pareumeun obor” akan sejarah masa lalunya.Salah satu bentuk pelestarian nilai sejarah pada
situs-situs sejarah yang tersebar di seluruh Indonesia adalah dengan melalui kegiatan widya
wisata bagi para pelajar. Selama kegiatan kunjungan tersebut siswa akan memperoleh
informasi berkenaan dengan sejarah panjang leluhur mereka dan akan terjadi tranformasi nilai
dari generasi terdahulu ke generasi sekarang.

C. Pentingnya Keberadaan Museum Umum

Perjalanan panjang sejarah Banten telah meninggalkan banyak benda yang


mempunyai nilai bagi sejarah perkembangan masyarakat,selain itu keberadaan adat istiadat
budaya masyarakat yang khas masih dipegang hingga saat ini perlu diperkenalkan kepada
masyarakat.Upaya memperkenalkan tersebut tidaklah mungkin dilakukan jika keberadaan
benda-benda tersebut tidak dikumpulkan dalam suatu tempat,sehingga untuk itu perlu
membangun sebuah Museum.Museum ini tidak hanya menyimpan dan memamerkan selah
satu jenis koleksi,melainkan dapat menampung berbagai koleksi yang berkaitan dengan
perjalanan sejarah budaya masyarakat serta lingkungannya yang justru tidak dimungkinkan
untuk disimpan dan dipamerkan pada jenis Museum khusus.
Selain memamerkan benda-benda yang mengandung nilai sejarah, pada Museum ini dapat
juga dipamerkan potensi yang dimiliki oleh Daerah,seperti potensi adat istiadat dan budaya
masyarakat, potensi Sumberdaya Alam, potensi penduduk serta berbagai potensi yang dapat
dijadikan modal bagi pembangunan daerah. Akibatnya keberadaan Museum tidak hanya
berfungsi sebagai “album Sejarah” melainkan juga dapat dijadikan sebagai tempat untuk
memperkenalkan berbagai potensi yang dimiliki daerah sebagai modal bagi terlaksananya
pembangunan.Keberadaan Museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang
mengumpulkan dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan
kehidupan manusia dan lingkungan, tetapi mempunyai fungsi yang sangat mulia yaitu
merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan nilai budaya bangsa guna memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa,
mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, serta meningkatkan rasa harga diri dan
kebanggaan nasional sehingga melalui transformasi nilai yang terjadi di Museum diharapkan
budaya lokal yang berkembang di masyarakat dapat tetap lestari di tengah serbuan budaya
asing yang masuk tidak terbendung.
Bagi dunia pendidikan, keberadaan Museum sangat mendukung bagi tercapainya
keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena antara Museum dengan dunia
pendidikan mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta
pelestaraian nilai luhur bangsa kita walau dengan cara yang berbeda. Karena di sekolah
pencapaian tujuan pendidikan dilakukan melalui interaksi antara guru dengan murid
sedangkan di museum interaksi yang terjadi adalah interaksi antara benda koleksi dengan
pengunjung yang datang untuk melihat dan mencoba untuk menarik makna yang terkandung
di dalamnya. Pendirian Museum dari segi ekonomi memang tidak akan menguntungkan
karena nilai yang ditanamkan di dalamnya tidak akan dapat kembali dengan segera bahkan
tidak mungkin untuk dapat kembali, sehingga diperlukan kesadaran dari berbagai pihak guna
mewujudkannya. Manfaat yang sangat besar telah menanti melebihi dari sekedar manfaat
jangka pendek berupa pertumbuhan ekonomi. Setelah Museum berdiri, keberadaannya akan
menjadi aset yang sangat tinggi nilainya untuk jangka waktu yang panjang terutama berkaitan
dengan penumbuhan nilai-nilai kebangsaan dan pelestarian budaya nasional pada siri generasi
muda di tengah terjangan budaya global.
Untuk lebih memahami betapa pentingnya keberadaan sebuah museum,perlu kita renungkan
tulisan berikut ini :

“Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah
kebudayaannya, maka Museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di dalam
album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa dan generasi.
Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi sebuah masa lalu, sebab
waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari ini dan besok pagi. Foto-foto itu
adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap dan memaknai seluruhnya, bukan hanya
peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang
seluruh identitas, di dalam dan di luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami
sebagai sebuah benda”. Melalui berbagai upaya pelestarian nilai sejarah, adat istiadat dan
budaya bangsa serta pengenalan berbagai potensi pembangunan yang dimiliki daerah
diharapkan akan muncul generasi-generasi yang tangguh yang menghargai dan menjunjung
tinggi budaya sendiri serta mampu mempertahankannya di tengah terpaan budaya asing yang
datang menyerbu.

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ADAT

Secara ilmiah dalam kondisi kehidupan masyarakat yang telah semakin berkembang dan modern,
tentu segala aktivitas selalu diperhitungkan fungsi dan kemanfaatnya bagi kepentingan hidup
manusia dalam masyarakat dengan landasan kebaikan dan kebaikan dan kebenaran. Tidak
menilai unsur kebudayaan secara subyektif, melainkan menggunakan penalaran kausalitas yang
logis sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat setempat. Hal ini berarti masyarakat
setempat selayaknya mampu memilih dan memberikan penilaian terhadap fungsi kebudayaan
yang telah ada, dan masyarakat harus berani menolak nilai-nilai yang tidak sesuai lagi atau nilai-
nilai budaya asing yang cenderung merusak prinsip kepribadian bangsa secara umum. Sikap
subyektif meskipun wajar, akan tetapi tetap tunduk terhadap prinsip adat istiadat setempat.
Kebiasaan asing yang menyangkut usaha pemenuhan kebutuhan hidup, seharusnya dinilai secara
rasional dan obyektif baik meterial maupun spiritual. Kehidupan masyarakat sebagai suatu
kondisi pergaulan yang dinamis dengan segala konsekuensinya perlu diikat dengan nilai-nilai
dan makna moral, agar dapat tercipta stabilitas sosial yang mantap serta agar tak terjadi
disintegrasi. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa biang kerok dari disintegrasi dan konflik
itu adalah kemiskinan, kemerosotan moral dan ambisi berlebihan. Oleh karena itu kita harus
waspada agar gerakan modernisasi dalam pembangunan segala bidang tidak berdampak negatif
dan salah kaprah, agar tidak keliru menilai rasa dan makna dari kebudayaan yang ada, khususnya
penerapan nilai kehormatan,haraga diri dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana dijelaskan di
atas, bahwa masih banyak nilai kehormatan yang relevan dan dapat kita teladani dalam bergelut
dengan kompleksitas kepentingan di abad globalisasi ini. Membawa badik atau senjata tajam,
kini perlu dievaluasi secara cermat dengan pandangan yang rasional dari segi bahaya dan untung
ruginya. Salah satu cara pemeliharaan budaya menurut Berger (dikutip dari Slamet Rahardjo,
Editor Nurdin HK., 1983) adalah dengan pendekatan kultural, sebab hanya manusia budayalah
yang suatu hari bisa berhenti dari kegiatannya, lalu melihat sekitar, merenung, lalu timbul dalam
sanubarinya desakan yang kuat untuk meninjau kembali segala yang telah dijalaninya. Lalu ia
merubah sikap atau memperbaiki apa yang selama ini diyakini, atau bahkan merubah dan
meninggalkannya. Dan merintis horizon keyakinan yang baru, lebih matang dan lebih memadai.
Solidaritas sosial diharapkan dapat mempererat persatuan dan kesatuan dalam setiap derap
langkah upaya pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan. Prinsip hidup sering menjadi
penengah yang adil dapat dijadikan modal dasar dalam pendekatan sosial budaya dalam rangka
meningkatkan kualitas pembangunan hukum, sosial budaya dan stabilitas masyarakat.
Pendekatan fungsional juga nampaknya tidak kalah penting untuk memonitor perkembangan
budaya dan pembangunan daerah, terutama jika kita hendak mengetahui keselarasan kepentingan
masyarakat dengan unsur-unsur kebudayaan yang dianutnya. Dengan pendekatan ini diharapkan
berbagai kegiatan dapat diarahkan, diperbaiki atau dikembangkan, unsur-unsur budaya mana
yang merugikan atau menyimpang dari keharusan tuntutan stabilitas sosial, keamanan dan
kesejahteraan sosial masa kini. Kita belum perlu mencari dan membentuk budaya baru, yang
penting adalah meningkatkan kualitas kemanfaatannya secara rasional dan adaptif. Oleh karena
masyarakat adat memiliki keragaman sifat, sikap, etnis dan kebudayaan, maka dalam
pengambilan langkah kebijakan pemberdayaan masyarakat adat perlu adanya pendekatan secara
strategis terhadap nilai-nilai budaya yang dianut. Berbagai keputusan diambil dalam perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan harus benar-benar dapat memenuhi aspirasi masyarakat adat.
Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang
sesuai dengan kepribadian dan pandangan hidup masyarakat adat.

Menurut Ali Moertopo (1978), strategi pada hakekatnya berarti: hal-hal yang berkenaan dengan
cara dan usaha menguasai dan mendayagunakan segala sumber daya suatu masyarakat, suatu
bangsa, untuk mencapai tujuannya. Lebih lanjut Moertopo memperinci pendekatan strategis ke
dalam lima ciri, yaitu:

a. Memusatkan perhatian kepada kekuatan, kepada power. Kekuatan adalah bagaikan fokus
pokok di dalam pendekatan strategis.
b. Memusatkan perhatian kepada analisis dinamik, analisa gerak, analisa aksi.
c. Strategi memusatkan perhatian kepada tujuan yang ingin dicapai serta gerak untuk mencapai
tujuan tersebut.
d. Strategi memperhitungkan faktor-faktor waktu (sejarah: masa lampau, masa kini dan terutama
masa depan) dan faktor lingkungan.
e. Strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang terjadi dari peristiwa-peristiwa yang
ditafsirkan berdasarkan konteks kekuatan, kemudian mengadakan analisa mengenai
kemungkinan-kemungkinan serta memperhitungkan pilihan-pilihan dan langkah-langkah yang
dapat diambil, dalam rangka bergerak menuju kepada tujuan itu.

Dengan strategi pendekatan nilai-nilai budaya, diharapkan kebijakan yang akan diambil dapat
melahirkan suatu keputusan yang benar-benar memperoleh dukungan masyarakat. Berbagai
perbedaan diharapkan dapat disadari sebagai kekurangan, sehingga prinsip kebersamaan dan
persamaan persepsi dapat dipelihara dipertahankan. Konsekuensi dari pengakuan masyarakat
terhadap langkah-langkah pemberdayaan masyarakat adat yang telah direncanakan itu dapat
mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan realistik. Sebaliknya jika langkah-langkah
penerapan kebijakan itu tidak menyentuh kepentingan masyarakat adat, maka mereka akan
menarik diri dan membentuk cara alternatif baru yang justru menimbulkan konflik.
Ketidakperdulian terhadap nilai-nilai budaya masyarakat dapat mengakibatkan jatuhnya derajad
nilai kebudayaan sebagai pandangan hidup masyarakat. Suatu kebijaksanaan yang ideal dalam
usaha pemberdayaan masyarakat adat adalah dengan memuat strategi pendekatan budaya lokal
yang dapat membantu masyarakat keluar dari kesulitan, baik kesulitan waktu kini maupun
kesulitan penataan masa depannya. Khususnya penataan kehidupan masa depan masyarakat adat,
terutama dalam menggali dan memberdayakan potensi sikap mental mereka. Sikap mental
sebagian masyarakat adat yang masih relatif tergantung dengan nilai-nilai budaya lokal dan tidak
relevan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat masa kini, segera dievaluasi secara selektif.
Tentu tidak merombak total atau membuangnya secara tiba-tiba dari kehidupan masyarakat, akan
tetapi secara bertahap memberdayakannya kearah sikap perilaku yang positif. Dengan kesadaran
ilmiah dan bertahap upaya ini diharapkan dapat membuka tabir misteri budaya, sehingga makna
dan manfaatnya dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan masyarakat. Kesadaran ilmiah
merupakan faktor pendorong bagi tumbuhnya semangat dan kreativitas masyarakat untuk
bersedia melakukan perubahan-perubahan terhadap tradisi-tradisi yang menghambat proses
pembangunan ke arah perbaikan kehidupan masyarakat. Perubahan-perubahan sikap mental
diperluas mencakup sebagian besar golongan masyarakat dengan penekanan terhadap prinsip
kebersamaan dan perjuangan atas hak-hak bersama yang berkesinambungan. Strategi ini
dimaksudkan untuk memperkecil skala prioritas etos kerja yang bersifat mendahulukan hak-hak
individu. Suatu realitas perkembangan kehidupan masyarakat yang tidak dapat dipungkiri adalah
gejala tantangan pluralistik etnis dan tekanan ekonomi yang kian mengedepan. Hal ini akhirnya
berpengaruh pada terciptanya stratifikasi dan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat. Oleh
karena itu upaya pemberdayaan masyarakat adat harus dapat menempatkan peran individu
kedalam pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Memberikan tanggung jawab
kemandirian kepada masyarakat berdasarkan pengalaman sendiri dapat mendorong kearah
terciptanya hasil kerja dan hasil guna yang tinggi. Masyarakat perlu diarahkan pada kehidupan
empiris dengan perjuangan dan kerja keras sesuai dengan tuntunan nilai-nilai luhur budaya
daerah yang tertuang dalam pandangan hidupnya. Pelaksanaan pembangunan ekonomi harus
dilaksanakan pada setiap lapisan masyarakat adat secara interaktif dengan pola penyederhanaan
kondisional pada setiap daerah. Spesifikasi budaya daerah merupakan acuan pendekatan strategis
dalam menentukan prioritas pengembangan potensi masyarakat adat. Sasaran yang utamanya
adalah melakukan persiapan mengembalikan kekuatan masyarakat melalui partisipasinya dalam
pembangunan ekonomi kerakyatan. Langkah-langkah yang sebaiknya ditempuh adalah:

a. Melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan program


pembangunan sebagai wujud demokrasi sosial.
b. Program pembangunan yang dilegitimasi dapat memberikan jaminan terhadap prioritas hak-
hak masyarakat, dan pemerataan kesempatan usaha.
c. Memberdayakan sikap independensi peran serta masyarakat.
d. Membangun kemitraan dengan pemerintah, kaum intelektual, dan lembaga-lembaga terkait.

Program pemberdayaan masyarakat adat yang berwawasan ekonomi kerakyatan akan lebih
relevan dan efektif, apabila dalam realisasinya disertai dengan contoh-contoh perilaku dan
perlakuan yang nyata, minimal dapat mencerminkan cara hidup yang terarah. Dalam perspektif
sosiologis diharapkan hasil kemajuan itu, dapat menumbuhkan sikap perilaku individu yang
tidak hanya memikirkan perbaikan nasib diri sendiri, melainkan nasib sesama anggota
masyarakat adat. Titik tolak dari tujuan pemberdayaan masyarakat adat adalah usaha perbaikan
kondisi kehidupan masyarakat secara material dan spiritual. Untuk mendukung upaya
pencapaian tujuan ini perlu pertajaman peranan masyarakat adat dengan beberapa cara, yaitu:

a. Pematangan pemahaman masyarakat terhadap sarana material baru yang berhubungan


langsung dengan teknologi baru pembangunan.
b. Membentuk kebiasaan kehidupan baru yang berhubungan produk-produk baru.
c. Membentuk kelompok kerja baru secara rasional ekonomis.
d. Membentuk kesadaran baru yang mendukung perubahan dan modernisasi.
e. Mengupayakan kenaikan imbalan sosial ekonomis untuk menuju perbaikan kesejahteraan.

Untuk mewujudkan tujuan itu perlu mengadakan perbandingan, inventarisasi dan evaluasi secara
terus menerus terhadap keberadaan aneka ragam dan perkembangan kebudayaan masyarakat.
Beban pembangunan nasional merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, agen
pembangunan dan masyarakat dengan meletakkan pembangunan ekonomi kerakyatan dalam
skala prioritas utama. Untuk mengemban tugas itu perlu pengembangan semangat kerja keras
agar masyarakat dapat memperkokoh jati dirinya sebagai bangsa yang terbuka, kreatif, inovatif
dan reformatif. Hal ini perlu dibuktikan dengan prestasi-prestasi gemilang, baik perorangan
maupun kelompok diberbagai bidang keahlian. Prestasi-prestasi ini dapat diperoleh melalui
keberanian membela kebenaran, kesanggupan merevisi kesalahan, alih teknologi dan kerja keras
sesuai dengan profesi dan keahliannya. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, perlu
diadakan usaha penggalian dan pemanfatan sumber daya manusia, yaitu dengan
mengikutsertakan masyarakat, mengadakan kaderisasi dan perluasan lapangan kerja. Agar tidak
terjadi erosi nilai budaya dan rendahnya relevansi hasil-hasil pembangunan, maka perlu
memperkuat etos kerja yang berakar dari nilai-nilai budaya. Dengan demikian diharapkan agar
masyarakat memiliki kemampuan dalam menempatkan dan mempertimbangkan nilai-nilai
budaya yang dapat bermanfaat bagi perkembangan dan pertumbuhan kesejahteraan hidupnya.
PENUTUP

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu melestarikan budaya dan sejarah bangsanya.
Dalam era global yang kompetitif saat ini, kembali ke jati diri bangsa dengan menanamkan,
menghayati, mengamalkan dan memanfaatkan nilai-nilai lihur bangsa yang berbasis kearifan
lokal adalah sebuah keharusan dalam pembangunan nasional, agar kita menjadi bangsa yang
berdaulat dan bermartabat. Budaya merupakan suatu komponen yang sangat berarti bagi suatu
bangsa karena budaya merupakan perekat bangsa dan menjadi ciri khas dari suatu
negara.Dengan adanya kebudayaan maka suatu negara dapat dibedakan dengan negara satu
dengan negara yang lainnya karena masing-masing negara mempunyai budaya yang berbeda-
beda.Karena peranan budaya sangat penting,maka perlunya pelestarian nilai-nilai budaya dalam
masyarakat agar budaya tersebut tidak punah termakan usia karena jika dilihat dalam
kenyataanya banyak sekali generasi muda yang kurang bahkan tidak peduli dengan
kebudayaannya.Untuk itu perlu adanya sosialisasi dan perhatian dari pemerintah serta kesadaran
masyarakat khususnya masyarakat Indonesia untuk melestarikan nilai-nilai budaya dalam
kehidupannya dengan cara pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian nilai budaya.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilai-
budaya&catid=15&Itemid=56

http://fikirjernih.blogspot.com/2010/03/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya.html

http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/files/2009/08/artikel-pelestarian-nilai2-budaya-lokal.pdf

Kutipan artikel “Demokrasi Kebudayaan”


http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/01/27/0043.html

Anda mungkin juga menyukai