Anda di halaman 1dari 13

EVALUASI BIOLOGI

1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba


Pengawet antimikroba adalah zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk
melindungi sediaan terhadap kontaminasi mikroba. Pengawet digunakan terutama
pada wadah dosis ganda untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat
masuk secara tidak sengaja selama atau setelah proses produksi. Zat antimikroba
tidak boleh digunakan semata-mata untuk menurunkan jumlah mikroba viabel
sebagai pengganti cara produksi yang baik. Bagaimanapun juga dapat timbul
keadaan yang memerlukan penggunaan pengawet untuk menekan perkembangan
mikroba. Harus diakui bahwa adanya mikroba yang telah mati atau hasil
metabolisme mikroba yang hidup dapat menimbulkan efek negatif pada orang yang
peka.
Setiap zat antimikroba dapat bersifat pengawet, meskipun demikian semua
zat antimikroba adalah zat yang beracun. Untuk melindungi konsumen secara
maksimum, pada penggunaan harus diusahakan agar pada kemasan akhir kadar
pengawet yang masih efektif lebih rendah dari kadar yang dapat menimbulkan
keracunan pada manusia.
Pengujian berikut dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas pengawet
antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar
atau bahan pembawa berair seperti produk-produk parenteral, telinga, hidung, dan
mata, yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan. Pengujian dan
persyaratan hanya berlaku pada produk di dalam wadah asli, belum dibuka yang
didistribusikan oleh produsen.
Mikroba Uji gunakan biakan mikroba berikut Candida Albicans, Aspergillus
Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Selain mikroba yang
disebut di atas dapat digunakan mikroba lain sebagai tambahan terutama jika
dianggap mikroba bersnagkutan dapat merupakan kontaminan selama penggunaan
sediaan tersebut.
Media untuk biakan awal mikroba uji, pilih media yang sesuai untuk
pertumbuhan yang subur mikroba uji, seperti Soy bean casein digest agar medium
yang tertera pada uji batas mikroba <51>.
Pembuatan inokula sebelum pengujian dilakukan, inokulasi permukaan
media agar bervolume yang sesuai, dengan biakan persediaan segar mikroba yang
akan digunakan. Inkubasi biakan bakteri pada suhu 300-350 selama 18 jam – 24 jam,
biakan Candida albicans pada suhu 200-250 selama 48 jam dan biakan Apergilus
niger pada suhu 20-250 selama 1 minggu.
Gunakan larutan natrium klorida P 0,9 % steril untuk memanen biakan
bakteri dan Candida albicans dengan mencuci permukaan pertumbuhan dan hasil
cucian dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai dan tambahkan larutan natrium
klorida P 0,9% secukupnya untuk mengurangi angka mikroba hingga lebih kurang
100 juta /mL. Untuk memanen Aspergilus niger lakukan hal yang sama
menggunakan larutan natrium klorida P 0,9% steril yang mengandung polisorbat
80 P 0,05% dan atur angka spora hingga lebih kurang 100 juta/mL dengan
menambahkan larutan natrium klorida P 0,9% steril.
Sebagai alternatif, mikroba dapat ditumbuhkan dalam media cair, dan
penenan sel dilakukan dengan carr sentrifugasi, dicuci, disuspensikan kembali
dalam larutan natrium klorida P 0,9% steril sedemikian rupa hingga mencapai
angka mikroba atau spora yang dikehendaki.
Tetapkan jumlah satuan pembentuk koloni tiap mL dari setiap suspensi, dan
angka ini digunakan untuk menetapkan banyaknya inokula yang digunakan pada
pengujian. Jika suspensi yang telah dilakukan tidak segera digunakan, suspensi
dipantau secara berkala dengan metode lempeng Angka Mikroba Aeorb Total
seperti yang tertera pada uji batas mikroba <51> untuk menetapkan penurunan
viabilitas.
Untuk memantau angka lempeng sediaan uji yang telah diinokulasi gunakan
media agar yang sama seperti media untuk biakan awal mikroba yang bersangkutan
jika tersedia inaktivator engawet yang khas tambahkan sejumlah yang sesuai ke
dalam media lempeng agar.
Prosedur jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik menggunakan
jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada lima wadah asli
sediakan jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik, pindahkan 20 mL
sampai ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran sesuai
dan steril. Inokulasi masing-masing wadah dengan tabuh atau salah satu suspensi
mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,10 mL inokula setara dengan 20 mL
sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan
sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di dalam sediaan uji segera setelah
inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000/ mL. Tetapkan jumlah mikroba
viabel di dalam tiap suspensi inokula dan hitung angka awal mikroba tiap mL
sediaan yang diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah
diinokulasi pada suhu 20-250. Amati wadah atau tabung pada hari ke-7,ke-14,ke-
21, dan ke-28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan
jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng.
Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian hitung
perubahan kadar dalam persen tiap mikroba selam pengujian.
Penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih dari
0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah
tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.

2. Uji Sterilitas
Salah satu tujuan uji sterilisasi pembuatan sediaan steril adalah untuk
meminimalkan ketidakpercayaan terhadap pengujian produk akhir. Tiga prinsip
yang terlibat dalam proses uji sterilisasi sediaan steril adalah :
a. Untuk membuat sterilitas kedalam sediaan.
b. Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum yang pasti dimana
proses dan metode sterilisasi memiliki sterilisasi yang terpercaya
terhadap semua unit dari batch sediaan.
c. Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji
sterilitas sediaan akhir.
Uji sterilitas bermanfaat untuk mengetahui validitas proses sterilisasi dan
melakukan kontrol kualitas sediaan steril. Uji ini harus direncanakan dengan baik
untuk menghindari hasil positif palsu. Positif palsu dapat terjadi karena kontaminasi
lingkungan maupun kesalahan yang dilakukan oleh personil. Lingkungan harus
didesain sesuai dengan persyaratan ruang steril yang telah ditetapkan oleh
Farmakope terutama mengenai jumlah mikroorganisme maupun jumlah partikel
yang hidup di udara. Media yang digunakan untuk uji sterilitas hendaknya
dipersiapkan dengan baik dan telah teruji kemampuannya di dalam menumbuhkan
mikroorganisme yang dapat berupa jamur maupun bakteri.

Metode Pengujian Sterilitas:


Metode pengujian sterilitas adalah sebagai berikut:
a. Direct inoculation of culture medium
Meliputi pengujian langsung dari sampel dalam media
pertumbuhan. Prinsip inokulasi langsung adalah mencampurkan sampel langsung
dengan media untuk melihat ada atau tidaknya mikroorganisme yang ditandai
adanya kelarutan dalam media.
Prosedur uji inokulasi langsung ke dalam media uji:
Uji pada cairan, pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau
jarum suntik steril. Secara aseptik inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari tiap
wadah uji ke dalam tabung media. Campur cairan dengan media tanpa aerasi
berlebihan. Inkubasi dalam media sesuai dengan prosedur umum selama tidak
kurang 14 hari. Amati pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin
sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada
hari terakhir masa uji. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada
atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual,
pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru berisi media yang sama,
sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan
inkubasi media awal dan media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari
sejak inokulasi awal.
b. Membran filtrasi
Teknik yang banyak direkomendasikan Farmakope, meliputi filtrasi cairan
melalui membran steril. Filter lalu ditanam dalam media. Masa inkubasi 7-14 hari
karena mungkin organisme perlu adaptasi dulu.
Prosedur uji menggunakan penyaringan membran:
Jika teknik penyaringan membran digunakan untuk bahan cair yang dapat
diuji dengan cara inokulasi langsung ke dalam media uji, uji tidak kurang dari
volume dan jumlah seperti yang tertera pada pemilihan spesimen uji dan masa
inkubasi. Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari satu perangkat
yang dapat memudahkan penanganan bahan uji secara aseptik dan membran yang
telah diproses dapat dipindahkan secara aseptik untuk inokulasi ke dalam media
yang sesuai atau satu perangkat yang dapat ditambahkan media steril ke dalam
penyaringnya dan membran diinkubasi in situ. Membran yang sesuai umumnya
mempunyai porositas 0,45 m dengan diameter lebih kurang 47mm, dan kecepatan
penyaringan air 55 mL sampai 75 mL per menit pada tekanan 70cmHg. Unit
keseluruhan dapat dirakit dan disterilkan bersama dengan membran sebelum
digunakan atau membran dapat disterilkan terpisah dengan cara apa saja yang dapat
mempertahankan karakteristik penyaring dan menjamin sterilitas penyaring dan
perangkatnya. Jika bahan uji berupa minyak, membran dapat disterilkan terpisah
dan setelah melalui pengeringan unit dirakit secara aseptic.

3. Uji Endotoksin
Produk-produk farmasi parenteral harus steril karena produk tersebut
diberikan langsung ke sistem sirkulasi pembuluh darah, selain itu produk tersebut
juga harus bebas dari kontaminasi endotoksin dalam batasan tertentu. Produk steril
dapat terkontaminasi endotoksin karena pada proses sterilisasi produk parenteral
(menggunakan panas), bakteri gram negatif yang mungkin ada dalam produk, akan
mati dan mengalami lisis, sehingga endotoksin terlepas dari dalam sel dan akan
tetap tinggal dalam produk. Endotoksin bersifat stabil terhadap panas. Endotoksin
adalah toksin yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif.
Pirogen adalah senyawa yang dapat menyebabkan kenaikan suhu tubuh
akibat penggunaan produk farmasi yang diberikan secara intravena. Semua
endotoksin bersifat pirogen, tetapi tidak semua senyawa pirogen merupakan
endotoksin. Endotoksin bakteri terdiri dari senyawa lipopolisakarida (LPS) yang
umumnya terikat pada protein dan fosfolipid. LPS ini menyusun membran luar
bakteri gram negatif. Contoh LPS dari Salmonella terdiri dari bagian A yang
hidrofob yang terikat pada suatu daerah inti yang mengandung molekul KDO (2-
keto-3-deoksioktonat).
Efek endotoksin pada tubuh:
 demam
 aktivasi sistem sitoksin
 rusaknya sel-sel endotelial
 permeabilitas pembuluh darah berubah sehingga menyebabkan
turunannya tekanan darah
Regulasi tentang uji endotoksin telah banyak mengalami perkembangan.
Bacterial Endotoxin Test (BET) merupakan salah satu uji penting terhadap produk
parenteral dan alat kesehatan. Tahun 1912 uji pirogen diberlakukan dengan metode
kelinci (Rabbit Test), dan diadopsi oleh USP sejak tahun 1942 dan bertahan hingga
40 tahun kemudian. Sejak tahun 1980 metode baru yang diterapkan yaitu Limulus
amoebocyte lysate (LAL) test.
LAL tes adalah uji in vitro untuk mendeteksi dan menganalisis kuantitatif
adanya endotoksin bakteri. LAL diperoleh dari ekstrak cair amoebosit Horseshoes
crab (Limulus polyphemus atau Tachypleus tridentatus). Metode analisis LAL
mencakup teknik gel-clot dan turbidimetri kinetik dan kromogenik (kolorimetri).
LAL test adalah metode alternatif terhadap Rabbt pyrogen test yang difokuskan
pada pendeteksian senyawa pirogen dalam produk, untuk menghindari penggunaan
hewan dalam percobaan. Metode ini lebih akurat.
Dalam LAL test, lisat diperoleh dari amoebosit kepiting landam kuda
(Limulus polyphemus atau Tachipleus tridentatus). Penggunaan LAL untuk deteksi
endotoksin berawal dari pengamatan Bang (1956) bahwa infeksi bakteri gram
negatif pada Limulus polyphemus menyebabkan koagulasi intravaskular yang
parah. Pada tahun 1964, Levin dan Bang kemudian menunjukan bahwa
penggumpalan itu merupakan hasil reaksi antara endotoksin dan protein yang dapat
menggumpal dalam amoebosit. Dilanjutkan oleh Solum (1970, 1973) dan Young
(1972), melakukan pemurnian dan karakterisasi protein yang dapat menggumpal
dari reaksi LAL dan menunjukan bahwa reaksi dengan endotoksin merupakan
reaksi enzimatik.
Prinsip Gel-clot Assay:
a. Pembentukan gel padat pada titik akhir reaksi sebagai hasil reaksi antara
LAL dan endotoksin
b. Reagen LAL dan larutan uji dalam tabung reaksi dengan volume yang
sama
c. Inkubasi pada suhu 37 ± 2 derajat celcius selama 60 ±1 menit
d. Bila rekasi positif maka terbentuk gel stabil dan melekat pada dasar
tabung bila dibalik 180 derajat
e. Bila reaksi negatif, maka gel kental terlepas dari dasar tabung bila
dibalikkan 180 derajat
f. Reagen LAL berupa ekstrak amoebosit dalam kepiting landam kuda
Limulus polyphemus.
Selain LAL test, uji endotoksin juga dapat dilakukan dengan TAL
(Tachyplues Amoebocyte lysate), yang merupakan hasil ekstraksi amoebosit dari
Tacypleus tridentatus (kepiting landam kuda China atau Jepang). Reagen berupa
TAL 0,125 EU/ml, dengan kontrol standar endotoksin (CSE) 10 EU/ml.
Sebelum uji TAL terhadap sampel perlu dilakukan:
1) Uji konfirmasi kepekaan lisat (λ)
Uji ini untuk mengecek kepekaan/sensitivitas reagen TAL, apakah sesuai
dengan yang tercantum pada label. Dibuat 4 seri pengenceran 2λ, λ, 0,5 λ,
0,25 λ dari CSE dalam 4 replikasi dan kontrol negatif (Reagent water,
RW). Persyaratan; kadar rata-rata geometrik titik akhir harus > 0,25 λ
dan < 2.0 λ.
Pengenceran maksimum yang absah (PMA=MVD) adalah:
PMA = batas kadar endotoksin/Kepekaan (λ)
= 0,25 UE/ml / 0,125 EU/ml
=2
Jadi, sampel ini hanya dapat diencerkan maksimum 1:2.
2) Optimasi kondisi percobaan
Optimasi kondisi dilakukan dengan melakukan variasi suhu dan atau
waktu inkubasi
3) Verifikasi atau validasi metode (sesuai keperluan di laboratorium uji)
Parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode:

4. Uji Pirogen
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat
yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi
pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara i.v dan
ditujukan untuk sediaan yang perlu penyiapan pendahuluan atau cara pemberiannya
perlu kondisi khusus ikuti petunjuk tambahan yang tertera pada masing-masing
monografi.
Alat dan pengencer. Alat suntik, jarum dan alat kaca dibebas pirogenkan
dengan pemanasan pada suhu 250oC selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan
cara lain sesuai dengan perlakuan semua pengencer dan larutan untuk pencuci dan
pembilas alat suntik dengan cara sedemikian rupa yang dapat menjamin alat
tersebut steril dan bebas pirogen. Lakukan uji pirogen terhadap pengencer dan
larutan pencuci dan pembilas secara berkala. Apabila digunakan injeksi NaCl
sebagai pengencer, gunakan injeksi yang mengandung larutan NaCl PO 9 %.
1. Rabbit Test
a. Rekaman suhu
Gunakan alat pengukur suhu yang teliti seperti termometer klinik atau
termistor atau alat sejenis yang telah dikalibrasi untuk menjamin ketelitian
skala kurang lebih 0,1 yang telah diuji bahwa pembacaan suhu maximum
tercapai <5 menit masukkan alat pengukur suhu kedalam anus kelinci dengan
kedalam tidak <7,5 cm dan sesudah jangka waktu tidak kurang dari yang
telah ditetapkan sebelumnya, tekan suhu tubuh kelinci.
b. Hewan uji
Gunakan kelinci dewasa yang sehat. Tempatkan kelinci satu ekor dalam
satu kandang dalam ruang dengan suhu yang seragam antara 20-23oC dan
bebas dari gangguan yang menimbulkan kegelisahan. Beda suhu tidak boleh
berbeda kurang lebih 3oC dari suhu yang telah ditetapkan. Untuk kelinci yang
belum pernah digunakan untuk uji pirogen, adaptasikan kelinci tidak boleh
lebih dari tujuh hari dengan uji pendahuluan yang meliputi semua tahap
pengujian yang tertera pada prosedur, kecuali penyuntikan, kelinci tidak
boleh digunakan untuk uji pirogen lebih dari sekali dalam waktu 48 jam atau
sebelum 2 minggu setelah digunakan untuk uji pirogen bila menunjukkan
kenaikan suhu maksimal 0,6oC atau lebih.
c. Prosedur
Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk
uji pirogen dan dengan kondisi lingkungan yang sama dengan ruang
pemeliharaan, bebas dari keributan yang menyebabkan kegelisahan. Kelinci
tidak diberi makan selama waktu pengujian. Minum dibolehkan pada tiap saat,
tetapi dibatasi pada saat pengujian. Apabila pengujian menggunakan
termistor, masukkan kelinci kedalam kotak penyekap sedemikian rupa
sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga dapat
duduk dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan
uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk
menentukan kenaikan suhu. Beda suhu tiap kelinci dalam satu kelompok
tidak boleh lebih 1oC dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh lebih dari
39,8oC. Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan
10 ml/kg bb, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan
dilakukan waktu 10 menit. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu yang
dikonstitusi seperti yang tertera pada masing-masing monografi dan
disuntikkan dengan dosis seperti yang tertera. Untuk uji pirogen alat atau
perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau bilasan dari
permukaan alat yang berhubungan langsung dengan sediaan parenteral,
tempat penyuntikan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan harus bebas
dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu 37o + 2o sebelum penyuntikan.
Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan jam ke-3 setelah penyuntikan
dengan selang waktu.
d. Penafsiran hasil
Setiap penurunan suhu dengan nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tak
seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5oC atau lebih. Jika ada
kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5oC atau lebih. Lanjutkan
pengujian dengan menggunakan lima ekor kelinci. Jika tidak lebih dari tiga
ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu
0,5oC atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimal 8 ekor kelinci tidak
lebih dari 3,3oC sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

2. LAL (Limulus amebocyte lysate)


Baru-baru ini telah ditemui bahwa ekstrak sel darah ketam sepatu kuda
(Limulus polyphemus) mengandung sistem enzim dan protein yang
menggumpal bila ada liposakarida dalam jumlah kecil. Penemuan ini,
merangsang perkembangan uji Limulus amebocyte lysate (LAL) untuk
mengetahui adanya pirogen dalam kerja penelitian dan pengawasan selama
proses berlangsung. Usulan-usulan untuk uji produk akhir obat dengan LAL
sedang dipertimbangkan oleh FDA .
Uji LAL adalah metode spesifik untuk bakteri endotoksin, hanya
untuk pirogen yang signifikan pada kebanyakan pabrik farmasetikal dan
peralatan medis. Test didasarkan pada mekanisme primitif penggumpalan
darah dari kepiting seperti Kuda Amerika (Limulus polyphemus). Berberapa
enzim diletakkan pada sel darah amoeba kepiting yang dipicuh oleh
endotoksin perpanjangan koagulasi enzimatik yang di akhiri dengan produksi
di gel protenose.
Test harus dihindarkan dari kontaminasi antimikroba sebelum
dihindarkan, test ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada factor
campuran dalam sediaan, peralatan tidak menyerap endotoksin (seperti pada
beberapa plastic) dan sensitifitas dari lisat diketahui.
Reagen test LAL disediakan dengan lyopilisasi sel di mubasit limulus.
Volume setara reagen LAL dan larutan test (0,1 mikron per masing-masing)
dicampurkan dalam gelas tube test elipirogenasi. Tube diinkubasikan pada
suhu 37oC selama 1 jam, setelah test wadah dibaca. Tube diambil dari
inkubator dan diubah. Bekuan oleh yang rusak mengandung energi padatan
merupakan factor dari test positif. Ketika digunakan pada bagian ini bekuan
gel uji awalnya, melewati test kegagalan dibatasi dan reagen sensitive LAL.
Test LAL tambahan test ini dapat digunakan dalam laboratorium
farmaseutikal. Test ini spesifik untuk endotoksin gram negatif, dimana
test pirogen kelinci sensitif untuk semua pirogen endotoksin dan sumber lain
disbanding gram negatif.

5. Uji Potensi Antibiotika


Potensi antibiotika merupakan besaran aktivitas biologis dari suatu
antibiotika yang tidak dapat ditentukan secara kimia atau fisikokimia, tetapi
umumnya dilakukan secara mikrobiologi. Prinsip penetapan potensi antibiotika
adalah dengan membandingkan kemampuan suatu antibiotika dengan antibiotika
baku dalam menghambat pertumbuhan mikroba uji yang peka. Antibiotika baku
adalah antibiotika yang kadar dan aktivitasnya telah diketahui dengan pasti
dibandingkan dengan antibiotika baku internasional.
Penetapan potensi antibiotika secara mikrobiologi dapat dilakukan dengan
metode lempeng silinder atau metode turbidimetri. Metode lempeng silinder
didasarkan pada difusi antibiotika dari silinder yang dipasang tegak lurus pada
lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng, sehingga mikroba yang
ditambahkan dihambat pertumbuhannya. Penghambatan pertumbuhan mikroba ini
akan tampak sebagai diameter daerah hambat (DDH). Metode turbidimetri
berdasarkan pada penghambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan
homogen antibiotika, dalam media cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan
cepat bila tidak terdapat antibiotika.
a) Metode Pengenceran
Sejumlah obat antimikroba tertentu dicampurkan pada perbenihan bakteri
yang cair atau padat. Kemudian perbenihan tersebut ditanami dengan bakteri yang
diperiksa, dan dieram. Titer obat ialah jumlah obat antimikroba yang dibutuhkan
untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri yang diperiksa. Tes
kepekaan pengenceran-agar memakan waktu , dan penggunaannya terbatas pada
keadaan khusus. Tes pengenceran-kaldu tidak praktis dan jarang digunakan bila
pengenceran harus dibuat dalam tabung reaksi; namun, adanya serentetan
pengenceran-kaldu yang sudah disiapkan untuk pelbagai obat dalam lempeng
mikrotiter telah meningkatkan dan mempermudah cara tersebut. Keuntungan tes
pengenceran kaldu mikrodilusi ialah memungkinkan adanya hasil kuantitatif, yang
menunjukkan jumlah obat yang diperlukan untuk menghambat (mematikan)
mikroorganisme yang diperiksa.
b) Metode Difusi
Cakram kertas saring, cawan yang berliang renik, atau silinder tidak beralas,
yang mengandung obat dalam jumlah tertentu ditempatkan pada perbenihan padat
yang telah ditanami dengan biakan tebal organisme yang diperiksa. Setelah
pengeraman, garis tengah daerah hambat jernih yang mengelilingi obat dianggap
sebagai ukuran kekuatan hambatan obat terhadap organisme yang diperiksa.
Metode ini dipengaruhi banyak faktor fisik dan kimiawi di samping interaksi antara
obat dan organisme (misalnya, sifat perbenihan dan daya difusi, ukuran molekul,
dan stabilitas obat). Meskipun demikian, dengan standarisasi keadaan akan
memungkinkan pengukuran kuantitatif potensi obat atau kepekaan organisme.
Bila menentukan kepekaan bakteri dengan cara difusi, sebagian besar
laboratorium menggunakan cakram kertas saring yang telah diberi antibiotika.
Suatu gradien konsentrasi antibiotika terbentuk dalam perbenihan melalui difusi
cakram. Karena difsi merupakan suatu proses yang terus berjalan, gradien
konsentrasi ini tidak pernah stabil untuk waktu lama; tetapi suatu stabilisasi tertentu
dapat diciptakan dengan membiarkan difusi berlangsung sebelum bakteri tumbuh
pada perbenihan. Kesulitan terbesar ialah laju pertumbuhan yang beragam di antara
pelbagai mikroorganisme.
Interpretasi hasil tes difusi harus didasarkan pada perbandingan antara
metode pengenceran dengan metode difusi. Perbandingan ini telah dibuat, dan juga
rujukan standar internasional telah dibuat. Garis regresi linear dapat menyatakan
hubungan antara log konsentrasi minimum hambatan pada tes pengenceran dan
garis tengah daerah hambatan pada tes difusi.
Penggunaan cakram tunggal untuk tiap antibiotika dengan keadaan tes yang
standar memungkinkan penilaian kepekaan atau resistensi mikroorganisme dengan
membandingkan ukuran daerah hambatan terhadap suatu patokan obat yang sama
(metode Kirby-Bauer).
Penghambatan di sekeliling lempengan yang mengandung sejumlah obat
antimikroba tidak menimbulkan kepekaan terhadap kadar obat yang sama
permilimeter, darah, atau urine.

Anda mungkin juga menyukai