Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Kebutuhan Bergerak dan Mempertahankan Sikap yang Dibutuhkan


(bergerak, duduk, berbaring)
1.1 Definisi/ Deskripsi Kebutuhan Bergerak dan Mempertahankan Sikap yang
Dibutuhkan.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi (Mubarak, 2008).
Mobilisasi adalah kemampuan orang untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat, memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup
sehari-hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi
diri dari trauma), mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi
dengan gerakan tangan nonverbal.
Kebutuhan aktivitas atau pergerakan dan istirahat tidur merupakan
suatu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempegaruhi.Salah
satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang tidak terlepas
dari keadekuatan sistem persarafan dan musculoskeletal.
Manusia mempunyai kebutuhan untuk bergerak agar dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya dan melindungi diri dari
kecelakaan.Mekanika tubuh adalah usaha koordinasi dari muskuskeletal
dan sistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat.
Mekanika tubuh adalah cara menggunakan tubuh secara efisien, yaitu
tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi secara aman dalam
menggerakkan serta mempertahankan keseimbangan dalam beraktivitas.
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas).
1.2 Fisiologi Sistem/ Fungsi Normal SistemMuskuloskeletal
Fungsi tulang, sendi, dan otot:
a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk pada rangka. Misal
tulang tengkorak memberi bentuk pada wajah.
b. Melindungi organ organ tubuh seperti kranium (tulang otak)
melindungi otak,tulang rusuk melindungi jantung dan paru-paru
c. Pergerakan. Misal tulang dan otot merupakan alat gerak yang
berkaitan erat. Tulang tidakdapat bergerak bila tidak dapat
digerakan otot. Karena tulang tidak dapatbergerak dengan
sendirinya tanpa bantuan otot sehingga tulang sebagai alatgerak
pasif dan otot sebagai alat gerak aktif (karena sebagai penggerak
tulang).
d. Tempat melekatnya otot untuk pergerakan tubuh
e. Gudang menyimpannya mineral seperti kalsium dan
hematopoiesis. Kalsium berfungsi untuk mencegah osteoporosis
dan melancarkan peredaran darah sedangkan hematopoesis adalah
pembentukan komponen sel darahdimana terjadi proliferasi,
maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak.
f. Fungsi utama sendi adalah untuk memberikan fleksibilitas dan
pergerakan pada tempatnya, juga sebagai poros anggota gerak. Ada
beberapa sendi dalam tubuh yang hanya memberikan sedikit
pergerakan, namun tetap saja sangat berfungsi untuk memberikan
kestabilan pada tubuh kita.
g. Fungsi otot
Otot dapat berkontraksi karena adanya rangsangan.Umumnya otot
berkontraksi bukan karena satu rangsangan, melainkan karena
suatu rangkaian rangsangan berurutan. Rangsangan kedua
memperkuat rangsangan pertama dan rangsangan ketiga
memperkuat rangsangan kedua . Dengan demikian terjdilah
ketegangan atau tonus yang maksimum .Tonus yang maksimum
terus – menerus disebut tetanus.
Selanjutnya, ada 2 tipe otot, yaitu otot merah dan otot putih.
Otot merah kaya akan suplai darah, mengandung mitokondria dan
mioglobin. Mioglobin merupakan senyawa seperti hemoglobin
yang mampu mengikat O2 dan menyimpannya di dalam otot.Otot
merah juga mengoksidasi asam lemak untuk memeperoleh
energi.Sebaliknya, otot putih memiliki sedikit darah, mitokondria,
dan mioglobin.Akan tetapi, otot putih terspesialisasi untuk
melakukan pernapasan anaerobik untuk menghasilkan energi tanpa
O2 sehingga cepat berkontraksi meskipun cepat lelah.

Sifat kerja otot:


A. Antagonis
Otot antagonis adalah dua otot atau lebih yang tujuan kerjanya
berlawanan. Jika otot pertama berkontraksi dan yang kedua berelaksasi,
akan menyebabkan tulang tertarik atau terangkat. Sebaliknya, jika otot
pertama berelaksasi dan yang kedua berkontraksi akan menyebabkan
tulang kembali ke posisi semula. Contoh otot antagonis adalah otot bisep
dan trisep. Otot bisep adalah otot yang memiliki dua ujung (dua tendon)
yang melekat pada tulang dan terletak di lengan atas bagian depan. Otot
trisep adalah otot yang memiliki tiga jung (tiga tendon) yang melekat pada
tulang, terletak di lengan atas bagian belakang. Untuk mengangkat lengan
bawah, otot bisep berkontraksi dan otot trisep berelaksasi.Untuk
menurunkan lengan bawah, otot trisep berkontraksi dan otot bisep
berelaksasi. Antagonis juga adalah kerja otot yang kontraksinya
menimbulkan efek gerak berlawanan, contohnya adalah:
1. Ekstensor(meluruskan) dan fleksor (membengkokkan), misalnya otot
trisep dan otot bisep.
2. Abduktor (menjauhi badan) dan adductor (mendekati badan) misalnya
gerak tangan sejajar bahu dan sikap sempurna.
3. Depresor (ke bawah) dan adduktor ( ke atas), misalnya gerak kepala
merunduk dan menengadah.
4. Supinator (menengadah) dan pronator (menelungkup), misalnya gerak
telapak tangan menengadah dan gerak telapak tangan menelungkup.
B. Sinergis
Sinergis juga adalah otot-otot yang kontraksinya menimbulkan gerak
searah.Contohnya pronator teres dan pronator kuadratus (Otot yang
menyebabkan telapak tngan menengadah atau menelungkup). Otot sinergis
adalah dua otot atau lebih yang bekerja bersama – sama dengan tujuan
yang sama. Jadi, otot – otot itu berkontraksi bersama dan berelaksasi
bersama.Misalnya, otot – otot antar tulang rusuk yang bekerja bersama
ketika kita menarik napas, atau otot pronator, yaitu otot yang
menyebabkan telapak tangan menengadah atau menelungkup.Gerakan
pada bagian tubuh, umumnya melibatkan kerja otot, tulang, dan sendi.
Apabila otot berkontraksi, maka otot akan menarik tulang yang dilekatinya
sehingga tulang tersebut bergerak pada sendi yang dimilikinya.
Otot yang sedang bekerja akan berkontraksi sehingga otot akan
memendek, mengeras, dan bagian tengahnya menggembung. Karena
memendek, tulang yang dilekati otot tersebut tertarik atau
terangkat.Kontraksi satu macam otot hanya mampu untuk menggerakan
tulang ke satu arah tertentu.Agar tulang dapat kembali ke posisi semula,
otot tersebut harus mengadakan relaksasi.Namun relaksasi otot ini saja
tidak cukup.Tulang harus ditarik ke posisi semula. Oleh karena itu, harus
ada otot lain yang berkon traksi yang merupakan kebalikan dari kerja otot
pertama. Jadi, untuk menggerakan tulang dari satu posisi ke posisi yang
lain, kemudian kembali ke posisi semula, diperlukan paling sedikit dua
macam otot dengan kerja berbeda.Berdasarkan tujuan kerjanya tadi, otot
dibedakan menjadi otot antagonis dan otot sinergis.
 Tahap-tahap kontraksi dan relaksasi otot
a. Sinyal listrik masuk ke dalam sel saraf yang menyebabkan sel saraf
mengeluarkan sinyal kimia (neurotransmiter) di celah (sinapsis) antara sel
saraf dan sel otot.
b. Sinyal kimia memasuki sel otot dan berikatan langsung dengan protein
reseptor yang ada di membrane plasma sel otot (sarkolema) dan
menimbulkan potensial aksi di sel otot.
c. Potensial aksi yang terjadi ini menyebar ke seluruh bagian sel otot dan
masuk ke sel melalui T-tubule.
d. Potensial aksi membuka gerbang bagi tempat penyimpanan kalsium
(sarcoplasmic reticulum).
e. Ion Ca2+ bergerak ke sitoplasma sel otot (sarkoplasma) tempat di mana
aktin dan miosin berada.
f. Ion kalsium berikatan pada molekul troponin-tropomiosin yang terletak di
daerah lekukan filamen aktin. Biasanya molekul tropomiosin melilit aktin
di mana miosin dapat membentuk crossbrigdes.
g. Saat berikatan dengan ion kalsium, troponin mengubah bentuk dan
menggeser tropomiosin keluar dari lekukan aktin, memperlihatkan ikatan
aktin-miosin.
h. Miosin berinteraksi dengan aktin melalui putaran crossbrigdes. Dan
kemudian otot berkontraksi, menghasilkan tenaga dan memendek.
i. Setelah potensial aksi lewat gerbang Ca2+ menutup kembali, Ca2+ yang ada
di retikulum sarkoplasma akhirnya dilepaskan dari sarkoplasma.
j. Saat itu juga troponin kehilangan konsentrasi Ca2+.
k. Troponin kembali ke posisi semula dan tropomiosin kembali melilit ikatan
aktin-miosin di filamen aktin.
l. Karena tidak terbentuknya site di mana terjadi ikatan aktin-miosin, maka
tidak ada crossbridges yang terbentuk dan otot kembali rileks.
Semua aktivitas di atas memerlukan energi.Otot menggunakan
energi dalam bentuk ATP.Energi dari ATP dipakai untuk mengulang
kembali dari awal kepala crossbridges miosin dan melepaskan filamen
aktin. Dan untuk menghasilkan ATP, otot melakukan hal berikut:
1. Memecah fosfokreatin (bentuk penyimpanan fosfat berenergi tinggi) dan
menambahkan fosfat pada ADP untuk membentuk ATP.
2. Melakukan respirasi anaerob, menghasilkan asam laktat dan membentuk
ATP.
3. Melakukan respirasi aerob, memecah glukosa, lemak, dan protein dalam
suasana O2 menghasilkan ATP.
1.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Sistem
Muskuloskeletal
a. Gaya Hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat
pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti
oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya
dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan
senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya;
seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang
pramugari atau seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan
kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru
menjalani operasi.Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk
bergerak lebih lamban.Ada kalanya klien harus istirahat di tempat
tidurkarena mederita penyakit tertentu misalnya; CVA yang berakibat
kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam
melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki
setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai
mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan
sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi,
orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan
orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam
masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya
dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

1.4 Macam- macam Gangguan yang mungkin Terjadi pada Sistem


Muskuloskeletal
Macam- macam penyakit tulang dan otot
Macam-macam Penyakit Tulang:
1) Osteoporosis, penyakit tulang rapuh yang disebabkan kekuatan
tulang menurun sehingga rapuh dan mudah patah. Osteoporosis
disebabkan oleh kurangnya kalsium pada tulang.
2) Osteomalacia, tulang menjadi lunglai, penyakit tulang yang satu ini
disebabkan oleh kekurangan vitamin D atau bisa disebabkan oleh
metabolisme pada tubuh. Penyakit tulang osteomalacia sama
seperti osteoporosis tulang akan mudah kropos dan patah.
3) Rickets, penyakit rickets sering terjadi pada anak-anak yang sedang
dalam masa pertumbuhan. Penyakit ini disebabkan oleh
penumpukan kalsium di tulang atau
akibat radiasi matahari.
4) Ankilosis, gangguan pada persendian, sehingga sendi tidak bisa
digerakkan dan dimana ujung-ujung antara tulang terasa bersatu.
5) Kiposis, gangguan pada tulang belakang, sehingga tulang belakang
penderita melengkung ke depan dan muncul badan menjadi
bongkok.
Macam- macam penyakit pada sistem otot:
1) Distrofi otot, ini adalah penyakit genetik merupakan kelompok
penyakit otot bawaan yang menyebabkan kerusakan serat-serat
otot. Gejala-gejala penyakit distrofi otot termasuk kelemahan,
kehilangan mobilitas dan kurangnya koordinasi. Penyakit yang
paling umum diklasifikasikan sebagai distrofi otot Duchenne
adalah, Becker, tungkai korset, kongenital, facioscapulohumeral,
miotonik, Oculopharyngeal, distal, dan Emery-Dreifuss. Fakta
dasar tentang distrofi otot adalah bahwa tidak ada obat khusus
untuk distrofi otot.
2) Serebral palsi, palsi serebral adalah salah satu penyakit yang
mempengaruhi sistem otot, di mana sikap orang, keseimbangan
dan motorik fungsinya yang terpengaruh. Kerusakan otak selama
atau sebelum melahirkan menyebabkan hilangnya kebugaran otot,
menyebabkan masalah melaksanakan tugas-tugas fisik pada anak-
anak. Ini adalah salah satu kelainan bawaan yang paling umum.
3) Fibrodysplasia ossificans progressive, ini adalah kelainan bawaan
yang sangat langka yang menyebabkan jaringan lunak menjadi
keras seperti tulang secara permanen. Hal ini menyebabkan otot-
otot, tendon, ligamen serta jaringan ikat lainnya untuk tumbuh
tulang antara sendi. Dengan demikian, menyebabkan pembatasan
permanen gerakan. Tidak ada Fibrodysplasia ossificans progressiva
(FOP) pengobatan yang efektif dan nyeri dikontrol dengan
menggunakan obat-obatan.
4) Dermatomiositis, inflamasi miopati yang mengarah ke otot kronis
dan peradangan kulit disebut dermatomiositis. Ini adalah penyakit
autoimun yang progresif dari jaringan ikat yang menyebabkan
kelemahan otot. Gejala dermatomiositis termasuk nyeri otot,
endapan kalsium mengeras di bawah kulit, radang saluran
pencernaan, perforasi usus, masalah paru-paru, demam, kelelahan
dan penurunan berat badan. Ini menyebabkan berwarna ruam
merah atau ungu kulit pada wajah, tangan, lutut, dada dan
punggung. Tidak ada obat untuk kelemahan otot yang progresif ini
tetapi dapat dikontrol dengan menggunakan kortikosteroid dan
obat imunosupresif.
5) Sindrom kompartemen, sindrom kompartemen kronis yang
disebabkan oleh kompresi dari pembuluh darah, saraf dan otot
dalam area tertutup tubuh. Hal ini menyebabkan kematian jaringan
akibat kekurangan oksigen. Gejala-gejala sindrom kompartemen
termasuk sakit parah otot, rasa sesak di otot, paresthesia,
kelumpuhan, dll Pengobatan melibatkan perawatan bedah segera,
disebut fasicotomy. Hal ini membantu dalam mengurangi tekanan
pada otot dan membantu mereka menjadi normal kembali.
6) Miastenia Gravis, merupakan penyakit autoimun kronis yang
ditandai dengan kelemahan otot dan kelelahan. Ada kerusakan
pada sambungan neuromuskuler dan dengan demikian, otak
kehilangan kontrol atas otot-otot ini. Ini myasthenia gravis
mengalami tanda dan gejala termasuk kelopak mata terkulai,
kesulitan menelan, kelelahan otot, kesulitan bernapas,
ketidakmampuan untuk mengontrol ekspresi wajah, dll Pengobatan
dan intervensi bedah adalah bagian dari pengobatan myasthenia
gravis.
7) Amyotrophic Lateral Sclerosis, adalah penyakit neurodegeneratif
yang serius. Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit Lou
Gehrig. Pada penyakit ini, motor neuron menghancurkan
menyebabkan hilangnya kontrol atas gerakan otot sadar. Gejala
awal ALS termasuk kesulitan menelan, napas dan berbicara.
Kelumpuhan adalah gejala penyakit lanjutan Lou Gehrig.
8) Myopathies mitokondria, adalah suatu kondisi dimana
mitokondria, pembangkit tenaga listrik sel, rusak. Gejala-gejala
penyakit ini neuromuskuler termasuk kelemahan otot, kelainan
irama jantung, ketulian, kebutaan dan gagal jantung. Dalam
beberapa kasus, itu mengarah padakejang, demensia, kelopak mata
terkulai dan muntah. Gejala lain termasuk kesulitan bernapas, mual
dan sakit kepala.
9) Rhabdomyolysis, rhabdomyolysis adalah suatu kondisi di mana
ada kerusakan otot rangka yang cepat. Hal ini menyebabkan serat
otot mengakibatkan perpecahan dalam mioglobin yang dilepaskan
ke dalam urin. Hal ini menyebabkan gagal ginjal karena mioglobin
adalah berbahaya untuk ginjal. Gejalarhabdomyolysis termasuk
kelemahan otot, kekakuan, dan nyeri. Jika terdeteksi dini, ada
kemungkinan pengobatan rhabdomyolysis. Pengobatan termasuk
penggunaan cairan intravena, dialisis serta hemofiltration pada
kasus yang berat.

B. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Kebutuhan Bergerak dan


Mempertahankan Sikap
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Serangan stroke, pada umumnya terjadi dengan sangat
mendadak baik pada saat pasien melakukan aktivitas ataupun sedang
istirahat.Biasanya muncul gejala seperti nyeri kepala, mual muntah,
badan mati sebelah atau lemah sebelah atau keseuruhan bahkan
terjadi penurunan kesadaran.Biasanya kebanyakan stroke disebabkan
oleh tekanan darah tinggi dan menyebabkan pasien tidak sadarkan
diri.
2.1.2 Pemeriksaan fisik:
A. Aktivitas dan istirahat.
Data Subyektif:
 kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis.
 Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
 Perubahan tingkat kesadaran.
 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum.
 Gangguan penglihatan.
B. Sirkulasi
Data Subyektif:
 Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung,
disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial),
polisitemia.
Data obyektif:
 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta
abdominal.
C. Eliminasi
Data Subyektif:
 Inkontinensia, anuria
 Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak
adanya suara usus(ileus paralitik)
D. Makan/ minum
Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang.
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif:
 Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum
dan faring)
 Obesitas (faktor resiko).
E. Sensori Neural
Data Subyektif:
 Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau
perdarahan sub arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat
seperti lumpuh/mati.
 Penglihatan berkurang.
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Data obyektif:
 Status mental : koma biasanya menandai stadium
perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis,
menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada
semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
 Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
 Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa),
kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif /
kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi
dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,
pendengaran, stimuli taktil.
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak
bereaksi pada sisi ipsi lateral.
F. Keamanan
Data obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat
objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah
yang pernah dikenali.
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan
regulasi suhu tubuh.
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.
G. Interaksi social
Data obyektif:
 Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000)
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark.
b. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
c. Pungsi Lumbal: menunjukan adanya tekanan normal, tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan.
d. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
e. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul


Diagnosa 1: Hambatan Mobilitas b/d kerusakan musculoskeletal dan
neuromuskuler
2.2.1 Definisi
Keterbatasan kebebasan bergerak diatas tempat tidur dari satu posisi
ke posisi yang lain,
2.2.2 Batasan karakteristik
Mengubah posisi dari terlentang ke posisi duduk
Mengubah posisi dari duduk ke posisi terlentang
Mengubah posisi dari terlentang ke posisi telungkup
Mengubah posisi dari telungkup ke posisi terlentang
Mengubah posisi dari terlentang ke posisi duduk selonjor
Mengubah posisi dari duduk selonjor ke posisi terlentang
2.2.3 Faktor yang berhubungan
 Faktor yang berhubungan Gangguan kognitif
 Dekondisi
 Kendala lingkungan
 Kekuatan otot yang tidak mencukupi
 Gangguan musculoskeletal
 Gangguan neuromuscular
 Obat sedatif
Diagnosa 2: Intoleransi Aktivitas b/d Imobilitas
2.2.1 Definisi
Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas sehari- hari yang ingin atau harus
dilakukan.
2.2.2 Batasan karakteristik
 Subjektif: ketidaknyamanan atau dyspnea saat beraktivitas,
melaporkan keletihan atau kelemahan seara verbal.
 Objektif: frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal
sebagai respon terhadap aktivitas, perubahan EKG yang
menunjukkan aritmia atau iskemia
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Tirah baring dan imobilitas
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: hambatan mobilitas b/d kerusakan musculoskeletal dan
neuromuskuler
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomescriteria): berdasarkan NOC
Joint movement: active
Self care: ADLs
Mobility level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, gangguan
mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a. Perawatan tirah baring: meningkatkan kenyamanan dan
keamanan serta pencegahan komplikasi untuk pasien yang
tidak mampu bangun dari tempat tidur
b. Promosi mekanika tubuh: memfasilitasi penggunaan postur
dan pergerakan dalam aktivitas sehari- hari untuk mencegah
keletihan dan keetegangan atau cedera musculoskeletal
c. Promosi latihan fisik/latihan kekuatan: memfasilitasi
pelatihan otot resistif secara rutin dan mempertahankan atau
kekuatan otot
d. Terapi latihan fisik/ mobilitas sendi: menggunakan gerakan
tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan atau
mengembalikan fleksibilitas sendi
e. Terapi latihan fisik/ pengendaian otot: menggunakan aktivitas
spesifik atau protocol latihan yang sesuai untuk meningkatkan
atau mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali
f. Pengaturan posisi: mengatur penempatan pasien atau bagian
tubuh pasien secara hati- hati untuk meningkatkan
kesejahteraan fisiologis dan pikologis
Diagnosa 2: intoleransi aktivitas b/d imobilitas
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomescriteria): berdasarkan NOC
Self care: ADLs
Toleransi aktivitas
Konservasi energi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien
bertoleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil:
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah, nadi, dan respirasi
b. Mampu melakukan aktivitas sehari- hari secara
mandiri
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a. Terapi aktivitas: memberi anjuran tentang dan bantuan aktivitas fisik.
b. Promosi latihan fisik/latihan kekuatan: memfasilitasi pelatihan otot
resistif secara rutin dan mempertahankan atau kekuatan otot
c. Terapi latihan fisik/ mobilitas sendi: menggunakan gerakan tubuh
aktif atau pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan
fleksibilitas sendi
d. Terapi latihan fisik/ pengendaian otot: menggunakan aktivitas
spesifik atau protocol latihan yang sesuai untuk meningkatkan atau
mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali
C. Daftar Pustaka

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta,


EGC, 2000.

Mubarak, Wahit Iqbal.2008.Buku ajar kebutuhan dasar manusia : teori & aplikasi
dalam praktek.Jakarta:EGC.

Potter, Perry.2006.Fundamental Keperawatan, edisi 4.Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Edisi revisi.


Jakarta.EGC

Singaraja, 04 Agustus 2017

Pembimbing,

(Ns. Luh Ayu Suardiani, S.Kep)

Anda mungkin juga menyukai