Authors :
Pekanbaru, Riau
2009
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum, yang
menyerang manusia, bersifat kronis, sistemik dan dapat mengenai semua bagian tubuh, dapat
bersifat laten selama bertahun-tahun, menular serta dapat diobati. Sifilis kongenital adalah
sifilis yang ditularkan oleh ibu kepada janinnya secara intra uterin. Nama lainnya adalah lues
connate, syphilis connata, venereal, penyakit raja singa.1,2
Pada abad ke-15, sifilis merupakan wabah di Eropa, tapi sesudah tahun 1860,
morbiditas penyakit ini menurun dengan cepat. Selama perang dunia ke II, insiden sifilis
meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, dan setelah ditemukan penisilin
menurun dengan cepat.1 Di Eropa dan Amerika Serikat insiden sifilis kongenital pada
umumnya menurn sekitar tahun 1970 sampai awal 1980, namun dalam beberapa tahun
terakhir tampak adanya peningkatan insiden sifilis kongenital. Peningkatan ini diduga
berkaitan dengan peningkatan insiden primer dan sekunder pada wanita usia subur yang
berumur 15-29 tahun. Sebuah penelitian di Zambia bahkan menyatakan bahwa hampir 1 %
dari bayi yang dilahirkan memiliki tanda sifilis kongenital dan 6,5 % seroreaktif pada saat
lahir, sekitar 2,9 % seroreaktif pada usia di bawah 6 bulan. Di samping itu, sifilis kongenital
merupakan penyebab 20-30% kematian bayi perinatal.2
Gambaran klinis sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital dini (timbul sebelum
usia 2 tahun), serta sifilis kongenital lanjut (timbul setelah usia 2 tahun). Hampir semua kasus
sifilis didapat melalui kontak seksual langsung dengan lesi dari individu yang terjangkit sifilis
aktif primer ataupun sekunder. Sifilis dapat ditransmisikan secara kongenital dari ibu yang
terinfeksi melalui plasenta ke janin. Transmisi lain yang mungkin namun jarang terjadi
termasuk transfusi darah, kontak personal non seksual, inokulasi langsung yang tidak
disengaja.3
Prinsip pengobatan sifilis kongenital adalah penggunaan penisilin sebagai obat pilihan,
baik pada ibu hamil maupun pada bayi. Pengamatan pasca pengobatan pada bayi dilakukan
secara bertahap, biasanya pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan.2
1. 2 Batasan masalah
Tinjauan pustaka ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan dan
prognosis dari sifilis kongenital.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang
menderita sifilis.3 Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan
setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18
minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih
belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukan Treponema
pallidum pada janin berusia 9-10 minggu.1
Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama
kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan
sifilis kongenital lanjut.4
2. 2 Epidemiologi
Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan masalah yang utama pada negara
berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia
20-30 tahun. Empat puluh persen wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, akan
mengakibatkan penularan pada janin.4
2. 3 Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah
Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus
Treponema. Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri
dari delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan
maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium
aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar
badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi
dapat hidup tujuh puluh dua jam.3,5
2. 4 Klasifikasi
Menurut World Health Organization (WHO) secara garis besar sifilis dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sifilis kongenital (bawaan)
2. Sifilis akuisita (didapat)
2. 5 Patogenesis
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus
sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan
langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis kongenital
biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan
imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental, sehingga dapat dijumpai
Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan amnion.2
Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan
menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons
peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal
sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai
tingkat kehidupan intrauterine maupun ekstrauterin.9 Seperti terlihat pada bagan berikut ini :
2. 6 Gambaran Klinis
Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis
kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini jika
timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas 2
tahun. Sigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua
stadium tersebut.1
Gambar 3. Tampak vesika, bula, krusta dan erosi pada wajah dan telapak tangan15
4. Kelainan tulang
Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis, dan osteitis pada tulang-tulang panjang
merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok tampak pada daerah
pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar, garis epifisis melebar dan tidak
teratur. Pada batas metafisis dengan garis kartilago epifisis, tampak daerah kalsifikasi
yang densitasnya meningkat dan tidak teratur sehingga pemeriksaan sinar X memberikan
gambaran seperti gigi gergaji. Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh
pembengkakan periartikular dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi
terbatas. Osteokondritis dapat dilihat pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5 minggu
sedangkan periostitis setelah 16 minggu. Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah
6 bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi lebih jelas.
9. Kelainan susunan saraf pusat : meningitis sifilitika akut yang bila tidak diobati secara
adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan mengganggu perkembangan
intelektual1
terutama pada septum nasi atau pada palatum durum. Perforasi palatum dianggap terjadi
pada sifilis kongenital.
Gambar 6 dan 7. Saber tibia akibat osteoeriostitis (saber’s shin) dan Perforasi
palatum10
Biasanya pada molar I dan muncul pada usia 6 tahun, merupakan gambaran gigi yang
hiperplastik dengan permukaan oklusal yang mendatar (flattening) erta diliputi oleh
serbukan yang menandakan kerapuhan gigi.
2.7 Diagnosis
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T.pallidum.
Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada
bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada
pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali
dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk
mencari adanya treponema.
Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan gelap atau
imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi
vesiko bulosa atau kondiloma lata. Namun, cara konvensional untuk pengambilan spesimen
tidak sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya
dilakukan pada bayi dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang
menyebabkan identifikasi T.pallidum sulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis
kongenital, yaitu :
a) T.pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesmen klinis
b) Analisis serologic pada bayi rumit oleh adanya antibody maternal yang didapat
transplasental
c) Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi
Untuk menegakkan diagnosis klinis sifilis kongenital, saat ini di AS digunakan dua
criteria, yaitu kriteria dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang direvisi
dan kriteria Kaufman yang dimodifikasi.2
Tersangka (presumtive)
1) Semua bayi yang ibunya menderita sifilis tanpa pengobatan atau mendapat
pengobatan tidak adekuat selama kehamilan
2) Semua bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah ini :
- Gambaran sifilis kongenital pada pemeriksaan fisik
- VDRL CSS reaktif/ hitung sel CSS ≥ 5/protein CSS ≥ 50 diluar sebab lain.
- Tes FTA-abs-19S-antibodi IgM reaktif
3) Bayi lahir mati (syphilitic stillbirth)
Kematian janin setelah umur kehamilan 20 minggu atau berat janin ≥500 gram pada
wanita yang menderita sifilis tanpa pengobatan atau memperoleh pengobatan tidak
adekuat saat melahirkan.2
Di bawah ini terdapat petunjuk interpretasi hasil pemeriksaan serologik terhadap ibu dan
bayinya :
Tabel 1. Interpretasi hasil pemeriksaan serologik sifilis2
Tes Tes
nontreponemal treponemal Interpretasi
Ibu Bayi Ibu Bayi
- - - - Ibu dan bayi tidak terinfeksi sifilis
mikroskopik dan serologik. Prosedur diagnostik yang dipakai untuk pemeriksaan sifilis
sampai saat ini belum dapat memberikan hasil yang spesifik terhadap subspesies, karena
secara morfologik, serologik, dan kimiawi Trepanoma pallidum tidak dapat dibedakan dari
subspesies pertenue, endemicum, dan Trepanoma carateum.
Sebagai pembantu penegakan diagnosis adalah :
1. Pemeriksaan Trepanoma pallidum
2. Tes Serologik Sifilis (T.S.S)
3. Pemeriksaan yang lain
2. 9 Penatalaksanaan
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan
pengobatan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis,
baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin
merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang
lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :2
1) Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dri 2 tahun).
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalam
aquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2) Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama infgeksi, sifilis
kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau
dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.
3) Neurosifilis
Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil
penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin
long acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama
3 minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama
10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu
selama 3 minggu.9
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital
menurut CDC tahun 1998. pengobatan harus diberikan pada bayi :
a) Menderita sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium dan/
radiologik,
b) Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya
c) Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak
diketahui, tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.
d) Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis
e) Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.
f) Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau
g) Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.
Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa
diamati. Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu diagnosis
pasti secara klinis atau serologik.
Dengan pengobatan dengan Aqueous penisilin bergantung usia bayi. Pada usia ≤ 1
minggu, diberikan tipa 12 jam, usia > 1 minggu - ≤ 4 minggu diberikan tiap 8 jam, dan
setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.2
Lesi kulit menyeluruh, bula eritematosa, ukuran cukup besar, superficial, dan mudah
pecah. Seringkali dijumpai pada bayi. Pada penyembuhan tampak jaringan parut, hal ini
disebabkan oleh peran epidermolytic toxin, cleavage plane dalam stratum granulosum
sehingga terjadi pengumpulan cairan dalam bula secara pasif.
3. Staphylococcal scarlatiniform eruption
Lesi kulit menyeluruh, berupa macula eritematosa di sekitar bibir, hidung, leher, dan
aksila. Kemudian menyebar ke seluruh badan namun
4. Toxic shock syndrome
Kelainan kulit berupa eritroderma yang menyeluruh dapat berbentuk komponen
petekie maupun skarlatiform.
5. Malnutrisi (Marasmik-kwashiorkor)
Pada keadaan malnutrisi ini, pada kulit dapat ditemukan hiperpigmentasi, likenifikas,
deskuamasi, eskoriasi, dan edema. Pada mukosa mulut timbul erosi, rambut halus, lurus,
mudah di lepas, dan muka seperti orang tua.15
6. Morbili kongenital
Adanya bercak koplik, yakni bercak kecil sebesar jarum pentul berwarna kemerahan
terletak di daerah mukosa di depan gigi molar, ruam berwarna kecoklatan. Di daerah
muka, leher, dan bagian tubuh sebelah atas ruam tampak bersatu, sedangkan di tubuh
bagian bawah ruam menyebar
7. Dermatitis seboroik
Karakteristik lesi adanya sisik, kemerahan dengan daerah predileksi muka, kulit
kepala dan lipatan kulit, skuamanya berminyak, berwarna kekuningan dengan batas tidak
tegas
8. Infantile acne (acne neonatorum)
Secara klinis, akne neonatorum merupakan erupsi polimorf dengan eritema, pustule,
komedo pada pipi13,14,15
2. 11 Pencegahan
Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis
selama kehamilan. Tindakan utama pada pencegahan sifilis kongenital adalah identifikasi dan
pengobatan wanita hamil yang teriinfeksi sifilis, karena pengobatan sifilis pada kehamilan
dengan menggunakan penisilin dapat mencegah infeksi kongenital sampai 98%. Tes serologi
(VDRL dan TPHA) harus dilakukan pada perawatan kehamilan (prenatal care), yaitu saat
kunjungan pertama, sedangkan pada kelompok risiko tinggi, dilakukan pada pemeriksaan
ulang pada usia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. Apabila dijumpai hasil tes
seropositif, harus diberikan pengobatan. Namun, kehamilan kadang menimbulkan tes
nontreponema positif palsu, dan pada keadaan seperti ini dilakukan anamnesis yang rinci,
pemeriksaan fisik cermat dan pengamatan serologik. Bila tidak memungkinkan, diberikan
terapi, terutama bila titer pada pemeriksaan VDRL > 1:2 pada pemeriksaan pertama.2
Bayi dengan test serologik reaktif perlu dilakukan pemeriksaan nontreponema beberapa
kali setelah pengobatan sampai diperoleh hasil nonreaktif. Biasanya dilakukan pada usia 2, 4,
6, 12 dan 15 bulan. Pada bayi dengan sifilis kongenital, tes serologik nontreponema biasanya
menjadi nonreaktif dalam waktu 12 bulan setelah terapi adekuat. Adanya tes treponema
reaktif setelah anak berusia lebih dari 15 bulan, saat anak sudah tidak memiliki antibodi
maternal, membantu menegakkan diagnosis sifilis kongenital. Hasil serologik CSS yang
reaktif 6 bulan setelah terapi sifilis kongenital, merupakan indikasi pengobatan ulang,
demikian pula bila titer menetap.2
2. 12 Prognosis
Prognosis sifilis kongenital bergantung periode munculnya gejala, kerusakan yang
terjadi, dan penatalaksanaan. Semakin dini gejala muncul, semakin banyak jaringan yang
rusak dan penatalaksanaan yang kurang tepat maka akan semakin buruk prognosisnya.
Kelainan yang ditimbulkan stigmata sifilis kongenital akan menetap, misalnya gigi
huchinton, keratitis interstitial, ketulian nervus VIII, dan Clutton’s joint. Meskipun telah
diobati, tetapi pada 70% kasus ternyata tes reagin tetap positif.1
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3. 1 Kesimpulan
• Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang
menderita sifilis dini
• Penyebab sifilis ialah Treponema pallidum dan sifilis kongenital merupakan transmisi
treponema pallidum dari ibu hamil yang menderita sifilis ke janin yang akan dilahirkan,
selama masa kehamilan.
• Sifilis kongenital di bagi menjadi dua yakni sifilis kongenital dini, lanjut dan stigmata.
Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama
kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut
dengan sifilis kongenital lanjut, sigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi
akibat penyembuhan dua stadium tersebut.
• Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis selama
kehamilan
• Prinsip pengobatan sifilis kongenital adalah penggunaan penisilin sebagai obat pilihan,
baik pada ibu hamil maupun pada bayi. Pengamatan pasca pengobatan pada bayi
dilakukan secara bertahap, biasanya pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan
3. 2 Saran
• Pemeriksaan sifilis lebih diperhatikan pada pemeriksaan kehamilan, terutama pada ibu-
ibu yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita sifilis.
• Penting dilakukan pemeriksaan berkala terhadap kelompok resiko tinggi seperti pekerja
seks komersial, supir, pelaut, dan lain-lain dengan melibatkan berbagai pihak baik secara
lintas sektoral maupun lintas program
• Perlu dilakukan upaya-upaya komunikasi dan edukasi mengenai pengenalan secara dini
penyakit menular seksual oleh karena itu pada dasarnya penyakit menular seksual
termasuk sifilis merupakan penyakit perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
13. Hadinegoro SRS. Manifestasi Kulit Infeksi Sistemik Virus dan Bakterial Pada Bayi dan
Anak. Dalam : Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD, editor. Infeksi Kulit pada bayi
dan anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. 88
14. Aldy D. Kelainan Kulit Transien Pada Neonatus . Dalam : Pasaribu S, Siregar AA,
Masalah Kulit Pada Bayi dan Anak Serta Penatalaksanaannya. Medan : USU press. 2000.
75-83
15. Siregar RS. Gangguan Metabolisme, Kekurangan Gizi, Autoimun, dan Miliaria. Dalam
Atlas Berwarna : Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2002. 202-13