Anda di halaman 1dari 27

WRAP UP SKENARIO 2 NEOPLASIA

“NYERI PERUT KANAN ATAS”

Ketua : Hanna Kumari Dharaindas 1102014120


Sekretaris : Annisa Ayu Rahmawati 1102014031

Anggota :
Alifia Amanda Chikita 1102012017
Andina Dewanty 1102013026
Antanisa Saraswati Hartanto 1102014036
Dara Dika Wati 1102014065
Dian Atillah Ikhwani 1102014073
Gemia Clarisa 1102014114
M. Fariz Ghazwan Saleh 1102011148

Kelompok A 15

UNIVERSITAS YARSI
Jalan Letjen Suprapto Cempaka Putih Jakarta
Telp. 021-4213065, 4206676 fax : 021-4213065
Email : rektorat@yarsi.ac.id
Skenario 2

Nyeri Perut Kanan Atas

Seorang laki-laki berumur 54 tahun, berobat ke poli penyakit dalam. Pasien


mengeluhkan nyeri pada perut kanan atas yang dialami sejak 6 bulan lalu, hilang timbul
namun dua bulan terakhir nyeri semakin sering. Merasa mual dan selera makan berkurang
sejak 4 bulan yang lalu sehingga berat badan berkurang 15 kg. Dari anamnesis diketahui
pasien pernah terkena hepatitis 15 tahun yang lalu dan sering mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45kg dengan TB 165cm. Tekanan darah dan
tanda vital lainnya normal. Pemeriksaan abdomen Hepatomegali, dengan permukaan hati
bernodul, tepi tumpul dan nyeri tekan (+) . Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan serum transaminase SGPT dan SGOT dengan bilirubin normal, Alpha Feto-
Protein (AFP) 1000 U/L (normal: <10 U/L), anti-HCV positif. Setelah diberikan analgetik
dan hepatoprotektor nyeri mereda. Setelah dilakukan emeriksaan USG dan biopsi hati pasien
didiagnosis karsinoma hepatoseluler. Pasien dianjurkan untuk menjalai transplantasi hati.
Pasien meminta waktu untuk berkonsultasi dengan seorang ulama.
LO I Memahami dan menjelaskan Hepatoceluler carcinoma

1.1 DEFINISI

Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer
atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel
hati.
Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan
komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting
hepatoma, virus penyebabnyaadalah virus hepatitis B dan C.

Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang
mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. ( Gips
& Willson :1989 )

Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karna hepatis kronik
dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada fungsi hati. ( Ghofar , Abdul :
2009 )

1.2 EPIDEMIOLOGI

Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu keganasan


yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya ialah sekitar 1 juta
kasus, dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1. Tingkat kejadian sama
dengan tingkat kematian. Di Amerika Serikat, terdapat 19.160 kasus baru dan 16.780
kematian yang tercatat pada tahun 2007. Tingkat kematian pada laki-laki di negara-negara
kejadian rendah seperti Amerika Serikat adalah 1,9 per 100.000 per tahun; di daerah-
daerah dengan insidensi menengah seperti Austria dan Afrika Selatan, angka kematian
tahunan berkisar 5,1-20,0 per 100.000, dan pada daerah dengan insidensi yang tinggi
seperti di Asia (Cina dan Korea), angka kematian 23,1-150 per 100.000 per tahun. Daerah
endemik terdapat di Cina dan sub-Sahara Afrika, yang berhubungan dengan daerah
endemik tingkat tinggi carrier hepatitis B dan kontaminasi mycotoxin bahan pangan, biji-
bijian yang disimpan, air minum, dan tanah. Faktor-faktor lingkungan adalah penting;
orang Jepang di Jepang memiliki insidensi lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di
Hawaii, juga memiliki insidensi yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di
California.Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun,
dengan predominasi pada laki-laki.

1.3. Etiologi karsinoma hepatoseluler

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan
seseorang menjadi lebih mungkin menderita kanker hepatoseluler.

Faktor Risiko
Tersering Jarang
Sirosis dari penyebab apapun Sirosis bilier primer
Infeksi kronis hepatitis B atau C Hemochromatosis
Konsumsi etanol kronis Defisiensi antitrypsin α-1
Non-Alkohol steatohepatitis Non-Alkohol steatohepatitis
(NASH) (NASH) penyakit penyimpanan
Aflatoksin B1 atau mikotoksin lain glikogen
Citrullinemia
Porfiria cutanea tarda
Keturunan tyrosinemia
Wilson's Disease

Adapun factor resiko dari HCC adalah sebagai berikut :

1. Virus Hepatitis B (HBV)

Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik
secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Umur saat terinfeksi merupakan
factor resiko penting karena infeksi HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya
persistensi (kronisitas). Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi karena
proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke
dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen
hati.

Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik
secara epidemologis, klinis maupun eksperimental. Menurut beberapa penelitian,
frekuensi kanker hati berhubungan (berkorelasi) dengan frekuensi infeksi virus
hepatitis B kronis. Sebagai tambahan, pasien-pasien dengan virus hepatitis B yang
memiliki risiko tinggi untuk terjadi kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis
(pembentukan jaringan parut di hati), virus hepatitis B dan terdapat riwayat kanker
hatikeluarga.

Pada pasien yang memiliki virus hepatitis B kronis dan kanker hati, material genetik
dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari material genetik sel-
sel kanker. Hal ini diperkirakan karena adanya genom virus hepatitis B (kode
genetik) pada daerah-daerah tertentu yang masuk ke material genetik dari sel-sel
hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian
mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dan
dengan demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker. Pasien yang
memiliki virus hepatitis B kronis dapat berpotensi terkena HCC jika pasien tersebut
memiliki faktor resiko lain, seperti konsumsi alkohol ataupun pasien memiliki
infeksi yang bersamaan dengan infeksi virus hepatitis C kronis.

2. Virus Hepatitis C (HCV)

HCV merupakan factor resiko penting dari HCC. Meta analisis dari 32 penelitian
kasus kelola menyimpulkan bahwa resiko terjadinya HCC pada pengidap infeksi
HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan resiko bukan pengidap. Infeksi HCV
berperan penting dalam pathogenesis HCC pada pasien yang bukan pengidap HBV.
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan kanker
hati. Pada beberapa studi retrospektif dari riwayat pasien yang memiliki hepatitis C,
waktu rata-rata pasien yang terkena paparan virus hepatitis C untuk berpotensi
menjadi kanker hati yaitu ±28 tahun. Beda halnya pada pasien yang sebelumnya
telah mengidap sirosis hati dan terinfeksi virus hepatitis C pula, rata-rata waktu yang
diperlukan pasien hingga mengidap kanker hati ialah ± 8-10 tahun. Beberapa studi
prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien virus
hepatitis C yang mengidap sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun.
Pada pasien yang terinfeksi virus hepatitis C, faktor-faktor risiko sehingga terjadinya
kanker hati antara lain adanya sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki,
meningkatnya kadar alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah), konsumsi
alkohol, dan infeksi yang bersamaan dengan virus hepatitis B. Mekanisme virus
hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan baik. Tidak seperti
virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak masuk secara langsung ke
dalam material genetik sel-sel hati.

Pada studi yang lain, diketahui terdapat beberapa individu-individu yang terinfeksi
virus hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa mengidap sirosis. Hal ini
dicurigai karena bahwa protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah penyebab
pengembangan kanker hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C)
diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari
suatu gen (gen p53) sebagai penekan tumor yang normal. Akibatnya sel-sel hati
terus hidup dan berproliferase tanpa dapat dikendalikan.

3. Sirosis Hati

Sirosis hati merupakan factor resiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi lebih
dari 80% kasus HCC. Setiap tahun 3-5% dari penderita sirosis hati akan menderita
HCC, dan HCC menjadi penyebab utama kematian sirosis hati. Prediktor utama
HCC pada sirosis hati adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto
protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas profelirasi sel hati.

4. Aflatoksin

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur


Aspergillus. AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid
merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk
ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsino-genesisnya
adalah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor
tumor p53.

Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk kanker hati.
Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus, yang
ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas
dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras,
kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada
perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia diperkirakan
menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan-perubahan (mutasi-mutasi)
pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi-fungsi penekan
tumor yang penting dari gen.
5. Obesitas

Obesitas merupakan factor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD), khususnya non-alkoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.

6. Diabetes Melitus (DM)

DM merupakan factor resiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC
melalui terjadinya perlemakan hati dan staetohepatis non-alkoholik (NASH). Di
samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like
growth factors (IGFs) yang merupakan factor promotif potensial untuk kanker.

7. Alkohol

Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama
merupakan penyebab paling umum dari kanker hati di negara-negara maju.
Mekanisme ini terjadi ketika para alkoholik menghentikan konsumsi alkoholnya,
sel-sel hati akan mencoba untuk memperbaiki organ hati dengan cara regenerasi atau
mereproduksi sel-sel baru. Selama proses regenerasi aktif inilah, terjadi suatu
perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker. Sedangkan angka kematian
pada pecandu alkoholik aktif lebih disebabkan komplikasi dari pengunaan alkohol
jangka panjang seperti gagal hati.
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol
(50-70 g/hari dan berlangsung lama) beresiko untuk menderita HCC melalui sirosis
hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol.
Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada
pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC
juga meningkat bermakna pada pasien dengan HbsAg-positif atau anti- HCV positif.
Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV maupun
infeksi HCV. Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk
terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat infeksi HBV
atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan
sedikit alkohol tidak meningkatkan resiko terjadinya HCC.

8. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan dan Senyawa Kimia

Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormon-hormon wanita
(estrogens) dan steroid-steroid pembentuk protein (anabolic) dihubungkan dengan
pengembangan hepatic adenomas. Ini adalah tumor-tumor hati yang ramah/jinak
yang mungkin mempunyai potensi untuk menjadi ganas (bersifat kanker). Jadi, pada
beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat berkembang menjadi kanker.
Senyawa tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang ditemukan pada
hati. Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras yang dahulu digunakan untuk
pencitraan (imaging), menyebabkan suatu kanker dari pembuluh-pembuluh darah
dalam hati yang disebut hepatic angiosarcoma.

9. Faktor Resiko Lain


- Penyakit hati autoimun ( hepatitis autoimun; PBC/sirosis bilier primer )
- Penyakit hati metabolic ( hemokromatosis genetic; defisiensi antitrypsin-
alfal; penyakit Wilson )
- Kontrasepsi oral
- Senyawa kimia ( thorotrast; vinil klorida; nitrosamin; insektisida
organoklorin; asam tanik)
- Tembakau ( masih kontroversial )
- Jenis kelamin laki-laki lebih rentan karena factor genetic
- Memiliki riwayat keluarga menderita penyakit hati atau diabetes.
- Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi air yang mengandung arsenik.

1.4 KLASIFIKASI

Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter \ hati.

Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segment I
atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus kiri hati.

Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke
lobus
kanan segment V dan VIII atau tumordengan invasi peripheral ke
sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (biliary
duct)
tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.

Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus
kiri hati.
- atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra
hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)
- atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra
hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)
- atau vena cava inferior-atau adanya metastase keluar dari hati (extra
hepatic metastase)

Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)


Points
Variables 0 1 2
i. Jumlah Tumor Single Multiple —
Ukuran tumor pada Hepar yang <50 <50 >50
menggantikan hepar normal (%)a
ii. Nilai Child-Pugh A B C
iii. α-Fetoprotein level (ng/mL) <400 400 —
iv. Trombosis Vena Porta (CT) No Yes —

a = Luas tumor pada hati


Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.
Tabel 2.5 Klasifikasi Okuda (1)
Ukuran Tumora Ascites Albumin (g/L) Bilirubin
(mg/dL)

50% <50 + – 3 >3 3 <3


(+) (–) (+) (–) (+) (–) (+) (–)

1 Stadium Okuda: Stadium 1= semua (-), Stadium 2= 1 atau 2 (+), Stadium 3 = 3 atau 4 (+).
2 a = Luas tumor pada hati

1.4 PATOFISIOLOGI
Kanker disebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol. Kanker akan muncul bila DNA
sel normal mengalami kerusakan sehingga menyebabkan mutasi genetik. Kanker hati
adalah tumor maligna, baik dalam jaringan itu sendiri (primary liver cancer) maupun
secondary liver cancer (dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain). Fungsi hati sebagai
penyaring racun dan sampah lainnya dalam darah menjadikannya sangat penting. Akan
tetapi, bila kanker menyerang hati, hati tidak mempunyai kemampuan tersebut.

Proses carsinogenis

Carsinogenesis merupakan tahapan pembentukan sel-sel kanker mulai dari tahapan


inisiasi sampai pada progresivitas pertumbuhan sel kanker. Tahap inisiasi dimulai
dengan perubahan genetik sel-sel yang mengakibatkan rusaknya DNA sel normal.
Selanjutnya perubahan genetik dari sel-sel yang ada berlanjut menjadi tahap promotion
dimana sel-sel terinisiasi menjadi agen yang meningkat pertumbuhannya menjadi massa
yang lebih besar. Karena itulah fungsi sel-sel atau jaringan yang diserang menjadi
terganggu. Tahapan yang berikutnya adalah tahap transformasi dimana sel-sel yang
mengalami multiplikasi ini bertransformasi menjadi sel malignant dan mengalami
perubahan genetik di dalamnya. Tahapan yang terakhir adalah tahap progression dimana
sel malignant yang mulai terbentuk pada fase transformation berubah menjadi malignant
tumor. Malignant tumor adalah sel malignant yang mulai mengganas dan cenderung pada
tumor ganas atau kanker.

Metastasis

Sel normal dapat berubah menjadi sel kanker disebabkan karena ekspresi onkogen.
Onkogen berasal dari proto onkogen yang berperan dalam aktivitas pertumbuhan sel
eukariotik normal yang bermutasi. Jika onkogen aktif maka sel akan mengalami
perubahan pertumbuhan yang tidak terkendali.

Penyebab kanker hati sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun kanker hati
dapat dikenali dari faktor-faktor yang bisa diidentifikas, penyakit yang pernah atau
sedang diderita. Meliputi:
1.Hepatitis B kronis
2.Terinfeksi hepatitis C
3.Cirrhosis pada liver
4.Diabetes mellitus
5.Terinfeksi racun, seperti jamur aflatoxin, vinyl chloride, anabolic steroids, dan arsenik
6.Akibat merokok
Patogenesis molekular HCC

Mekanisme karsinogenis HCC (hepatocellular carcinoma) belum sepenuhnya diketahui


secara pasti. Apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit dapat terjadi
melalui peningkatan perputaran (turn over) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury)
dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini
dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen
seluler atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya
penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan
dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik seperti
hemokromatosis dan defisiensi antitripsin-alfa1, mungkin menjalankan peranannya
terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Dilaporkan bahwa HBV
dan mungkin juga HCV dalam keadaan tertentu juga berperan langsung pada patogenesis
molekular HCC. Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 dan
ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk
berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.

Hilangnya heterozigositas (LOH= lost of heterozigygosity) juga dihubungkan dengan


inaktivasi gen supresor tumor. LOH atau delesi alelik adalah hilangnya satu salinan (kopi)
dari bagian tertentu suatu genom. Pada manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian
kromosom. Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi
di dekat gen p53. Pada kasus HCC, lokasi insersional non-selektif. Integrasi acap kali
menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses
translokasi, duplikasi terbalik, penghapusan (delesi) dan rekombinasi. Semua perubahan
ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen selular penting
lainnya. Dengan analisis southern blot, potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi
ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC, tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk
gen X dari HBV, lazim disebut HBx dapat berfungsi sebagai transaktivator
trannskripsional dari berbagai gen seluler yang berhubungan dengan kontrol
pertumbuhan. Ini menimbulkan hipotesis bahwa HBx mungkin terlibat pada
hepatokarsinogenesis oleh HBV.

Di wilayah endemik HBV ditemukan hubungan yang bersifat dose-dependent antara


pejanan AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari p53. Mutasi ini spesifik
untuk HCC dan tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam DNA tumor. Mutasi gen p53
terjadi pada sekitar 30% kasus HCC di dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang
berbeda menurut wilayah geografik dan etiologi tumornya.

Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah berlangsung puluhan tahun dan
umumnya didahului oleh terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting dari proses
cedera hati kronik diikuti oleh regenerasi dan sirosis pada proses hepatokarsinogenesis
oleh HCV. Selain yang disebutkan di atas, mekanisme karsinogenesis HCC juga
dikaitkan dengan peran dari telomerase, insulin-like growth endothelial (IGFs) dan
insulin receptor substrate (IRS1). Untuk proliferasi HCC yang diduga berperan penting
adalah vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor
(bEFG), berkat peran keduanya pada proses angiogenesis.(Oberfield,1989)
Etiologi:
-HBV
-HCV
-Alcohol
-Aflatoxin
-Obat-obatan bahan
kimia
-radiasi

- Peningkatan perputaran sel


hati yang diinduksi oleh
injury
- Regenerasi kronik
- Kerusakan oksidatif DNA

Perubahan genetic (perubahan


kromosom,aktifitas onkogenik
selular,inaktivasi gen supresor
tumor,invasi pertumbuhan
angiogenik,aktivasi telomerase)

Transformasi malignan

Menyebar melalui 4 jalur:


1. pertumbuhan
srentrifungal
2. perluasan
parasinusoidal
3. penyebaran system
vena portal
4. metastasis jauh

1.5 MANIFESTASI KLINIS

Gejala pada pasien HCC termasuk cachexia, nyeri pada perut, penurunan berat badan,
kelemahan, abdominal fullness dan bengkak, penyakit kuning, dan mual yang
berhubungan dengan gejala.Kemunculan asites, kemungkinan perdarahan, yang
menunjukkan trombosis vena portal atau hati dengan tumor atau pendarahan dari tumor
nekrotik. Perut bengkak terjadi sebagai akibat dari asites karena penyakit hati kronis yang
mendasarinya atau mungkin karena tumor yang berkembang dengan pesat. Kadang-
kadang, nekrosis pusat atau perdarahan akut ke dalam rongga peritoneum menyebabkan
kematian.Penyakit kuning biasanya karena gangguan pada saluran intrahepatic oleh
penyakit hati yang mendasarinya. Hematemesis terjadi mungkin disebabkan karena
adanya varises oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat pada 3-12%
pasien. Pasien mungkin dapat tidak menunjukkan gejala.

A. Hepatoma fase subklinis

Tidak terdapat gejala-gejala awal dari pasien yang didiagnosa mengidap kanker hati,
biasanya gejala dari kanker hati dapat timbul setelah mencapai stadium lanjut dan telah
memerlukan penanganan khusus.

B. Hepatoma fase klinis

Gejala-gejala umum dari kanker hati, yaitu:

- Nyeri atau rasa tak nyaman di kuadran atas abdomen : merupakan gejala yang
paling umum terjadi, biasanya digunakan sebagai penanda tumor telah membesar dan luas
hati yang terkena.

- Teraba pembengkakan local di hepar : hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan


batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegaly dibawah
arcus costae tanpa nodul.

- Rasa penuh di abdomen (kembung) : timbul karena massa tumor sangat besar, asites,
dan gangguan fungsi hati

- Penurunan berat badan dan letih : metabolit dari tumor ganas meningkat dan
berkurangnya masukan makanan.

- Demam : timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor,
umumnya tidak disertai menggigil.

- Anoreksia : timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran


gastrointestinal

- Konstipasi atau diare

- Sesak nafas

- Malaise

- Ikterus : karena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, bisa juga karena
sumbatan kanker di saluran empedu.

- Hepatomegali
- Splenomegali
- Asites : tanda stadium lanjut

- Atrofi otot

- Perdarahan varises esophagus

- Peritonitis

- Hiperkolesterolemia

- Nyeri bahu belakang

- Udem kedua tungkai bawah

- Kulit gatal
1.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka
berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini.
Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya
dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95%1,4,8 dan pendekatan
laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%(7).

Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu
yaitu kriteria empat atau lima.

Anamnesis

1. Rasa nyeri : tumpul, terus – menerus, kadang terasa hebat apabila bergerak.
2. Waktu (nyeri dari kapan, sudah berapa lama, berapa kali).
3. Keluhan lain : demam, badan semakin lemah, anoreksia, mudah kenyang.
4. Riwayat penyakit : pernah terdiagnosis Hepatitis B, hepatitis C.
5. Minum minuman beralkohol
6. Makan kacang – kacangan (kacang tanah, kacang kedelai)  kemungkinan
yang sudah kadaluarsa
7. Konsumsi obat tertentu :
a. Asetaminofen (dosis besar dan lama), dantrolen, isoniazid, metildopa,
nitrofurantoin  mengakibatkan gejala mirip hepatitis kronik aktif.
b. Asam nikotinat, metotreksat, dan terbinafin  mengakibatkan sirosis hati.
c. Danazol, kontrasepsi oral, steroid anabolik, testosteron  mengakibatkan tumor
hati.

Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi : Perut membesar, asimetris, ikterik.


2. Palpasi : Ditemukan hepatomegali; teraba massa bernodul, keras, immobile;
shifting dullness dan undulasi (+)  asites.
3. Perkusi : Saat perkusi abdomen, normalnya suara timpani menjadi redup.

Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi

Dengan ultrasonografi, gambaran khas adalah pola mosaik, sonolusensi perifer,


bayangan lateral yang disebabkan pseudokapsul fibrotik, dan peningkatan akustik
posterior. KHS yang masih berupa nodul kecil cenderung bersifat homogen dan
hipoekoik, sedangkan nodul yang besar biasanya heterogen. Penggunaan
ultrasonografi sebagai sarana screening untuk mendeteksi tumor hati pada penderita
dengan sirosis yang lanjut memberikan hasil bahwa 34 dari 80 penderita yang
diperiksa menunjukkan tanda-tanda tumor ganas dan 28 di antaranya adalah KHS.
Ultrasonografi memberikan sensitivitas sebesar 45% dan spesifisitas 98%. Oleh
karena sensitivitas tes ini maka setiap massa yang terdeteksi oleh ultrasonografi
harus dianggap sebagai keganasan. Karsinoma hati sekunder memberikan gambaran
berupa nodul yang diameternya kecil mempunyai densitas tinggi dan dikelilingi oleh
gema berdensitas rendah. Gambaran ini berbentuk seperti mata sapi.
Kesimpulannya, pada USG didapat :
- Echogenitas campuran (mixed echogenicity/pola mosaik) berhubungan karena
adanya nekrosis dan hipervaskuler tumor.
- Hypoechoic : tumornya solid
- Hyperechoic : karena fatty metamorphosis
-Tumor thrombus pada vena porta (±)
Gambaran USG

2. CT-scan dan angiografi


KHS dapat bermanifestasi sebagai massa yang soliter, massa yang dominan dengan
lesi satelit di sekelilingnya, massa multifokal, atau suatu infltrasi neoplasma yang
sifatnya difus. CT-scan telah banyak digunakan untuk melakukan karakterisasi lebih
lanjut dari tumor hati yang dideteksi melalui ultrasonografi. CT-scan dan angiografi
dapat mendeteksi tumor hati yang berdiameter 2 cm. Walaupun ultrasonografi lebih
sensitif dari angiografi dalam mendeteksi karsinoma hati, tetapi angiografi dapat
lebih memberikan kepastian diagnostik oleh karena adanya hipervaskularisasi tumor
yang tampak pada angiografi. Dengan media kontras lipoidol yang disuntikkan ke
dalam arteria hepatika, zat kontras ini dapat masuk ke dalam nodul tumor hati.
Dengan melakukan arteriografi yang dilanjutkan dengan CT-scan, ketepatan
diagnostik tumor akan menjadi lebih tinggi.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance (MR) imaging umum digunakan secara rutin untuk screening
penderita-penderita dengan sirosis. Pada studi yang dilakukan oleh Krinsky dkk
menguji sensitivitas dan spesifisitas dari sarana tes ini untuk KHS dan nodul
displastik pada sirosis hati. Hasil studi menunjukkan sensitivitas untuk diagnosis
KHS dilaporkan hanya sebesar 53% saja. Hal ini disebabkan karena lesi-lesi yang
tidak terdeteksi tersebut kebanyakan mempunyai diameter kecil yaitu rata-rata 1,3
cm. Sebaliknya, nodul displastik derajat tinggi meskipun dapat dideteksi namun
terdiagnosis sebagai KHS karena adanya arterial phase enhancement. Dengan
demikian, diperlukan kriteria lain selain arterial phase enhancement untuk
membedakan nodul displastik dari KHS yang kecil.

4. Positron Emission Tomography (PET)


Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi adalah PET yang
merupakan alat pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal
sebagai fluorine 18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa
kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan
glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel – sel kanker di dalam tubuh. Cairan
glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap
sel – sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker
hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi
lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastasis.
Gambaran PET

5. Uji faal hati


Karsinoma hati dapat menyebabkan terjadinya obstruksi saluran empedu atau merusak
sel-sel hati oleh karena penekanan massa tumor atau karena invasi sel tumor hingga
terjadi gangguan hati yang tampak pada peningkatan SGOT, SGPT (N : Laki-laki : 0
– 50 U/L, Perempuan : 0 – 35 U/L), alkali fosfatase, laktat dehidrogenase. Gangguan
faal hati ini tidak spesifik sebagai petanda tumor.
6. Alfafetoprotein
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal,
sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP
serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC,
dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC.
Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada kehamilan. Sensitivitas Alphafetoprotein
(AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% – 70%, artinya hanya pada 60% – 70% saja dari
penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% –
40% penderita nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila
ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan
hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan
bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker testis, dan
terratoma(8).
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama
ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan
radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan
biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu
oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT
scann fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi
dengan dituntun oleh USG ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh
pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut
dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang
diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan
tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar
tumor.

1.7 Tatalaksana
FARMAKOLOGI

Kemoterapi sistemik

Sejumlah besar studi klinis terkendali dan tidak terkendali telah dilakukan pada sebagian
besar kelompok utama kemoterapi kanker. Tidak ada obat tunggal atau obat kombinasi
yang diberikan secara sistemik berpengaruh baik, bahkan hanya mengarah ke tingkat
respons sebesar 25% atau hanya sedikit berpengaruh kepada kelangsungan hidup.

Kemoterapi Regional

Berbeda dengan hasil buruk pada kemoterapi sistemik, berbagai agen yang diberikan
melalui arteri hepatik memiliki aktivitas yang terbatas pada HCC.Dua uji terkontrol acak
telah menunjukkan keunggulan untuk bertahan hidup untuk TACE dalam subset yang
dipilih pasien. Satu digunakan doxorubicin dan lainnya menggunakan cisplatin. Terlepas
dari kenyataan bahwa terjadi peningkatan ekstraksi hepatik dari kemoterapi untuk obat
sangat sedikit, beberapa obat seperti cisplatin, doxorubicin, C mitomycin, dan mungkin
neocarzinostatin menghasilkan respon yang cukup besar bila diberikan secara regional.
Hanya sedikit data yang tersedia pemberiannya melalui infus arteri secara terus-menerus
untuk HCC, meskipun studi utama dengan cisplatin telah menunjukkan respon yang
baik. Karena laporan kelangsungan hidup tidak dibuat berdasarkan berdasarkan stadium
TNM, sulit untuk mengetahui prognosis jangka panjang dalam hubungannya dengan
batas tumor. Sebagian besar penelitian tentang kemoterapi arteri hepatik regional juga
menggunakan agen embolisasi seperti ethiodol, gelatin partikel spons (Gelfoam), pati
(Spherex), atau mikrosfer. Dua produk yang terdiri dari mikrosfer didefinisikan dengan
ukuran berkisar-Embospheres (biosphere) dan Sensual SE-menggunakan partikel 40-120,
100-300, 300-500, dan 500-1000 m ukurannya. Diameter optimal partikel untuk TACE
belum didefinisikan.Penggunaan secara luas dari beberapa bentuk embolisasi di samping
kemoterapi telah menambah efek toksisitas. Hal ini meliputi demam yang sering terjadi
tetapi transient, sakit perut, dan anoreksia (semua dalam> 60% pasien). Selain itu, pada >
20% pasien terjadi peningkatan asites atau elevasi transien enzim transaminase.
Toksisitas hati yang disebabkan oleh embolisasi dapat dibantu dengan penggunaan
mikrosfer pati yang dapat didegradasi, dengan tingkat respon 50-60%. Sebuah masalah
besar dalam menunjukkan keunggulan harapan hidup pada pasien menanggapi TACE
adalah bahwa banyak pasien meninggal akibat sirosis yang mendasari mereka, bukan
tumor. Namun, meningkatkan kualitas hidup pasien adalah tujuan utama dari terapi
regional.

NON FARMAKOLOGI

Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada stadium lanjut.
Tindakan non-bedah dilakukan oleh dokter ahli radiologi. Termasuk dalam tindakan non-
bedah ini adalah:

a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)


Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang datangnya
bersama aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel
baru sehingga diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak
pembuluh darah baru (neovascularisasi) yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh
darah yang sudah ada disebut pembuluh darah pemberi makanan (feeding artery)
Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery. Caranya dimasukkan kateter melalui
pembuluh darah di paha (arteri femoralis) yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi
besar di perut (aorta abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke pembuluh darah hati
(artery hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam feeding artery. Lalu feeding artery ini
disumbat (diembolisasi) dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke
kanker dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke selsel kanker
akan terhenti dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum dilakukan embolisasi
dilakukan tindakan trans arterial chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi
melalui feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat yang
mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar terjamin mati
dan tak berkembang lagi.

Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan
nampaknya memberi harapan yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini.
Angka harapan hidup penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai sampai
70% dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%.

b. Infus Sitostatika Intra-arterial.


Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal berasal dari vena
porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan
oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor maka
makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan terhenti dan sel-sel tersebut akan mati.
Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat meninggal bila sudah ada penyumbatan vena
porta ini.

Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang besar
tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat dilakukan tindakan
transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena pasien menolak atau karena
ketidakmampuan pasien.

Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 – 20 Mg kombinasi dengan adriblastina


10-20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 – 200 cc. Atau dapat juga cisplatin dan
5FU (5 Fluoro Uracil). Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi
infuse sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang dipakai adalah double lumen ballon
catheter yang di-insert (dimasukkan) ke dalam arteri hepatika. Setelah ballon
dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika diinjeksikan dalam keadaan
ballon mengembang selama 10 – 30 menit, tujuannya adalah memperlama kontak
sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini maka harapan hidup pasien per lima tahunnya
menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan
adalah 20% dan 10%.

c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)


Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan atau
pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan
lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi
etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan
hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada pasien stadium dini
saja dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti melakukan pengobatan
dengan cara ini untuk kanker bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling
optimal dikerjakan pada garis tengah kurang dari 3 cm.

Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami


nekrosis yang lengkap. Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus
kanker ini dengan jumlah lesi tidak lebih dari 3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa
lesi tunggal merupakan kasus yang paling optimal dalam pengobatan. Walaupun
kelihatannya cara ini mugkin dapat menolong tetapi tidak banyak penelitian yang
memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan membawa tindakan ini memberi hasil
yang cukup menggembirakan.

d. Terapi Non-bedah Lainnya


Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya dilakukan bila terapi
bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial
Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi.
Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy (RFA), Proton Beam
Therapy, Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang
kesemuanya ini bersifat palliatif (membantu) bukan kuratif (menyembuhkan)
keseluruhannya

Karsinoma Hepatoseluler Stadium I dan II

Tumor tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik, termasuk
reseksi bedah, ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan terapi injeksi lokal (etanol
atau asam asetat). Banyak juga yang memiliki penyakit hati yang signifikan yang
mendasari dan tidak dapat mentolerir terapi bedah karena kehilangan parenkim hati,
namun mungkin mereka memenuhi persyaratan untuk transplantasi hati orthotopic
(orthotopic liver transplant = OLTX) di masa yang akan datang. Prinsip penting dalam
perawatan tahap awal HCC adalah dengan menggunakan perawatan hati-hemat dan
berfokus pada pengobatan baik tumor maupun sirosis.

Eksisi Bedah

Risiko hepatectomi utama adalah tinggi (mortalitas 5-10%) diakibatkan oleh penyakit
hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Oklusi vena portal
preoperative kadang-kadang dapat dilakukan untuk menyebabkan atrofi lobus HCC yang
terlibat dan hipertrofi kompensasi dari hati yang masih normal.Pada pasien sirosis,
operasi hati besar dapat mengakibatkan kegagalan hati. Klasifikasi Child-Pugh dari gagal
hati dapat menentukan prognosis untuk toleransi operasi hati yang dapat diandalkan, dan
hanya Child A yang dapat dipertimbangkan untuk reseksi bedah. Pasien dengan Child B
dan C dengan tahap I dan II HCC harus dirujuk untuk OLTX jika sesuai, seperti pada
pasien dengan asites atau riwayat pendarahan varises. Meskipun terapi bedah eksisi
terbuka merupakan terapi yang paling dapat diandalkan, namun pasien mungkin lebih
baik ditawarkan dengan pendekatan secara laparoskopi untuk reseksi, menggunakan
RFA atau injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol injection=PEI).

Strategi Ablasi Lokal


Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation=RFA) menggunakan panas untuk ablasi
tumor. Ukuran maksimum dari array probe dapat dilakukan untuk zona nekrosis 7-cm,
yang akan cukup untuk tumor berukuran 3-4 cm

Pengobatan tumor yang dekat dengan pedikel portal utama dapat menyebabkan cedera
duktus empedu dan obstruksi. Hal ini membatasi terapi tumor yang secara anatomi cocok
untuk teknik ini. RFA dapat dilakukan secara perkutan dengan panduan CT atau USG,
atau dengan laparoskopi dengan panduan USG.

Terapi Injeksi Lokal

Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya injeksi lokal ke dalam tumor, yang
paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak relatif dengan riwayat sirosis hati keras
memungkinkan untuk dilakukan injeksi etanol volume besar ke dalam tumor tanpa
terjadi difusi ke dalam parenkim hati atau kebocoran keluar dari hati. PEI menyebabkan
kerusakan langsung dari sel-sel kanker, tetapi juga akan menghancurkan sel-sel normal
di sekitarnya. Hal ini biasanya memerlukan beberapa suntikan (rata-rata tiga), berbeda
dengan satu untuk RFA. Ukuran maksimum tumor terpercaya diperlakukan adalah 3 cm,
bahkan dengan beberapa suntikan.

Transplantasi Hepar

Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan sirosis adalah
OLTX, dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus nonkanker. OLTX
dapat digunakan pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3 nodul atau kurang, setiap 3
cm, menghasilkan kelangsungan hidup yang bagus tanpa tumor (70% selama 5 tahun).
Untuk HCC lanjut, OLTX telah ditinggalkan karena adanya tingkat kekambuhan tumor
yang tinggi. Prioritas skoring untuk OLTX sebelumnya menyebabkan pasien HCC
menunggu terlalu lama untuk dilakukan OLTX, sehingga beberapa tumor menjadi lebih
parah selama pasien menunggu hati yang disumbangkan. Berbagai terapi yang digunakan
sebagai "jembatan" untuk OLTX, ialah RFA, PEI, dan chemoembolization transarterial
(TACE).

Terapi Adjuvant

Peran kemoterapi ajuvan bagi pasien setelah reseksi atau OLTX masih belum jelas.
Telah ditemukan bahwa tidak ada manfaat yang jelas dalam kelangsungan hidup dalam
keadaan bebas penyakit atau secara keseluruhan baik untuk pendekatan adjuvant maupun
neoadjuvant, meskipun suatu meta-analisis beberapa percobaan menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam keadaan bebas penyakit dan secara keseluruhan.
Analisis dari uji coba kemoterapi ajuvan pasca operasi sistemik tidak menunjukkan
manfaat ketahanan hidup dalam keadaan bebas penyakit atau secara keseluruhan, namun
studi tunggal TACE dan neoadjuvant 131I-ethiodol telah menunjukkan peningkatan
kelangsungan hidup setelah dilakukan reseksi.

1.8 PROGNOSIS
5 year survival setekah reseksi kuratif sekitar 33%-64 %. 5 year survival setelah
transplantasi sekitar 19%-70%. Jika tidak dapat dilakukan reseksi prognosis hidup akan
semakin buruk yaitu sekitar 4-6 bulan saja.

1.9 PENCEGAHAN
Pencegahan primer dilakukan sebelum terjadi kanker yaitu :
a. Vaksinasi hepatitis
b. Menjaga pola hidup sehat dengan tidak merokok dan minum alkohol
c. Menjaga pola makan yang rendah glukosa agar tidak diabetes melitus sehingga akan
menjadi faktor resiko terjadi HCC
d. Menjaga pola makan agar tidak obesitas apalagi diusia yang sudah hampir lansia

Pencegahan sekunder yaitu dengan mencegah terjadinya rekurensi.

2. Memahami dan menjelaskan hukum transplantasi hati menurut pandangan islam

Pengertian Transplantasi

Transplantasi berasal dari bahasa Inggris to transplant, yang berarti to move from one
place to another, bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Adapun pengertian menurut
ahli ilmu kedokteran, transplantasi itu ialah : Pemindahan jaringan atau organ dari tempat
satu ke tempat lain. Yang dimaksud jaringan di sini ialah : Kumpulan sel-sel (bagian
terkecil dari individu) yang sama mempunyai fungsi tertentu.

Yang dimaksud organ ialah : Kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda
sehingga merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu, seperti jantung, hati
dan lain-lain.

Sedangkan transplantasi dalam literatur Arab kontemporer dikenal dengan istilah naql al-
a’d{a’ atau juga disebut dengan zar’u al-a’d{a’. Kalau dalam literatur Arab klasik
transplantasi disebut dengan istilah al-was}l (penyambungan). Adapun pengertian
transplantasi secara terperinci dalam literatur Arab klasik dan kontemporer sama halnya
dengan keterangan ilmu kedokteran di atas. Sedang transplantasi di Indonesia lebih
dikenal dengan istilah pencangkokan.

Pembagian Transplantasi

Melihat dari pengertian di atas, Djamaluddin Miri membagi transplantasi itu pada dua
bagian :

1. Transplantasi jaringan seperti pencangkokan kornea mata.


2. Transplantasi organ seperti pencangkokan organ ginjal, jantung dan sebagainya.

Melihat dari hubungan genetik antara donor (pemberi jaringan atau organ yang
ditransplantasikan) dari resipien (orang yang menerima pindahan jaringan atau organ),
ada tiga macam pencangkokan :
1. Auto transplantasi, yaitu transplantasi di mana donor resipiennya satu individu. Seperti
seorang yang pipinya dioperasi, untuk memulihkan bentuk, diambilkan daging dari
bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri.
2. Homo transplantasi, yakni di mana transplantasi itu donor dan resipiennya individu yang
sama jenisnya, (jenis di sini bukan jenis kelamin, tetapi jenis manusia dengan manusia).

Pada homo transplantasi ini bisa terjadi donor dan resipiennya dua individu yang masih
hidup, bisa juga terjadi antara donor yang telah meninggal dunia yang disebut cadaver
donor, sedang resipien masih hidup.

1. Hetero transplantasi ialah yang donor dan resipiennya dua individu yang berlainan
jenisnya, seperti transplantasi yang donornya adalah hewan sedangkan resipiennya
manusia.

Pada auto transplantasi hampir selalu tidak pernah mendatangkan reaksi penolakan,
sehingga jaringan atau organ yang ditransplantasikan hampir selalu dapat dipertahankan
oleh resipien dalam jangka waktu yang cukup lama..

Pada homo transplantasi dikenal tiga kemungkinan :

1. Apabila resipien dan donor adalah saudara kembar yang berasal dari satu telur, maka
transplantasi hampir selalu tidak menyebabkan reaksi penolakan. Pada golongan ini hasil
transplantasinya serupa dengan hasil transplantasi pada auto transplantasi.
2. Apabila resipien dan donor adalah saudara kandung atau salah satunya adalah orang
tuanya, maka reaksi penolakan pada golongan ini lebih besar daripada golongan pertama,
tetapi masih lebih kecil daripada golongan ketiga.
3. Apabila resipien dan donor adalah dua orang yang tidak ada hubungan saudara, maka
kemungkinan besar transplantasi selalu menyebabkan reaksi penolakan.

Pada waktu sekarang homo transplantasi paling sering dikerjakan dalam klinik, terlebih-
lebih dengan menggunakan cadaver donor, karena :

1. Kebutuhan organ dengan mudah dapat dicukupi, karena donor tidak sulit dicari.
2. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, terutama dalam bidang
immunologi, maka reaksi penolakan dapat ditekan seminimal mungkin.

Pada hetero transplantasi hampir selalu meyebabkan timbulnya reaksi penolakan yang
sangat hebat dan sukar sekali diatasi. Maka itu, penggunaanya masih terbatas pada
binatang percobaan. Tetapi pernah diberitakan adanya percobaan mentransplantasikan
kulit babi yang sudah di iyophilisasi untuk menutup luka bakar yang sangat luas pada
manusia.

Sekarang hampir semua organ telah dapat ditransplantasikan, sekalipun sebagian masih
dalam taraf menggunakan binatang percobaan, kecuali otak, karena memang tehnisnya
amat sulit. Namun demikian pernah diberitakan bahwa di Rusia sudah pernah dilakukan
percobaan mentransplantasikan kepala pada binatang dengan hasil baik.

Pendapat Ulama Tentang Transplantasi


Para ulama fiqh (pakar hukum Islam) klasik sepakat bahwa menyambung organ tubuh
manusia dengan organ manusia boleh selama organ lainnya tidak didapatkan. Sedangkan
pakar hukum Islam kontemporer berbeda pendapat akan boleh dan tidaknya transplantasi
organ tubuh manusia. Berikut ini pernyataan para pakar hukum Islam klasik dan
kontemporer:

Imam al-Nawawi> (w. abad VI) dalam karyanya Minha>j al-T}a>libi>n mengatakan,

‫ فإن مات لم‬,‫ولو وصل عظمه بنجس لفقد الطاهر فمعذور وإال وجب نزعه إن لم يخف ضررا ظاهرا قيل وإن خاف‬
‫ينزع على الصحيح‬

“Jika seseorang menyambung tulangnya dengan barang yang najis karena tidak ada
barang yang suci maka hukumnya udhu>r (tidak apa-apa). Namun, apabila ada barang
yang suci kemudian disambung dengan barang yang najis maka wajib dibuka jika tidak
menimbulkan bahaya”.

Zakariya> al-Ans}ari> (abad IX) dalam karyanya Fathu al-Wahha>b Sharh Manhaj al-
T}ulla>b, kitab Manhaj al-T}ulla>b merupakan kitab ringkasan dari kitab Minha>j al-
T}a>libi>n karya imam al-Nawawi (w. abad VI). Zakariya> mengatakan :

‫ولو وصل عظمه لحاجة إلى وصله بنجس من عظم ال يصلح للوصل غيره عذر في ذلك فتصح صالته معه وإال بأن‬
‫لم يحتج أو وجد صالحا غيره من غير أدمي وجب عليه نزع النجس وإن اكتسى لحما إن أمن من نزعه ضررا يبيح‬
‫التيمم ولم يمت‬

“Jika ada seseorang melakukan penyambungan tulangnya atas dasar butuh dengan tulang
yang najis dengan alasan tidak ada tulang lain yang cocok. Maka hal itu, diperbolehkan
dan sah sholatnya dengan tulang najis tersebut. Kecuali, jika dalam penyambungan itu
tidak ada unsur kebutuhan atau ada tulang lain yang suci selain tulang manusia maka ia
wajib membuka (mencabut) kembali tulang najis tersebut walaupun sudah tertutup oleh
daging. Dengan catatan, jika proses pengambilan tulang najis tersebut aman (tidak
membahayakan) dan tidak menyebabkan kematian”.

Al-Bujayrami>, dalam komentarnya atas ‘iba>rah (teks) kitab Fathu al-Wahha>b di


atas, mengatakan bahwa tidak diperbolehkannya menyambung tulang dengan tulang
manusia, jika yang lain masih ada walaupun tulangnya hewan yang najis seperti celeng
dan anjing. Oleh karena itu, jika yang lain baik yang suci maupun yang najis tidak ada,
maka menyambung tulang dengan tulang manusia itu hukumnya boleh

Senada dengan Zakariya>, ialah Ibnu Hajr dalam Tuh}fah-nya :

َ‫ظ ِم الن ِج ِس َو َال فَ ْرقَ فِي ْاْلدَ ِمي ِ َبيْنَ أَ ْن يَ ُكون‬ ْ َ‫ب ن َْز ِع ِه ك َْالع‬ ِ ‫ص ِل بِ ِه َو ُو ُجو‬ ْ ‫ظ ُم َغي ِْر ِه ِم ْن ْاْلدَ ِميِينَ فِي تَحْ ِر ِيم ْال َو‬ ْ ‫َو َع‬
ْ
‫س َر ِم ْن َعظ ِم ِه إال‬ َ ‫ص ُل َما ا ْن َك‬ ِ َ‫ص ِر ِبقَ ْو ِل ِه َو َال ي‬ ْ
َ َ‫ض ال ُمت َأ َ ِخ ِرينَ فَقَدْ نَص فِي ال ُم ْخت‬ ْ ِ ‫ُمحْ ت ََر ًما أ َ ْو َال َك ُم ْرت ٍَّد َو َح ْر ِبي ٍّ ِخ َالفًا ِلبَ ْع‬
‫عظ َم آد َِم ّي‬ ْ َ ‫صل ُح َو‬ ُ ْ ‫سا َي‬ ً ‫ظ ِم َما يُؤْ َك ُل لَحْ ُمهُ ذَ ِكيًّا َويُؤْ َخذُ ِم ْنهُ أَنه َل يَ ُجوز ال َجب ُْر بِ َعظ ِم اْلد َِم ّي ُمطلقا فل ْو َو َج َد ن ِج‬
َ َ َ ً َ ْ ْ ْ ْ ُ َ ُ َّ ْ َ‫بِع‬
‫ص ُل ِبعَ ْظ ِم ْاْلد َِم ّي ِ َوقَ ْولُهُ كَا ْلعَ ْظ ِم النَّ ِج ِس‬ ْ ‫َاز ا ْل َو‬ َ ‫صلُ ُح ج‬ ْ َ‫سا ي‬ َ
ً ‫َب ت َ ْقدِي ُم ْاْل َّو ِل ا هـ َوقَ ِضيَّتُهُ أنَّهُ لَ ْو لَ ْم يَ ِج ْد نَ ِج‬ َ َ ‫َكذَ ِلكَ َوج‬
ُ‫ َوه َُو ِم ْن آدَ ِمي ٍّ ( َهذَا إن َما يُقَ ِيد‬، ‫غي َْر ُه ) قَ ْولُهُ أ َ ْو َم َع ُو ُجو ِد ِه‬ َ ‫عهُ إذَا َو َج َد‬ ‫ا‬
ُ ِْ َ ُ َ َ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ه‬‫ْر‬ ‫ي‬‫غ‬َ ‫د‬
َ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ‫إ‬ ‫ه‬ ‫ب‬
ِِ ِ ْ َ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫و‬ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ُ
‫از‬ َ ‫قَ ِض َّيتُهُ ج‬
‫َو‬
‫از‬ َ ُ‫ي َما لَ ْو لَ ْم يَ ِجد‬
ُ ‫صا ِل ًحا َغي َْرهُ فَيَحْ ت َِم ُل ِحي َنئِ ٍّذ َج َو‬ َ ‫سا َوبَ ِق‬ ً ‫ع ْال َجب ِْر بِعَظ ِم اْلدَ ِمي ِ َم َع ُو ُجو ِد الصا ِلحِ ِم ْن َغي ِْر ِه َولَ ْو ن َِج‬ ْ ْ َ ‫ْامتِنَا‬
‫ط َك َما‬ ْ َ‫ش إال ُم ِبي َح الت َي ُّم ِم فَق‬ ‫خ‬ْ ‫ي‬ ‫م‬ َ ‫ل‬
َ َ ْ َِ ُ َ َ ْ
‫ن‬ ‫إ‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ْر‬ ‫ي‬‫غ‬َ ‫د‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ‫إ‬ ‫ت‬
ِ ‫ي‬‫م‬ ْ
‫ال‬
َِ ِ َِ ‫ي‬ ‫م‬ ‫د‬ ْ
‫اْل‬ ُ
‫ل‬ ْ
‫ك‬ َ ‫أ‬ ‫ر‬ِ ‫ط‬َ ‫ض‬
ْ ‫م‬ ْ
‫ل‬ ‫ل‬ ُ
‫وز‬
ُ ِ ُ َ َ ‫ج‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫م‬ َ
‫ك‬ ‫ت‬
ِ ‫ي‬‫م‬ ْ
‫ال‬
َِ ِ َِ ‫ي‬ ‫م‬ ‫د‬ ْ
‫اْل‬ ِ َ ِ ‫ْال َجب ِْر‬
‫م‬ ‫ظ‬ْ ‫ع‬‫ب‬
َ‫ف ذَاك‬ ِ ‫اء العَظ ِم ُهنَا فَ ِاال ْمتِ َهانُ دَائِ ٌم بِ ِخ َال‬ ْ ْ َ
ِ َ‫ْط َر ِار َويَحْ ت َِم ُل أ ْن يُفَرقَ بِ َبق‬ ِ ‫ث ِاالض‬ ِ ‫ارحِ اْلتِي فِي َم ْب َح‬ ْ ِ ‫يُ ِفيدُهُ ك ََال ُم الش‬
‫ َوي َُؤ ِيدُ ْاْلَو َل قَ ْولُهُ ْاْلتِي‬.
Dalam ‘iba>rah (teks) di atas, Ibn Hajr senada dengan al-Bujayrami, bahwa ia
memperbolehkan transplantasi organ manusia dengan organ manusia dalam keadaan jika
sesuatu yang suci dan yang najis tidak ada. Jika masih ditemukan/ada tulang yang najis
maka tidak boleh memakai tulang manusia.

Pakar hukum Islam kontemporer dalam masalah transplantasi boleh dan tidaknya ada
dua pendapat :

Pertama, Ibn Ba>z ulama dari Saudi Arabia mengatakan bahwa praktek transplantasi
anggota tubuh manusia kepada manusia lainnya yang dilakukan atas dasar kemaslahatan
pada orang lain itu tidak boleh berdasarklan hadith Nabi saw :

‫كسر عظم الميت ككسره حيا‬.

“Merusak tulang orang mati hukumnya sama dengan merusak tulang orang hidup”.

Hadith tersebut menunjukkan bahwa manusia itu muhtaramah (mulya) hidup dan
matinya dan kalaupun si mayyit mewasiatkan anggota tubuhnya untuk diberikan kepada
orang lain, maka wasiat itu tidak sah karena manusia tidak mempunyai (hak atas)
tubuhnya sendiri dan ahli waris hanya menerima warisan dari mayyit harta peninggalan
saja bukan termasuk di dalamnya (warisan) anggota tubuh mayyit.

Kedua, berbeda dengan Ibn Ba>z para pakar hukum Islam kontemporer di antaranya
Qard}a>wi>, al-Bu>t}i>, Abd Allah Kanu>n dan Abd Allah al-Faqi>h yang mengatakan
bahwa praktek transplantasi boleh dan kebolehannya itu bersifat muqayyad (bersyarat).
Seseorang tidak boleh mendonorkan sebagian organ tubuhnya yang justru akan
menimbulkan bahaya, kesulitan dan kesengsaraan bagi dirinya atau bagi seseorang yang
punya hak tetap atas dirinya misalnya suami atau orang tua.

Qard}a>wi> dalam fatwanya mengatakan : Ada yang mengatakan bahwa


diperbolehkannya seseorang mendermakan atau mendonorkan sesuatu ialah apabila itu
miliknya. Maka, apakah seseorang itu memiliki tubuhnya sendiri sehingga ia dapat
mempergunakan sekehendak hatinya. Lanjut Qard}a>wi>, perlu diperhatikan bahwa
meskipun tubuh merupakan titipan dari Allah, tetapi manusia diberi wewenang untuk
memanfaatkan dan mempergunakannya, sebagaimana harta. Sebagaimana manusia boleh
mendermakan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain yang membutuhkannya,
maka diperkenankan juga seseorang mendermakan sebagian tubuhnya untuk orang lain
yang memerlukannya. Hanya saja perbedaannya adalah bahwa manusia adakalanya
boleh mendermakan atau membelanjakan seluruh hartanya, tetapi dia tidak boleh
mendermakan seluruh anggota badannya. Bahkan ia tidak boleh mendermakan dirinya
(mengorbankan dirinya) untuk menyelamatkan orang sakit dari kematian, dari
penderitaan yang sangat atau dari kehidupan yang sengsara

Sementara hasil keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama sebagaimana termaktub dalam


ahkamul fuqaha mengatakan bahwa pecangkokan organ tubuh manusia ada yang
membolehkan dengan syarat : Karena diperlukan, dengan ketentuan tertib pengamanan
dan tidak ditemukan selain organ tubuh manusia itu

Dari penjelasan di atas bahwa transpslntasi dalam hukum Islam terdapat perselisihan
pendapat dalam hal ini ada yang melarang praktek tersebut secara mutlak berdasarkan
hadith Nabi saw dan dalil ‘aqli> bahwa anggota tubuh manusia bukan milik manusia
sendiri melainkan hanya titipan Allah yang harus dijaga hidup dan mati.

Sementara pakar hukum Islam lainnya mengatakan boleh dengan beberapa syarat seperti
dijelaskan di atas, kalau tidak memenuhi syarat-syaratnya maka hukumnya sebagaimana
pendapat pertama yaitu tidak boleh.

Termasuk syarat yang memperbolehkan praktek transplantasi menurut banyak pakar


hukum Islam yaitu bahwa praktek tersebut dilakukan dengan hibah (pemberian) tanpa
adanya jual beli di antara dua pihak pendonor dan resipien namun ada pendapat yang
mengatakan bahwa praktek transplantasi boleh dilakukan dengan jual beli.
Daftar Pustaka

Abu Dawud. Sunan Abi Dawud, vol. II. tt. Dar al-Fikr, tt.

Bagian Farmakologi FKUI, 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:FKUI

De Jong,wim. 1997. Ilmu Bedah, ed.revisi. Jakarta:EGC

http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta : EGC

Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC

Sudoyo,Aru W.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta:Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI.

Anda mungkin juga menyukai