Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

I.A Latar Belakang

Geologi daerah Sangiran erat kaitannya dengan cabang ilmu


Geologi khususnya Paleontologi dan Sedimentologi. Paleontologi yaitu
ilmu yang mempelajari tentang keadaan fosil-fosil yang terkandung dalam
batuan yang dapat mengungkapkan sejarah masa lalu. Daerah Sangiran
sangat kaya akan keterdapatan fosilnya terutama fosil vertebrata. Sudah
banyak penelitian di daerah sangiran ini yang mempelajari formasi batuan,
kandungan fosilnya, jenis fosilnya dan lain-lain. Sedimentologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang batuan sedimen,dan semua proses yang
mempengaruhinya.
Situs Manusia Purba Sangiran terletak ± 17 km di sebelah utara Solo.
Secara administratif terletak di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe,
Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah. Letak
astronomis 7o24’34”-7o30’08”LS dan 110o48’36”-110o53’24” BT. Situs
Sangiran merupakan salah satu situs Manusia Purba yang terbesar dan
terpenting di dunia. Situs Sangiran terdapat di Kabupaten Sragen dan
Karanganyar. Pada situs Sangiran telah ditemukan sebanyak sekitar 100
fosil manusia purba (Homo erectus) atau 50% lebih temuan fosil Homo
erectus di dunia, dan lebih dari 60% yang ditemukan di Indonesia. Oleh
karena kandungannya yang mempunyai nilai tinggi pada kesejarahan dan
ilmu pengetahuan, maka Situs Sangiran telah ditetapkan sebagai daerah
Cagar Budaya. Selain itu, UNESCO telah menetapkan Sangiran sebagai
Warisan Budaya Dunia (World Culture Heritage).
Situs Sangiran merupakan situs prasejarah penghasil fosil-fosil hominid
dan fosil fauna Pleistosen yang sangat terkenal di dunia internasional.
Dalam kenyataannya, Situs Sangiran tidak hanya dapat memberikan
gambaran mengenai evolusi fisik manusia semata, tetapi bahkan mampu
memberikan gambaran mengenai evolusi budaya, fauna, dan lingkungan.
Fosil-fosil manusia dan binatang, serta alat-alat batu paleolitik dalam
kuantitas dan kualitas yang prima telah berhasil ditemukan kembali dalam
lapisan-lapisan purba berusia 2 juta tahun. Oleh karena itu, situs ini menjadi
penting bagi pemahaman evolusi manusia secara umum bukan hanya bagi
kepentingan nasional, tetapi juga telah dianggap sebagai pusat evolusi
manusia di dunia. Situs Sangiran terdapat di Kabupaten Sragen dan
Karanganyar. Luas wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan situs ini
seluas sekitar 47 km2 atau 4700 hektar dengan koleksi yang tersimpan di
museum ini mencapai 13.806 buah yang tersimpan pada dua tempat yaitu
2.931 tersimpan di ruang pameran dan 10.875 di dalam ruang penyimpanan.
Dengan ditetapkannya Situs Sangiran sebagai Kawasan Strategis Nasional
diharapkan terdapat seperangkat peraturan yang kuat yang akan mengatur
aktivitas manusia, pemanfaatan lahan dan lingkungan situs, maupun
pembangunan-pembangunan di areal situs serta lingkungannya. Dengan
demikian kelestarian situs akan terus terjaga.
Hingga sekarang situs ini masih menjadi sumber data arkeologi, geologi,
paleontologi, dan paleoantropologi untuk mengungkapkan kehidupan purba,
evolusi manusia, dan evolusi lingkungan. Oleh karena itu, dalam laporan ini
akan dibahas tentang informasi tentang museum sangiran dan lingkungan
sangiran.
I.B. Tujuan

1) Praktikan dapat mengetahui formasi apa saja yang ada di Daerah


Sangiran.
2) Praktikan dapat mengetahui karakteristik dari setiap formasi yang ada
di Daerah Sangiran.
3) Praktikan dapat mengetahui
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.A. Geologi Regional

1. Fisiografi Regional

Gambar Fisiografi bagian tengah dari timur Pulau Jawa (Van Bemmelen, 1949)

Zona Kendeng juga sering disebut Pegunungan Kendeng dan


adapula yang menyebutnya dengan Kendeng Deep, adalah
antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian utara berbatsan
dengan Depresi Randublatung, sedangkan bagian selatan bagian
jajaran gunung api (Zona Solo). Zona Kendeng merupakan
kelanjutan dari Zona Pegunungan Serayu Utara yang berkembang di
Jawa Tengah. Mandala Kendeng terbentang mulai dari Salatiga ke
timur sampai ke Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial Sungai
Brantas, kelanjutan pegunungan ini masih dapat diikuti hingga di
bawah Selat Madura.
Menurut Van Bemmelen (1949), Pegunungan Kendeng dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu bagian barat yang terletak di antara
G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah yang
membentang hinggaJombang dan bagian timur mulai dari timur
Jombang hingga Delta Sungai Brantas dan menerus ke Teluk
Madura. Daerah penelitian termasuk dalam Zona Kendeng bagian
barat.
2. Stratigrafi Regional

Gambar Stratigrafi Kendeng (Harsono, 1983)

Menurut Harsono P. (1983) Stratigrafi daerah kendeng terbagi


menjadi dua cekungan pengendapan, yaitu Cekungan Rembang
(Rembang Bed) yang membentuk Pegunungan Kapur Utara, dan
Cekungan Kendeng (Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan
Kendeng. Formasi yang ada di Kendeng adalah sebagai berikut:
A. Formasi Kerek
Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara
lempung, napal lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan
dan batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur
sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded bedding)
yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan fosil foraminifera
planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada Miosen
Awal – Miosen Akhir ( N10 – N18 ) pada lingkungan shelf.
Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter.
B. Formasi Kalibeng
Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi
ini terbagi menjadi dua anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah
dan Formasi Kalibeng Atas. Bagian bawah dari Formasi Kalibeng
tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter berwarna putih
kekuningan sampai abu-abu kebiruan, kaya akan foraminifera
planktonik. Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terbentuk pada N17 – N21
(Miosen Akhir – Pliosen). Pada bagian barat formasi ini oleh de
Genevraye & Samuel, 1972 dibagi menjadi Anggota Banyak,
Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk, Anggota Batugamping, dan
Anggota Damar. Di bagian bawah formasi ini terdapat beberapa
perlapisan batupasir, yang ke arah Kendeng bagian barat
berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan debris flow,
yang disebut Formasi Banyak (Harsono, 1983, dalam Suryono,
dkk., 2002).
C. Formasi Pucangan
Di bagian barat dan tengah Zona Kendeng formasi ini
terletak tidak selaras di atas Formasi Sonde. Formasi ini
penyebarannya luas. Di Kendeng Barat batuan ini mempunyai
penyebaran dan tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi.
Ketebalan berkisar antara 61 – 480 m, berumur Pliosen Akhir
(N21) hingga Plistosen (N22). Di Mandala Kendeng Barat yaitu
di daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies
vulkanik dan fasies lempung hitam.

D. Formasi Kabuh
Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi Pucangan.
Formasi ini terdiri dari batupasir dengan material non vulkanik
antara lain kuarsa, berstruktur silangsiur dengan sisipan
konglomerat dan tuff, mengandung fosil Moluska air tawar dan
fosil – fosil vertebrata berumur Plistosen Tengah, merupakan
endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh intensifnya struktur
silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen berukuran
kerikil. Di bagian bawah yang berbatasan dengan Formasi
Pucangan dijumpai grenzbank. Menurut Van Bemmelen (1972)
di bagian barat Zona Kendeng (daerah Sangiran), formasi ini
diawali lapisan konglomerat gampingan dengan fragmen andesit,
batugamping konkresi, batugamping Globigerina, kuarsa, augit,
hornblende, feldspar dan fosil Globigerina. Kemudian
dilanjutkan dengan pembentukan batupasir tuffaan berstruktur
silangsiur dan berlapis mengandung fragmen berukuran kecil
yang berwarna putih sampai cokelat kekuningan.
E. Formasi Notopuro
Terletak tidak selaras di atas Formasi Kabuh. Litologi
penyusunnya terdiri dari breksi lahar berseling dengan batupasir
tufaan dan konglomerat vulkanik. Makin ke atas, sisipan
batupasir tufaan makin banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa –
lensa breksi vulkanik dengan fragmen kerakal, terdiri dari andesit
dan batuapung, yuang merupakan ciri khas Formasi Notopuro.
Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar yang
terbentuk pada lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan
ketebalan mencapai lebih dari 240 meter.
F. Formasi Undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan
fragmen batugamping, napal dan andesit di samping batupasir
yang mengandung fosil-fosil vertebrata, di daerah Brangkal dan
Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat
dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang
di atas bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.
3. Struktur Geologi Regional

Gambar Pola Struktur Jawa

Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen


(Plio – Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona
konvergen pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya
kompresi berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa
ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle
berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng.
Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat Zona
Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik
dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi
atau anggota formasi.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia,
yaitu fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya
Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan
menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran
yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan
pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi
deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman
plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik
bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa
pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang
mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara –
selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara
lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran.
Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang
relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona
Kendeng yaitu Endapan Undak.
Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng
berupa:
a. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar
berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan
overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola
en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam.
Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.
b. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak
dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar
formasi atau anggota formasi.
c. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah
timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.
d. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng
biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur
Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada
daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala
Plistosen.

II.B. Peta Geologi Daerah Sangiran

Gambar Peta Geologi Daerah Sangiran

II.C. Struktur Geologi

Struktur daerah ini berupa kubah yang membentang dari


arah timur laut ke selatan barat daya, struktur kubah ini belum begitu
lama, sekitar 500.000 tahun yang lalu, hal ini dilihat dari formasi
batuan termuda yang ikut terlipat (Wartono Rahardjo, 2005). Ada
beberapa kemungkinan terbentuknya struktur kubah ini, Van
Bemmelen (1949) berpendapat bahwa struktur ini suatu akibat dari
gaya kompresif yang berhubungan dengan proses longsornya
gunung Lawu tua. Sedangkan Van Gorsel (1987) berpendapat
bahwa struktur lipatan ini sebagai akibat dari proses wrenching atau
mungkin juga karena proses pembentukan gunung api yang baru
mulai, sehingga gaya tersebut terus menekan ke arah tengah,
sehingga terbentuknya struktur kubah tadi. Akan tetapi karena
adanya proses erosi yang disebabkan oleh sungai Cemoro dan sungai
Brangkal yang melintasi daerah tersebut, menjadikan struktur kubah
itu sekarang sudah tidak begitu lagi. Dan sekarang yang tersisa
bentukan sebuah cekungan yang dikelilingi oleh perbukitan
melingkar, sehingga yang tampak merupakan struktur kebalikan dari
struktur awal, hal demikian ini biasa disebut inverse topography
(Wartono R., 2005).
Struktur dari kubah tadi juga mengakibatkan terjadinya
struktur sesar serta kekar pada daerah Sangiran, sesar yang paling
dalam yang terjadi mengakibat terjadinya Mud Vulcano.
II.D. Stratigrafi
Stratigrafi Derah Sangiran disusun oleh batuan sedimen yang
terendapkan oleh bahan rombakan yang terjadi pada dan setelah
terangkatnya Perbukitan Kendang sebelah utara Daerah Sangiran.
Urutan stratigrafinya yaitu bagian terbawah tersusun oleh formasi
kalibeng tang menunjukkan gejala pendangkalan ke atas.
Selanjutnya formasi ini ditumpangi oleh urutan sedimen porolik-non
marin, yang terdiri dari formasi pucangan, kabuh, dan notopuro.
Korelasi satuan peta lembar salatiga (Sukandi dan T.
Budhitrisna, 1992).
Didaerah Sangiran terdapat empat lapisan stratigrafi bagian
daristratigrafi regional salatiga. Stratigrafi yang ada di Sangiran
sangatlah lengkap.lapisan stratigrafi tersebut mulai dibentuk pada
akhir kala pliosen yang pada saat itu merupakan lingkungan laut
dalam formasi kalibeng. Didalam lapisan lempung biru, selain
mengandung foraminifera dan jenis moluska laut (turitella, arba,
nosarius, dan lain-lain) juga ditemukan fosil ikan, kepiting, dan gigi
ikan hiu. Formasi penyusun Daerah Sangiran merupakan urutandari
pengendapan synorogenic dan post-orogenic (proses dari
pengendapan bahan rombakan yang terjadi pada dan setelah
terangkatnya perbukitan kendeng yang berada di sebelah utara
Sangiran), kecuali formasi tertua (Wantoro, 2005).
II.E. Tektonik
Tektonik Daerah Sangiran

Gambar Mekanisme Tektonik Pembentuk Kubah Sangiran

Struktur kubah mungkin berkaitan dengan penggelinciran


gravitasi (gravity gliding) bahan vulkanik di lereng gunungapi.
Kloosterman mempunyai pendapat lain yang digambarkan di
gambar di atas Struktur diapir Gunung Mijil adalah kunci untuk
merekonstruksi Kubah Sangiran. Walaupun dalam skala yang lebih
besar, tetapi prinsipnya tetap sama, yaitu lapisan plastis yang ditekan
oleh beban dari lapisan. di atas, apalagi bila tekanan dari atas tidak
merata seperti tubuh gunungapi. Gunungapi Lawu yang mempunyai
fundasi dari batuan Tersier yang sangat lembek. Tekanan gravitasi
tubuh Gunungapi Lawu mungkin mampu menekan material plastis,
yaitu "mudstones" dan lempung marin, keluar dari diapir yang
mengalir ke atas dan membentuk lapisan di atas. Jadi, menurut
Kloosterman struktur Kubah Sangiran yang begitu sempurna, adalah
hasil dari diapir bahan tersier yang mendorong ke atas, sehingga
lapisan di atas terbentuk sebagai kubah.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.A. Deskripsi Stopsite


 Stopsite 1

Gambar singkapan pada stopsite 1 (formasi Kabuh dan Grenzbenk)

Stopsite 1 berlokasi di Daerah Dukuh Jagan, Desa Bukuran,


Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, tepatnya pada
koordinat 483665 mE, 9174717 mN, elevasi 100 mdpl. Pengamatan
Singkapan dilakukan pada Hari Sabtu, 18 November 2017, dengan cuaca
cerah terik sedikit berawan pukul 09.00 WIB s.d. selesai. Singkapan
terletak di sekitar rumah warga, kurang lebih 50 meter dari jalan desa.
Morfologi daerah sekitar singkapan merupakan pedesaan dengan rumah-
rumah penduduk yang letak ketinggiannya relatif lebih rendah dari
singkapan itu sendiri.
Singkapan berwarna coklat keabu-abuan, dengan keadaan
singkapan bagian bawah segar dan bagian atas dominan lapuk.
Singkapan membentang dari arah selatan ke utara, memiliki dimensi
panjang kurang lebih 22 meter, tinggi kurang lebih 7 meter. Singkapan
ini merupakan bagian dari formasi Kabuh (730.000 tahun lalu), yang
mana lingkungannya yaitu open forest dan merupakan masa kejayaan
Homo erectus serta hewan purba di Sangiran. Singkapan pada stopsite 1
ini tersusun oleh litologi berupa pasir kasar, pasir sedang, konglomerat,
lanau, dan tuff. Hubungan antar litologi dalam singkapan yaitu selaras
berupa melensa, yang dibuktikan pada litologi konglomerat dan atau
daerah Grenzbenk (900.000 tahun lalu). Suksesi vertikan pada singkapan
tersebut yaitu fining upward (butiran sedimen yang menghalus keatas).
Dari singkapan stopsite 1 dilapangan ditemukan fosil kepala dan tanduk
kerbau purba, sedangkan menurut data sekunder (dari Museum Manusia
Purba Sangiran) pada formasi kabuh banyak ditemukan fosil manusia
purba Homo erectus dan hewan-hewan purba seperti gajah purba,
menjangan purba, kerbau purba, banteng purba, badak purba, dan macan
purba.
Singkapan pada stopsite ke 1 memiliki struktur yang cukup
beragam, yaitu cross bedding (silang siur), graded bedding dan massive
(dalam handspeciment). Singkapan ini memiliki kedudukan strike/dip
pada bidang perlapisan yaitu N 172 ° E/ 12 ° SW. Selain itu, diukur juga
strike/dip pada struktur silang siur yaitu :
 N 155 ° E/ 8 ° SW
 N 108 ° E/ 16 ° SW
 N 145 ° E/ 14 ° SW
 N 120 ° E/ 8 ° SW
 N 136 ° E/ 11 ° SW
 N 142 ° E/ 15 ° SW
 N 75 ° E/ 18 ° SE
 N 60 ° E/ 5 ° SE
 N 53 ° E/ 3° SE
 N 115 ° E/ 10 ° SW
 N 115 ° E/ 7 ° SW
 N 153 ° E/ 12 ° SW
 N 154 ° E/ 7 ° SW
 N 126 ° E/ 9 ° SW
 N 114 ° E/ 30 ° SW
 N 121 ° E/ 2 ° SW
 N 122 ° E/ 7 ° SW
 N 116 ° E/ 16 ° SW
 N 336 ° E/ 19 ° NE
 N 127 ° E/ 10 ° SW

Deskripsi batuan yang ditemukan dari stopsite 1 adalah


sebagai berikut :

1. Warna : abu-abu kecoklatan


Struktur : silang siur
Ukuran butir : pasir sedang
Kebundaran : rounded
Sortasi : baik
Kemas : tertutup
Matriks : tuff
Komposisi mineral : kuarsa
Semen : silikat
Nama batuan : Batu pasir sedang
2. Warna : coklat
Struktur : massive
Ukuran butir : lanau
Semen : silika
Nama batuan : Batu Lanau
3. Warna : coklat
Struktur : graded bedding
Ukuran butir : butir pasir > 2mm
Kebundaran : rounded
Sortasi : buruk
Kemas : terbuka
Matriks : Lanau, pasir sedang sedang-halus
Semen : Silika
Nama Batuan : Batu Konglomerat
4. Warna : coklat krem
Struktur : perlapisan
Ukuran butir : tuff
Semen : karbonat
Nama Batuan : Batu Tuff
5. Warna : coklat abu-abu
Struktur : graded bedding
Ukuran butir : pasir kasar
Kebundaran : rounded
Sortasi : baik
Kemas : tertutup
Komposisi mineral : kuarsa
Matrik: tuff
Semen : silika
Nama batuan : Batu pasir Kasar

Gambar litologi batu pasir yang Gambar litologi konglomerat


Berstuktur Cross bedding (sebagai salah satu penciri Grenzbenk )

Potensi positif (+) dari daerah tersebut adalah sebegai lokasi


tambang bahan galian C (Batu pasir), potensi negatif (-) yaitu
dimungkinkan dapat terjadi landslide/tanah longsor.
 Stopsite 2

Gambar singkapan pada stopsite 2 (Formasi Pucangan dan Kalibeng)

Stopsite 2 berlokasi di Dukuh Drepo, Desa Bukuran, Kecamatan


Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, berkoordinat 483645 mE,
9175390 mN, elevasi 120 mdpl. Pengamatan pada stopsite 2 dilakukan
pada Hari Sabtu, 18 November 2017, dengan cuaca cerah terik, pukul
10.25 WIB s.d. selesai. Singkapan terletak di daerah persawahan, kurang
lebih 1 km dari jalan desa, dan dibawah singkapan dialiri sungai kecil.
Singkapan membentang dari arah barat laut ke tenggara.
Singkapan berwarna abu-abu dengan keadaan singkapan bagian
bawah segar dan bagian atas lapuk. Singkapan memiliki dimensi panjang
kurang lebih 25 meter, tinggi kurang lebih 8 meter. Singkapan tersebut
merupakan singkapan formasi Pucangan (1,8 juta – 900 ribu tahun lalu)
yang mana dulunya Daerah Sangiran merupakan lingkungan rawa (batu
lempung hitam, pernah ditemukan fosil binatang rawa yaitu buaya,
hippopotamus, gastropoda, sulfuspira, dan vegetasi mangrove). Selain itu,
dibagian paling bawah Formasi Pucangan, ditemukan batu lempung biru,
yang menandakan bahwa itu adalah ciri formasi Kalibeng ( 2,4 - 1,8 juta
tahun lalu) yang menandakan lingkungan laut. Disekeliling formasi
Pucangan, ditemukan banyak fosil cangkang kerang. Litologi pada
singkapan tersebut adalah lempung hitam dan lempung biru. Batas antar
litologinya tegas, diantara litologi itu ada perlapisan berwarna coklat
kemerahan yaitu lapisan laharik.
Singkapan memiliki struktur perlapisan, yaitu dengan kedudukan
strike/dip N 95 ° E/ 16 ° SW, dan dip direction 185 ° SW. Deskripsi
batuan pada singkapan ini adalah :
1. Warna : Biru gelap
Ukuran Butir : clay
Semen : Karbonatan
Nama Batuan : batu lempung biru
2. Warna : Hitam
Ukuran butir : clay
Semen : Karbonatan
Nama Batuan : batu Lempung hitam

Gambar batu lempung biru pada bagian bawah, dan lempung hitam di bagian atas

Potensi positif (+) dari stopsite 2 adalah untuk penelitian


geologi dan paleontologi (dari segi fosil yang ada), dan potensi negatif
(-) adalah dimungkinkan terjadi landslide/ tanah longsor.
 Stopsite 3

Gambar singkapan pada stopsite 3 (formasi notopuro dan formasi kabuh)

Singkapan pada stopsite 3 terletak di Dukuh Drepo. Desa Bukuran,


Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah berkoordinat
484012 mE, 9175167 mN, elevasi 117 mdpl. Pengamatan singkapan
dilakukan pada Hari Sabtu, 18 November 2017, pukul 11.40 WIB s.d.
selesai, dengan cuaca berawan. Singkapan terletak disamping rumah warga,
kurang lebih 1,5 meter di timur jalan desa.
Singkapan berwana coklat hingga coklat keabu-abuan. Singkapan
dalam keadaan dominan lapuk. Singkapan pada stopsite 3 memiliki dimensi
panjang kurang lebih 15 meter, tinggi kurang lebih 5 meter. Singkapan
membentang dari arah barat ke timur. Pada singkapan terdapat indikasi
adanya sesar, yang mana sesar ini mengakibatkan formasi notopuro yang
berumur lebih muda bersebelahan dengan formasi kabuh yang lebih tua.
Litologi pada stopsite 3 didominasi oleh material vulkanik, yaitu formasi
notopuro (breksi vulkanik, breksi laharik, andesit), dan formasi kabuh (batu
pasir). Formasi Notopuro memiliki umur 250 ribu-40 ribu tahun lalu. Dari
singkapan stopsite 3 dilapangan ditemukan fosil tanduk rusa, sedangkan
menurut data sekunder (dari Museum Manusia Purba Sangiran) pada
formasi notopuro ditemukan fosil hewan-hewan purba seperti gajah purba,
kerbau purba, badak purba.
Kedudukan strike/dip pada stopsite 4 yaitu N 235 ° E/ 1 ° SE dan
N 51 ° E/ 24 ° SE yang diukur pada perlapisan batu pasir formasi kabuh.
Deskripsi batuab pada stopsie 3 ini adalah :
1. Warna : coklat
Ukuran Butir : Pasir kasar
Semen : karbonat
Nama batuan : Batu pasir kasar
2. Warna : coklat
Ukuran butir : butiran material vulkanik >2 mm
Kebundaran : angular
Semen : karbonat
Nama batuan : breksi laharik

Gambar litologi breksi laharik Gambar litologi batu pasir kasar


(formasi notopuro) (formasi kabuh)

Potensi positif (+) dari stopsite 3 adalah untuk penelitian geologi


dan paleontologi (dari segi fosil yang ada), dan potensi negatif (-) adalah
dimungkinkan terjadi landslide/ tanah longsor.
 Stopsite 4

Gambar air asin purba pada stopsite 4

Stopsite 4 terletak di Dukuh Pagungan, Desa Krikilan,


Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, memiliki elevasi
120 mdpl. Pengamatan pada stopsite 5 dilakukan pada Hari Sabtu, 18
November 2017, dengan cuaca cerah terik, pukul 12.24 WIB s.d. selesai.
Stopsite 4 merupakan lokasi air asin, air purba. Letak stopsite ini kurang
lebih 1 km dari jalan desa dan rumah penduduk.
Stopsite 5 yaitu kubangan air asin memiliki dimensi panjang 50
cm dan lebar 70 cm, membentang dari utara ke selatan. Air tersebut
merupakan migrasi tersier, migrasi trap ke arah permukaan, yang mana
proses itu dipengaruhi oleh tenaga tektonik yang mendorong perlapisan
formasi batuan di Sangiran (letaknya dimungkinkan ada di bawah formasi
kalibeng).
III.B. Paleocurrent Analysis

1) Tabel strike/dip

Strike/dip perlapisan bidang batuan Strik/dip pada


No
(stopsite 1) struktur silang siur

1 N 155 ° E/ 8 ° SW
N 172 ° E/ 12 ° SW
2 N 108 ° E/ 16 ° SW

3 N 145 ° E/ 14 ° SW
4 N 120 ° E/ 8 ° SW
5 N 136 ° E/ 11 ° SW
6 N 142 ° E/ 15 ° SW
7 N 75 ° E/ 18 ° SE
8 N 60 ° E/ 5 ° SE
9 N 53 ° E/ 3° SE
10 N 115 ° E/ 10 ° SW
11 N 115 ° E/ 7 ° SW
12 N 153 ° E/ 12 ° SW
13 N 154 ° E/ 7 ° SW
14 N 126 ° E/ 9 ° SW
15 N 114 ° E/ 30 ° SW
16 N 121 ° E/ 2 ° SW
17 N 122 ° E/ 7 ° SW
18 N 116 ° E/ 16 ° SW
19 N 336 ° E/ 19 ° NE
20 N 127 ° E/ 10 ° SW
2) Tabel Turus Dip Direction
No Kuadran Interval Turus
1 I 0-9
2 10-19
3 20-29
4 30-39
5 40-49
6 50-59
7 60-69 1
8 70-79
9 80-90
10 II 91-100
11 101-110
12 111-120
13 121-130
14 131-140
15 141-150 2
16 151-160
17 161-170 1
18 171-180
19 III 181-190
20 191-200 1
21 201-210 5
22 211-220 4
23 221-230 1
24 231-240 2
25 241-250 3
26 251-260
27 261-270
28 IV 271-280
29 281-290
30 291-300
31 301-310
32 311-320
33 321-330
34 331-340
35 241-350
36 251-360
BAB IV

IV.A. Stratigrafi Sangiran


Stratigrafi di Daerah Sangiran disusun oleh empat formasi batuan utama,
yaitu:
1. Formasi Kalibeng
Sekitar 2,4 juta tahun yang lalu Sangiran masih merupakan laut
terbuka. Di utaranya, pegunungan kapur kendeng sudah mulai terangkat
menjadi daratan. Benturan lempengan Indo-Australia (bagian dari
Gondwana) dengan lempengan Eurasia secara perlahan mengangkat
dasar laut, sehingga Sangiran menjadi laut dangkal yang berbatasan
dengan hutan bakau pada sekitar 2 juta tahun lalu. Lingkungan laut dan
hutan bakau ini menghasilkan lapisan berturut-turut marla pasiran
(bawah) dan lempung kebiruan (atas) pada formasi Kalibeng.
Bagian paling bawah dari formasi ini terdiri dari batuan marla
berpasir dengan fosil ikan fragmen koral, duri landak laut, dan moluska
yang menunjukkan laut dangkal. Diatasnya terdapat lapisan lempung
kebiruan menunjukkan lingkungan litoral. Di dalam lapisan ini terkadang
ditemukan fosil mamalia darat yang menunjukkan lingkungan pantai.

Gambar batu lempung biru Gambar batu gamping


Gambar lingkungan pada saat adanya formasi Kalibeng

2. Formasi Pucangan
Pada kala Pleistosen awal, sekitar 1,7 juta tahun yang lalu,
Sangiran telah menjadi daratan, terutama oleh karena adanya aktivitas gunung
api aktif yang terus mengisi laut dangkal dengan materialyang
dikeluarkannya. Hutan bakau bergeser lebih utara, tetapi di sekitar Sangiran
masih terdapat daerah-daerah rawa belakang (backswamp) yang
meninggalkan endapan lempung hitam pada formasi Pucangan.
Pada kala ini beberapa hewan besar telah menghuni pulau Jawa,
dan sejumlah fosil hewan besar tersebut terendapkan di lapisan Pucangan di
Sangiran. Hingga kini, telah ditemukan bukti berupa fosil manusia purba dan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan berhasil menemukan keberadaan
alat-alat serpih batu berukuran kecilpada lapisan ini.
Pada umumnya lapisan Pucangan terdiri atas lempung hitam. Di
bawah lapisan ini terdapat lapisan perairan air tawar dan lahar gunung api.
Mungkin lapisan ini terbentuk saat Daerah Sangiran menjadi semacam laguna
atau hutan bakau. Dalam lapisan lempung hitam ini sering dijumpai lensa tuf
bukti letusan gunung api dan diatome dengan kandungan moluska. Dibagian
atas lapisan ini sering ditemukan lapisan konglomerat tersementasi atau
grenzbenk yang menunjukkan percampuran unsur laut dan darat.
Gambar batu diatome Gambar batu lempung abu-abu berfosil

Khjgjh
Gam

Gambar batu lempung hitam Gambar batuan grenzbenk

Gambar lingkungan pada saat lingkungan Formasi Pucangan

3. Formasi Kabuh
Pada 0.9-0.2 juta tahun lalu, Kawasan Sangiran telah menjadi
daratan, sementara kegiatan gunung api masih terus berlangsung pula. Batuan
yang telah dimuntahkan gunung api rupanya seringkali terbawa oleh aliran
air melalui Sangiran yang telah berkembang menjadi daerah sabana, padang
rumput dengan pohon-pohon yang agak jarang. Limpasan air yang membawa
batuan dan sisa-sisa hewan yang mengendap di Samgiran dan membentuk
lapisan Kabuh yang silang siur.
Di Sangiran, lapisan kabuh sangat dominan, danpada lapisan ini
banyak ditemukan fosil manusia purba Homo erectus. Lapisan ini didominasi
oleh endapan lahar yang dibawa oleh aliran sungai sehingga strukturnya
silang siur. Namun, ada lapisan yang menyiratkan endapan lahar pada danau.

Gambar batu pasir silang siur Gambar batu tuff

Gambar lingkungan formasi Kabuh di Sangiran

4. Formasi Notopuro
Pada kala pleistosen akhir, sekitar 200.000-40.000 ribu tahun
lalu, aktivitas gunung api meningkat. Erupsi gunung api lebih sering terjadi
terutama Gunung Lawu disebelah selatan dan Gunung Merapi dan Merbabu
disebelah baratnya. Daerah Sangiran diperkirakan sebagai daerah yang sering
dilanda bencana akibat erupsi gunung api. Hal ini terbukti dari batuan pada
lapisan notopuro yang terdiri dari breksia, pasir, dan lahar yang cukup tebal.
Barangkali karena alasan itulah, tidak banyak manusia purba yang tinggal di
daerah ini. Di lapisan ini tidak ditemukan fosil manusia, meskipun ada
beberapa temuan alat bantu, mungkin mereka lebih memilih tinggal dan
berburu ke daerah yang lebih timur.
Formasi ini terdiri terutama oleh breksi dan lahar memberikan
petunjuk aktifnya kegiatan gunung api pada kala itu. Fosil hewan bertulang
belakang juga banyak ditemukan pada formasi ini, tetapi sejauh ini belum
pernah ditemukan fosil manusia purba.

Gambar batu breksi laharik Gambar batu endapan sekarang (notopuro)

Gambar lingkungan pada formasi notopuro


IV.B. Sejarah Geologi (Rekonstruksi)

Gambar geomorfologi daerah sangiran

Lokasi pengamatan morfologi Dome Sangiran ada di menara


pandang, Jalan Sangiran, dengan koordinat 4815541 mE, 9176570 mN,
elevasi 167 mdpl. Pengamatan dilakukan pada Hari Jumat, 17 November
2017, dengan cuaca cerah terik yang berawan, pukul 10.30 WIB s.d.
selesai. Menara pandang difungsikan sebagai sarana untuk pengamatan
morfologi Daerah Dome Sangiran. Kegiatan pengamatan dan
pengsketsaan dilakukan menggunakan pandangan burung, dengan
morfologi yang membentang dari arah barat ke timur.

Sejarah geologi Dome Sangiran yaitu terbentuk melalui empat


tahap/fase. Fase pertama yaitu fase yang mana Daerah Sangiran masih
dalam bentuk dataran yang datar dan normal seperti biasa, yang tersusun
oleh empat formasi, yaitu dari formasi tertua formasi Kalibeng, formasi
Pucangan, formasi Kabuh, dan formasi Notopuro. Fase kedua adalah
keadaan yang mana Daerah Sangiran dikenai oleh adanya tenaga endogen
(diperkirakan merupakan intrusi mud diapir), sehingga dataran yang
semula datar mulai terangkat/uplift dan membentuk Dome Sangiran. Fase
ketiga adalah fase yang mana setelah Dome Sangiran terbentuk, maka
bagian atas dome akan bersentuhan langsung dengan atmosfer, terkena
sinar matahari, hujan, dan faktor alam lainnya yang kita kenal sebagai
tenaga eksogen. Diperkirakan pada bagian atas dome tersusun oleh batuan
yang kurang resisten dan banyak ditemukan rekahan-rekahan pada
batuannya. Dikarenakan hal tersebut, maka terjadi weathering/pelapukan
secara berangsur yang mengikis dome yang terbentuk sebelumnya.
Pengikisan oleh air hujan mengisi ruang kosong pada rekahan-rekahan
batuan dan membentuk sungai yang terus mengikis bagian yang tidak
resisten (salah satunya membentuk Sungai Cemoro, letaknya tidak jauh
dari Museum Manusia Purba Sangiran) sehingga daerah dome seiring
berjalannya waktu terkikis menjadi bentuk cekungan menuju datar. Fase
keempat yaitu fase yang mana keadaan Dome Sangiran seperti sekarang
ini yang dapat kita lihat dilapangan, yaitu dengan tersingkapnya empat
formasi pembentuk Dome Sangiran.
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan dari Laporan kegiatan Fieldtrip Paleontologi di Daerah


Sangiran adalah :

1.) Didaerah Sangiran dapat kita ketahui bahwasanya ada empat formasi (litologi)
utama, yaitu : Formasi Kalibeng (2,4 juta tahun lalu), Formasi Pucangan (1,8
juta tahun lalu), Formasi Kabuh (730 ribu tahun lalu), Formasi Notopuro (300
ribu tahun lalu).
2.) Karakteristik dari setiap Formasi di sangiran yaitu:
a. Formasi Kalibeng (2,4 juta tahun lalu), pada saat ini Sangiran
merupakan laut dalam, litologinya yaitu lempung biru.
b. Formasi Pucangan (1,8 juta tahun lalu), pada saat ini terdapat bentang
rawa dibalik rapatnya hutan bakau, berseling dataran rendah berumput
yang dibelah sungai.
c. Formasi Kabuh (730 ribu tahun lalu), pada saat ini merupakan golden
age homo erectus dan fauna, merupakan masa open forest.
d. Formasi Notopuro (300 ribu tahun lalu), pada saat ini Daerah Sangiran
merupakan sebuah dataran yang kering dan tandus, ditengah kerapnya
letusan gunung api yang mengelilingi Daerah Sangiran.
3.) Sejarah manusia purba di Jawa, khususnya di Daerah Sangiran yaitu pada 3,5-
DAFTAR PUSTAKA

Widianto, Harry. 2012. Formasi Batuan Sangiran. Diakses dari www.scribd.com


pada 11 November 2017.

Fitriana, S. 2016. Paleontologi Sangiran. Diakses dari www.academia.edu pada 14


November 2017
LAMPIRAN

Dokumentasi praktikan dengan dosen dan asisten praktikum sedimentologi


dan paleontologi di museum manusia purba sangiran

Anda mungkin juga menyukai