KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Konformitas Teman Sebaya
a. Pengertian Teman Sebaya
Teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dengan
kita, dan memiliki kelompok sosial yang sama pula, misalnya teman sekolah
(Mu’tadin 2002). Teman sebaya juga dapat diartikan sebagai kelompok orang
yang mempunyai latar belakang, usia, pendidikan, dan status sosial yang sama,
dan teman sebaya biasanya dapat mempengaruhi perilaku dan keyakinan
masing-masing anggotanya. Kelompok teman sebaya biasanya saling bercerita
tentang kesenangan dan latar belakang anggotanya. Selain tingkat usia yang
sama, teman sebaya juga memiliki tingkat kedewasaan yang sama. Jadi dapat
disimpulkan bahwa teman sebaya adalah sekelompok orang yang seumuran,
berlatar belakang, berpendidikan, dan dalam status sosial yang relatif sama, di
mana dalam kelompok tersebut biasanya terjadi pertukaran informasi yang
mungkin saja dapat mempengaruhi perilaku dan keyakinan dari anggota
lainnya.
b. Pengertian Konformitas
Asch (dalam Feldman, 1995) mendefinisikan konformitas sebagai perubahan
dalam sikap dan perilaku yang dibawa seseorang sebagai hasrat untuk
mengikuti kepercayaan atau standar yang ditetapkan orang lain. Konformitas
juga diartikan sebagai bujukan untuk merasakan tekanan kelompok meskipun
tidak ada permintaan langsung untuk tunduk pada kelompok (Deux, Dane &
Wrigthsman, 1993). Sedangkan Feldman (1995) mengatakan:
“a change in behavior or attitudes brought about by a desire to follow
belief or standards of others.”
Konformitas adalah perubahan perilaku atau sikap yang disesuaikan
untuk mengikuti keyakinan atau standar kelompok.
7
8
dari teman sebayanya yang dirasakan secara nyata maupun hanya imajinasi
dari individu tersebut.
Individu yang memiliki harga diri tinggi memiliki karakteristik 1) aktif dan
dapat mengekspresikan diri dengan baik, 2) berhasil dalam bidang
akademik, terlebih dalam mengadakan hubungan sosial, 3) dapat menerima
kritik dengan baik, 4) percaya terhadap presepsi dan dirinya sendiri, 5) tidak
terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya memikirkan kesulitannya
sendiri, 6) keyakinan akan dirinya tidak berdasarkan pada fantasinya, karena
memang mempunyai kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas yang
tinggi, 7) tidak terpengaruh pada penilaian diri dari orang lain tentang sifat
atau kepribadiannya, baik itu positif ataupun negatif, 8) akan menyesuaikan
diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang belum jelas, dan 9) akan
lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan dengan kesukaan
sehingga tercipta tingkat kecemasan dan perasaan tidak aman yang rendah
serta memiliki daya pertahanan yang seimbang.
2) Individu dengan harga diri sedang (medium self esteem)
Karakteristik individu dengan harga diri yang sedang hampir sama dengan
karakteristik individu yang memiliki harga diri tinggi, terutama dalam
kualitas, perilaku, dan sikap. Pernyataan diri mereka memang positif, namun
cenderung kurang moderat/kurang menghindari sikap atau tindakan yang
ekstreem.
3) Individu dengan harga diri rendah (low self esteem)
Individu yang memiliki harga diri rendah memiliki karakteristik meliputi 1)
memiliki perasaan inferior, 2) takut dan mengalami kegagalan dalam
mengadakan hubungan sosial, 3) terlihat sebagai orang yang putus asa dan
depresi, 4) merasa diasingkan dan tidak diperhatikan, 5) kurang dapat
mengekspresikan diri, 6) sangat tergantung pada lingkungan, 7) tidak
konsisten, 8) secara pasif akan selalu mengikuti apa yang ada di
lingkungannya, 9) menggunakan banyak taktik pertahanan diri, dan 10)
mudah mengakui kesalahan.
Kebutuhan untuk diperhatikan diperolehnya perhatian dari orang lain
yang merupakan pengakuan terhadap harga diri, apabila kebutuhan gagal
14
3. Hubungan Antara Harga Diri (Self Esteem) dan Konformitas Teman Sebaya
Siswa yang sedang duduk dibangku SMP adalah siswa yang sedang dalam masa
peralihan dari anak-anak menuju remaja awal. Pada masa peralihan tersebut
biasanya sering muncul masalah-masalah baru yang belum mereka pahami betul
bagaimana cara megatasinya. Pada masa inilah peran orang tua dan guru sangat
dibutuhkan untuk membantu siswa mengalami masalahnya. Masalah-masalah
yang muncul sangat bervariasi, ada yang berhubungan dengan fisik maupun psikis
(psikologi) siswa. Masalah psikologis yang tarafnya masih ringan seperti: rendah
diri, rasa kuatir yang berlebihan, merasa bersalah, kurang percaya diri, mudah
marah-marah, mudah tersinggung, putus asa, dan tidak mampu menghargai
dirinya sendiri.
Siswa SMP yang sedang dalam masa peralihan sering kali kurang mampu
untuk menghargai dirinya sendiri, tidak mengetahui seberapa besar kemampuan
yang dia miliki, dan sedang mencari identitas diri. Siswa mencari identitas dirinya
dan segala pertanyaan yang sedang dialami dengan cara melakukan interaksi
dengan orang lain, khususnya dengan teman sebaya. Bagi siswa pengaruh
lingkungan teman sebaya memegang peranan yang cukup besar dalam
pembentukan tingkah laku yang dianut. Semakin bertambah kuatnya hubungan
kelompok teman sebaya maka semakin besar pula perubahan yang ditimbulkan
oleh anggota kelompok. Siswa akan merasa lebih nyaman berada dalam kelompok
teman sebayanya karena merasa memiliki nasib yang sama.
Agar dapat diterima dalam suatu kelompok tersebut siswa cenderung
melakukan konformitas. Siswa dapat dengan mudah menerima pengaruh dari
teman-temannya tanpa memikirkan resiko yang akan muncul. Tingkat
konformitas pada teman sebaya dapat memberikan dampak positif dan dampak
negatif bagi siswa. Siswa yang memiliki harga diri rendah memiliki sikap inferior,
canggung, lemah, rendah diri dalam bergaul, dan pasif. Orang-orang yang
melakukan penyalahgunaan obat-obatan, memiliki prestasi sekolah yang buruk,
mengalami depresi, dan melakukan tindak kekerasan (termasuk terorisme) adalah
orang-orang yang memiliki harga diri yang rendah (Baron, Byrne, Branscombe,
2006).
17
Namun, dari serangkaian penelitian ditemukan bahwa harga diri yang tinggi
tidak selalu berpengaruh positif terhadap tingkah laku. Bullying, narsisme, dan
eksibisionisme adalah contoh tingkah laku negatif yang dilakukan oleh orang
dengan harga diri tinggi. Mengapa orang dengan harga diri tinggi melakukan hal
tersebut? Harga diri tinggi mencerminkan superioritas terhadap orang lain dan
orang termotivasi untuk terus mempertahankannya. Ketika ada situasi yang
dipresepsikan mengancam superioritas tersebut, maka muncul tingkah laku agresif
yang bertujuan unutk mempertahankannya.
Penelitian ini dilakukan oleh Ratna Tazkia, Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia tahun 2008. Penelitian yang dilakukan tazkia (2008), secara
spesifik mengukur harga diri dalam setting kelompok yang mengukur tingkat
identifikasi individu dengan kelompok. Hasil yang ditemukan tentang adanya
hubungan yang signifikan antara kebutuhan akan identitas kelompok dan perilaku
bullying menunjukkan bahwa semakin individu mengidentifikasi diri dengan
kelompok akan diikuti dengan meningkatnya perilaku diskriminasi untuk
memperoleh harga diri kelompok yang lebih baik. Perilaku diskriminasi
ditampilkan dengan melakukan bullying terhadap orang lain yang bukan anggota
kelompoknya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara personal self-esteem dan collective self-esteem dengan perilaku bullying.
Namun, ada hubungan positif antara komponen kebutuhan akan identitas
kelompok dengan perilaku bulllying yang artinya semakin tinggi kebutuhan
seseorang akan identitas kelompok semakin tinggi pula perilaku bullying yang
ditampilkan.
Sementara hasil penelitian Indria dan Nindyati (2007) menunjukkan walaupun
remaja perlu melakukan konformitas untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan,
namun tingkat konformitas yang tinggi dapat membuat remaja tidak percaya diri
dengan keunikan dirinya, kurang imajinatif dalam menciptakan hal-hal baru, serta
mudah dipengaruhi orang lain.
Penelitian ini dilakukan oleh Hairul Anwar, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik, Jurusan Antropologi, Program Studi Antropologi Sosial Universitas
18
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan teori-teori yang sudah dijelaskan di depan beberapa faktor yang
mempengaruhi konformitas teman sebaya adalah sikap harga diri. Teman sebaya
merupakan tempat siswa mendapat dukungan di luar dukungan dari keluarga serta
adanya perasaan senasib sehingga siswa bisa saling menerima kondisi yang
dialaminya. Sikap harga diri yang rendah cenderung membuat konformitas pada
teman sebaya menjadi tinggi. Begitu pula sikap harga diri yang tinggi akan
cenderung membuat konformitas pada teman sebaya menjadi rendah. Karena
dengan melakukan konformitas pada teman sebaya siswa mendapat dukungan
emosional dari teman sebayanya, sehingga individu merasa lebih diakui dalam
sebuah kelompok, lebih percaya diri, dan lebih dihargai jika hal yang
dilakukannya sesuai dengan yang dilakukan teman sebaya dalam suatu kelompok.
Secara sistematis kerangka berfikir dapat digambarkan sebagai berikut:
C. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap penelitian atau suatu
permasalahan. Berdasarkan urutan tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai
berikut:
Terdapat hubungan antara harga diri dan konformitas pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 17 Surakarta.