A. Etika Profesional
Etika secara harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara
terminologi kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang batasan baik atau
buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu hal untuk dilakukan dalam suatu pekerjaan
tertentu.
Dilema etika adalah Situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan
tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
1
Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali
jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar-benar
milik orang yang kehilangan tersebut.
Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus
ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan.
Misalnya penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak
akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya.
Dia mungkin akan memutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protes untuk
mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes maka penjual tidak
perlu memberitahu.
Selain itu pendekatan yang relatif sederhana untuk menyelesaikan dilema etika adalah sebagai berikut :
Bagian kode etik AICPA yang membahas prinsip prinsip prilaku profesional mencangkup
diskusi umum tentang karakteristik sebagai akuntan public, prinsip ini terdiri atas;
2
Tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota harus
melaksanakan pertimbangan profesional dan moral dalam seluruh keluarga.
Kepentingan public
Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak dalam suatu cara yang akan
melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan
komitmen pada profesionalisme.
Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, anggota harus
melaksanakan seluruh tanggung jawab profesional dengan perasaan integritas tinggi.
Objektivitas dan Independesi
Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik penugasan dalam
pelaksanaan tanggung jawab profesional.
Kecermatan dan keseksamaan
Anggota harus mengamati standar teknis dan standar etik profesi.
Lingkup dan sifat jasa
Anggota dalam praktik publik harus mengamati Prinsip prinsip Perilaku Profesional
dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan.
D. independensi propesi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen
di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuantan Publik yang
ditetapkan olh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi :
a) Independensi dalam fakta : Auditor benar-benar mempertahankan perilaku yang tidak bias
(independen) disepanjang audit
b) Independensi dalam penampilan : Pemakai laporan keuangan memiliki kepercayaan atas
independensi tsb.
Interpretasi Peraturan 101 melarang anggota yang terlibat untuk memiliki saham atu investasi
langsung lainnya dalam klien audit, karena hal itu berpotensi merusaj independensi audit aktual
(indepenensi dalam fakta), dan pasti akan mempengaruhi persepsi pemakai atas independensi auditor
(independensi dalam penampilan).
3
F. Kode peraturan lainnya
4
6. Peraturan 302-Honor Kontinjen
Setiap anggota yang melakukan praktik publik tidak diperkenankan untuk :
a) Melaksanakan jasa profesional dengan menerima honor kontinjen atau imbalan semacam
itu dari klien yang CPA atau kantor akuntan publiknya juga melaksanakan :
Suatu audit atau review atas laporan keuangan.
Suatu kompilasi laporan keuangan, dimana anggota mengharapkan atau mungkin
mengharapkan adanya pihak ketiga yang akan menggunakan lapora keuangan dan
laporan kompilasi yang tidak mengungkapkan kurangnya independensi
Pemeriksaan atas informsi keuangan prosfektif.
b) Membuat surat pemberitahuan pajak pengahasilan perdana atau yang telah diperbaiki atau
klaim atas pengembalian paja untuk honor kontinjen.
7. Peraturan 501-Tindakan Yang Mendiskreditkan
Seorang CPA tidak boleh melakukan suatu perbuatan yang mendiskreditkan profesi.
8. Peraturan 502-Periklanan Dan Bentuk Solisitasi Lainnya
Setiap anggota yang melakukan praktik publik tidak diperkenankan untuk mendapatkan klien
dengan cara memasang iklan atau bentuk solitasi lainnya dalam segala hal yang salah,
menyesatkan, atau menipu. Solitasi dengan cara memaksa, yang melampaui batas, atau melecehkan
dilarang.
9. Peraturan 503-Komisi Dan Honor Referral
a) Larangan Komisi Seorang AICPA yang melakukan praktik publik tidak diperkenankan
memberikan rekomendasi atau referensi produk atau jaa pihak lain kepada klien demi
mendapatkan komisi, atau memberikan rekomendasi atau referensi produk atau jasa yang
disediakan oleh klien untuk mendapatkan komisis, atau menerima komisi ketika CPA juga
sedang melaksanakan jasa berikut ini bagi klien :
Suatu audit atau review bagi laporan keuangan.
Kompilasi laporan keuangan.
Pemeriksaan laporan keuangan prospektif.
b) Pengungkapan Komisi Yang Diperkenankan.
c) Honor Referal Seorang CPA mendapatkan honor referral karena merekomendasikan atau
merujuk jasa CPA apapun kepada setiap orang atau entitas, atau yang membayar honor
referral untuk mendapatkan klien, harus mengungkapkan hal tersebut kepada klien.
10. Peraturan 505-Bentuk Organisasi Dan Nama
Seorang CPA dapat membuka praktik akuntan hanya dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh
hukum dan peraturan Negara bagian yang cirri-cirinya sesuai dengan ketentuan dari resolusi dewan.
5
Seorang CPA tidak diperkenankan membuka praktik akuntan publik dengan nama yang dapat
menyesatkan. Nama dari satu pemilik yang lama dapat dicantumkan dalam nama kantor organisasi
penrus. Sebuah kantor tidak dapat menyebut dirinya sendiri sebagai “Anggota American institute
of certified publik accountans”, kecuali semua partner atau pemiliknya adalah anggota dari lembaga
tersebut.
Standar Audit (SA) ini mengatur tentang tanggung jawab auditor untuk mempertimbangkan
peraturan perundang-undangan dalam audit atas laporan keuangan.
6
Meminta keterangan kepada manajemen tentang kebijakan dan prosedur yang
dilakukan oleh entitas untuk mematuhi peraturan perundang-undangan
Meminta keterangan kepada manajemen tentang kebijakan dan prosedur yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mencatat tuntutan litigasi
tersebut berdasarkan standar akuntansi yang berlaku
C. Auditor harus melaksanakan prosedur audit berikut ini untuk membantu dalam
menemukan kejadian atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lain
yang dapat berdampak material terhadap laporan keuangan :
Meminta keterangan kepada manajemen dan apabila relevan, pihak-pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola, mengenai tingkat kepatuhan entitas terhadap
peraturan perundang-undangan tersebut
Menginspeksi korespondensi. Jika ada dengan pihak berwenang yang menerbitkan
izin atau peraturan.
D. Auditor harus melaksanakan prosedur audit berikut ini untuk membantu dalam
menemukan kejadian atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lain
yang dapat berdampak material terhadap laporan keuangan :
Meminta keterangan kepada manajemen dan apabila relevan, pihak-pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola, mengenai tingkat kepatuhan entitas terhadap
peraturan perundang-undangan tersebut
Menginspeksi korespondensi. Jika ada dengan pihak berwenang yang menerbitkan
izin atau peraturan.
E. Auditor harus meminta kepada manajemen dan, jika relevan, pihak-pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola untuk memberikan representasi tertulis bahwa mereka
telah mengungkapkan kepada auditor seluruh ketidakpatuhan atau dugaan ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang mereka ketahui, yang dampaknya harus
dipertimbangkan pada saat penyusunan laporan keuangan.
F. Dalam kondisi tanpa adanya identifikasi atau dugaan ketidakpatuhan, auditor tidak
diharuskan untuk melaksanakan prosedur audit terkait dengan kepatuhan entitas terhadap
peraturan perundang-undangan.
2. PROSEDUR AUDIT PADA SAAT KETIDAKPATUHAN TERINDETIFIKASI ATAU
DIDUGA TERJADI
A. Jika auditor mengetahui informasi mengenai suatu kejadian ketidakpatuhan atau dugaan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, auditor harus memperoleh:
Pemahaman atas sifat ketidakpatuhan dan kondisi terjadinya ketidakpatuhan.
7
Informasi lebih lanjut untuk mengevaluasi dampak yang mungkin terjadi
terhadap laporan keuangan.
B. Jika auditor menduga kemungkinan terjadi ketidakpatuhan, maka auditor harus membahas
hal tersebut dengan manajemen dan, jika relevan dengan pihak-pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola. Jika manajemen atau, jika relevan pihak-pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola tidak dapat memberikan informasi memadai yang mendukung
kepatuhan entitas terhadap peraturan perundang-undangan dan, dalam pertimbangan
auditor, dampak dugaan ketidakpatuhan tersebut material terhadap laporan keuangan,
maka auditor harus mempertimbangkan keputusan untuk memperoleh advis hukum.
C. Jika informasi tentang dugaan adanya ketidakpatuhan tidak cukup diperoleh, auditor harus
mengevaluasi dampak tidak memadainya bukti audit yang cukup dan tepat tersebut
terhadap opini auditor.
D. Auditor harus melakukan evaluasi atas implikasi ketidakpatuhan terhadap aspek-aspek lain
dalam audit, termasuk penilaian risiko yang dilakukan auditor dan keandalan representasi
tertulis, serta mengambil tindakan yang semestinya.
3. PELAPORAN ATAS KETIDAKPATUHAN YANG DI IDENTIFIKASI ATAU DIDUGA
TERJADI
A. Pelaporan ketidakpatuhan Kepada Pihak-Pihak yang Bertanggung Jawab atas Tata Kelola.
Kecuali jika semua pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola ikut terlibat
dalam manajemen entitas, dan oleh karena itu mereka menyadari permasalahan
yang terkait dengan ketidakpatuhan yang terjadi atau diduga terjadi yang sudah
dikomunikasikan oleh auditor, maka auditor harus mengomunikasikan kepada
pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola permasalahan yang berkaitan
dengan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ditemukan
auditor selama pelaksanaan audit.
Apabila berdasarkan pertimbangan auditor, ketidakpatuhan seperti yang
disebutkan diatas dilakukan secara sengaja dan bersifat material, maka auditor
harus mengomunikasikan dengan segera hal tersebut kepada pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola.
Jika auditor menduga bahwa manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas
tata kelola terlibat dalam ketidakpatuhan, maka auditor harus mengomunikasikan
hal tersebut kepada pihak berwenang dalam entitas yang memiliki tingkat otoritas
yang lebih tinggi, jika ada seperti komite audit atau dewan pengawas. Apabila
pihak dengan otoritas lebih tinggi tidak dimiliki oleh entitas, atau auditor tidak
8
yakin kepada siapa dia harus melapor , maka auditor harus mempertimbangkan
kebutuhan untuk mendapatkan advis hukum.
B. Pelaporan Ketidakpatuhan dalam Laporan Auditor atas Laporan Keuangan
Sesuai dengan SA 705, jika auditor menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan
berdampak material terhadap laporan keuangan, maka auditor dapat menyatakan
suatu opini wajar dengan pengecualian atau suatu opini tidak wajar atas laporan
keuangan tersebut.
Jika auditor dihalangi oleh manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas
tata kelola untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat untuk mengevaluasi
apakah ketidakpatuhan yang mungkin berdampak material terhadap laporan
keuangan telah atau kemungkinan telah terjadi, maka auditor harus menyatakan
opini wajar dengan pengecualian atau pernyataan tidak memberikan opini atas
laporan keuangan atas basis pembatasan ruang lingkup audit, sesuai dengan SA
705.
Jika auditor tidak dapat menentukan adanya ketidkpatuhan karena keterbatasan
keadaan dan bukan karena pembatasan ruang lingkup oleh manajemen atau pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola, maka auditor harus mengevaluasi dampak
keterbatasan ini terhadap opini auditor, sesuai dengan SA 705.
C. Pelaporan Ketidakpatuhan kepada Otoritas Badan Pengatur dan Penegak Hukum
Jika auditor mengidentifikasi atau menduga adanya ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, auditor harus menentukan apakah ia mempunyai
tanggung jawab untuk melaporkan ketidakpatuhan yang diidentifikasi atau diduga
terjadi tersebut kepada pihak diluar entitas.
Auditor harus memasukan kedalam dokumentasi auditnya ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang diidentifikasi atau diduga terjadi
dan hasil diskusinya dengan manajemen, dan jika relevan, pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola, serta pihak lain diluar entitas.
9
DAFTAR PUSTAKA
Institut akuntan public Indonesia. Standar professional akuntan public. Salemba empat
Alvin A. Arens. Asuditing & jasa assurance edisi kelimabelas jilid I. Erlangga
10