2. Uji Sterilitas
Salah satu tujuan uji sterilisasi pembuatan sediaan steril adalah untuk
meminimalkan ketidakpercayaan terhadap pengujian produk akhir. Tiga prinsip
yang terlibat dalam proses uji sterilisasi sediaan steril adalah :
a. Untuk membuat sterilitas kedalam sediaan.
b. Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum yang pasti dimana
proses dan metode sterilisasi memiliki sterilisasi yang terpercaya
terhadap semua unit dari batch sediaan.
c. Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji
sterilitas sediaan akhir.
Uji sterilitas bermanfaat untuk mengetahui validitas proses sterilisasi dan
melakukan kontrol kualitas sediaan steril. Uji ini harus direncanakan dengan baik
untuk menghindari hasil positif palsu. Positif palsu dapat terjadi karena kontaminasi
lingkungan maupun kesalahan yang dilakukan oleh personil. Lingkungan harus
didesain sesuai dengan persyaratan ruang steril yang telah ditetapkan oleh
Farmakope terutama mengenai jumlah mikroorganisme maupun jumlah partikel
yang hidup di udara. Media yang digunakan untuk uji sterilitas hendaknya
dipersiapkan dengan baik dan telah teruji kemampuannya di dalam menumbuhkan
mikroorganisme yang dapat berupa jamur maupun bakteri.
3. Uji Endotoksin
Produk-produk farmasi parenteral harus steril karena produk tersebut
diberikan langsung ke sistem sirkulasi pembuluh darah, selain itu produk tersebut
juga harus bebas dari kontaminasi endotoksin dalam batasan tertentu. Produk steril
dapat terkontaminasi endotoksin karena pada proses sterilisasi produk parenteral
(menggunakan panas), bakteri gram negatif yang mungkin ada dalam produk, akan
mati dan mengalami lisis, sehingga endotoksin terlepas dari dalam sel dan akan
tetap tinggal dalam produk. Endotoksin bersifat stabil terhadap panas. Endotoksin
adalah toksin yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif.
Pirogen adalah senyawa yang dapat menyebabkan kenaikan suhu tubuh
akibat penggunaan produk farmasi yang diberikan secara intravena. Semua
endotoksin bersifat pirogen, tetapi tidak semua senyawa pirogen merupakan
endotoksin. Endotoksin bakteri terdiri dari senyawa lipopolisakarida (LPS) yang
umumnya terikat pada protein dan fosfolipid. LPS ini menyusun membran luar
bakteri gram negatif. Contoh LPS dari Salmonella terdiri dari bagian A yang
hidrofob yang terikat pada suatu daerah inti yang mengandung molekul KDO (2-
keto-3-deoksioktonat).
Efek endotoksin pada tubuh:
demam
aktivasi sistem sitoksin
rusaknya sel-sel endotelial
permeabilitas pembuluh darah berubah sehingga menyebabkan
turunannya tekanan darah
Regulasi tentang uji endotoksin telah banyak mengalami perkembangan.
Bacterial Endotoxin Test (BET) merupakan salah satu uji penting terhadap produk
parenteral dan alat kesehatan. Tahun 1912 uji pirogen diberlakukan dengan metode
kelinci (Rabbit Test), dan diadopsi oleh USP sejak tahun 1942 dan bertahan hingga
40 tahun kemudian. Sejak tahun 1980 metode baru yang diterapkan yaitu Limulus
amoebocyte lysate (LAL) test.
LAL tes adalah uji in vitro untuk mendeteksi dan menganalisis kuantitatif
adanya endotoksin bakteri. LAL diperoleh dari ekstrak cair amoebosit Horseshoes
crab (Limulus polyphemus atau Tachypleus tridentatus). Metode analisis LAL
mencakup teknik gel-clot dan turbidimetri kinetik dan kromogenik (kolorimetri).
LAL test adalah metode alternatif terhadap Rabbt pyrogen test yang difokuskan
pada pendeteksian senyawa pirogen dalam produk, untuk menghindari penggunaan
hewan dalam percobaan. Metode ini lebih akurat.
Dalam LAL test, lisat diperoleh dari amoebosit kepiting landam kuda
(Limulus polyphemus atau Tachipleus tridentatus). Penggunaan LAL untuk deteksi
endotoksin berawal dari pengamatan Bang (1956) bahwa infeksi bakteri gram
negatif pada Limulus polyphemus menyebabkan koagulasi intravaskular yang
parah. Pada tahun 1964, Levin dan Bang kemudian menunjukan bahwa
penggumpalan itu merupakan hasil reaksi antara endotoksin dan protein yang dapat
menggumpal dalam amoebosit. Dilanjutkan oleh Solum (1970, 1973) dan Young
(1972), melakukan pemurnian dan karakterisasi protein yang dapat menggumpal
dari reaksi LAL dan menunjukan bahwa reaksi dengan endotoksin merupakan
reaksi enzimatik.
Prinsip Gel-clot Assay:
a. Pembentukan gel padat pada titik akhir reaksi sebagai hasil reaksi antara
LAL dan endotoksin
b. Reagen LAL dan larutan uji dalam tabung reaksi dengan volume yang
sama
c. Inkubasi pada suhu 37 ± 2 derajat celcius selama 60 ±1 menit
d. Bila rekasi positif maka terbentuk gel stabil dan melekat pada dasar
tabung bila dibalik 180 derajat
e. Bila reaksi negatif, maka gel kental terlepas dari dasar tabung bila
dibalikkan 180 derajat
f. Reagen LAL berupa ekstrak amoebosit dalam kepiting landam kuda
Limulus polyphemus.
Selain LAL test, uji endotoksin juga dapat dilakukan dengan TAL
(Tachyplues Amoebocyte lysate), yang merupakan hasil ekstraksi amoebosit dari
Tacypleus tridentatus (kepiting landam kuda China atau Jepang). Reagen berupa
TAL 0,125 EU/ml, dengan kontrol standar endotoksin (CSE) 10 EU/ml.
Sebelum uji TAL terhadap sampel perlu dilakukan:
1) Uji konfirmasi kepekaan lisat (λ)
Uji ini untuk mengecek kepekaan/sensitivitas reagen TAL, apakah sesuai
dengan yang tercantum pada label. Dibuat 4 seri pengenceran 2λ, λ, 0,5 λ,
0,25 λ dari CSE dalam 4 replikasi dan kontrol negatif (Reagent water,
RW). Persyaratan; kadar rata-rata geometrik titik akhir harus > 0,25 λ
dan < 2.0 λ.
Pengenceran maksimum yang absah (PMA=MVD) adalah:
PMA = batas kadar endotoksin/Kepekaan (λ)
= 0,25 UE/ml / 0,125 EU/ml
=2
Jadi, sampel ini hanya dapat diencerkan maksimum 1:2.
2) Optimasi kondisi percobaan
Optimasi kondisi dilakukan dengan melakukan variasi suhu dan atau
waktu inkubasi
3) Verifikasi atau validasi metode (sesuai keperluan di laboratorium uji)
Parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode:
4. Uji Pirogen
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat
yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi
pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara i.v dan
ditujukan untuk sediaan yang perlu penyiapan pendahuluan atau cara pemberiannya
perlu kondisi khusus ikuti petunjuk tambahan yang tertera pada masing-masing
monografi.
Alat dan pengencer. Alat suntik, jarum dan alat kaca dibebas pirogenkan
dengan pemanasan pada suhu 250oC selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan
cara lain sesuai dengan perlakuan semua pengencer dan larutan untuk pencuci dan
pembilas alat suntik dengan cara sedemikian rupa yang dapat menjamin alat
tersebut steril dan bebas pirogen. Lakukan uji pirogen terhadap pengencer dan
larutan pencuci dan pembilas secara berkala. Apabila digunakan injeksi NaCl
sebagai pengencer, gunakan injeksi yang mengandung larutan NaCl PO 9 %.
1. Rabbit Test
a. Rekaman suhu
Gunakan alat pengukur suhu yang teliti seperti termometer klinik atau
termistor atau alat sejenis yang telah dikalibrasi untuk menjamin ketelitian
skala kurang lebih 0,1 yang telah diuji bahwa pembacaan suhu maximum
tercapai <5 menit masukkan alat pengukur suhu kedalam anus kelinci dengan
kedalam tidak <7,5 cm dan sesudah jangka waktu tidak kurang dari yang
telah ditetapkan sebelumnya, tekan suhu tubuh kelinci.
b. Hewan uji
Gunakan kelinci dewasa yang sehat. Tempatkan kelinci satu ekor dalam
satu kandang dalam ruang dengan suhu yang seragam antara 20-23oC dan
bebas dari gangguan yang menimbulkan kegelisahan. Beda suhu tidak boleh
berbeda kurang lebih 3oC dari suhu yang telah ditetapkan. Untuk kelinci yang
belum pernah digunakan untuk uji pirogen, adaptasikan kelinci tidak boleh
lebih dari tujuh hari dengan uji pendahuluan yang meliputi semua tahap
pengujian yang tertera pada prosedur, kecuali penyuntikan, kelinci tidak
boleh digunakan untuk uji pirogen lebih dari sekali dalam waktu 48 jam atau
sebelum 2 minggu setelah digunakan untuk uji pirogen bila menunjukkan
kenaikan suhu maksimal 0,6oC atau lebih.
c. Prosedur
Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk
uji pirogen dan dengan kondisi lingkungan yang sama dengan ruang
pemeliharaan, bebas dari keributan yang menyebabkan kegelisahan. Kelinci
tidak diberi makan selama waktu pengujian. Minum dibolehkan pada tiap saat,
tetapi dibatasi pada saat pengujian. Apabila pengujian menggunakan
termistor, masukkan kelinci kedalam kotak penyekap sedemikian rupa
sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga dapat
duduk dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan
uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk
menentukan kenaikan suhu. Beda suhu tiap kelinci dalam satu kelompok
tidak boleh lebih 1oC dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh lebih dari
39,8oC. Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan
10 ml/kg bb, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan
dilakukan waktu 10 menit. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu yang
dikonstitusi seperti yang tertera pada masing-masing monografi dan
disuntikkan dengan dosis seperti yang tertera. Untuk uji pirogen alat atau
perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau bilasan dari
permukaan alat yang berhubungan langsung dengan sediaan parenteral,
tempat penyuntikan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan harus bebas
dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu 37o + 2o sebelum penyuntikan.
Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan jam ke-3 setelah penyuntikan
dengan selang waktu.
d. Penafsiran hasil
Setiap penurunan suhu dengan nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tak
seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5oC atau lebih. Jika ada
kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5oC atau lebih. Lanjutkan
pengujian dengan menggunakan lima ekor kelinci. Jika tidak lebih dari tiga
ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu
0,5oC atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimal 8 ekor kelinci tidak
lebih dari 3,3oC sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.