Anda di halaman 1dari 3

TEORI PERKEMBANGAN JEAN PIAGET & ERIK ERIKSON

20 March 2012 - dalam Psikologi Umum I Oleh ratih-f-a-fpsi05


Jean Piaget (1896-1980) Jean Piaget dilahirkan di Neuchâtel, Swiss, pada tanggal 9 Agustus
1896. Teori belajar atau teori perkembangan mental Piaget biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar yang dikemukakan
Piaget berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Pakar psikologi dari Swiss ini,
mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Teori
Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan,
pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Seorang guru diharuskan
memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan
intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar,
pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya. proses kognitif menerima memungkinkan
siswa untuk menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan kognitif sehingga struktur
kognitif tersebut semakin kaya, sementara proses kognitif menantang memungkinkan
jaringan struktur kognitif yang ada semakin kuat hubungannyaSetiap tahap perkembangan
intelektual tersebut dilengkapi dengan ciriciri tertentu dalam mengonstruksi pengetahuan.
Misalnya pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerak atau perbuatannya. Proses
belajar berhubungan dengan proses perkembangan intelektual. Menurut Jean Piaget ada tiga
tahap proses perkembangan intelektual, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi
(penyeimbangan). Asimilasi adalah proses perpaduan antara informasi yang baru dengan
struktur kognitif yang sudah dimiliki. Dalam proses ini seseorang menggunakan struktur atau
kemampuan yang sudah dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam
lingkungannya. Persyaratan penting untuk terjadinya asimilasi adalah struktur internal yang
menggunakan informasi baru. Namun seseorang sering tidak memadukan informasi baru ke
dalam struktur kognitifnya karena ia tidak memiliki struktur asimilasi yang cocok.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur internal dengan ciri-ciri tertentu dasri situasi khusus
yang berupa objek atau kejadian yangbaru. Dalam proses akomodai ini seseorang
memerlukan modifikasi struktur internl yang ada dalam menghadapi reaksi terhadap
tantangan lingkungan. Asimilasi dan akomodasi berfungsi bersama-smaa dalam menghadapi
lingkungan (beradaptasi) pada semua tingkat fungsi intelek. Dalam perkembangan
intelektual, akomodai mempunyai arti dalam pengubahan struktur kognitif individu. Bila ia
menyadari bahwa cara berpikirnya bertentangan dengan kejadian lingkungan, ia akan
mengorganisasikan dara berpikir sebelumnya. Reorganisasi inilah yang menghasilkan tingkat
berpikir yang lebih tinggi. Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang
memungkinkan seseorang tumbuh, berkembang dan berubah sementara untuk menjadi lebih
mantap/ seimbang. Ekuilibrasi bukan keseimbangan dalam hal kekuatan melainkan
merupakan proses yang dinamis yang secara terus menerus mengatur tingkah laku. Proses
Ekuilibrasi ini disebut juga proses penyimbangan antara ”dunia luar” dan ”dunia dalam”.
Tanpa proses perkembangan intelektual seorang akan tersendat-sendat (terganggu)
berlangsung ssecara tidak seimbang. Tahap – tahap Perkembangan: Piaget membagi
perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin
canggih seiring pertambahan usia : 1.Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun) Bayi beranjak
dari tindakan refleks naruliah sejak kelahiran hingga permulaan pemikiran simbolis. Bayi
membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-
pengalaman sensor dan tindakan fisik. 2.Periode praoperasional (usia 2–7 tahun) Anak mulai
melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar; kata-kata dan gambar-gambar ini
mencerminkan meningkatnya pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor
dan tindakan fisik. 3.Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun) Anak saat ini dapat
berfikir seara logis tentang peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda ke
dalam bentuk-bentuk yang berbeda. 4.Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai
dewasa) Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih
idealis. Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke ketahap berikutnya
bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama
seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap
individu yang bersangkutan. Bisa saja seorang anak akan mengalami tahap praoperasional
lebih lama dari pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama. Pada tahun
1918, Jean Piaget menerima gelar Doktor dalam Ilmu dari Universitas Neuchâtel. Dia bekerja
selama setahun psikologi di laboratorium di Zurich dan terkenal psikiatri Bleuler di klinik
Selama periode ini, ia diperkenalkan pada karya-karya Freud, Jung, dan lain-lain. Pada 1919,
ia mengajar psikologi dan filsafat di Sorbonne di Paris. Di sini ia bertemu Simon (dari-Binet
Simon terkenal) dan melakukan penelitian intelijen untuk menguji Dia tidak peduli untuk
hak-atau-salah “gaya” dari cerdas tes dan mulai mewawancarai subyek di sebuah sekolah
anak laki-laki bukan, dengan menggunakan teknik wawancara psikiatri yang ia pelajari tahun
sebelumnya. Dengan kata lain, ia mulai bertanya bagaimana anak-anak beralasan. Pada
periode hidupnya, Piaget semakin tertarik pada logika anak dan metode berpikir yang
berbeda-beda yang digunakan anak dalam menjawab peertanyaan pada usia yang berbeda
pula. Selanutnya Piaget bekerja melakukan penelitian selama kurang lebih 40 tahun. Studinya
dipusatkan pada persepsi anak dalam pemahamannya mengenai alam/benda, jumlah, waktu,
perpindahan, ruang, dan geometri. Ia menganalisis operasi-operasi mental yang digunakan
oleh anak, cara berpikir simbolis dan logika mereka. Erik Erikson (1902-1994) Erik Erikson
dilahirkan di Jerman pada tanggal 15 Juni 1902. Pencarian identitas menjadi fokus perhatian
terbesar Erik dalam kehidupan dan teorinya. Selama masa anak-anak hingga masa awal
dewasa, dia adalah Erik Homberger. Kedua orangtuanya pun menyembunyikan detil-detil
kelahirannya. Erikson akhirnya memilih kesenian, karena ia memiliki bakat dan minat di
bidang itu. Pada masa hidupnya ini (Erikson pada waktu itu berusia 25 tahun) terjadilah
sesuatu yang membuatnya berubah secara drastis. Ia diundang untuk menghajar pada suatu
sekolah swasta kecil, di Wina. Erikson menjadi begitu tertarik pada pendidikan anak anak
sehingga ia mengikuti dan tamat dari sekolah pendidikan guru yang menerapkan metode
Montessor. Metode Montessori menekankan perkembangan inisiatif anak sendiri melalui
permainan dan pekerjaan. Pengealaman ini memiliki pengaruh yang tidak pernah hilang
dalam diri Erikson. Pengaruh lain yang lebih dalam ialah perkenalannya yang tak teralakan
dengan psikoanalisis. Ia berkenala dengan perkumpulan Freud, mengikuti pendidikan
psikoanalisis di bawah bimbingan Anna Freud, mempelajari psikoloanalisis di Institut
Psikoanalisis di Wina, dan tamat darisana pada tahun 1933. Dus, ia telah menemukan
identitas profesinya. Waktu belajar psikoanalisis dan mengajar di sekolah Erikson menikah
dengan Joan Serson, seorang penari kelahiran Kanada dan rekan guru, Mereka memutuskan
untuk pindah ke Denmark, tetapi karena keputusnsan itu tidak memuaskan, maka mereka
pergi ke Amerika Serikat, menetap di Boston pada tahun 1933. Erikson menjadi ahli pertama
di bidang psikoanalisis anak di kota itu. Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia
dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah
salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya
bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari
teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego
adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson,
perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita
dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan
memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah
alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial. Erikson
memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan)
tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini
bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas
pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan
kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu
akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil
dengan perasaan tidak selaras. Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan
mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson
berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau
kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi
meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan. Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs
tidak percaya): Rasa kepercayaan menuntut perasaan nyaman secara fisik dan jumlah
ketakutan minimal akan masa depan. Kebutuhan-kebutuhan dasar bayi dipenuhi oleh
pengasuh yang tanggap dan peka. Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu
(shame and doubt): Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh, bayi mulai menemukan
bahwa mereka memiliki kemauan yang berasal dari diri mereka sendiri. Mereka menegaskan
rasa otonomi atau kemandirian mereka. Mereka menyadari kemauan mereka. Jika bayi terlalu
keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu. Tahap 3. Inisiatif
(Initiative) vs rasa bersalah (Guilt): Ketika anak-anak prasekolah menghadapi dunia sosial
yang lebih luas, mereka lebih tertantang dan perlu mengembangkan perilaku yang lebih
bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Anak-anak doharapkan menerima
tanggung jawab yang lebih besar. Namun, perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat
muncul jika anak-anak tidak bertanggung jawab dan dibuat merasa terlalu cemas. Tahap 4.
Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri): Tidak ada masalah lain yang lebih antusias
dari pada akhir periode masa awal anak-anak yang penuh imajinasi. Ketika anak-anak
memasuki tahun-tahun sekolah dasar, mereka mengarahkan energi mereka pada penguasaan
pengetahuan dan ketrampilan intelektual yang berbahaya pada tahap ini adalah perasaan tidak
berkompeten dan tidak produktif. Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs
kebingungan identitas): Individu dihadapkan pada temuan siapa mereka, bagaimana mereka
kira-kira nantinya, dan ke mana mereka menuju dalam kehidupannya. Satu dimensi yang
penting ialah penjajakan pilihan-pilihan alternatif terhadap peran. Penjajakan karir
merupakan hal penting. Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan): Individu
menghadapi tugas perkembangan pembentukan relasi yang akrab dengan orang lain. Erikson
menggambarkan keakraban sebagai penemuan diri sendiri, tetapi kehilangan diri sendiri pada
diri orang lain. Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan): Persoalan utama
ialah membantu generasi muda dalam mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang
berguna. Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa): Individu menoleh masa lalu
dan mengevaluais apa yang telah mereka lakukan dalam kehidupan mereka. Menoleh
kembali kemasa lalu dapat bersifat positif (keutuhan) atau negarif (putus asa). Referensi:
Santrock, J.W., (2002). Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup Jilid 1. Jakarta

http://ratih-f-a-fpsi05.web.unair.ac.id/artikel_detail-43566-Psikologi%20Umum%20I-TEORI
%20PERKEMBANGAN%20JEAN%20PIAGET%20&%20ERIK%20ERIKSON%20.html

Anda mungkin juga menyukai