Anda di halaman 1dari 40

Makalah Agama Islam II

Bioetik Kesehatan Masyarakat Dalam Kerangka Berpikir Islam

Disusun Oleh:

Kelompok 5 IKM C 2015

Danang Setia Budi 101511133039


Ilham Dwi Prakoso 101511133045
Dwi Ratnasari 101511133057
Prasita Ayu Widyaningtyas 101511133066
Nanik Khomairoh 101511133087
Dewi Putri Dayani 101511133105
Nurvita Ruwandasari 101511133123
Wahyu Dyah Sukmawati 101511133129
Rahmana Wiradanu 101511133132
Andiyana Nur Wulan 101511133163
Fitrotuz Zahroh 101511133196
Jihan Adella Iyik Be 101511133220

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Airlangga
Surabaya
2017
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ..................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ...................................................................... 1-2
1.2 Rumusan masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................ 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Bioetik ................................................................... 4-5
2.2 Prinsip Bioetik ...................................................................... 5-9
2.3 Bioetik Dalam Islam dan Kaidah Dasar ............................... 9-13
2.4 Jenis Bioetik Kesehatan Masyarakat .................................... 13
1.4.1 Kloning ..................................................................... 13-17
1.4.2 Bayi Tabung ............................................................. 17-18
1.4.3 Transplantasi Organ ................................................. 18-21
1.4.4 Abortus ..................................................................... 21-25
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Keterkaitan Bioetik Dalam Kerangka Berpikir Islam .......... 26
3.3.1 Kloning ..................................................................... 26-28
3.3.2 Bayi Tabung ............................................................. 28-30
3.3.3 Transplantasi Organ ................................................. 31-32
3.3.4 Abortus ..................................................................... 32-34
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................................... 35-36
Daftar Pustaka ......................................................................................... iii-iv

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan dibidang ilmu kesehatan telah memberi harapan hidup yang


lebih baik pada manusia. Namun terlepas dari keberhasilan ilmu kesehatan
mengatasi berbagai masalah kesehatan. Masalah lain yang berkaitan juga mulai
muncul. Dengan meningkatnya teknologi, perawatan dan pelayanan kesehatan,
banyak penyait yang menimbulkan wabah dalam skala besar dapat dicegah.
Dalam setengah abad terakhir telah terjadi perubahan-perubahan besar
dalam aspek-aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, moralitas,
intelektualitas, keagamaan, dan lain-lain diseluruh dunia. Bersaman dengan
perubahan-perubahan itu, berlangsung juga revolusi biomedis, yaitu kemajuan-
kemajuan luar biasa dalam ilmu biologi, ilmu dan teknologi kedokteran,
teknologi peralatan medis, bioteknologi medis, dan penerapan semua aspek
multidisiplin tersebut dalam pelayanan kesehatan masyarakat (Samsi Jacobalis,
2005:201).
Kehadiran bioteknologi akan menguasai kehidupan manusia dan memiliki
kekuatan besar untuk mengubah jalan perkembangan organisme dalam
kehidupan. Manusia memanfaatkan bioteknologi tidak hanya untuk
menemukan dan mengurai kehidupan, tetapi berusaha mengubah dan
menciptakan kehidupan. Perubahan tersebut dapat menimbulkan konflik moral
terkait perkembangan bioteknologi yang dianggap telah melewati batasan etika
kemanusiaan dan akhlak dalam agama, sehingga agama dan norma tidak dapat
menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Berbagai “pelanggaran” akibat
penyalahgunaan kemajuan ini pun mulai bermunculan dan diperkirakan akan
terus bermunculan, sehingga dirasa perlu adanya bioetik yang menata dan
mengatur pola penyaluran, penggunaan, dan pemanfaatan kemajuan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam bioetika, moral dan etika itu sendiri merupakan prinsip dasar yang
benar harus dijadikan pijakan atau pedoman dalam pemanfaatan teknologi

1
yang sedang berkembang pesat kini. Bioetika sangat diperlukan sebagai
pengawal riset biologi dan bioteknologi modern, Pembelajaran bioetika
diarahkan untuk mencegah dampak negatif yang muncul serta dapat
memberikan solusi kepada konflik moral yang semakin meningkat seiring
meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan di bidang medis dan biologi.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari bioetik ?


2. Apa saja prinsip yang terdapat dalam kaidah bioetik ?
3. Bagaimana kaidah bioetik dalam pandangan islam dan kaidah dasar
islam ?
4. Apa saja jenis bioetik dalam kesehatan masyarakat ?
5. Bagaimana keterkaitan kaidah bioetik kesehatan masyarakat (kloning,
bayi tabung, transplantasi organ, dan abortus) dalam kerangka berpikir
islam ?
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mempelajari Bioetik Kesehatan Masyarakat Dalam Kerangka Berpikir


Islam.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi bioetik.


2. Mengetahui prinsip yang terdapat dalam kaidah bioetik.
3. Mengetahui kaidah bioetik dalam pandangan dan kaidah dasar Islam.
4. Mengetahi jenis bioetik dalam kesehatan masyarakat.
5. Mengetahui keterkaitan kaidah bioetik kesehatan masyarakat (kloning,
bayi tabung, transplantasi organ, dan abortus) dalam kerangka berpikir
islam.

2
1.4 Manfaat

1. Menambah pengetahuan maupun wasasan tentang apa yang di maksud


dengan bioetik dan jenis bioetik dalam kesehatan masyarakat, serta
bagaimana implementasi kaidah bioetik dalam kesehatan masyarakat
dari sudut pandang islam.
2. Memahami tentang bioetik beserta aplikasinya berdasarkan hukum
agama islam.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bioetik


Bioetika atau bioethics atau etika biologi didefinisikan oleh Samuel
Gorovitz (dalam Shannon, 1995) sebagai “penyelidikan kritis tentang dimensi-
dimensi moral dari pengambilan keputusan dalam konteks berkaitan dengan
kesehatan dan dalam konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologi”. Jadi
bioetika menyelidiki dimensi etik dari masalah-masalah teknologi, ilmu
kedokteran, dan biologi yang terkait dengan penerapannya dalam kehidupan
(Shannon, 1995). Jenie (1997) mengemukakan bahwa bioetika berperan
sebagai pengaman bagi riset bioteknologi, sedangkan Djati (2003),
menegaskan bahwa bioetika tidak untuk mencegah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bidang biologi atau bioteknologi, tetapi
menyadarkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai batas-batas
dan tanggung jawab terhadap kehidupan manusia dan kemanusiaan.
Van Potter (1970) dalam Muchtadi (2007) menyebutkan bahwa bioetika
ialah suatu disiplin baru yang menggabungkan pengetahuan biologi dengan
pengetahuan mengenai sistem nilai manusia, yang akan menjadi jembatan
antara ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, membantu menyelamatkan
kemanusian, mempertahankan dan memperbaiki dunia beradab. Honderih
Oxford (1995) dalam Muchtadi (2007) menyatakan, bahwa bioetika adalah
kajian mengenai pengaruh moral dan sosial dari teknik-teknik yang dihasilkan
oleh kemajuan ilmu-ilmu hayati. Etika yang berkaitan dengan masalah biologi
dikenal dengan nama bioetika (Shannon, 1995).
Memahami berbagai pengertian bioetika sesuai pendapat para ahli
memberikan pemahaman, bahwa bioetika bukanlah suatu disiplin ilmu, tetapi
lebih kepada penerapan etika, moral, bahkan hukum dan nilai sosial ke dalam
pembahasan ilmiah biologi. Dan pentingnya etika dalam konteks biologi
digunakan untuk menjawab berbagai persoalan kehidupan baik yang berkaitan
dengan hewan dan tumbuhan, bahkan manusia. Oleh karena itu implementasi

4
bioetika dan perspektifnya dalam perkembangan berbagai keilmuan biologi
seperti kedokteran, bioteknologi, ekologi, pertanian, bahkan dalam perdebatan
politik, hukum, dan filsafat menjadikan bioetika sebagai pijakan untuk
memecahkan dan menjawab persoalan didalamnya.
2.2 Prinsip Bioetik
Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan (Empat prinsip etika
Eropa) bahwa untuk mencapai suatu keputusan ETIK diperlukan 4 Kaidah
Dasar Moral - Kaidah Dasar Bioetik (Moral Principle) dan beberapa rules atau
kriteria dibawahnya. Keempat Kaidah Dasar Moral tersebut adalah :
1. Prinsip “Autonomy” (self-determination)
Otonomi (Autonomy) berasal dari bahasa Yunani ”autos” yang
berarti sendiri dan ”nomos” yang berarti peraturan atau pemerintahan
atau hukum. Awalnya otonomi dikaitkan dengan suatu wilayah dengan
peraturan sendiri atau pemerintahan sendiri atau hukum sendiri. Namun
kemudian, otonomi juga digunakan pada suatu kondisi individu yang
maknanya bermacam-macam seperti hak untuk bebas, pilihan pribadi,
kebebasan berkeinginan dan menjadi diri sendiri. Makna utama otonomi
individu adalah aturan pribadi atau perseorangan dari diri sendiri yang
bebas, baik bebas dari campur tangan orang lain maupun dari
keterbatasan yang dapat menghalangi pilihan yang benar, seperti karena
pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang dibatasi otonominya
adalah seseorang yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang
tidak mampu bertindak sesuai dengan hasrat dan rencananya.
Terdapat berbagai pendapat tentang penerapan prinsip otonomi.
Meskipun demikian, secara umum ada beberapa cara menerapkan prinsip
otonomi, khususnya dalam praktek kedokteran. Cara-cara tersebut antara
lain:
a. Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the
truth)
b. Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others)
c. Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential
information)

5
d. Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap pasien
(obtain consent for interventions with patients)
e. Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when ask,
help others make important decision)
Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai
kompetensi pasien. Para pakar meyakini belum ada satu definisi
kompetensi pasien yang dapat diterima semua pihak, sehingga begitu
banyak defnisi tentang kompetensi pasien. Salah satu definisi kompetensi
pasien yang dapat diterima adalah ”kemampuan untuk melaksanakan
atau performa suatu tugas atau perintah”.
2. Prinsip tidak merugikan “Non-maleficence”
Prinsip non-maleficence, yaitu melarang tindakan yang
membahayakan atau memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal
sebagai “primum non nocere” atau “do no harm”. Prinsip ini
berhubungan dengan ungkapan Hipokrates yang menyatakan “saya akan
menggunakan terapi untuk membantu orang sakit berdasarkan
kemampuan dan pendapat saya, tetapi saya tidak akan pernah
menggunakannya untuk merugikan atau mencelakakan mereka”.
Prinsip non-maleficence sering menjadi pembahasan dalam bidang
kedokteran terutama kasus kontroversial terkait dengan kasus penyakit
terminal, penyakit serius dan luka serius. Prinsip ini memegang peranan
penting dalam pengambilan keputusan untuk mempertahankan atau
mengakhiri kehidupan. Penerapannya dapat dilakukan pada pasien yang
kompeten maupun tidak kompeten. Pada dasarnya, prinsip non-
maleficence memberikan peluang kepada pasien, walinya dan para
tenaga kesehatan untuk menerima atau menolak suatu tindakan atau
terapi setelah menimbang manfaat dan hambatannya dalam situasi atau
kondisi tertentu.
Banyak filosof yang menjadikan prinsip non-maleficence sebagai
satu kesatuan dengan prinsip beneficence (mengutamakan tindakan untuk
kebaikan pasien). Namun, banyak juga yang membedakannya.
Pertimbangannya antara lain pemikiran bahwa kewajiban untuk tidak

6
membahayakan atau mencelakakan pasien, tentu berbeda dengan
kewajiban untuk membantu pasien, walaupun keduanya untuk kebaikan
pasien.
3. Prinsip murah hati “Beneficence”
Prinsip moral yang mengutamakan tindakan untuk ditujukan ke
kebaikan pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan
keuntungan tersebut dengan risiko dan biaya. Dalam Beneficence tidak
hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan
yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya
(mudharat).
Beneficence secara makna kata dapat berarti pengampunan,
kebaikan, kemurahan hati, mengutamakan kepentiang orang lain,
mencintai dan kemanusiaan. Beneficence dalam makna yang lebih luas
berarti tindakan yang dilakukan untuk kebaikan orang lain. Prinsip moral
beneficence adalah kewajiban moral untuk melakukan suatu tindakan
demi kebaikan atau kemanfaatan orang lain (pasien). Prinsip ini
digambarkan sebagai alat untuk memperjelas atau meyakinkan diri
sendiri (self-evident) dan diterima secara luas sebagai tujuan kedokteran
yang tepat.
Penerapan prinsip beneficence tidak bersifat mutlak. Prinsip ini
bukanlah satu-satunya prinsip yang harus dipertimbangkan, melainkan
satu diantara beberapa prinsip lain yang juga harus dipertimbangkan.
Prinsip ini dibatasi keseimbangan manfaat, resiko, dan biaya (sebagai
hasil dari tindakan) serta tidak menentukan pencapaian keseluruhan
kewajiban. Kritik yang sering muncul terhadap penerapan prinsip ini
adalah tentang kepentingan umum yang diletakan di atas kepentingan
pribadi. Sebagai contoh, dalam penelitian kedokteran, atas dasar
kemanfaatan untuk kepentingan umum sering prosedur penelitian yang
membahayakan individu subjek penelitian diperbolehkan. Padahal,
terdapat prinsip-prinsip lain yang semestinya juga dipertimbangkan.
Prinsip beneficence harus diterapkan baik untuk kebaikan individu
seorang pasien maupun kebaikan masyarakat keseluruhan.

7
Beberapa bentuk penerapan prinsip beneficence merupakan
komponen penting dalam moralitas. Karena luasnya cakupan kebaikan,
maka banyak ketentuan-ketentuan dalam praktek (kedokteran) yang baik
lahir dari prinsip beneficence ini. Beberapa contoh penerapan prinsip
beneficence ini adalah:
1. Melindungi dan menjaga hak orang lain.
2. Mencegah bahaya yang dapat menimpa orang lain.
3. Meniadakan kondisi yang dapat membahayakan orang lain.
4. Membantu orang dengan berbagai keterbatasan (kecacatan).
5. Menolong orang yang dalam kondisi bahaya.
4. Prinsip keadilan “Justice”
Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive
justice) atau pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara
adil. Prinsip Justice diterjemahkan sebagai menegakan keadilan atau
kesamaan hak kepada setiap orang (pasien). Definisi lainnya adalah
memperlakukan orang lain secara adil, layak dan tepat sesuai dengan
haknya. Situasi yang adil adalah seseorang mendapatkan mendapatkan
manfaat atau beban sesuai dengan hak atau kondisinya. Situasi yang
tidak adil adalah tindakan yang salah atau lalai berupa meniadakan
manfaat kepada seseorang yang memiliki hak atau pembagian beban
yang tidak sama. Prinsip justice lahir dari sebuah kesadaran bahwa
jumlah benda dan jasa (pelayanan) itu terbatas, sedangkan yang
memerlukan seringkali melabihi batasan tersebut. Prinsip justice
kemudian diperlukan dalam pengambilan keputusan tersebut.
Terdapat beberapa kriteria dalam penerapan prinsip justice, antara
lain:
a. Untuk setiap orang ada pembagian yang merata (equal share)
b. Untuk setiap orang berdasarkan kebutuhan (need)
c. Untuk setiap orang berdasarkan usahanya (effort)
d. Untuk setiap orang berdasarkan kontribusinya (contribution)
e. Untuk setiap orang berdasarkan manfaat atau kegunaannya (merit)

8
f. Untuk setiap orang berdasarkan pertukaran pasar bebas (free-
market exchange)
2.3 Bioetik Dalam Islam dan Kaidah Dasar
Secara umum dapat dikatakan bahwa bioetika (sebagai cabang etika) tidak
akan dapat menggantikan agama, tidak bertentangan dengan agama, bahkan
diperlukan oleh agama (Suseno, 1987). Dikemukakan pula oleh Suseno (1987),
bahwa ada masalah dalam bidang moral agama yang tidak dapat dipecahkan
tanpa penggunaan metode-metode etika. Masalah tersebut adalah masalah
interpretasi terhadap perintah atau hukum yang termuat dalam wahyu, dan
yang kedua ialah bagaimana masalah masalah moral yang baru seperti cloning,
bayi tabung, transplantasi organ, abortus dan sebagainya yang tidak langsung
dibahas dalam wahyu, dapat dipecahkan.
Sutiah (2003) mengemukakan bahwa etika, moral, dan akhlaq mempunyai
hubungan yang erat satu sama lain. Etika dan moral sebagai kajian tentang baik
dan buruk suatu perbuatan, ditentukan berdasarkan akal pikiran dan kebiasaan
masyarakat, sedangkan akhlaq berdasarkan wahyu. Namun, etika, moral dan
akhlaq tetap saling membutuhkan, sebab dalam pelaksanaannya, norma akhlaq
di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah masih bersifat tekstual (“belum siap pakai”).
Untuk melaksanakan ketentuan akhlaq yang terdapat di dalam al-Qur’an dan
al-Hadist, dibutuhkan penalaran dan ijtihad oleh ulama dan umat. Oleh karena
itu, keberadaan etika dan moral sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan
dan mengoperasionalisasikan ketentuan-ketentuan akhlaq yang terdapat di
dalam al-Qur’an dan al-Hadist. Bioetika sebagai cabang etika diperlukan
sebagai wahana penalaran atau ijtihad yang terkait dengan perkembangan
biologi dan teknologi bidang biologi. Pembelajaran bioetika dibutuhkan dalam
penalaran dan ijtihad bidang kesehatan dalam pandangan islam, sebab bioetika
menekankan pada pengembangan berpikir untuk menentukan sisi baik buruk
atau dimensi etis dari biologi modern dan teknologi yang terkait dengan
kehidupan, sedangkan Islam sendiri sangat menekankan pentingnya berpikir.
Rasulullah s.a.w memberikan pernyataan tentang peranan akal dalam beragama
“Agama itu adalah penggunaan akal, tiada agama bagi orang yang tidak
berakal, al-Hadits)”. Keharusan manusia untuk selalu menggunakan akal dan

9
pikirannya difirmankan Allah dalam Q.S. Al-Ghosyiyah, ayat 17-20: ”maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan (aspek
reproduksi dan fisiologi), dan langit bagaimana ia ditinggikan (aspek fisika),
dan gunung bagaimana ia ditegakkan (aspek geologi), dan bumi bagaimana ia
dihamparkan (aspek geografi)”.
Islam sangat menekankan pada kemampuan berpikir, keputusan etik
dilakukan melalui pertimbangan yang sangat cermat antara kemaslahatan dan
kemudhorotan sesuatu hal serta lebih fokus pada mencari solusi dalam
menghadapi kasus dilema bioetika (kasus yang menimbulkan perdebatan
terkait penerapan biologi atau teknologi berbasis biologi). Pembelajaran
bioetika dapat dilakukan dalam bentuk menentukan keputusan etik melalui
kajian antara resiko dan manfaat, keputusan yang mendatangkan kemaslahatan
paling banyak dengan paling sedikit kemudhorotannya.
Berdasarkan hal ini, maka yang harus mendapat perhatian dalam
pembelajaran bioetika adalah pengambilan keputusan etik dengan tidak
mengajarkan atau memberi contoh keputusan etik apa yang harus diambil,
melainkan menekankan pada bagaimana cara atau proses untuk pengambilan
keputusan etik. Proses pengambilan keputusan etik terhadap dilema bioetika
terdapat 6 prinsip bioetika menurut Islam (Mustofa, 2009: 116) yakni:
a. Keadaan Darurat
Keputusan etik yang mengandung unsur haram menggunakan pedoman
bahwa dalam kondisi normal diharamkan, namun menjadi diperbolehkan
ketika darurat, yakni tidak ada pilihan lain dan semata-mata hanya untuk
menjaga dan melestarikan kehidupan.
b. Menjaga dan Melestarikan Kehidupan
Keputusan etik yang diambil harus berdasakan tujuan utama untuk semata-
mata menjaga dan melestarikan kehidupan, bukan untuk maksud yang lain.
c. Untuk Kepentingan yang Lebih Besar
Keputusan etik yang diambil, harus terkandung maksud untuk kepentingan
yang lebih besar.

10
d. Peluang Keberhasilan
Keputusan etik yang diambil, harus sudah memperhitungkan kemungkinan
atau peluang keberhasilannya.
e. Manfaat dan Mudharat
Keputusan etik yang diambil harus sudah memperhitungkan keuntungan
dan kerugian, kemaslahatan dan kemudharatannya.
f. Tidak Ada Pilihan Lain
Keputusan etik yang diambil harus sudah memperhitungkan tidak adanya
pilihan lain, sehingga keputusan tersebut harus diambil.

Sementara itu Kaidah Dasar Bioetika Islam meliputi:


1. Kaidah Niat (Qaidah Niyyat).
Prinsip ini meminta dokter agar berkonsultasi dengan hati nuraninya.
Terdapat banyak masalah mengenai prosedur dan keputusan medis
yang tidak diketahui orang awam. Seorang dokter dapat saja
melakukan suatu prosedur dengan alasan yang mungkin masuk akal
dari sudut pandang luar, namun sesungguhnya memiliki niatan
berbeda dan tersembunyi.
Contoh praktis: penggunaan morfin sebagai penghilang rasa sakit
pada perawatan kondisi terminal namun niat yang sesungguhnya
adalah agar terjadi depresi pernafasan yang akan menyebabkan
kematian.
2. Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin).
Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) dalam ilmu kedokteran,
artinya tingkat kepastian (yaqiin) dalam ilmu kedokteran tidak
mencapai standar yaqiin yang diminta oleh hukum. Meskipun
demikian diharapkan dokter dalam mengambil keputusan medis,
mengambil keputusan dengan tingkat probabilitas terbaik dari yang
ada (evidence-based medicine). Termasuk pula dalam hal diagnosis,
perawatan medis didasarkan dari diagnosis yang paling mungkin.
3. Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar)
a. Intervensi medis untuk menghilangkan al dharar (luka, kerugian,
kehilangan hari-hari sehat) pasien.

11
b. Tidak boleh menghilangkan al dharar dengan al dharar yang
sebanding (al dharar la yuzaal bi mitslihi)
c. Keseimbangan antara kerugian melawan keuntungan.
Pada situasi intervensi medis yang diusulkan memiliki efek
samping, diikuti prinsip bahwa pencegahan penyakit memiliki
prioritas yang lebih tinggi ketimbang keuntungan dengan nilai
yang sama, dar’an mafasid awla min jalbi al mashaalih. Jika
keuntungan memiliki kepentingan yang jauh lebih tinggi daripada
kerugian, maka mendapatkan keuntungan memiliki prioritas yang
lebih tinggi.
d. Keseimbangan antara yang dilarang melawan yang diperbolehkan.
Dokter kadang dihadapkan dengan intervensi medis yang
memiliki efek yang dilarang namun juga memiliki efek yang
diperbolehkan. Petunjuk hukum adalah bahwa yang dilarang
memiliki prioritas lebih tinggi untuk dikenali jika keduanya
muncul bersamaan dan sebuah keputusan harus diambil (idza
ijtima’a al halaal wa al haram ghalaba al haraam al halaal).
e. Pilihan antara dua keburukan.
Jika dihadapkan dengan dua situasi medis yang keduanya akan
menyebabkan kerugian dan tidak ada pilihan selain memilih salah
satu dari keduanya, dipilih yang kurang merugikan (ikhtiyaar
ahwan al syarrain). Suatu hal yang merugikan dilakukan untuk
mencegah munculnya kerugian yang lebih besar (al dharar al
asyadd yuzaalu bi al dharar al akhaff).
Dengan cara yang sama, intervensi medis yang memiliki
kepentingan umum diutamakan di atas kepentingan individu (al
mashlahat al aamah muqoddamat ala al mashlahat al khassat).
Untuk melawan penyakit menular, pemerintah tidak boleh
melanggar / menghilangkan hak-hak umum kecuali ada
keuntungan umum yang bisa didapatkan (al tasarruf ala al raiuyat
manuutu bi al mashlahat).

12
4. Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah a Masyaqqat)
a. Kebutuhan melegalisir yang dilarang.
Dalam kondisi yang menyebabkan gangguan serius pada
kesehatan fisik dan mental, jika tidak segera disembuhkan, maka
kondisi tersebut memberikan keringanan dalam mematuhi dan
melaksanakan peraturan dan kewajiban syari’ah.
b. Batas-batas prinsip kesulitan
Dalam melanggar syari’ah tersebut tidak melewati batas-batas
yang diperlukan (secukupnya saja).
c. Aplikasi sementara dari prinsip kesulitan.
Adanya suatu kesulitan tidak menghilangkan secara permanen
hak-hak pasien yang harus direkompensasi dan dikembalikan
pada keadaan semula seiring dengan waktu; kesulitan melegalisir
sementara dari tindakan medis yang melanggar, berakhir setelah
kondisi yang menyulitkan tadi berakhir. Dengan kata lain, jika
hambatan telah dilewati, tindakan medis yang dilarang kembali
menjadi terlarang.
5. Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf)
Dalam prinsip ini, standar yang diterima secara umum, seperti
standard operational procedure (SOP/Protap) untuk perawatan klinis
dianggap sebagai hukum dan diperkuat oleh syari’ah.
2.4 Jenis Bioetik Kesehatan Masyarakat
2.4.1 Kloning

Secara etimologis, kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari
bahasa Yunani “klon”, artinya potongan yang digunakan untuk
memperbanyak tanaman. Kata ini digunakan dalam dua pengertian, yaitu :
1. Klon sel yang artinya menduplikasi sejumlah sel dari sebuah sel yang
memiliki sifat-sifat genetiknya identik.
2. Klon gen atau molekular, artinya sekelompok salinan gen yang bersifat
identik yang direplikasi dari satu gen dimasukkan dalam sel inang.

13
Sedangkan secara terminologis, kloning adalah proses pembuatan
sejumlah besar sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau
molekul asalnya. Pada prinsipnya mengklon individu baru ialah mengganti
inti telur dengan inti sel definitif, lalu merangsang sel telur itu tumbuh.

Secara umum dikenal beberapa metode untuk melakukan kloning, antara


lain (Wangko, Kristanto, 2010) :
1. Artificial embryo twinning
Pada embrio yang masih dini dilakukan separasi secara manual sehingga
menghasilkan sel-sel individu, yang selanjutnya akan membelah dan
berkembang. Embrio ini diimplantasikan pada inang subtitusi sampai
cukup bulan dan kemudian dilahirkan. Oleh karena embrio-embrio klon
ini berasal dari zigot yang sama maka mereka secara genetik identik.
2. Somatic cell nuclear transfer (SCNT)
Sel somatik yang dipakai adalah sel sel di dalam tubuh selain sel sperma
dan sel telur. Inti sel somatik ditransfer ke sel telur yang telah dilakukan
enukleasi. Sel telur dengan inti baru ini akan berlaku sebagai zigot, yang
kemudian diimplantasikan ke inang subtitusi. SCNT bertujuan untuk
menghasilkan embrio yang akan digunakan pada riset, terutama riset sel
punca. Sel-sel ini kemudian dipanen untuk digunakan pada riset
bioteknologi dengan harapan dapat diaplikasikan bagi berbagai aspek
yang menunjang kesejahteraan manusia, termasuk aspek kesehatan dan
pengobatan.

Beberapa jenis kloning yang telah diteliti, antara lain (Wangko, Kristanto,
2010):

1. Kloning molekul (Molecular cloning)


Kloning DNA bertujuan menghasilkan sejumlah besar DNA yang
identik, termasuk gen, promotor, sekuens noncoding, dan fragmen DNA,
untuk penelitian lanjut atau menggunakan DNA pada organisme yang
intak untuk menghasilkan protein yang bermanfaat baik bagi penelitian
maupun aplikasi bagi kesehatan manusia.

14
Kloning dilakukan dengan menggunakan bakteri dan plasmid. Dalam hal
melakukan kloning gen atau potongan DNA, plasmid asal (cloning vector)
diisolasi dari sel bakteri. Gen sel tertentu disisipkan ke dalam plasmid,
sehingga terbentuk plasmid dengan DNA rekombinan. Plasmid yang baru
dimasukkan ke dalam sel bakteri, dan terbentuk bakteri rekombinan yang
akan membentuk sel klon. Gen yang disisipkan akan ikut pada bakteri
yang bermitosis. Klon bakteri ini akan menghasilkan protein yang sesuai
dengan gen yang disisipkan. Produk protein yang dihasilkan dapat
digunakan untuk penelitian lanjut atau diaplikasikan bagi kesehatan
manusia ataupun bidang lainnya. Sebagai contoh perusahaan farmasi
menghasilkan berbagai jenis hormon dengan menggunakan bakteri yang
menyandang gen manusia.
2. Kloning sel
Kloning sel bertujuan menghasilkan suatu populasi sel dari satu sel
tunggal. Tehnik yang diperkenalkan adalah dengan menggunakan cincin
kloning. Suspensi sel tunggal yang telah dipapar dengan agen mutagenik
atau obat tertentu ditempatkan pada pengenceran tinggi untuk
menghasilkan koloni-koloni yang terisolasi. Setiap koloni tumbuh dari
satu sel tunggal. Sel-sel klon dikumpulkan dari dalam cincin dan
dipindahkan untuk pertumbuhan lanjut.
3. Kloning organisme
Disebut juga kloning reproduksi yang bertujuan untuk menghasilkan
organisme multisel yang identik secara genetik, dan merupakan reproduksi
aseksual dimana tidak terjadi fertilisasi. Dilakukan transfer inti dari sel
dewasa donor ke dalam sel telur tanpa inti. Bila sel telur telah membelah
normal maka akan dipindahkan ke dalam uterus inang substitusi. Klon
yang dihasilkan tidak sepenuhnya identik oleh karena sel somatik dapat
mengandung mutasi DNA inti. Selain itu mitokondria di dalam sitoplasma
juga mengandung DNA, dan selama SCNT, DNA ini sepenuhnya berasal
dari sel telur donor, jadi genom mitokondria tidak serupa dengan sel telur
donor. Hal ini sangat perlu diperhatikan pada cross species nuclear
transfer oleh karena bila terjadi incompatbilitas mitokondria maka akan

15
mengarah ke kematian sel. Selain itu dalam proses kloning peran
kromosom seks (inaktivasi) belum dapat dipenuhi.

Tahapan-tahapan dalam mengkloning manusia yaitu :

1. Sebuah sel diambil dari pria atau wanita donor, kemudian mengambil
sel telur ibu yang subur.
2. Nukleus diambil, sel telur dipisahkan dari kode genetiknya, kemudian
DNA diambil dari nukleus
3. Nukleus sel donor digabung dengan sel telur, kemudian sel telur diberi
kode genetik donor.
4. Sel dikembangkan di laboratorium sampai menjadi embrio.
5. Embrio ditanam di uterus ibu atau ibu pengganti (surrogate mother).
6. Janin menjadi salinan genetik yang persis dari sel donor.

Gambar 1 : Tahapan Kloning pada Manusia

Sumber : dharwanto.blogspot.com

16
Teknologi kloning diharapkan dapat memberi manfaat kepada manusia,
khususnya dibidang medis. Beberapa keuntungan dari teknologi kloning
ialah :

1. Kloning manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk


mendapatkan anak.
2. Organ manusia dapat dikloning secara selektif untuk dimanfaatkan
sebagai organ pengganti bagi pemilik sel organ itu sendiri, sehingga
dapat meminimalisir risiko penolakan
3. Sel-sel dapat dikloning dan diregenerasi untuk menggantikan jaringan
tubuh yang rusak, misalnya urat syaraf dan jaringan otot.
4. Teknologi kloning memungkinkan para ilmuwan medis untuk
menghidupkan dan mematikan sel-sel. Dengan demikian, teknologi ini
dapat digunakan untuk mengatasi kanker. Di samping itu, ada sebuah
optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses penuaan berkat
apa yang kita pelajari dari kloning.
5. Teknologi kloning memungkinkan dilakukan pengujian dan
penyembuhan penyakit-penyakit keturunan. Dengan teknologi kloning,
kelak dapat membantu manusia dalam menemukan obat kanker,
menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang, lemak, jaringan
penyambung, atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk
tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan.
2.4.2 Bayi Tabung

Bayi tabung merupakan suatu proses pembuahan yang terjadi di luar rahim
antara ovum dan sperma yang telah disiapkan dan dibiarkan bercampur
dalam sebuah tabung kimia serta diberi suhu yang menyemai panas badan
seorang wanita agar tetap hidup. Sehingga antara ovum dan sperma terjadi
fertilisasi, kemudian menjadi morulla, lalu dipindahkan ke dalam rahim
seorang wanita yang telah disiapkan untuk melanjutkan kehamilan secara
alami.

Jika dilihat dari proses pembuahan hingga reproduksinya, bayi tabung


dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu secara alami yang artinya

17
dilakukan oleh pasangan suami-stri yang terikat dalam sebuah perkawinan
yang sah, dan melalui donor yang artinya salah satu benihnya (sperma atau
ovum), dan proses pembuahannya dilakukan oleh bukan pasangan suami-
istri tanpa ikatan perkawinan (sewa rahim/meminjam rahim orang lain)

Program bayi tabung pada awal mulanya bertujuan untuk menolong bagi
pasangan suami-istri yang tidak mampu mendapatkan keturunan secara
normal atau bahkan mengalami kemandulan. Dalam perkembangannya,
program ini tidak hanya menolong pasangan suami istri yang menginginkan
seorang anak, tetapi ada latar belakang atau motivasi lain seperti pasangan
suami-istri ingin mendapatkan bayi super, namun benih yang digunakan
baik ovum ataupun sperma berasal dari orang lain. Ada pula seorang istri
ingin mempertahankan tubuhnya yang dikarenakan tuntutan profesi atau
ingin menjadi wanita karir, sehingga proses pembuahannya menggunakan
rahim orang lain atau sewa rahim yang mana dalam istilah kedokteran
dikenal dengan sebutan ibu pengganti (surrogate mother).
2.4.3 Transplantasi Organ

Transplantasi organ adalah pemindahan sebagian atau seluruh organ dari


suatu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain
pada tubuh yang sama. Transplantasi organ dapat berupa pemindahan
tangan, ginjal, jantung. Transplantasi organ merupakan pemindahan sebuah
organ atau lebih dari seorang manusia pada saat hidup, atau setelah mati
kepada manusia lain.

Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak tak


berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor
sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan hidup secara sehat.
Donor organ dapat merupakan organ yang masih hidup ataupun organ yang
telah meninggal (Ebrahim, 2001:95).

18
Transplantasi organ dapat dibedakan berdasarkan segi pendonor dan
penerima organ:

1. Dari Segi Pemberi Organ (Pendonor)


a) Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau
organ tubuh seseorang yang hidup kepada orang lain atau ke bagian
lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Biasanya yang
dilakukan adalah transplantasi ginjal, karena memungkinkan
seseorang untuk hidup dengan satu ginjal saja. Akan tetapi mungkin
bagi donor hidup juga untuk memberikan sepotong/sebagian dari
organ tubuhnya misalnya paru, hati, pankreas dan usus. Juga donor
hidup dapat memberikan jaringan atau sel degeneratif, misalnya kulit,
darah dan sumsum tulang.
b) Transplantasi dengan donor mati/jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan
organ atau jaringan dari tubuh jenazah orang yang baru saja
meninggal kepada tubuh orang lain yang masih hidup. Pengertian
donor mati adalah donor dari seseorang yang baru saja meninggal dan
biasanya meninggal karena kecelakaan, serangan jantung, atau
pecahnya pembuluh darah otak. Dalam kasus ini, donasi organ akan
dipertimbangkan setelah usaha penyelematan mengalami kegagalan.
Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak
memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung, kornea,
ginjal dan pankreas, hati, jantung dan hati.1
2. Dari Penerima Organ (Resipien)
a) Autograft
Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ ke
tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri. Biasanya transplantasi ini
dilakukan pada jaringan yang berlebih atau pada jaringan yang dapat
beregenerasi kembali.

19
b) Isograft
Termasuk dalam autograft adalah "syngraft" atau isograft yang
merupakan prosedur transplatasi yang dilakukan antara dua orang
yang secara genetik identik.
c) Allograft
Allograft adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh
seseorang ke tubuh orang lain.
d) Xenotransplantation
Xenotransplantation adalah pemindahan suatu jaringan atau organ
dari species bukan manusia kepada tubuh manusia.
e) Transplantasi Domino
Merupakan multiple transplantasi yang dilakukan sejak tahun 1987.
Donor memberikan organ jantung dan parunya kepada penerima
donor, dan penerima donor ini memberikan jantungnya kepada
penerima donor yang lain. Biasanya dilakukan pada penderita "cystic
fibrosis" (hereditary disease) dimana kedua parunya perlu diganti dan
secara teknis lebih mudah untuk mengganti jantung dan paru sebagai
satu kesatuan. Biasanya jantung dari penderita ini masih sehat,
sehingga jantungnya dapat didonorkan kepada orang lain yang
membutuhkan.
f) Transplantasi split
Kadangkala donor mati khususnya donor hati, hatinya dapat dibagi
untuk dua penerima, khususnya dewasa dan anak, akan tetapi
transplatasi ini tidak dipilih karena transplantasi keseluruhan organ
lebih baik. (Bakti Bawono Adisasmito, 2010)

Dari segi hukum transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang
sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya mensehatkan dan
mensejahterakan manusia walaupun ini adalah suatu tindakan yang
melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan tetapi mendapat
pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana,
dan dapat dibenarkan (Wulan, 2011:23). Pelaksanaan transplantasi organ di
Indonesia diperjelas lagi yaitu diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 18

20
tahun 1981, tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat
anatomis/transplantasi alat dan atau jaringan tubuh, merupakan pemindahan
alat/jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Tindakan
transplantasi tidak menyalahi semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa asalkan penentuan saat mati dan penyelenggaraan jenazah
terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan (Tansil, 1991).

2.4.4 Abortus

Abortus adalah terhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum


janin berumur 20 minggu dihitung dari haid terakhir atau berat janin kurang
dari 500 gram atau panjang janin kurang dari 25 cm (Ansar, 2002 dalam
Rochmawati, 2013). Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam
abortus (keguguran kandungan) yakni abortus spontan dan abortus buatan.
Abortus spontan adalah mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya
proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat karena
penyakit yang diderita si ibu, pendarahan (blooding), kecelakaan ataupun
sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada
sistem reproduksi (Syafruddin, 2003). Abortus spontan merupakan abortus
yang terjadi secara spontan tanpa ada unsur kesengajaan.
Abortus buatan atau induced abortion merupakan suatu upaya yang
disengaja untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 28
minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan
hidup di dunia luar (Syafruddin, 2003). Abortus buatan, jika ditinjau dari
aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni :
1. Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-
cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus ini dikenal dengan
sebutan abortus artificialis therapicus adalah pengguguran yang dilakukan
oleh dokter atas dasar indikasi medis. Abortus buatan legal yang sesuai
dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU No.23
Tahun 1992 tentang kesehatan, yakni harus memenuhi syarat sebagai
berikut (Syafruddin, 2003) :

21
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenagan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Jika anasir-anasir tersebut tidak terpenuhi atau sebagian tidak
terpenuhi, maka abortus yang dilakukan termasuk golongan abortus
buatan illegal.
2. Abortus buatan illegal
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk
menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang
tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang
dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut
dengan abortus provocatus criminalis, karena di dalamnya mengandung
unsur kriminal atau kejahatan (Syafruddin, 2003). abortus provocatus
criminalis dilakukan tanpa dasar indikasi medis. Misalnya, abortus yang
dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks di luar perkawinan atau
untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki (Salim, 2014).

Cara untuk melakukan pengguguran (abortus) di antaranya dengan cara


menggunakan jasa ahli medis di rumah sakit-rumah sakit. Cara seperti ini
pada umumnya dilakukan oleh wanita-wanita yang hidup di negara-negara
tempat penguguran diizinkan atau tidak dikenakan ancaman tuntutan
kejahatan. Tetapi di negara-negara yang melarang abortus atau tidak dapat
memperoleh bantuan ahli medis untuk menggugurkan kandungan,
dijumpai jutaan wanita yang harus menyerahkan diri ke tangan dukun.
Pengguguran yang dilakukan oleh dukun-dukun yang tidak memiliki
keahlian medis, biasanya menggunakan cara yang kasar dan keras, seperti
memijat bagian-bagian tertentu, perut dan pinggul misalnya, dari tubuh
wanita yang akan digugurkan kandungannya. Pemijatan seperti itu
dimaksudkan untuk mengeluarkan janin dari rahim. Sedangkan

22
pengguguran yang dilakukan secara medis di rumah sakit rumah sakit,
biasanya menggunakan metode berikut ;
a) Curettage & Dilatage (C&D)
b) Mempergunakan alat khusus untuk memperlebar mulut rahim,
kemudian janin dikiret (di-curet) dengan alat seperti sendok kecil.
c) Aspirasi, yaitu penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.
d) Hysterotomi (operasi)

Disamping keempat cara di atas, pengguguran juga sering dilakukan


denagn menggunakan obat-obatan. Pemanfaatan obat-obatan itu
adakalanya dengan ditelan melalui mulut, atau diletakkan kedalam vagina
(alat kelamin) wanita (Salim, 2014). Sedangkan, akibat yang ditimbulkan
oleh pengguguran yang dilakukan ahli medis adalah:
a) Gangguan psikis (al-shadmat al- ‘asabiyat). Ini dapat terjadi ketika alat
untuk memperlebar mulut rahim (uterus) dimasukkan, atau setelah
tembusnya vagina dan dinding rahim. Kadang-kadang terjadi setelah
cairan hidrolik yang berbeda dimasukkan.
b) Pendarahan (blooding) sebagai akibat dari pengguguran obat-obatan
dan alat-alat. Inilah di antara akibat dan koplikasi yang timbul dai usaha
pengguguran dan tidak sedikit yang mengakibatkan kematian (Salim,
2014).

Ketentuan abortus buatan diatur dalam perundang-undangan yang


terdapat dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 yang dapat ditarik
kesimpulan:
a) Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia
menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
b) Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan
tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12
tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara.
c) Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun
penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.

23
d) Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut
seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman
hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat
dicabut.
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan pada pasal 15 dinyatakan sebagai berikut : Ayat (1) : “Tindakan
medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan”. Namun, dalam keadaan darurat sebagai
upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat
diambil tindakan medis tertentu (Syafruddin, 2003).

Menurut James Nelson dalam (Wicaksono, 2010), ada tiga pendirian


tentang aborsi yaitu:

1. Pendirian konservatif berpendapat bahwa aborsi tidak pernah boleh


dilakukan dalam keadaan apa pun juga, dikarenakan alasan agama dan
filosofis di antaranya kesucian kehidupan, larangan untuk memusnahkan
kehidupan manusia yang tidak bersalah dan ketakutan akan implikasi
sosial dari kebijakan aborsi yang liberal bagi orang lain yang tidak bisa
membela diri seperti orang cacat dan lanjut usia.

2. Pendirian liberal memperbolehkan aborsi dalam banyak keadaan yang


berbeda. Banyak diantara mereka tetap melihat aborsi sebagai suatu
keputusan moral, tapi menerima berbagai kemungkinan untuk
membenarkannya secara moral. Di antaranya menyangkut kualitas si
janin, keadaan kesehatan fisik dan mental si wanita,hak wanita atas
integritas badani, kesejahteraan keluarga yang sudah ada, pertimbangan
karier, dan keluarga berencana.

24
3. Pendirian moderat mencari suatu posisi tengah yang mengakui
kemungkinan legitimasi moral bagi beberapa aborsi, tapi tidak pernah
tanpa turut mengakui penderitaan dan rasa berat hati pada pihak wanita
maupun janin. Pendirian ini melihat bahwa janin dan wanita sebagai
pemilik hak dan mengakui bahwa upaya untuk memecahkan konflik hak
seperti itu mau tidak mau akan menyebabkan penderitaan dan rasa berat
hati.

25
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Keterkaitan Bioetik Dalam Kerangka Berpikir Islam

3.1.1 Kloning

Sistem kloning, apabila diterapkan pada hewan tidak mengundang


masalah, tetapi apabila berhasil diterapkan pada manusia, hal ini tentu akan
mengundang masalah. Hal tersebut muncul karena kloning dalam Hukum
Islam termasuk masalah ijtihadiah, yang tidak diatur secara jelas dalam al-
Qur’an dan as-Sunnah. Sebab dalam masalah ijtihadiah, konsekuensinya
memungkinkan para ahli akan berbeda pendapat dalam kesimpulannya.
Disamping itu, sistem ini juga, apabila diterapkan pada manusia
memunculkan pro dan kontra, bukan saja di kalangan para ulama Islam,
tetapi juga di kalangan para agamawan lainnya dan dari tokoh-tokoh politik
dunia, bahkan diantara para ahli hukum Islam ada yang menyimpulkan
hukumnya haram.

Pertautan tersebut dapat dilihat bahwa manusia sejak Nabi Adam


alaihissalam sudah terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu laki-laki dan perempuan.
Dua jenis kelamin ini menjalin hubungan (cinta kasih) sesuai dengan prinsip
normatif pada masanya yang dilakukan melalui perkawinan. Lembaga
perkawinan ini sangat dihormati atau diagungkan dan dari sinilah lahir
martabat manusia. Kloning tersebut apabila dikaitkan dengan perkawinan,
akan timbul masalah, karena kloning bisa berhasil tanpa keterlibatan jenis
kelamin laki-laki, padahal menurut pandangan Islam laki-laki dan
perempuan diciptakan oleh Allah sebagai pasangan untuk menjalin cinta
kasih, sebagaimana firman Allah dalam (QS. Al-Rum : 21) : “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang”.

Para ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum Islam bermula dari
ayat berikut:

26
... ‫طفَة ِم ْن ثُم ت ُ َراب ِم ْن َخلَ ْقنَا ُك ْم فَإِنا‬ ْ ُ‫ِم ْن ثُم َعلَقَة ِم ْن ثُم ٍن‬
ْ ‫ نَشَا ُء َما اْأل َ ْر َح ِام فِي َونُ ِقر ٍْلَ ُكم ِلنُبَيِِّنَ ُمخَلقَة َو َغي ِْر ُمخَلقَة ُم‬...
‫ضغَة‬

"… Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani,
kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada
kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki …" (QS.
22/al-Hajj: 5).

Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas,


bahwa ayat tersebut menampakkan paradigma al-Qur'an tentang penciptan
manusia mencegah tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari
awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan.
Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang
melampaui batas.

Dalam fatwa Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah menjelaskan bahwa hukum


mengkloning manusia tergantung pada cara kloning yang dilakukan. Paling
tidak ada empat cara yang bisa dilakukan dalam kloning manusia:

1. Kloning dilakukan dengan mengambil inti sel (nucleus of cells) “wanita


lain (pendonor sel telur)” yang kemudian ditanamkan ke dalam ovum
wanita kandidat yang nekleusnya telah dikosongkan.
2. Kloning dilakukan dengan menggunakan inti sel (nucleus) “wanita
kandidat” itu sendiri, dari sel telur milik sendiri bukan dari pendonor.
3. Kloning dilakukan dengan menanamkan inti sel (nucleus) jantan ke
dalam ovum wanita yang telah dikosongkan nukleusnya. Sel jantan ini
bisa berasal dari hewan, bisa dari manusia. Terus manusia ini bisa pria
lain, bisa juga suami si wanita.
4. Kloning dilakukan dengan cara pembuahan (fertilization) ovum oleh
sperma (dengan tanpa hubungan sex) yang dengan proses tertentu bisa
menghasilkan embrio-embrio kembar yang banyak.

27
Pada kasus dua cara pertama, pendapat yang dikemukakan adalah haram,
dilarang melakukan kloning yang semacam itu dengan dasar analogi (qiyas)
kepada haramnya lesbian dan saadduzarai' (tindakan pencegahan,
precaution) atas timbulnya kerancuan pada nasab atau sistem keturunan,
padahal melindungi keturunan ini termasuk salah satu kewajiban agama. Di
lain pihak juga akan menghancurkan sistem keluarga yang merupakan salah
ajaran agama Islam. Pada cara ketiga dan keempat, kloning haram dilakukan
jika sel atau sperma yang dipakai milik lelaki lain (bukan suami) atau milik
hewan. Jika sel atau sperma yang dipakai milik suami sendiri maka
hukumnya belum bisa ditentukan (tawaquf), melihat dulu maslahah dan
bahayanya dalam kehidupan sosial.
Dengan argumentasi yang sederhana tersebut, maka kloning pada manusia
haram hukumnya. Kesimpulan ini, bukan karena didasarkan bahwa
fenomena ini bertentangan dengan ayat-ayat reproduksi dalam Al-Qur’an
tetapi lebih sebagai sebuah fakta yang sangat membahayakan bagi manusia.
Artinya, madlarat (konsekuensi negatif) kloning bagi eksistensi manusia
lebih besar dari maslahat (konsekuensi positifnya). (al-Suyuthi, tth.:62)

3.1.2 Bayi Tabung

Bayi Tabung dan hukumnya secara tersurat tidak didapatkan dari kitab-
kitab maraji' islam, baik dari Al-Qur'an, Hadits, maupun kitab-kitab ulama
klasik. Penentuan hukum mengenai bayi tabung ini murni merupakan
ijtihad dari para ulama maupun kaum muslim sekarang. Dengan demikian
salah cara yang dapat dilakukan untuk menentukan pandangan mengenai
bayi tabung ini adalah dengan cara pendekatan dalam bidang ushul fiqih
(yaitu suatu metode yang dilakukan ulama terdahulu dalam memutuskan
hukum terhadap suatu realitas yang tidak pernah dijumpai sebelumnya).
Masjfuk Zuhdi, (1997:20-25) memaparkan bahwa Majlis Tarjih
Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980 mengharamkan bayi
tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat
edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam
Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986

28
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan
membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari
istri sendiri. Dua hal yang menyebutkan bahwa bayi tabung itu halal, yaitu :
Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari
istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim
istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.
Hal tersebut dibolehkan asal keadaan suami istri tersebut benar-benar
memerlukan bayi tabung untuk membantu pasangan suami istri tersebut
memperoleh keturunan. Sebaliknya ada Lima hal yang membuat bayi
tabung menjadi haram, yaitu :
1. Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada indung
telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke
dalam rahim istrinya.
2. Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma
yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
3. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari
sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita
lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
4. Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita
lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
5. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang
suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya
yang lain.
Berdasarkan keterangan tersebut, Jumhur ulama menghukuminya haram.
Karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencampur adukkan nashab
dan akibatnya hukum anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya terhubung
dengan ibu yang melahirkan. Sesuai firman Allah dalam Al-Qur’an Surat
Al-Isra ayat 70 :“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari

29
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Q.S. Al-Isra’ : 70)
Al-Qur’an Surat At-Tiin ayat 4:

َ ‫سانَ فِي أَ ْح‬


‫س ِن ت َ ْق ِويم‬ َ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإل ْن‬
Artinya :“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya.” ( Q.S.At-Tiin : 4 )

Namun Mudharat Dan Mafsadahnya dari bayi tabung jauh lebih besar,
antara lain berupa:

1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada


kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu
ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi
percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang
sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam
rumah tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak
adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami,
terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya
kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan
kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14
dan Al-Ahqaf:14).

Menurut Al-Munawar. S, ( 2004) masalah bayi tabung, jika sperma dan


ovum yang dipertemukan itu berasal dari suami-istri yang sah, maka hal itu
dibolehkan. Tetapi, jika sperma dan ovum yang dipertemukan itu bukan
berasal dari suami-istri yang sah maka hal itu tidak dibenarkan bahkan
dianggap sebagai perzinahan terselubung.

30
3.1.3 Transplantasi Organ

Tranplantasi organ dalam islam pada dasarnya diperbolehkan. Dalam


beberapa syarat yaitu donor dalam keadaan sehat yang berarti donor anggota
tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si donor masih hidup
karena Allah SWT memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap
gisash dan diyat. Allah SWT berfirman :

‫ي فَ َم ْن‬ َ ‫ش ٍْيئ اَ ِخـ ْي ِه ِم ْن لَهُ عُـ ِف‬ َ ‫ِم ْن تـ َ ْخـ ِفيف ذلِكَ بــإِ ْحــ‬
ِ ‫سـان اِلـَيْــ ِه َواَدَاء بِال َمـ ْع ُر ْو‬
َ ‫ف فَـاتـِِّبَـاع‬
‫ َو َرحْ َمة َربــِِّ ُك ْم‬: “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari
saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang
baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. (TQS
al-Baqarah (2): 178)

Donor seperti ini pun diperbolehkan dengan syarat tidak menimbulkan dan
mengakibatkan kematian bagi pendonor karena dalam firman Allah SWT
surat An-Nisa(4):29 yaitu : َ‫ســ ُك ْم تـَـقـْـتلُ ُوا َول‬
َ ُ‫اَنـــْف‬: “Dan janganlah kamu
membunuh dirimu”. (TQS an-Nisa (4): 29).

Namun tidak semua organ dapat didonorkan. Anggota tubuh yang dilarang
Allah SWT untuk didonorkan adalah organ tubuh yang dapat mencampur
adukan keturunan seperti testis dan indung telur. Imam Bukhari
meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Ra, dia berkata:

‫ــز ْوا ُكـنـا‬


ُ ‫ي ِ َم َع نَـ ْغ‬ َ ‫ نِسـَـاء لـَـنـَا لـَي‬، ‫ فَـقــ ُ ْلـنـ َا‬: ‫سـو َل‬
ِّ ‫ْــس النــِب‬ َ َ ‫صي أَلَ هللا يـ‬
ُ ‫ار‬ ِ ‫فـَـنَـهـَانــَا ؟ نَسْـت َْخ‬
‫ ذَ ِلك َع ْن‬: “ Kami dulu pernah berperang bersama Rasulullah sementara pada
kami tidak ada isteri–isteri. Kami berkat :”Wahai Rasulullah bolehkah kami
melakukan pengebirian ?” Maka beliau melarang kami untuk
melakukannya”.

Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan
mengakibatkan kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah

31
Islam untuk memelihara keturunan. Namun bagaimana donor organ yang
dilakukan oleh orang telah mati atau mayat? Apakah diperbolehkan? Dalam
hukum islam ada yang memperbolehkan adapun yang melarang. Dilarang
diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda … ‫ــر‬
َ ‫س‬ ْ ‫ت َع‬
َ ‫ظــ ُم كَـ‬ ِ ‫ َحــيًّـا َككَــس ِْر ِه ال ْمـ َ ِيِّــ‬: “Memecahkan tulang mayat itu
sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup” (HR. Ahmad, Abu
dawud, dan Ibnu Hibban).

Adapun diperbolehkan jika penerima donor dalam keadaan yang


sekarat,pencakokan tidak menyebabkan suatu akibat yang dapat
membahayakan dan yang terakhir telah disetujui oleh wali,ataupun keluarga
dengan syarat untuk membantu dan menolong bukan untuk mencari
keuntungan dan diperjualbelikan. Namun segala sesuatunya hanya Allah
SWT yang tahu dan segala sesuatupun dinilai dari niatnya,ketika niat untuk
menolong sesama tanpa mencari keuntungan dan telah disetujui oleh wali
dan keluarga maka insyallah hal tersebut diperbolehkan.

3.1.4 Abortus

Pengguguran berarti merusak dan menghancurkan janin, calon manusia


yang di muliakan Allah, karena Ia berhak selamat dan lahir dalam keadaan
hidup, sekalipun hasil dari hubungan yang tidak sah. Kenyataan bahwa
manusia merupakan makhluk yang di muliakan oleh Allah dapat dilihat
dalam surat Al-Isra ayat 70 : ‫ِمنَ َو َرزَ ْقنَا ُه ْم َو ْال َبحْ ِر ْال َب ِ ِّر ِفي َو َح َم ْلنَا ُه ْم آدَ َم َب ِني كَر ْمنَا َو َل َق ْد‬
ِ ‫يل َخلَ ْقنَا ِمم ْن َكثِير َعلَى َوفَض ْلنَا ُه ْم الطيِِّبَا‬
‫ت‬ ً ‫ض‬
ِ ‫تَ ْف‬: “Dan sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan,
Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan”.Ajaran Islam juga memandang bahwa setiap anak yang
lahir berada dalam keadaan suci (tidak ternoda). Hadits ini diriwayatkan
oleh al-Baihaqi dan ath Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabir. Al-Imam
Muslim rahimahullah meriwayatkan: “Setiap manusia dilahirkan ibunya di
atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.”

32
Semua anak manusia dilahirkan dalam keadaan suci, bersih dari noda
dan dosa, serta dalam proses pertumbuhan dan perkembangan janin. Maka
jelas bahwa tindakan pengguguran adalah melanggar moral keislaman
serta merusak kemuliaan manusia yang telah dianugerahkan oleh Allah.
Pengguguran merupakan kemiripan praktik kaum jahiliyah yang
menguburkaqn setiap balita perempuan yang lahir.

Dan diterangkan pula dalam Al Qur’an terkait aborsi/membunuh dalam


surat al-Isro' (17) ayat 31 dan 33, dijelaskan: "Dan janganlah kamu
membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi
rejeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh
mereka adalah dosa yang besar. Dan janganlah kamu membunuh nyawa
seseorang yang dilarang Allah, kecuali dengan alasan yang benar."

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Islam memberikan landasan hukum yang


jelas bahwa kehidupan manusia itu suci sehingga haruslah dipelihara dan
tidak boleh dihancurkan (diakhiri) kecuali dilakukan untuk suatu sebab
atau alasan yang benar, seperti dalam eksekusi hukuman mati atau dalam
perang, atau dalam pembelaaan diri yang dibenarkan.

Pendapat para ulama berkaitan dengan kasus di atas yang berakhir


dengan aborsi sangat beragam, khususnya dalam hal penentuan
dibolehkannya pengguguran kandungan dengan alasan yang dibenarkan
tersebut. Berikut merupakan hukum melakukan aborsi menurut pandangan
para ulama.

1. Imam Hanafi menghukumi aborsi adalah mubah/diperbolehkan


dengan catatan belum adanya tanda-tanda kehidupan. Yaitu pada saat
usia kandungan sebelum 4 bulan atau 120 hari yang bertepatan dengan
peniupan ruh. Karena janin yang belum diberikan ruh belum termasuk
manusia/makhluk hidup.
2. Imam Malik menghukumi menggugurkan kandungan hukumnya
adalah Haram meskipun usia kandungan belum mencapai 40 hari.

33
Karena seperma yang sudah masuk kedalam rahim wanita tidak boleh
dikeluarkan.
3. Imam Syafi'i menghukuminya "Makruh" menggugurkan kandungan
apabila sudah mencapai pada usia antara 40, 42, dan 45 hari dari awal
kehamilannya, dengan syarat jika ada persetujuan dari suami dan
isteri, dan jika tidak mendatangkan kemudoratan dalam
penggugurannya. Namun jika usia kandungan seteleh diatas 40 hari
(antara 40, 42, dan 45 hari dari awal kehamilan) digugurkan, maka
mutlak hukumnya adalah "Haram".
4. Menurut Imam Ar-Ramli (Imam Syamsuddin Ar-Ramli ulama
Madzhab Imam Syafi'I asal Mesir, w: 1004H/1596M, diantara karya
beliau "Nihayah Aalmuhtaj Ila Syarh Almuhtaj" : Boleh
menggugurkan kandungan selama janin belum ada ruh. Dan mutlak
hukumnya adalah "Haram" jika menggugurkan janin yang sudah
memiliki ruh".
5. Pendapat madzhab Hanabilah sama dengan pendapat Madzhab Imam
Hanafi. Mereka perpegang bolehnya menggugurkan kandungan
selama masa 4 bulan pertama (120 hari) dari awal kehamilan. Namun
jika janin berusia sudah mencapai lebih dari 120 hari atau sudah ada
ruh (tanda-tanda kehidupan) hukumnya adalah "Haram".

Tindakan aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan


tidak sesuai standar profesi medis. Berbagai cara yang biasa dilakukan
adalah menggunakan, jamu-jamuan yang bertujuan untuk membuat panas
rahim, alat-alat yang tidak steril dan pijatan yang keras. Jika dilihat dari
sisi kesehatan dan medis, praktik aborsi juga sangat membahayakan bagi
sang ibu itu sendiri terlebih jika dilakukan tidak sesuai dengan prosedur
medis sehingga dapat menyebabkan kematian.

34
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bioetika merupakan suatu penerapan etika, moral, bahkan hukum dan nilai
sosial ke dalam pembahasan ilmiah biologi. etika dalam konteks biologi
digunakan untuk menjawab berbagai persoalan kehidupan baik yang berkaitan
dengan hewan dan tumbuhan, bahkan manusia.
Dalam kasus kloning, apabila diterapkan pada hewan tidak mengundang
masalah, tetapi apabila berhasil diterapkan pada manusia, hal ini tentu akan
mengundang masalah. Hal tersebut muncul karena kloning dalam Hukum
Islam termasuk masalah ijtihadiah, yang tidak diatur secara jelas dalam al-
Qur’an dan as-Sunnah. Kloning tersebut apabila dikaitkan dengan perkawinan,
akan timbul masalah, karena kloning bisa berhasil tanpa keterlibatan jenis
kelamin laki-laki, padahal menurut pandangan Islam laki-laki dan perempuan
diciptakan oleh Allah sebagai pasangan untuk menjalin cinta kasih,
sebagaimana firman Allah dalam (QS. Al-Rum : 21). Kloning pada manusia
haram hukumnya karena karena didasarkan bahwa fenomena ini bertentangan
dengan ayat-ayat reproduksi dalam Al-Qur’an tetapi lebih sebagai sebuah fakta
yang sangat membahayakan bagi manusia. Artinya, madlarat (konsekuensi
negatif) kloning bagi eksistensi manusia lebih besar dari maslahat (konsekuensi
positifnya). (al-Suyuthi, tth.:62)
Dalam kasus bayi tabung, bayi tabung diperbolehkan asal keadaan suami
istri tersebut benar-benar memerlukan bayi tabung untuk membantu pasangan
suami istri tersebut memperoleh keturunan. masalah bayi tabung, jika sperma
dan ovum yang dipertemukan itu berasal dari suami-istri yang sah, maka hal itu
dibolehkan. Tetapi, jika sperma dan ovum yang dipertemukan itu bukan
berasal dari suami-istri yang sah maka hal itu tidak dibenarkan bahkan
dianggap sebagai perzinahan terselubung.
Dalam Kasus Transplantasi Organ, tranplantasi organ dalam islam pada
dasarnya diperbolehkan. Dalam beberapa syarat yaitu donor dalam keadaan
sehat yang berarti donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada
saat si donor masih hidup. Transplantasi organ diperbolehkan jika penerima

35
donor dalam keadaan yang sekarat,pencakokan tidak menyebabkan suatu
akibat yang dapat membahayakan dan yang terakhir telah disetujui oleh
wali,ataupun keluarga dengan syarat untuk membantu dan menolong bukan
untuk mencari keuntungan dan diperjualbelikan.
Dalam Islam, aborsi merupakan tindakan yang mubah dilakukan apabila
bertujuan menyelamatkan nyawa Ibu dari bayi tersebut, dengan catatan
kandungan tersebut belum mencapai usia 4 bulan. Imam Syafi'I
menghukuminya "Makruh" menggugurkan kandungan apabila sudah mencapai
pada usia antara 40, 42, dan 45 hari dari awal kehamilannya, dengan syarat jika
ada persetujuan dari suami dan isteri, dan jika tidak mendatangkan
kemudoratan dalam penggugurannya. Serta haram melakukan aborsi setelah
dititiupkannya ruh setelah usia kehamilan mencapai 4 bulan.

36
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Mushofa, Imam Musbikhin. 2001. Kloning Manusia Abad XXI, hlm 16.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Bakti Bawono Adisasmito, W. 2010. Naskah Akademi Transplantasi Organ
Manusia. Depok : Naskah Akademik Universitas Indonesia.
Beauchamp TL, Childress JF.1994.Principles of Biomedical ethics.4th ed. New
York : Oxford University Press.
Chusna, A.2012. Aborsi dan Hak atas Pelayanan Kesehatan: Sebuah Tinjauan
Teologis, Yuridis, dan Medis, Jurnal Tarbiyah STAIN Ponorogo, vol.IX, no.1,
Juni, pp.97-116. Didapat dari
http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/justicia/article/download/339/293
[Diakses pada tanggal 23 Agustus 2017 pukul 17:10]
Hasyim Mannan. 2007. Kloning dalam Perspektif Syariah Islam, hlm 4.
Surabaya: Mimeo
Idries AM, Tjiptomargono A. 2008. Peran ilmu kedokteran forensik untuk
kepentingan penyidikan. Jakarta: Sagung Seto
Jenie, U.A. 1997. Perkembangan Bioteknologi dan Masalah-Masalah Bioetika
yang Muncul. Makalah Seminar Regional. Surabaya: IKIP Surabaya.
Kuntari, T., Wilopo, S.A. and Emilia, O.2010.Determinan Abortus di Indonesia ,
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, vol. IV, no. 5, April, pp. 223-229.
Didapat dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=269742&val=7113&title
=Determinan%20Abortus%20di%20Indonesia [Diakses pada tanggal 23
Agustus 2017 pukul 14:27]
Kus, Lusia. 2010. Kapan Perlu Bayi Tabung [online] :
http://health.kompas.com/read/2010/06/16/16150036/Kapan.Perlu.Program.B
ayi.Tabung - Diakses pada 23 Agustus 2017
Masjfuk, zuhdi. 1997. Masail Fiqhiyah. Jakarta. PT. Toko Gunung Agung.
Muchtadi, Tien R,. 2007. Perkembangan Bioetika Nasional. Makalah Seminar
Etika Penelitian di Bidang Kesehatan Reproduksi. Fakultas Kedokteran -
Universitas Airlangga. Surabaya : Disseminated by Universitas Airlangga
journal.
Niam, Syamsun. 2010. Kloning di Mata Moral Agama: Kajian Kritis atas Hukum
Islam. Jurnal wacana hukum islam dan kemanusiaan vol 10. No.1, Juni
2010:1-16
Qordhawi, Yusuf. 2002. Fatwa-Fatwa Kontemporer, hlm 677-678. Jakarta: Gema
Insani Press

iii
Rochmawati, Putri. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi ABortus di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Naskah Publikasi.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diambil dari
http://eprints.ums.ac.id/25655/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf [Diakses
pada tanggal 22 Agustus 2017 pukul 13:45]
Salim, A.2014. Abortus dan Permasalahannya dalam Pandangan Islam, Jurnal
Ushuluddin, vol.XXII, no.2, Juli, pp.197-212. Didapat dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=275165&val=7155&title
=ABortus%20dan%20Permasalahannya%20dalam%20Pandangan%20Islam
[Diakses pada tanggal 23 Agustus 2017 pukul 13:21]
Shannon, Thomas A. 1987. Pengantar Bioetika. Terjemahan Bertens, K. 1995.
Jakarta : PT Gramesia Pustaka Utama.
Siagian, Raja. 2015. Penanggulangan Tindak Pidana Aborsi yang Dilakukan oleh
Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal, Fakultas Hukum Universitas
Atma Jaya Yogyakarta. Didapat dari http://e-
journal.uajy.ac.id/7569/1/JURNAL.pdf [Diakses pada tanggal 23 Agustus
2017 pukul 15:20]
Suseno, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar – Masalah Masalah Pokok Filsafat
Moral. Jogjakarta : Kanisius
Syafruddin. 2003. Abortus Provocatus dan Hukum. Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Diambil dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1552/1/pid-syafruddin6.pdf
[Diakses pada tanggal 22 Agustus 2017 pukul 14:03]
Wangko, Kristanto. 2010. KLONING MANFAAT VERSUS MASALAH. Jurnal
Biomedik, Volume 2, Nomor 2, hlm. 88-94 [online]
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/847 diakses
pada 23 Agustus 2017.
Wicaksono, Dito. 2010. Status Moral Pre-Natal Human Being: Suatu Kajian
Filosofis. Skripsi. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Diambil dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20160856-RB16D200s-
Status%20moral.pdf [Diakses pada tangal 23 Agustus 2017 pukul 15:32]

iv

Anda mungkin juga menyukai