PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Post dural puncture headache (PDPH) adalah sakit kepala yang sering berlokasi di daerah frontal dan
oksipital, terjadi akibat adanya kebocoran dari cairan serebrospinal melalui lubang di duramater akibat
tembusan jarum anestesi. Ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada anestesi spinal dan
epidural.1
Sampai saat ini ada dua teori mengenai terjadinya PDPH. Teori pertama menyebutkan bahwa
kebocoran yang kontinyu dari cairan serebrospinal menyebabkan berkurangnya cairan dari kompartmen
intrakranial. Karena cairan serebrospinal berfungsi sebagai bantalan dari otak, maka pengurangan cairan
ini menyebabkan posisi dari otak jatuh sehingga menyebabkan tarikan pada meningen yang sensitif
terhadap nyeri. Nyeri ini menjalar sepanjang nervus trigeminus ke daerah frontal. Juga melalui nervus
vagus dan glossopharyngeal ke daerah occipital dan leher. Nyeri lebih terasa terutama pada posisi tegak.
Teori yang kedua menyebutkan bahwa kebocoran cairan serebrospinal menyebabkan terjadinya
Post-dural puncture headache (PDPH) atau nyeri kepala pasca-blok lumbal atau blok
spinal merupakan salah satu komplikasi yang paling sering terjadi dari pungsi lumbal
diagnostik, terapeutik, atau pungsi dura yang tidak disengaja. PDPH pertamakali
dideskripsikan oleh August Bier tahun 1898 dan didefinisikan sebagai nyeri kepala
Headache Society mendefinisikan PPDH sebagai nyeri kepala yang terjadi dalam 7 hari
setelah pungsi dura dan menghilang dalam 14 hari; namun PDPH telah dilaporkan dapat
terjadi kemudian dan berlangsung lebih lama dari waktu tersebut. PDPH dianggap
1
sebagai penyebab nyeri kepala ortostatik yang ditandai dengan peningkatan derajat nyeri
kepala jika pasien bergerak dari posisi berbaring ke posisi tegak.2 Kejadian PDPH
diperkirakan antara 30-50% setelah pungsi lumbal diagnostik atau terapeutik, 0-5%
setelah anestesi spinal, dan hingga 81% setelah pungsi dura yang tak disengaja selama
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cairan serebrospinal (CSS) merupakan hasil ultrafiltrasi plasma yang jernih tidak berwarna, tidak
berbau dan berada dalan ventrikel otak, sisterna otak, dan ruang subarakhnoid sekitar otak dan medula
spinalis. Volume CSS pada orang dewasa rata-rata memproduksi sekitar 500 ml CSS/hari, atau 21 ml/jam
(0,3 ml/kgBB/jam), dengan 90 % berasal dari pleksus koroid di ventrikel lateral, dan 10% dari substansi
otak itu sendiri. Dengan berat jenis CSS1.002 – 1.009, pH 7,32 dan 50 ml berada dalam ruang
intrakranial.3
Cairan ini mengalir melalui foramina interventrikular masuk ke ventrikel ketiga, dan dari tempat ini
akan masuk ke ventrikel keempat melalui aquaduktus. CSS kemudian bersirkulasi melalui foramen
Luschka dan Magendi menuju ruang subarakhnoid dan vili arakhnoid dari sinus dura mater (badan
Pacchionian), dan dari tempat ini akan masuk ke dalam sinus venosus.4
Aliran CSS melalui sistem ini dipermudah oleh faktor-faktor sirkulasi dan postural yang
menimbulkan tekanan SSP sebesar 10 mmHg. Penurunan tekanan akibat pengeluaran hanya beberapa ml
CSS selama pungsi lumbal untuk analisis laboratorium dapat menimbulkan nyeri kepala yang hebat.
Melalui proses pembentukan, sirkulasi dan reabsorpsi yang terus menerus, seluruh volume CSS
Menings spinalis terdiri atas 3 lapis, yaitu : dari lapisan terluar sampai terdalam, dura mater,
arakhnoid, pia mater. Ruang antara lapisan arakhnoid dan pia mater di bawahnya disebut ruang
3
Secara anatomis, dura mater spinalis memanjang dari foramen magnum ke segmen kedua sakrum.
Ini terdiri dari matriks jaringan ikat padat kolagen dan serat elastis. Sebanyak sekitar 150 ml CSS beredar
B. KLASIFIKASI
Naulty et al membagi PDPH menjadi dua fase. Yang pertama adalah PDPH yang relatif ringan.
Biasanya timbul 36 – 48 jam setelah anestesi. Fase kedua, atau yang disebut juga sebagai PDPH klasik,
timbul 3 – 4 hari setelah anestesi, dengan nyeri kepala berat yang tidak bisa hilang dengan analgesik.
1. Mild PDPH
Sakit kepala sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak perlu beristirahat total di
tempat tidur .
4
2. Moderat PDPH
Sakit kepala yang mengganggu aktivitas sehari-hari dengan signifikan. Pasien mnghabiskan
3. Severe PDPH
C. PATOFISIOLOGI
Penyebab PDPH tidak sepenuhnya pasti. Penjelasan terbaik adalah bahwa hasil tekanan rendah CSS
dari kebocoran CSS melalui robekan dural dan arakhnoid, sebuah kebocoran melebihi tingkat produksi
dari CSS. Sedikitnya hilang 10% volume CSS dapat menyebabkan sakit kepala ortostatik. Ada dua
mekanisme dasar teoritis untuk menjelaskan PDPH. Salah satunya adalah refleks vasodilatasi dari
Monroe-Kelly menyatakan bahwa total volume elemen dari rongga intrakranial (darah, CSS, dan
jaringan otak) tetap konstan. Konsekuensi kehilangan CSS adalah vasodilatasi yang mengkompensasi
hilangnya volume dalam rongga intrakranial, sehingga sakit kepala dialami oleh paien setelah kebocoran
CSS mungkin sebagian disebabkan vasodilatasi intrakranial. Efek menguntungkan dari obat
vasokontriktor otak termasuk kafein, teofilin, dan sumatriptan mendukung etiologi vaskuler untuk PDPH.
5
Ganggguan visual terjadi di mana tercatat bahwa mereka yang menerima anestesi spinal terjadi
penurunan tekanan intrakranial. Diplopia adalah gejala mata yang paling umum diakibatkan dari
penurunan tekanan intrakranial dan disebabkan oleh traksi pada saraf abducens (saraf kranial keenam),
Gejala yang berhubungan dengan pendengaran, disebabkan disfungsi saraf kedelapan, juga kadang-
kadang dapat terjadi, yang mengalami ketulian unilateral atau bilateral. Insiden kehilangan pendengaran
berkorelasi dengan ukuran dan jenis jarum yang digunakan dan telah didokumentasikan untuk
dihilangkan dengan patch darah epidural. Efek pada pendengaran adalah resultan dari perubahan tekanan
CSS, yang ditransmisikan ke sirkulasi getah bening endocochlear dalam kanalis semisirkularis, dan hasil
Teori yang lainnya adalah traksi pada struktur sensitif nyeri intrakranial dalam posisi tegak. Traksi
pada nervus servikal seperti C1, C2, C3 yang menyebabkan nyeri pada leher dan bahu. Traksi pada saraf
kranial kelima menyebabkan sakit kepala frontal. Nyeri di daerah oksipital ini disebabkan oleh traksi pada
Patogenesis PDPH masih belum jelas tetapi diperkirakan karena kebocoran cairan
struktur intrakranial yang sensitive terhadap nyeri, meliputi vena, selaput otak
(meningen), dan saraf kranial, yang mengakibatkan nyeri kepala yang dapat lebih berat
pada posisi tegak. Penurunan tekanan intrakranial juga dapat menyebab kan venodilatasi
6
- Nyeri kepala umumnya tidak terjadi segera setelah pungsi dura, tetapi 24-48 jam setelah
- Nyeri kepala makin berat pada posisi tegak dan lebih ringan saat berbaring telentang
- Tekanan di atas perut pada wanita dalam posisi tegak dapat menghilangkan nyeri kepala
Gejala terkait yang juga bisa muncul adalah kekakuan leher, fotofobia, tinitus,
Dalam mendiagnosis PPDH, kulit di lokasi pungsi harus diinspeksi apakah ada
kebocoran cairan serebrospinal, inflamasi, dan rasa nyeri. Observasi basal frekuensi
denyut jantung, tekanan darah, dan suhu juga harus dicatat.2 PDPH terutama merupakan
suatu diagnosis klinis, namun nyeri kepala tersebut dapat dikaitkan dengan kelainan
intrakranial yang lebih serius dan harus dipertimbangkan pencitraan diagnostik secara
dini.2
D. INSIDENSI PDPH
Insiden PDPH diperkirakan 30 – 50% pada diagnostik atau terapi pungsi lumbal, 0 – 5% anestesi
spinal dan 81% kejadian pungsi dural selama insersi epidural pada wanita hamil. PDPH sering terjadi
pada dewasa muda termasuk pasien obstetri dengan insiden sebanyak 14%, dibanding dengan pasien
yang berusia lebih dari 70 tahun. Kejadian PDPH meningkat dengan penggunaan jarum spinal yang
berukuran besar dan komplikasi berkurang dengan penggunaan jarum pencil – tripped needles.9
7
Gambar 2. Jarum Sprotte, Whitracre, dan Quinckle
( Diambil dari referensi no.10)
Insiden PDPH secara langsung berkaitan dengan diameter jarum yang menembus duramater.
Meskipun tusukan jarum diameternya kecil digunakan untuk blok subarakhnoid mengurangi resiko
PDPH, jarum ini secara teknis sulit untuk digunakan dan berkaitan dengan tingkat keberhasilan lebih
rendah dari anestesi spinal, terutama di tangan yang kurang berpegalaman. Hal ini disebabkan kegagalan
dalam mengenali pungsi dural sekunder untuk memperlambat aliran melalui jarum kecil, menyebabkan
tusukan berganda dan berulang. Insiden dari PDPH dengan jarum Whitacre 25-gauge (tidak tajam)
kurang daripada jarum Quincke 27-gauge (tajam). Morbiditas terkait dengan pungsi lumbal dapat
dikurangi dengan pemilihan yang tepat dari sebuah pengukur jarum yang tepat dan konfigurasi ujung
jarum.6
E. FAKTOR RESIKO
Sejumlah faktor dilaporkan turut mempengaruhi kejadian PDPH, dan informasi ini didasarkan pada
laporan kasus klinis dan studi sebelumnya, ada hubungan kuat antara timbulnya sakit kepala dan ukuran
jarum, usia, jenis kelamin, kehamilan, desain bevel dan arah penusukan bevel. Perempuan, khususnya
selama kehamilan dan terutama setelah post partus spontan, dianggap memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk mengalami PDPH. Insiden PDPH tertinggi antara usia 18 – 30 tahun dan menurun pada anak-anak
muda usia kurang dari 13 tahun dan dewasa yang lebih tua dari 60 tahun. Kejadian lebih besar pada
pasien dengan indeks masa tubuh lebih rendah. Wanita yang mengalami obesitas sebenarnya memiliki
8
insiden PDPH yang lebih rendah. Ini mungkin karena peningkatan tekanan intraabdomen dapat bertindak
sebagai pengikat perut yang membantu untuk menutup kerusakan pada dura dan mengurangi hilangnya
CSS. Wanita yang lebih muda mungkin berada pada resiko yang lebih besar karena elastisitas serat dura
meningkat yang menjaga kerusakan paten dura dibandingkan dengan dura yang kurang elastis pada
pasien lebih tua. Pasien dengan sakit kepala sebelum pungsi lumbal dan riwayat PDPH juga lebih
beresiko. Tidak ada hubungan yang diketahui antara diagnosis sakit kepala migrain dan peningkatan
kejadian PDPH setelah anestesi regional. Mungkin ada beberapa korelasi antara sejarah dari motion
sickness dan PDPH. Faktor lain yang penting adalah pengalaman orang yang melakukan prosedur yang
mengarah pada tusukan ke dura. Spinal secara kontinu mengurangi kejadian PDPH bila dibandingkan
Lybecker menyarankan bahwa orientasi bevel mungkin bahkan lebih penting daripada ukuran jarum
dan tidak bisa menunjukkan perbedaan ketika menggunakan jarum 22 dan jarum 25-gauge, saat bevel itu
berorientasi vertikal. Read et al menyarankan bahwa arah miring jarum akan mengurangi kejadian PDPH.
Arakhnoid erat melekat dengan dura, dan ketika jarum maju tegak lurus, lubang yanng dibuat oleh bevel
di daerah dura dan arakhnoid ecara langsung sejalan satu sama lain. Ketika jarum diarahkan miring,
pungsi dural tidak membatasi pada lapisan arakhnoid, sehingga menghalangi kebocoran CSS.2
PDPH biasanya bermanifestasi sebagai sakit kepala, postural frontal, frontotemporal, atau oksipial,
diperparah dengan ambulasi dan ditingkatkan dengan posisi dekubitus, terjadi dalam 48 jam setelah
pungsi dural. Gejala-gejala yang menyertai biasanya mual, muntah dan leher kaku. Gejala lainnya yaitu
keluhan mata seperti fotofobia dan diplopia, dan keluhan pendengaran seperti tinitus dan hiperakusis.
Kasus pertama diplopia setetlah pungsi dural dilaporkan oleh Quincke lebih dari 100 tahun yang lalu.
Diplopia atau kelumpuhan otot luar mata (EOMP) setelah pungsi dural telah dilaporkan, terutama dalam
literatur neurologi dan oftalmologi. Karena tampaknya ada periode jendela sebelum diplopia
9
bermanifestasi setelah pungsi dural. Diplopia biasanya terjadi 4 – 10 hari setelah pungsi dural tetapi dapat
bermanifestasi sampai akhir minggu ketiga. Kendali pemulihan secara umum dapat diharapkan dalam
dua minggu sampai delapan bulan, meskipun kasus permanen jarang dilaporkan.6
G. PENCEGAHAN
kemampuan ibu baru dalam merawat bayinya dan dapat memperpanjang lama rawat inap
di RS. PDPH juga dapat mengganggu aktivitas pasien pasca-pungsi dura, sehingga perlu
dicegah dan diobati. Pada kasus yang lebih jarang, PDPH dapat dikaitkan dengan
komplikasi serius seperti hematoma subdural, kejang, dan trombosis sinus sagital.2
Jika PDPH tidak dapat sepenuhnya dicegah, perhatian ditujukan pada prosedur yang
dapat menurunkan jumlah kasus PDPH. Faktor risiko PDPH dapat dikaitkan dengan
Untuk menurunkan kasus PDPH, maka dipilih jarum sekecil mungkin untuk prosedur
spesifik, lebih dipilih jarum atraumatik, digunakan orientasi paralel dari jarum terhadap
sumbu panjang tulang belakang, sudut insersi yang curam, dan dokter yang cukup
Jarum spinal dengan ukuran yang lebih kecil dari ujung titik pensil seperti jarum
Whitrace dan Sprotte dikaitkan dengan tingkat PDPH yang lebih rendah. Jarum pencil
point menyebabkan lubang dura menutup lebih cepat. Idealnya, digunakan jarum spinal
10
Teknik Blok Neuraksial
Epidural dapat diinsersi menggunakan LORS (loss of resistance to saline) atau LORA
(loss of resistance to air). LORS yang dilakukan dengan tekanan kontinu syringe plunger
dapat mempunyai efek perpindahan dura secara anterior karena pendekatan jarum,
intermiten dengan udara, dan lebih dipilih dibanding LORA. Sebagai tambahan, pungsi
dura tidak sengaja saat menggunakan LORA dapat menyebabkan pneumosefalus yang
H. TERAPI
metode terapi konservatif, tetapi pada beberapa kasus yang jarang, dapat berlanjut hingga
Penatalaksanaan Konservatif
Kebanyakan pasien berespons baik terhadap metode terapi konservatif untuk PDPH,
Review Cochrane saat ini menyimpulkan bahwa tirah baring rutin setelah pungsi dura
menghindari dehidrasi dapat disarankan untuk memperbaiki derajat PDPH. Karena terapi
konservatif bekerja pada sekitar 50% pasien PDPH dalam 4 hari, maka direkomendasikan
paracetamol reguler dan obat anti-infl amasi steroid (jika ditoleransi) dapat mengontrol
11
Penatalaksanaan Medis Agresif
Penatalaksanaan medis agresif PDPH meliputi blok saraf oksipital, infus intravena
methylxanthin, dan terapi lain. Banyak obat telah direkomendasikan untuk pengobatan
PDPH, dan juga telah diuji dalam beberapa uji klinik, tetapi masih ada beberapa
Derivat Methylxanthin
Derivat methylxanthin, meliputi caff eine dan aminophylline, sering digunakan untuk
terapi PDPH meskipun belum terbukti efektif dalam beberapa uji klinik dan hanya
Caffeine dilaporkan pertama kali untuk terapi PDPH tahun 1949. Caff eine merupakan
stimulan susunan saraf pusat dan diperkirakan mempengaruhi PDPH dengan menginduksi
vasokonstriksi serebral. Dosis yang digunakan 75-500 mg, diberikan secara oral, IM, atau
IV. Konsensus Amerika saat ini menyimpulkan bahwa manfaat caff eine pada PDPH
tidak beralasan. Caff eine dikaitkan dengan efek samping aritmia jantung dan kejang
maternal. Pada dosis tinggi (>300 mg), caff eine dapat masuk ke ASI dan berpotensi
12
Efek samping utama derivat methylxanthin meliputi stimulasi sistem saraf pusat,
kejang, iritasi lambung, dan disaritmia jantung, yang membatasi penggunaannya pada
Berbagai laporan telah menunjukkan bahwa obat berikut ini mungkin efektif dalam
1. ACTH
Dilaporkan pertama kali efektif untuk terapi PDPH tahun 1990-an. Mekanisme kerja
glucocorticoid.2
Gupta, dkk. melaporkan hilangnya nyeri kepala pada 40 dari 48 pasien setelah injeksi
60 U ACTH IM. Collier, dkk. melaporkan hilangnya nyeri kepala secara lengkap pada 14
dari 20 pasien dengan nyeri kepala ortostatik pascapungsi dura setelah 1,5 u/kg ACTH
diinfuskan selama 1 jam dalam 1-2 L larutan RL.1 Namun, dalam suatu uji klinik acak
dengan kontrol tahun 2004 tidak menemukan efek injeksi IM tunggal ACTH sintetik
2. Mirtazapine
mirtazapine menjelang tidur selama 3 hari pada pasien yang tidak membaik setelah terapi
konservatif.1
13
3. Gabapentin
Ero, dkk. melaporkan hasil dari suatu studi acak, tersamar ganda, dengan control
plasebo pada 20 pasien PDPH yang diberikan gabapentin 900 mg, 3 kali sehari selama 4
hari yang menunjukkan bahwa skor VAS nyeri secara bermakna lebih rendah pada
4. Pregabalin
pada 2 pasien.1
5. Methergin
Hakim, dkk. melaporkan hilangnya gejala pada 24 dari 25 pasien setelah 3 hari
diberikan methergin 0,25 mg, 3 kali sehari dan 10 mg metoclopramide oral 2 kali sehari
selama 48 jam.1
6. Hydrocortisone
Ashraf, dkk. melaporkan hasil studi acak, tersamar ganda, dengan kontrol plasebo
intensitas nyeri yang bermakna pada 6, 24, dan 48 jam setelah terapi dibanding control
Telah dilakukan suatu review dari data uji klinik acak dengan kontrol yang diambil
dari Cochrane Central Register of Controlled Trials (CENTRAL, The Cochrane Library
2012, Issue 5), MEDLINE (1950 - Mei 2012), EMBASE (1980 - Mei 2012), dan
14
CINAHL (1982 - Juni 2012), untuk menilai efektivitas dan keamanan obat untuk
Dari 10 uji klinik yang dianalisis (1611 subjek dengan 72% wanita, dan kebanyakan
ibu yang melahirkan, setelah pungsi lumbal untuk anestesi regional), dengan obat yang
dinilai meliputi morphine epidural dan spinal, fentanyl spinal, caff eine oral, indomethacin
rektal, cosyntropin IV, aminophylline IV, dan dexamethasone IV, hasilnya menunjukkan
sebaliknya.3
Untuk efek samping, morphine spinal meningkatkan kejadian gatal jika dibandingkan
dengan plasebo, dan morphine epidural meningkatkan kejadian mual dan muntah
dengan plasebo. Tidak ada bukti yang dapat disimpulkan untuk obat fentanyl, caffeine,
Dilakukan pertama kali tahun 1960 oleh dokter bedah Amerika, Dr. James Gormley.
EBP melibatkan injeksi darah autologus (darah pasien sendiri) ke dalam ruang epidural,
dengan volume optimal 10-20 mL. Tingkat keberhasilan menurut studi saat ini hanya
50%.2
Mekanisme yang mendasari EBP adalah kompresi sakus dural untuk meningkatkan
yang dihasilkan dapat mempunyai efek patch pada robekan dura dan volume darah yang
15
ditransfusikan ke dalam ruang epidural meningkatkan tekanan intracranial dan
Meskipun waktu yang optimal untuk memberikan terapi EBP tampaknya adalah 24
jam setelah pungsi dura, terdapat laporan kasus PDPH yang mempunyai durasi lebih dari
Sebaiknya tidak dilakukan jika ada leukositosis atau demam karena risiko meningitis.
Komplikasi minor meliputi nyeri punggung, nyeri leher, dan bradikardi sementara,
Merupakan pilihan atraktif dalam pungsi dura dengan jarum Tuohy yang dapat
mencegah PDPH selanjutnya. Namun, popularitas PEBP ini menurun karena sejumlah
alas an seperti bukti yang terbatas bahwa PEBP menurunkan kebutuhan EBP (epidural
blood patch) terapeutik, peningkatan penggunaan kateter intratekal setelah pungsi dura
yang dapat menurunkan risiko PDPH selanjutnya, beberapa pungsi dura tidak
Sejumlah cairan, kristaloid atau koloid, telah diinfuskan ke dalam ruang epidural dan
kepala sementara. Efek jangka panjang partikel koloid dalam ruang epidural belum
diketahui.2
16
4. Morphine epidural
Suatu studi acak kecil menemukan bahwa morphine epidural 3 mg dapat menurunkan
terjadinya PDPH dan kebutuhan EBP setelah pungsi epidural yang tidak disengaja.2
Metode terapi invasif agresif digunakan jika EBP gagal. Pertama, diagnosis PDPH
Pada metode ini, dokter bedah harus tahu secara pasti lokasi kebocoran cairan
serebrospinal.1
I. PROGNOSIS
Meskipun PDPH biasanya dapat sembuh secara spontan, tetapi sangat tidak menyenangkan, dan
dapat memperpanjang masa rawat di rumah sakit. Pengobatan yang efektif terbatas sehingga tindakan
termasuk penggunaan jarum yang cocok dan perolehan ketrampilan yang tepat dalam melakukan pungsi
17
BAB III
KESIMPULAN
Meski tidak mengancam jiwa, PDPH membawa morbiditas yang membatasi aktivitas sehari-hari.
Pengobatan simtomatik seperti istirahat, cairan, analgesik, kafein, dan sumatriptan hanya menunda
ketidaknyamanan. Epidural blood patch tetap menjadi pengobatan invasif pilihan, sekitar 70% keberhasilan
dalam jangka lama setelah injeksi awal. Manfaat dari profilaksis blood patching tidak begitu jelas tapi layak
dipertimbangkan bagi mereka yang pling beresiko terkena PDPH, seperti pada pasien postpartum dan perforsi
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Bready LL, Dilman D, Noorily SH. Decision Making in Anesthesiology : an Algorithmic Approach.
2. Finucane BT. Complications of Regional Anesthesia. Canada : Springer Science; 2007 : 177-80
3. Latief SA, Suryadi KA, Dechlan MR. Petunjk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan
4. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC; 2013 : 356
6. Ghaleb A. Postdural Puncture Headache. Anesthesiology Research and Practice Vol. 2010 (Last update :
14 Februari 2015
7. Morgan GE, Mikail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology 4th ed. New York : Lange Medical Book;
2006 : 298-312
8. Dureja. Regional Anesthesia and Pain Management : Current Perspectives. India : Elsevier; 2007 : 163-4
9. Campbell NJ. Effective Managemen of The Post Dural Puncture Headache. Anesthesia Tutorial of The
10. Frank RL. Lumbar Puncture and Post Dural Puncture Headache. Impliations for The Emergncy
19