Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan


yang ditandai adanya episode wheezing, kesulitan bernafas, dada yang
sesak,dan batuk. Inflamasi ini terjadi akibat peningkatan responsive saluran
pernapasan terhadap berbagai stimulus (Lemon-Burke, 2000). Berdasar
catatan WHO, ada sekitar 100–150 juta pasien asma di dunia. Angka
tersebut terus melonjak sebanyak 180.000 setiap tahunnya. Sedangkan di
Indonesia Departemen Kesehatan menyatakan asma sebagai penyebab
kematian nomor tujuh. Gangguan saluran pernapasan yang cukup serius ini
apabila tidak ditangani dengan baik dapat menghambat aktivitas pasien asma
hingga 30% (Supriyantoro, 2004).

Peningkatan kualitas hidup pasien asma dapat diwujudkan dengan


penatalaksanaan asma yang tepat. Tujuan akhir adalah kualitas hidup
penderita meningkat dengan tingkat keluhan minimal, tetapi memiliki
aktivitas maksimal. Penatalaksanaan yang tepat diantaranya membuat fungsi
paru mendekati normal, mencegah kekambuhan penyakit hingga mencegah
kematian, pendidikan pada pasien dan keluarganya. Karakteristik asma yang
diderita perlu diketahui untuk mengontrol secara berkala untuk evaluasi dan
meningkatkan kebugaran dengan olah raga yang dianjurkan seperti renang,
bersepeda, dan senam asma (Yunus, 2006).

Yayasan Asma Indonesia (YAI) telah merancang senam bagi peserta


Klub Asma yang disebut dengan Senam Asma Indonesia. Senam tersebut
salah satunya untuk meningkatkan kemampuan otot-otot yang berkaitan

1
mekanisme pernapasan, meningkatkan kapasitas serta efisiensi dalam proses
respirasi/pernapasan (Supriyantoro, 2004).

Berasarkan hasil penelitian oleh Camalia S. Sahat 1,2*, Dewi


Irawaty3, Sutanto Priyo Hastono. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori
yang menyatakan bahwa latihan atau senam dapat meningkatkan kekuatan
otot-otot pernapasan dan ventilasi paru pasien asma. Hal ini disebabkan
karena dengan latihan menyebabkan perangsangan pusat otak yang lebih
tinggi pada pusat vasomotor di batang otak yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan arteri dan peningkatan ventilasi paru.

Metode penelitian menggunakan kuasi eksperimen dengan desain


control group pretest-post test Desain ini digunakan untuk membandingkan
hasil intervensi pada kelompok intervensi. Kelompok intervensi merupakan
pasien asma yang melakukan senam 3x seminggu, yaitu hari Rabu, Jumat,
dan Minggu. Sedangkan kelompok kontrol merupakan pasien asma yang tidak
melakukan senam asma. Pengambilan sampel digunakan total sampel
dengan purposive sampling dari penjelasan sebelumnya yaitu terdapat
perbedaan rerata kekuatan otot pernapasan setelah senam asma antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Selain itu, ada perbedaan rerata
fungsi paru setelah senam asma antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Rerata kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru meningkat setelah
pasien melakukan senam asma.

B. Tujuan
1. Meningkatkan kemampuan otot-otot yang berkaitan mekanisme
pernapasan, meningkatkan kapasitas serta efisiensi dalam proses
respirasi/pernapasan pada penyakit asma
2. Mengetahui hubungan antara sebelum dan setelah mengikuti senam
asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma.

2
3. Mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien
asma terhadap senam asma
C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Jurnal ini dapat dijadikan sebagai informasi yang objektif mengenai
perilaku penderita asma dalam melakukan senam asma
2. Bagi perawat
Dapat dijadikan pertimbangan terutama bagi perawat pada saat
melakukan promosi kesehatan kepada pasien asma untuk melakukan
senam asma
3. Bagi instansi pendidikan
Dapat memberikan informasi atau gambaran mengenai perilaku pasien
asma dalam melakukan senam untuk pengembangan penelitian
selanjutnya

BAB II
RESUME JURNAL

A. Jurnal pertama
Judul penelitian : Peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru
Melalui senam asma pada pasien asma
Penulis : Camalia S. Sahat, Dewi Irawaty, Sutanto Priyo Hastono

3
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan
Obstruksi saluran pernapasan merupakan gangguan fisiologis terpenting pada
asma akut yang ditandai adanya episode wheezing, kesulitan bernafas,dada
yang sesak, dan batuk. Inflamasi ini terjadi akibat peningkatan responsive
saluran pernapasan terhadap berbagai stimulus. Gangguan ini akan
menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi sehingga proses
ventilasi terganggu.
Pasien dengan asma akan mengalami kelemahan pada otot-otot
pernapasan. Hal ini disebabkan oleh sering terjadi dypsnoe dan adanya
pembatasan aktivitas. Melatih otot-otot pernapasan dapat meningkatkan
fungsi otot respirasi, mengurangi beratnya gangguan pernapasan,
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, dan menurunkan gejala dypsnea
(Weiner, et al., 2003).
Senam asma yang dilakukan oleh pasien asma baik derajat ringan
maupun sedang selama delapan minggu berturut-turut, dimana seminggu
melakukan senam tiga kali, secara statistik dapat meningkatkan kekuatan otot
pernapasan sekitar 280 ml (41,4%). Namun, secara klinis peningkatan belum
mencapai nilai normal dari jumlah volume inspirasi maksimal sebagai
gambaran dari kekuatan otot pernapasan, yang nilai normalnya yaitu 1200 ml.
Olah raga dengan melatih otot-otot pernapasan seperti senam asma
secara rutin akan meningkatkan kerja jantung, sehingga peredaran darah ke
seluruh tubuh bertambah lancar, khususnya kepada otot tubuh termasuk otot
pernapasan. Aliran darah yang lancar akan membawa nutrisi dan oksigen
yang lebih banyak ke otot-otot pernapasan. Nutrisi yang cukup termasuk zat
kalsium dan kalium. Peningkatan ion kalsium dalam sitosol terjadi akibat
pelepasan ion yang semakin banyak dari retikulum sarkoplasmik. Ion kalsium
yang ada di dalam otot berfungsi untuk melakukan potensial aksi otot
sehingga massa otot dapat dipertahankan dan kerja otot dapat meningkat
(Guyton & Hall, 2001; Yunus, 2006)

4
Pengaruh Senam Asma terhadap Peningkatan Kekuatan Otot
Pernapasan dan Fungsi Paru adalah menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan
otot pernapasan setelah senam asma 956ml (SD= 223,76). Hasil uji statistik
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara rerata nilai
kekuatan otot pernapasan sebelum dan sesudah senam asma pada kelompok
intervensi (p= 0,0005; α= 0,05). Rata-rata nilai kekuatan otot pernapasan
setelah senam asma pada kelompok intervensi adalah sebesar 956 ml (SD=
223,76) dan kelompok control sebesar 648 ml (SD= 104,56). Hasil uji
statistic menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kekuatan otot
pernapasan setelah senam asma antara kelompok intervensi dengan kelompok
kontrol (p= 0,0005; α= 0,05). Rata-rata nilai fungsi paru setelah senam asma
pada kelompok intervensi adalah sebesar 80,22% (SD= 6,47) dan kelompok
kontrol sebesar 68,84% (SD= 5,566). Hasil uji statistik menyimpulkan
bahwa terdapat perbedaan rata-rata fungsi paru setelah senam asma antara
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p= 0,0005; α= 0,05).

B. Jurnal kedua
Judul penelitian : Senam asma mempengaruhi nilai arus puncak ekspirasi
anak dengan asma bronchiale
Penulis : Putu Susy Natha Astini, I Wayan Mustika, I Made Sugiarta.

Obstruksi saluran nafas pada pasien Asma dapat dinilai secara obyektif
dengan Volume Ekspirasi Paksa detik Pertama (VEPI) atau Arus Puncak
Ekspirasi (APE). Untuk mendapatkan nilai APE terbaik pemeriksaan
dilakukan saat dalam kondisi Asma terkontrol dan pengobatan efektif.
Pengukuran APE dapat dilakukan dengan menggunakan alat mini Wright
Peak Flow Meter merupakan alat sederhana yang dapat digunakan untuk

5
mengukur arus volume udara terbesar yang melalui bronkus pada saat
seseorang mengeluarkan nafasnya. Nilai normal VEP1 atau APE sekitar 80%
dari kapasitas vital dalam satu detik. (Dahlan, 2009)
Senam Asma merupakan suatu jenis terapi latihan yang dilakukan
secara kelompok (exercise group) yang melibatkan aktivitas gerakan tubuh
atau merupakan suatu kegiatan yang membantu proses rehabilitasi pernapasan
pada penderita Asma. Gerakan-gerakan dalam senam asma dilakukan dengan
posisi tubuh berdir mengoptimalkan gerakan tangan dan kaki yang
divariasikan dengan gerakan kepala. Gerakan-gerakan dalam senam asma
berguna untuk melatih cara bernafas yang benar, melenturkan dan
memperkuat otot pernafasan, melatih ekspektorasi (pengeluaran lendir) yang
efektif, meningkatkan sirkulasi (aliran darah) dan mempertahankan agar Asma
tetap terkontrol (Widianti & Proverawati, 2010).
jumlah kejadian Asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan. Peningkatan risiko pada laki-laki disebabkan terjadinya
peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernafas,
selanjutnya didukung oleh adanya perbedaan ratio diameter saluran udara
laki-laki dan perempuan setelah beruusia 10 tahun. Pasien Asma mengalami
penurunan nilai APE disebabkan karena terdapat ketidakmampuan mendasar
dalam mencapai angka aliran udara normal selama pernafasan terutama pada
ekspirasi. nilai APE setelah diberikan senam asma kelompok perlakuan dan
kelompok control Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Arus Puncak
Ekspirasi Setelah diberikan Senam Asma menunjukkan nilai APE post
testkelompok perlakuan seluruhnya(100%) fungsi paru baik,sedangkan nilai
APE post testpada kelompok kontrol tetap yaitu 12responden(80,0%) terjadi
penyempitan saluran respiratorik
Hasil penelitian pada kelompok perlakuanmenunjukkan setelah
diberikan senam asma nilai APE responden seluruhnya menunjukkan fungsi
paru baik, hal ini disebabkan karena melakukan senam asma dapat melatih
otot pernapasan dapat meningkatkan fungsi otot respirasi, mengurangi

6
beratnya gangguan pernapasan, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas dan
menurunkan gejala dypsnoe.Pada Kelompok Kontrol nilai APE post testtetap,
yaitu 12 responden (80,0%) terjadi penyempitan saluran
respiratorik.Penyempitan saluran respiratik padakelompok ini karena tidak
diberikan perlakuan senam asma, sehingga otot pernapasan tidak terlatih
untuk memperbaiki cara bernapas penderita asma yang cenderung bernapas
secara berlebihan mengakibatkan pasien asma akan mengalami kelemahan
pada otot-otot pernapasan, sehingga sering terjadi dypsnoe,selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu,kapasitas residu fungsional dan pasien akan
bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total yang disebut
dengan hiperinfla
Dari hasil uji statistik Mann-Whitney Test didapatkan nilai
significancy 0.002 artinya p value < 0,05 kesimpulannya Ho ditolak dan Ha
diterima berarti Ada Pengaruh yang bermaknaSenam Asma terhadap Nilai
Arus Puncak Ekspirasi Anak dengan AsmaBronchiale Hasil penelitian
menunjukkan bahwa melakukan senam asma dapat meningkatkan
kemampuan otot yang berkaitan dengan mekanisme pernafasan,
meningkatkan kapasitas serta efisiensi dalam proses respirasi,melakukan
senam asma secara rutin akan dapat meningkatkan kekuatan otot pernafasan,
(Weiner, 2003). Terdapat Pengaruh yang signifikan senam asma terhadap nilai
arus puncak ekspirasi anak dengan Asma Bronchiale mengacu pada hasil
penelitian tersebut, agar senam asma dapat digunakan sebagai standar
penanganan non farmakologi bagi anak dengan Asma Bronchia

C. Jurnal ketiga
Judul penelitian : Hubungan antara sebelum dan setelah mengikuti senam
asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma
Penulis : Murgi Handari

Berdasarkan penelitian dengan judul hubungan antara sebelum dan


setelah mengikuti senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit

7
asma oleh murgi handari didapatkan ada hubungan bermakna antara
keikutsertaan senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma
Senam asma akan dapat meningkatkan kapasitas penyandang asma dalam
melakukan kegiatan sehari-hari, yaitu: Pertama, Meningkatkan kemampuan
pernafasan.Kedua,Meningkatkan efisiensi kerja otot-otot pernafasan,
menambah aliran darah ke paru sehingga aliran darah yang teroksigenasi
lebih banyak. Ketiga. menyebabkan pernafasan lebih lambat dan efisien,
mengurangi laju penurunan faal paru, dan memendekkkan waktu yang
diperlukan untuk pemulihan. Kemampuan tersebut dapat dibuktikan dengan
Menaikan toleransi terhadap latihan berkurangnya kekambuhan,menurunnya
depresi dan kecemasan, Perbaikan faal paru,dan menurunnya resiko kematian
sebelum waktunya

Berdasarkan penghitungan statistik didapatkan pula bahwa ada


hubungan bermakna antara sebelum dan setelah mengikuti senam asma
dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma (p=0,001), dengan tingkat
hubungan kuat (C=0,648). Terjadi penurunan frekuensi kekambuhan
penyakit asma setelah responden mengikuti senam asma. Selain dapat
menurunkan frekuensi kekambuhan, senam asma juga bermanfaat untuk:
pertama, memperbaiki pola pernafasan (terutama jika terasa akan datang
serangan). Latihan pernafasan pada penyandang asma yang utama adalah
latihan nafas perut/diafragma, Kedua, latihan ralaksasi bertujuan mencapai
keadaan relaks baik sewaktu serangan asma maupun di luar serangan
Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah ada hubungan yang
bermakna antara keteraturan mengikuti senam asma dengan frekuensi
kekambuhan penyakit asma (p=0,037), dengan tingkat hubungan
rendah(C=0,376). Latihan (exercise) mempunyai hubungan timbal balik
dengan respirasi. Bila seseorang melakukan senam asma yang teratur
sehingga menjadi seseorang yang terlatih, maka akan terjadi peningkatan

8
efisiensi system pernafasan. Perubahan system respirasi yang terjadi akibat
latihan adalah: pertama, Bertambahnya ventilasi semenit sebagai akibat
bertambahnya volume tidal dan frekuensi nafas, kedua, terjadinya
peningkatan efisiensi ventilasi, yaitu jumlah udara yang ikut berventilasi
pada tingkat konsumsi O2 yang sama akan lebih rendah pada orang
yang terlatih. Otot rangka yang aktif mendapat O2 lebih banyak dari otot
pernafasan, dan ketiga, volume paru lebih besar pada orang yang terlatih.
berdasarkan hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa ada hubungan
antara sebelum mengikuti senam asma dengan setelah mengikuti senam
asma. Dengan menurunnya frekuensi kekambuhan pada penderita asma.

D. Jurnal keempat
Judul penelitian : Hubungan rutinitas senam asma terhadap faal paru
pada Penderita asma
Penulis : Azmy Hanima Azhar, Khairun Nisa Berawi.

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk menghilangkan dan


mengendalikan gejala asma agar kualitas hidup meningkat, mencegah
eksaserbasi akut, meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal
mungkin, mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan
aktivitas lainnya, Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai obstruksi
jalan napas, reversibilitas kelainan faal paru dan variabilitas faal paru
sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas. Senam asma
bertujuan untuk melatih cara bernafas yang benar,melenturkan dan
memperkuat otot pernafasan, melatih ekspektorasi yang efektif,
meningkatkan sirkulasi,mempertahankan asma yang terkontrol serta kualitas
hidup lebih baik.

9
Tahapan gerakan senam asma adalah sebagai berikut:
1. Posisidoa,
2. Gerakanpernafasan, gerakan in idilakukan selama 5 menit,
3. Gerakan peregangan, dilakukan selama 7 menit, bertujuan agar otot-
otot tidak langsung digunakan secara berlebihan karena ini dapat
menyebabkan kerusakan otot,
4. Gerakan inti A dilakukan selama 10 menit, gerakan ini berguna untuk
melatih otot-otot pernapasan. Pada prinsipnya setiap gerakan pada
gerakan inti A selalu diikut dengan menarik dan mengeluarkan nafas
dalam. Gerakan menaik nafas dimulai melalui hidung, lalu nafas
dikeluarkan lewat mulut seperti orang meniup lilin. Waktu yang
diperlukan untuk menarik nafas lebih pendek dari pada mengeluarkan
nafas,
5. Gerakan inti B dilakukan selama 10 menit, pada dasarnya fungsi
gerakan sama dengan gerakan inti A, namun dengan intensitas lebih
tinggi,
6. Gerakan aerobik. Pada gerakan aerobik ini dapat diklasifikasikan
menjadi aerobik I yang ditujukan bagi pemula atau penyandang asma
yang cukup berat, aerobik 2 yang ditujukan bagi penyandang asma yang
mulai terkontrol serta aerobik 3 yang gerakannya didesain untuk
orang normal dan penyandang asma yang karena sudah sering latihan
berkali-kali maka dapat melakukannya seperti orang normal,
7. Gerakanpendingin (cooling down).
Senam asma dianggap mampu mengurangi obstruksi dan
meningkatkan elastisitas dari bronkus dan otot-otot pernapasan. Didapatkan
juga hasil orang yang melakukan senam asma mampu mengurangi
kekambuhan serangan asma. Faal paru dapat lebih baik hasilnya apabila
penderita rutin melakukan senam asma. Kerutinan dalam melakukan senam
asma sangat berpengaruh terhadap aktivitas bronkus dan otot-otot pernapasan.
Sekurang-kurangnya senam asma dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Jadi
kesimpulanya adala ada hubungan Rutinitas Senam Asma terhadap Faal Paru

10
pada Penderita Asma.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asma adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan
intermiten yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan
dispnea, batuk, mengi (Suddart dan brunner, 2000).
Asma bronkial adalah penyakit pernafasan obstruksi yang ditandai
oleh spasme akut otot polos bronkhiolus, hal ini menyebabkan obstruksi aliran
udara dan penurunan ventilasi alveolus (Corwin, 2001).
Asma bronkial suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi
yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan
oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas. (United States National
Tuberculosis Association, 1967).

B. ETIOLOGI
1. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
a. Reaksi antigen-antibodi
b. Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
a. Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
b. Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
c. Iritan : kimia

11
d. Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
e. Emosional : takut, cemas dan tegang
f. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001)

C. FISIOLOGI
Fisiologi pernafasan adalah serangkain proses interaksi dan koordinasi
yang kompleks yang mempunyai peranan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan, atau homeostasis lingkungan internal tubuh kita.
Sistem pernafasan yang berfungsi dengan baik dapat menjamin jaringan
memperoleh pasokan oksigen yang adekuat dan pembuangan karbundioksida
yang cepat. Proses ini sangat rumit, sehingga mekanisme kontrol harus dapat
memastikan terpeliharanya homeostasis sepanjang kondisi lingkungan dan
kebutuhan tubuh yang terus berubah. Pengaturan pertukaran gas antara sel-sel
tubuh dan darah yang bersirkulasi adalah ”inti” dari fisiologi pernafasan.
Fungsi yang kompleks ini tidak mungkin berjalan lancar tanpa adanya
integrasi antara berbagai sistem kontrol fisiologi yang mencakup
keseimbangan asam basa, air dan elektrolit, sirkulasi, dan metabolisme secara
fungsional,sistem pernafasan terdiri atas serangkain proses ”teratur” yang
terintegrasi yang mencakup ventilasi pulmunal ( bernafas, pertukaran gas
dalam paru-paru dan jaringan, transpor gas oleh darah, dan regulasi
pernafasan secara keseluruhan (Asih, Effendy, 2004).

D. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar
dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk
kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap
makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen
diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th

12
memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 )
untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E ( IgE
).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang,
maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang
sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama,
alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan
mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan
perubahan didalam sel yang menurunkan kadar CAMP.
Penurunan pada kadar CAMP menimbulkan degranulasi sel.
Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia
yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A),
eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini
akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot
polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan
menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin
menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan
ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru
dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut.
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi)
ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat
diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan
obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik
( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap

13
pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat
sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca,
aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik
lain. Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga
stadium.
1. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan
kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul.
Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
2. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang
jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas
dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih
suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penderita
tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru.
3. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya
suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi
dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia.

E. TANDA GEJALA
1. Sesak napas
2. Retraksi dada
3. Batuk berdahak.
4. Mengi atau wheezing.
5. Napas cuping hidung.
6. Pernapasan cepat dan dangkal.
7. Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mukus
memperlambat ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan
udara menjadi lebih lama.

F. PENATALAKSANAAN ASMA
1. Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2
golongan yaitu: Dengan cara farmakologi adalah antiinflamasi merupakan
pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah
serangan dikenal dengan pengontrol dan bronkodilator yang merupakan

14
pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/serangan, dikenal
dengan pelega. Keberhasilan pengobatan asma tidak hanya ditentukan oleh
terapi farmakologi saja.
2. terapi non farmakologi seperti latihan (exercise) dalam
menunjang kebutuhan bernapas. Salah satu bentuk upaya pengobatan
tersebut adalah dengan senam asma. Di luar senam asma terdapat
olahraga dalam bentuk lain seperti; jogging, berenang, dan senam merpati
putih. Senam asma dapat lebih efektif apabila penderita asma tersebut
patuh terhadap waktu dalam mengikuti terapi senam asma. Keseriusan dan
kebenaran dalam mengikuti beberapa gerakan senam asma yang sistematis
dapat membantu elastisitas tot-otot pernapasan. Tahapan gerakan senam
asma adalah sebagai berikut:
a. Posisi doa,
b. Gerakan pernafasan, gerakan ini dilakukan selama 5 menit,
c. Gerakan peregangan, dilakukan selama 7 menit, bertujuan agar otot-
otot tidak langsung digunakan secara berlebihan karena ini dapat
menyebabkan kerusakan otot
d. Gerakan inti A dilakukan selama 10 menit, gerakan ini berguna untuk
melatih otot-otot pernapasan. Pada prinsipnya setiap gerakan pada
gerakan inti A selalu diikuti dengan menarik dan mengeluarkan nafas
dalam. Gerakan menaik nafas dimulai melalui hidung, lalu nafas
dikeluarkan lewat mulut seperti orang meniup lilin. Waktu yang
diperlukan untuk menarik nafas lebih pendek dari pada mengeluarkan
nafas
e. Gerakan inti B dilakukan selama 10 menit, pada dasarnya fungsi
gerakan sama dengan gerakan inti A, namun dengan intensitas lebih
tinggi
f. Gerakan aerobik, Pada gerakan aerobik ini dapat diklasifikasikan
menjadi aerobik I yang ditujukan bagi pemula atau penyandang asma
yang cukup berat, aerobik 2 yang ditujukan bagi penyandang asma
yang mulai terkontrol serta aerobik 3 yang gerakannya didesain untuk

15
orang normal dan penyandang asma yang karena sudah sering latihan
berkali-kali maka dapat melakukannya seperti orang normal
g. Gerakanpendingin (cooling down).
Asma merupakan penyakit paru obstruktif yang bersifat reversibel.
Gejala klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada
malam hari yang sering disertai batuk. Salah satu cara yang dilakukan
untuk mengurangi obstruksi ini adalah dengan olahraga fisik berupa
senam asma. Senam asma dianggap mampu mengurangi obstruksi dan
meningkatkan elastisitas dari bronkus dan otot-otot pernapasan.
Didapatkan juga hasil orang yang melakukan senam asma mampu
mengurangi kekambuhan serangan asma. Faal paru dapat lebih baik
hasilnya apabila penderita rutin melakukan senam asma.
Senam asma merupakan suatu jenis terapi latihan yang dilakukan
secara kelompok yang melibatkan aktivitas gerakan tubuh atau
merupakan suatu kegiatan yang membantu proses rehabilitasi
pernapasan pada penderita asma. Senam asma juga merupakan salah
satu penunjang pengobatan asma karena keberhasilan pengobatan asma
tidak hanya ditentukan oleh obat asma yang dikonsumsi, namun juga
faktor gizi dan olahraga.
Bagi penderita asma, olahraga diperlukan untuk memperkuat otot-
otot pernapasan. Senam asma bertujuan untuk melatih cara bernafas
yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernafasan, melatih
ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi, mempercepat asma
yang terkontrol, mempertahankan asma yang terkontrol serta kualitas
hidup lebih baik. Penderita asma harus selalu membawa obat
bronkodilator (dalam bentuk inhaler) dan penderita asma tipe exercise
induced asthma harus memperhatikan intensitas latihan tidak terlalu
melelahkan serta menggunakan inhaler sebelum senam.

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia,


salah satunya adalah asma. Data WHO menunjukkan 300 juta orang di dunia
terdiagnosa asma dan diperkirakan akan meningkat menjadi 400 juta orang di
tahun 2025. Pada asma dijumpai adanya spasme otot bronkiolus yang
dapat menimbulkan sesak napas, kesulitan saat ekspirasi, kapasitas paru
menurun serta kondisi fisik melemah. Upaya pengobatan asma telah
dilaksanakan secara farmakologi dengan obat yang bersifat pengontrol
maupun pelega. Keberhasilan pengobatan asma harus ditunjang dari faktor
fisik berupa olahraga serta edukasi, salah satu upayanya adalah dengan senam
asma berikut ini ada beberapa hubungan antara senam terhadap penyakit
asma.

17
A. Judul jurnal : peningkatan kekuatan otot pernapasan dan
fungsi paru melalui senam asma pada pasien asma
Penulis : Camalia S. Sahat1,2, Dewi Irawaty3, Sutanto Priy Hastono 4.

Dalam jurnal penelitian ini kelebihanya adalah senam asma secara


rutin akan meningkatkan kerja jantung, sehingga peredaran darah ke seluruh
tubuh bertambah lancar, khususnya kepada otototot tubuh termasuk otot
pernapasan. Aliran darah yang lancar akan membawa nutrisi dan oksigen
yang lebih banyak ke otot-otot pernapasan. Nutrisi yang cukup termasuk zat
kalsium dan kalium. Peningkatan ion kalsium dalam sitosol terjadi
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa
latihan atau senam dapat meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan dan
ventilasi paru pasien asma. Hal ini disebabkan karena dengan latihan
menyebabkan perangsangan pusat otak yang lebih tinggi pada pusat
vasomotor di batang otak yang menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan arteri dan peningkatan ventilasi paru.
Adapun kekurangan dari jurnal penelitian ini adalah Berat badan dan
tinggi badan berpengaruh terhadap kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru.
tinggi badan dan berat badan mempengaruhi kekuatan otot pernapasan dan
fungsi paru, dimana seseorang yang memiliki tubuh tinggi besar maka fungsi
ventilasi parunya lebih tinggi dibandingkan dengan orangyang bertubuh
kecil pendek Fungsi inspirasi dan ekspirasi dipengaruhi juga oleh tinggi badan
dan berat badan karena kemampuan dada untuk mengembang berbeda pada
setiap tinggi dan berat badan yang berbeda (Black & Hawks,2005)

B. Judul jurnal : hubungan antara sebelum dan setelah


mengikuti senam asma dengan frekuensi kekambuhan
penyakit asma
Penulis: Murgi handari

didapatkan kelebihan antara keikutsertaan senam asma dengan


frekuensi kekambuhan penyakit asma. Senam asma akan dapat meningkatkan

18
kapasitas penyandang asma dalam melakukan kegiatan sehari-hari, yaitu:
Pertama, Meningkatkan kemampuan pernafasan, Kedua, Meningkatkan
efisiensi kerja otot-otot pernafasan, menambah aliran darah ke paru sehingga
aliran darah yang teroksigenasi lebih banyak. Ketiga. menyebabkan
pernafasan lebih lambat dan efisien, mengurangi laju penurunan faal paru,
dan memendekkkan waktu yang diperlukan untuk pemulihan. Kemampuan
tersebut dapat dibuktikan dengan: m enaikkan toleransi terhadap latihan
berkurangnya kekambuhan,menurunnya depresi dan kecemasan

Berdasarkan penghitungan statistik didapatkan pula bahwa ada


hubungan bermakna antara sebelum dan setelah mengikuti senam asma
dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma (p=0,001), dengan tingkat
hubungan kuat (C=0,648). Terjadi penurunan frekuensi kekambuhan
penyakit asma setelah responden mengikuti senam asma. Selain dapat
menurunkan frekuensi kekambuhan, senam asma juga mempunyai kelebihan
sebagai berikut : pertama, memperbaiki pola pernafasan (terutama jika
terasa akan datang serangan). Latihan pernafasan pada penyandang asma
yang utama adalah latihan nafas perut/diafragma, Kedua, latihan ralaksasi
bertujuan mencapai keadaan relaks baik sewaktu serangan asma maupun
di luar serangan
Adapun kekurangannya adalah Selama ini masih terdapat keraguan
dalam masyarakat mengenai latihan fisik (kegiatan jasmani) bagi
penyandang asma sebab latihan fisik atau kegitan jasmani kadang justru
dapat mencetuskan serangan asma yang dikenal dengan istilah Exercise
Induced Asthma(EIA). Meskipun latihan fisik/kegiatan jasmani dapat
menimbulkan serangan asma, hal ini tidak boleh menjadi penghalang bagi
penderita asma untuk tetap melakukan latihan fisik/ kegiatan jasmani. Untuk
itu perlu masukan dan bahkan perubahan persepsi bagi masyarakat luas
dan bagi penyandang asma itu sendiri bahwa peranan latihan fisik/kegiatan

19
jasmani bagi penyandang asma juga penting artinya

C. Judul jurnal : Hubungan Rutinitas Senam Asma terhadap


Faal Paru pada Penderita Asma
Penulis : Azmy Hanima A dan Khairun Nisa B

Kelebihan dari jurnal ini adalah Senam asma dianggap mampu


mengurangi obstruksi dan meningkatkan elastisitas dari bronkus dan otot-otot
pernapasan. Didapatkan juga hasil orang yang melakukan senam asma
mampu mengurangi kekambuhan serangan asma. Faal paru dapat lebih baik
hasilnya apabila penderita rutin melakukan senam asma. Kerutinan dalam
melakukan senam asma sangat berpengaruh terhadap aktivitas bronkus dan
otot-otot pernapasan. Sekurang-kurangnya senam asma dilakukan 2-3 kali
dalam seminggu.
Pada asma dijumpai adanya spasme otot bronkiolus yang dapat
menimbulkan sesak napas, kesulitan saat ekspirasi, kapasitas paru menurun
serta kondisi fisik melemah. Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat
episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Dan
kekurangan dari jurnalini adalah Asma dapat dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu genetik dan lingkungan

D. Judul jurnal :senam asma mempengaruhi nilai arus puncak ekspirasi


anak dengan asma bronchiale
Penulis : Putu Susy Natha Astini, I Wayan Mustika, I Made Sugiarta.

Kelebihan jurnal ini adalah Senam Asma merupakan suatu jenis terapi
latihan yang dilakukan secara kelompok (exercise group) yang melibatkan
aktivitas gerakan tubuh atau merupakan suatu kegiatan yang membantu proses
rehabilitasi pernapasan pada penderita Asma. Gerakan-gerakan dalam senam
asma dilakukan dengan posisi tubuh berdir mengoptimalkan gerakan tangan
dan kaki yang divariasikan dengan gerakan kepala. Gerakan-gerakan dalam

20
senam asma berguna untuk melatih cara bernafas yang benar, melenturkan
dan memperkuat otot pernafasan, melatih ekspektorasi (pengeluaran lendir)
yang efektif, meningkatkan sirkulasi (aliran darah)
senam asma dapat melatih otot pernapasan, meningkatkan fungsi otot
respirasi, mengurangi beratnya gangguan pernapasan, meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas dan menurunkan gejala dypsnoe. senam asma dapat
meningkatkan kemampuan otot yang berkaitan dengan mekanisme
pernafasan, meningkatkan kapasitas serta efisiensi dalam proses respirasi.
Adapunkekurangan dari jurnal ini adalah jumlah kejadian Asma pada
anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Peningkatan
risiko pada laki-laki disebabkan terjadinya peningkatan IgE pada laki-laki
yang cenderung membatasi respon bernafas, selanjutnya didukung oleh
adanya perbedaan ratio diameter saluran udara laki-laki dan perempuan
setelah beruusia 10 tahun bagi anak dengan Asma Bronchia

21
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ditemukan pengaruh senam asma terhadap frekuensi kekambuhan
asma bronkial serta hubungan antara sebelum dan setelah mengikuti
senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma
2. Terdapat perbedaan rerata kekuatan otot pernapasan setelah senam asma
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Selain itu, ada
perbedaan rerata fungsi paru setelah senam asma antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Rerata kekuatan otot pernapasan dan
fungsi paru meningkat setelah pasien melakukan senam asma.
3. Terdapat Pengaruh yang signifikan senam asma terhadap nilai arus puncak
ekspirasi anak dengan Asma Bronchiale. Mengacu pada hasil
penelitiantersebut, agar senam asma dapat digunakan sebagai standar
penanganan non farmakologi bagi anak dengan Asma Bronchiale.
Dari beberapa jurnal tentang senam terhadap pasien asma dapat
disimpulkan bahwa Bila seseorang melakukan senam asma yang teratur
sehingga ia menjadi seseorang yang terlatih, maka akan terjadi peningkatan
efisiensi system pernafasan. Perubahan system respirasi yang terjadi akibat
latihan adalah antara sebelum mengikuti senam asma dengan setelah
mengikuti senam asma. Dengan menurunnya frekuensi kekambuhan pada
penderita asmaa kanmencapai hasil yang optimal

B. SARAN
1. Bagi Perawat dalam tindakan keperawatan diharapkan menerapkan selain
terapi farmakologi juga terapi nonfarmakologi yaitu senam asma dalam
melaksanakan proses asuhan keperawatan.
2. Bagi Mahasiswa diharapkan untuk lebih banyak lagi untuk mendalami
tentang senam asma serta mencari literatur sebagai bahan acuan agar
kedepanya lebih baik khususnya dalam menangani pada penderita pasien
asma

22
3. Bagi Institusi untuk menerapkan sistim pembelajaran senam terhadap
penderita asma agar senam asma dapat berkembang lebih baik lagi supaya
dapat membantu pada penderita asma dalam pengobatan disamping dapat
dijangkau tanpa dengan mengeluarkan biaya

23

Anda mungkin juga menyukai