Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

EPIGASTRIC PAIN SYNDROME, DIABETES MELITUS TIPE II


DAN ULKUS DIABETIKUM GRADE I

Disusun Oleh:

Miranda Audina Irawan

2012730140

Dokter Pembimbing :

dr. Sukiman, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK
STASE PENYAKIT DALAM RSIJ CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pada
penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul diabetes melitu tipe II ini
tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk penilaian kegiatan
kepaniteraan klinik stase Penyakit Dalam tahun 2017. Dan juga untuk memperdalam
pemahaman tinjauan pustaka yang telah dipelajari sebelumnya.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan laporan kasus ini. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan selanjutnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing laporan kasus ini dr. Sukiman, Sp. PD
yang telah membimbing dalam penyusunan laporan kasus. Terima kasih juga pada semua pihak
yang telah membantu dalam tahap pengumpulan referensi, analisis materi dan penyusunan
laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi instansi
kepaniteraan klinik FKK UMJ dan RSIJ Sukapura pada umumnya.

Jakarta, Oktober 2017

Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

• Nama :Tn. MS
• TTL : Jakarta, 13 April 1954
• Umur : 62 tahun
• Jenis Kelamin : laki-laki
• Alamat : Jl. Tipar Cakung, Kel. Sukapura
• Status : Menikah
• No.RM : 00-23-11-79
• Tanggal Masuk : 13 Oktober 2017
• Ruang Perawatan : Abudzar II

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di bangsal Abudzar I, pada


tanggal 13 Oktober 2017.

a. Keluhan Utama
Nyeri ulu hati sejak 3 jam SMRS

b. Keluhan Tambahan
Mual, perut terasa tidak nyaman, penuh dan panas, sering minum dan BAK

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSIJ Sukapura dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 3 jam
SMRS. Awal mulanya nyeri ulu hati sudah ada sejak 1 minggu yang lalu, namun hilang
timbul. Akan timbul tiba-tiba dan membaik jika pasien banyak minum dan beristirahat.
Nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk, perut terasa tidak nyaman, begah dan penuh. Perut
terasa panas. Rasa nyeri tidak menyebar ke daerah dada atau pinggang. Tidak berkurang
setelah BAB atau kentut. Pasien disertai rasa mual dan muntah >5 kali hari ini. Keluhan
ini memberat sehingga pasien datang berobat. Nafsu makan menurun sehingga badan
terasa lemas. Kepala terasa pusing. 1 minggu ini disertai demam namun tidak tinggi dan
hilang dengan minum obat. Tidak ada batuk atau pilek.
Selain itu pasien merasa sering kehausan sehingga sering minum dan bolak-balik
kekamar mandi karena sering BAK. BAB tidak ada keluhan. Pasien memiliki luka pada
jempol kedua jari kakinya yang sudah ada sejak 1 minggu yang lalu. Bengkak namun
tidak nyeri, tidak berdarah, tidak mengeluarkan nanah, tidak berbau.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien sebelumnya pernah merasakan keluhan seperti ini 3 bulan yang lalu dan
dirawat, namun sudah sembuh dan pasien tidak kontrol lagi.
 Pasien memiliki riwayat DM (+) sejak 10 tahun yang lalu terkontrol dengan obat-
obatan.
 Pasien memiliki riwayat hipertensi (+) sejak 5 tahun yang lalu terkontrol.
 Riwayat penyakit jantung dan penyakit asma tidak ada.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


 Di keluarga tidak sedang ada yang mengalami keluhan yang sama seperti ini.
 Pada keluarga ada riwayat DM dan hipertensi (+) pada adik pasien.
 Riwayat pengobatan TB, asma atau penyakit jantung tidak ada.

f. Riwayat Pengobatan
 Pasien telah meminum obat 3 hari yang lalu dari puskesmas yaitu diberi obat anti
nyeri dan obat mual tetapi tidak mengalami perbaikan.
 Pasien meminum obat DM yaitu metformin 500 mg 2 kali sehari
 Pasien meminum obat hipertensi yaitu Amlodipin 5mg namun jarang.

g. Riwayat Alergi
Tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan, obat, dan cuaca dingin.

h. Riwayat Psikososial
Pasien merupakan seorang pensiunan yangsudah tidak bekerja. Tinggal berdua dirumah
bersama istri. Pasien menyukai makan makanan yang pedas, jarang makan sayur, dan
sering minum. Pola makan pasien setiap makan pagi jam 10, makan siang jam 1 dan
makan malam jam 7. Dengan disertai makanan selingan berupa snack. Pasien suka
mengkonsumsi teh dengan gula diabetes, 1 gelas perhari. Jarang berolahraga.
C. Pemeriksaan fisis

Status Generalisata

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital :
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 85 kali/menit, regular, isi cukup, kuat angkat radialis
Laju Pernapasan : 20 kali/menit abdominal thoracal
Suhu Tubuh : 36.9⁰C suhu aksila
Antropometri:
BB sebelum sakit : 65 kg
BB ketika sakit : 65 kg
TB : 168 cm = 1,68 m
Status Gizi
IMT = 65/(1,68 x 1,68)
= 23 (Normoweight)

Kepala :
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Refleks Cahaya (+/+),
Mata cekung (-/-)
Hidung : Normonasi, Sekret (-/-), Epitaksis (-/-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-), Lidah kotor (-), gusi berdarah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)
Thorax :
 Paru-paru
o Inspeksi : Simetris, Retraksi (-), tidak ada dada yang tertinggal
o Palpasi : Vocal fremitus normal, nyeri tekan (-), Massa (-)
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
o Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
 Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V, 1 jari medial linea midclavikularis
sinistra
o Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dextra, batas atas jantung
ICS II linea parasternalis dextra, batas kiri jantung ICS VI, 1 jari medial linea
midclavicula sinistra.
o Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, Gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
- Inspeksi : Abdomen terlihat datar
- Auskultasi : BU (+) 3x/menit, kualitas dan kuantitas bising usus normal.
- Palpasi :
o Terdapat Nyeri tekan pada epigastrium
o Hepar dan lien tidak teraba membesar
- Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen

Status Lokalis
- a/r Pedis Dextra dan Sinistra
- terdapat ulkus pada digiti I pedis bilateral dextra dan sinistra, bengkak (+), nekrosis (-),
darah (-), pus (-), berbau (-), nyeri tekan (-)

E. Pemeriksaan Penunjang

 Hematologi Rutin (13/10/17)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 14.1 g/dl 11.7-15.5
Leukosit 15.35 ribu/μl 3.60 – 11.00
Hematokrit 40.2 % 35 – 47
Trombosit 255 ribu/μl 150 – 440
KIMIA KLINIK
GDS Jam 21.30 217 mg/Dl
F. Resume
Tn. MS 62 tahun datang dengan keluhan nyeri epigastrium sejak 3 jam SMRS. nyeri
sejak 1 minggu hilang timbul dan muncul terutama sesaat setelah makan. Nausea (+), vomitus
>5x, intake sulit (+),malaise, sefalgia (+). Polidipsi(+), polifagi(+) poliuria (+).Pasien memiliki
luka di jempol kedua jari kakinya sejak 1 minggu. Bengkak (+). Riwayat keluhan seperti ini
berulang 3 bulan yang lalu. Riwayat DM (+), riwayat HT (+). Pasien meminum obat DM yaitu
metformin 2 x 500mg tidak teratur. Pasien meminum obat hipertensi yaitu Amlodipin 5mg.

Pemeriksaan fisik dalam batas normal. TD 132/67 mmHg, HR 85x/menit, RR 20x/m,


suhu 36,9⁰C. Palpasi abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium. Leukositosis 15.350/μl. GDS
jam 21.30 217 mg/dL.

G. Daftar Masalah
- Epigastric Pain Syndrome
- Hiperglikemi e.c Diabetes Mellitus Tipe II
- Ulkus Diabetikum grade I
I. Follow Up

Tanggal Assesment
13/10/17 S: Pasien masih merasa nyeri ulu hati (+) hilang timbul, badan lemas (+),
sudah mulai makan. Masih pusing (+).

O: TD: 110/80 mmHg, HR 90 x/m, RR 19x/m, S: 36,7⁰C. NTE (+).

Lab: GDS jam 21.30 217 mg/dL

A: Epigastric pain syndrome + DM tipe II

P: IVFD Asering 500cc / 8jam (20tpm)


Ranitidin 50 mg/2 ml 2x1
Ondancentron 8 mg/2ml 2x1
Amlodipin 1x5mg
Metformin 3 x 500mg

14/10/17 S: Nyeri ulu hati mulai berkurang, nafsu makan membaik, pusing hilang
timbul. Badan masih lemas.

O: TD: 120/80 mmHg, HR 98 x/m, RR 18x/m, S: 36,5⁰C. NTE (-).

Lab: GDS jam 06.00 257 mg/dL, jam 12.00 235 mg/dL

A: Epigastric pain syndrome + DM tipe II dengan perbaikan

P: IVFD Asering 500cc / 8jam (20tpm)


Ranitidin 50 mg/2 ml 2x1
Ondancentron 8 mg/2ml 2x1
Amlodipin 1x5mg
Metformin 3 x 500mg
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Kasus
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien dapat
didiagnosa sebagai epigastric pain syndrome, yaitu karena:
Dari anamnesis pasien didapatkan rasa nyeri ulu hati sejak 3 jam SMRS dengan awal
dirasakan semenjak 1 minggu hilang timbul. Timbul tiba-tiba dan membaik jika pasien
banyak minum dan beristirahat. Nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk, perut terasa tidak
nyaman, begah dan penuh. Perut terasa panas, mual, muntah. Nafsu makan menurun, badan
terasa lemas, ada pusing. Rasa nyeri tidak menyebar ke daerah dada atau pinggang. Tidak
berkurang setelah BAB atau kentut.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada palpasi abdomen terdapat nyeri tekan
epigastrium.

Berdasarkan kriteria Rome III membagi dispepsia fungsional menjadi 2 subgrup,


yakni epigastric pain syndrome dan postprandial distress syndrome. Menurut Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia (PGI), 2014, dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal
dari daerah abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau
beberapa gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh
setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan
sendawa. Sedangkan definisi dispepsia menurut kriteria Roma III tahun 2006 adalah salah
satu atau lebih gejala dibawah ini :
 Rasa penuh setelah makan (yang diistilahkan postprandial distress syndrome)
 Rasa cepat kenyang (yang berarti ketidakmampuan untuk menghabiskan ukuran makan
normal atau rasa penuh setelah makan)
 Rasa nyeri epigastrik atau seperti rasa terbakar (diistilahkan epigastric pain syndrome)
Dispepsia dibagi menjadi Fungsional dan Organik, dimana dispepsia fungsional dibagi
menjadi Syndrome Distress Postprandial dan Epigastric Pain Syndrome. Kriteria diagnosis
Epigastric Pain Syndrome adalah: nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium derajat
sedang sekurang-kurangnya sekali seminggu.
1. Nyeri bersifat intermitten
2. Tidak menyebar ke region abdomen lainnya atau ke region dada
3. Tidak berkurang setelah defekasi atau flatus
4. Tidak memenuhi criteria gangguan kandung empedu dan sfinter oddi
* Kriteria terpenuhi selama 3 bulan dengan onset gejala sekurang-kurangnya 6 bulan setelah
terdiagnosis
Dimana kriteria supportif, ada:
1. Nyeri dapat terasa seperti terbakar tetapi tanpa nyeri retrosternal
2. Nyeri biasanya dipicu atau dihilangkan dengan makanan tetapi timbul saat puasa
3. Kadang-kadang bersamaan dengan sindroma post prandial.
Kemudian pasien dianjurkan untuk pemeriksaan lanjutan berupa endoskopi dan Urea
Breath Test. Endoskopi perlu jika pasien memiliki Alarm Symptoms atau tanda bahaya
dimana berupa: umur >45 tahun, anoreksia, perdarahan saluran cerna (hematemesis/melena)
atau anemia tanpa diketahui penyebabnya, mual dan muntah, disfagia / odinofagia, ikterus,
ditemukan massa abdominal atau limfadenopati, dan penderita gelisah hilang timbul dan
lama. Endoskopi dilakukan untuk memastikan penyebab dari dispepsia itu sendiri. Urea
breath Test saat ini sudah menjadi gold standard untuk pemeriksaan Hp, Salah satu urea
breath test yang ada antara lain CO2breath analyzer. Urea Breath Test memiliki sensitivitas
>98% dan spesifikasi 99%, cepat dan murah, sensitivitas pascaterapi berkurang, sampel
diambil dari antrum.
Pasien ini diberikan Strategi tata laksana optimal yaitu memberikan terapi empirik
selama 1-4 minggu sebelum hasil investigasi awal, yaitu diberikan Ranitidin 50 mg/2 ml 2x1
dan Ondancentron 8 mg/2ml 2x1. Ranitidine adalah golongan antagonis reseptor H2 (ARH2)
dimana mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal
tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Sedangkan Ondancetron adalah
antiemetik golongan antagonis reseptor serotonin untuk anti muntahnya. Pasien diberi obat
pulang yaitu omeprazole 2 x 20 mg, merupakan obat PPI (proton pump inhibitor) dengan
mekanisme yaitu memblokir kerja enzim K H ATPase yaitu energi yang digunakan untuk
mengeluarkan HCL ke lambung.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini juga
dapat didiganosa sebagai diabetes mellitus, yaitu karena:
Dari anamnesis pasien didapatkan faktor risiko seperti, riwayat keluarga pada adik pasien
yang memiliki DM juga, umur pasien berusia 68 tahun, kurangnya aktifitas fisik dimana
pasien adalah ibu rumah tangga dan jarang berolahraga, serta pasien memang sedang
menjalani pengobatan oleh karena diabetes mellitusnya yang sudah dimiliki sejak 20 tahun
yang lalu dengan meminum obat glibenklamid 2x5mg. Keluhan saat ini pasien merasa sering
haus dan sering minum (polidipsia) dan sering buang air kecil atau bolak balik kekamar
mandi (poliuria). Badan pasien merasa lemas karena nafsu makan yang menurun.
Dari pemeriksaan penunjang berupa gula darah sewaktu jam 11.00 330 mg/dL jam 17.00
207 mg/dL dan jam 23.00 346 mg/dL.
Menurut PERKENI 2015, faktor risiko diabetes mellitus adalah:
1. Ketidak aktifan aktivitas fisik
2. Riwayat keluarga Diabetes melitus
3. Ras/etnis dengan risiko tinggi
4. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan >4000 gr atau riwayat DM gestasional
5. HDL <35 mg/dL ± TG >250 mg/dL
6. Hipertensi (≥140 / 90 mmHg atau sedang terapi)
7. A1C ≥5.7%, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) maupun Glukosa Darah Puasa
Terganggu (GDPT) pada pengujian sebelumnya
8. Kondisi yang terkait dengan resistensi insulin: obesitas berat, acanthosis nigricans,
PCOS
9. Sejarah CVD.

Dan kriteria diagnosis DM jika memenuhi salah satu kriteria:


 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori selama minimal 8 jam, atau
 Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dL 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban 75 gram, atau
 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan klasik, atau
 Pemeriksaan HbA1c ≥ 6.5% dengan menggunakan metode High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh NGSP.

Pada pasien ini didapatkan hasil laboratorium antara lain peningkatan kadar glukosa sewaktu
yaitu 330 mg/dl. Oleh karena itu pasien di diagnosa Diabetes Mellitus tipe 2 atau
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus).

Penatalaksanaan pasien ini berupa 4 pilar DM yaitu


1. Edukasi mengenai perjalanan penyakitnya yaitu dengan teratur meminum obat dan
pemantauan glukosa darah mandiri
2. Terapi nutrisi medis dengan mengatur pola makan dan gaya hidup. Dimana batasan
asupan makanan dan kebutuhan energi berdasarkan keadaan pasien sekarang.
a. Kebutuhan kalori untuk perempuan adalah 25 kal/kgBB.
Kebutuhan kalori 25 x 65 kg = 1,625 kal
+ 20% akibat aktifitas ringan: ibu rumah tangga
Sehingga kebutuhan kalori pasien 1,625 + (1,625 x 20%) = 1,950 kal
b. Kebutuhan KH dianjurkan 45-65% dari kebutuhan kalori
45% x 1,950 kal = 877.5 dan 65% x 1,950 kal = 1,267.5
Sehingga pemberian KH ±877.5-1,267.5
c. Kebutuhan lemak 20-25% dari kebutuhan kalori
20% x 1,950 kal = 390 dan 25% x 1,950 kal = 487.5
Sehingga pemberian lemak ±390-487.5
d. Kebutuhan protein 18-20% dari kebutuhan kalori
18% x 1,950 kal = 351 dan 20% x 1,950 kal = 390
Sehingga pemberian protein ±351-390
e. Sarankan pembatasan natrium < 2300 mg/hari
Pemberian serat seperti kacang-kacangan, buah dan sayur hanya 20-35 gr/hari
f. Pilihan pemanis aternatif
3. Jasmani
Pada pasien ini dianjurkan olahraga teratur 3-5 x/minggu, selama 30-45 menit dengan
total 150 menit / minggu. Olahraga aerobik intensitas sedang seperti jalan cepat, sepeda
santai, jogging dan berenang.
4. Farmakologis
Pada pasien ini diberikan obat antihiperglikemia oral terlebih dahulu. Berupa satu
macam obat. Hal ini karena riwayat pengobatan pasien sebelumnya meminum OHO
berupa Glibenklamid. Namun pasien baru di periksa gula darah sewaktunya. Sehingga
masih diperlukan pemeriksaan lanjutan berupa gula darah puasa, gula darah 2 jam pos
prandial dan kadar HbA1c. Sehingga saat ini pasien diberikan Metformin 3 x 500mg.
Metformin merupakan obat hiperglikemi oral yang meningkatkan sensitivitas
terhadap insulin dan merupakan lini pertama sebagian besar kasus DMT2. Efek utama
mengurangi produksi glukoneogenesisi di hati dan memperbaiki ambilan glukosa di
jaringan perifer. Kontraindikasi diberikan metformin adalah pada pasien gangguan fungsi
ginjal, gangguan hati, kecendrungan hipoksemia dan gagal jantung. Efek samping berupa
dispepsia.
Untuk terapi kombinasi OHO 2 macam atau lebih, diberikan atas dasar hasil
pemeriksaan lanjutan. Pasien belum perlu diberikan terapi insulin karena tidak memenuhi
kriteria indikasi pemberian insulin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Konsesus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 diindonesia cetakan


keempat, tahun 2015. PERKENI

2. Waspadji S , Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik dalam Makalah Kaki


Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang, 1997; E1-16

3. Simadibrata M, Makmun D, Abdullah M, dkk. 2014. Konsensus Nasional


Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. Jakarta: Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia
4. Rome III. 2006. Diagnostic Criteria for Functional Gastrointestinal Disorders.
5. Sudoyo, A.W et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai