Anda di halaman 1dari 22

0

Authors :

Yayan Akhyar Israr, S. Ked


Yance Warman, S. Ked
Listaliani, S. Ked

Faculty of Medicine – University of Riau

Pekanbaru, Riau

2009

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


1

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum, yang
menyerang manusia, bersifat kronis, sistemik dan dapat mengenai semua bagian tubuh, dapat
bersifat laten selama bertahun-tahun, menular serta dapat diobati. Sifilis kongenital adalah
sifilis yang ditularkan oleh ibu kepada janinnya secara intra uterin. Nama lainnya adalah lues
connate, syphilis connata, venereal, penyakit raja singa.1,2
Pada abad ke-15, sifilis merupakan wabah di Eropa, tapi sesudah tahun 1860,
morbiditas penyakit ini menurun dengan cepat. Selama perang dunia ke II, insiden sifilis
meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, dan setelah ditemukan penisilin
menurun dengan cepat.1 Di Eropa dan Amerika Serikat insiden sifilis kongenital pada
umumnya menurn sekitar tahun 1970 sampai awal 1980, namun dalam beberapa tahun
terakhir tampak adanya peningkatan insiden sifilis kongenital. Peningkatan ini diduga
berkaitan dengan peningkatan insiden primer dan sekunder pada wanita usia subur yang
berumur 15-29 tahun. Sebuah penelitian di Zambia bahkan menyatakan bahwa hampir 1 %
dari bayi yang dilahirkan memiliki tanda sifilis kongenital dan 6,5 % seroreaktif pada saat
lahir, sekitar 2,9 % seroreaktif pada usia di bawah 6 bulan. Di samping itu, sifilis kongenital
merupakan penyebab 20-30% kematian bayi perinatal.2
Gambaran klinis sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital dini (timbul sebelum
usia 2 tahun), serta sifilis kongenital lanjut (timbul setelah usia 2 tahun). Hampir semua kasus
sifilis didapat melalui kontak seksual langsung dengan lesi dari individu yang terjangkit sifilis
aktif primer ataupun sekunder. Sifilis dapat ditransmisikan secara kongenital dari ibu yang
terinfeksi melalui plasenta ke janin. Transmisi lain yang mungkin namun jarang terjadi
termasuk transfusi darah, kontak personal non seksual, inokulasi langsung yang tidak
disengaja.3
Prinsip pengobatan sifilis kongenital adalah penggunaan penisilin sebagai obat pilihan,
baik pada ibu hamil maupun pada bayi. Pengamatan pasca pengobatan pada bayi dilakukan
secara bertahap, biasanya pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan.2

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


2

1. 2 Batasan masalah
Tinjauan pustaka ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan dan
prognosis dari sifilis kongenital.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala
klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis
dari sifilis kongenital
2. Meningkatkan pengetahuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran
3. Sebagai pemenuhan salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa
referensi.

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi
Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang
menderita sifilis.3 Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan
setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18
minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih
belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukan Treponema
pallidum pada janin berusia 9-10 minggu.1
Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama
kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan
sifilis kongenital lanjut.4

2. 2 Epidemiologi
Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan masalah yang utama pada negara
berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia
20-30 tahun. Empat puluh persen wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, akan
mengakibatkan penularan pada janin.4

Gambar 3. Diagnosis sifilis kongengital di Amerika Serikat tahun 200211

2. 3 Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah
Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus
Treponema. Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


4

dari delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan
maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium
aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar
badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi
dapat hidup tujuh puluh dua jam.3,5

Gambar 1 dan 2 Treponema pallidum6,7

Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :


• Kontak langsung : - sexually tranmited diseases (STD)
- non-sexually
- Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang
dikandungnya.
• Transfusi : Syphilis d’ emblee, tanpa primer lesi8,9

2. 4 Klasifikasi
Menurut World Health Organization (WHO) secara garis besar sifilis dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sifilis kongenital (bawaan)
2. Sifilis akuisita (didapat)

Sifilis kongenital dapat berbentuk :


1. Sifilis kongenital dini (timbul pada umur kurang dari 2 tahun)
2. Sifilis kongenital lanjut/tarda (timbul setelah umur lebih dari 2 tahun)8

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


5

2. 5 Patogenesis
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus
sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan
langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis kongenital
biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan
imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental, sehingga dapat dijumpai
Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan amnion.2
Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan
menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons
peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal
sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai
tingkat kehidupan intrauterine maupun ekstrauterin.9 Seperti terlihat pada bagan berikut ini :

Gambar 2. Patogenesis Sifilis Kongenital8

2. 6 Gambaran Klinis
Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis
kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini jika
timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas 2
tahun. Sigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua
stadium tersebut.1

2. 6. 1 Sifilis kongenital dini


Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai berbagai organ
dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak
dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul
setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir.1

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


6

Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa kondisi berikut :


1. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat

2. Kelainan membrane mukosa :


Mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, laring dan mukosa genital. Rinitis
sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula
encer tetapi kemudian menjadi pekat, purulen dan hemoragik. Hidung menjadi tersumbat
sehingga menyulitkan pemberian makanan.

3. Kelainan kulit, rambut dan kuku


Dapat berupa makula eritem, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada
sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki.
Makula, papula atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Di daerah
yang lembab papula menjadi erosif dan membasah atau menjadi hipertrofik (kondiloma
lata). Pada kasus yang berat tampak kulit menjadi keriput terutama pada daerah muka
sehingga bayi tampak seperti orang tua. Rambut jarang dan kaku, alopesia areata
terutama pada sisi dan belakang kepala. Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata.
Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pada dasar kuku dan menyebabkan
kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwarna suram, tidak teratur dan
menyempit pada bagian dasarnya.

Gambar 3. Tampak vesika, bula, krusta dan erosi pada wajah dan telapak tangan15

4. Kelainan tulang
Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis, dan osteitis pada tulang-tulang panjang
merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok tampak pada daerah
pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar, garis epifisis melebar dan tidak
teratur. Pada batas metafisis dengan garis kartilago epifisis, tampak daerah kalsifikasi
yang densitasnya meningkat dan tidak teratur sehingga pemeriksaan sinar X memberikan

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


7

gambaran seperti gigi gergaji. Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh
pembengkakan periartikular dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi
terbatas. Osteokondritis dapat dilihat pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5 minggu
sedangkan periostitis setelah 16 minggu. Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah
6 bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi lebih jelas.

5. Kelainan kelenjar getah bening : terdapat limfadenopati generalisata

6. Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis, pneumonia

7. Kelainan mata : Korioretinitis, glaukoma dan uveitis

8. Kelainan hematologi : anemia, eritroblastemia, retikulositosis, trombositopenia, diffuse


intravascular coagulation (DIC)

9. Kelainan susunan saraf pusat : meningitis sifilitika akut yang bila tidak diobati secara
adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan mengganggu perkembangan
intelektual1

2. 6. 2 Sifilis kongenital lanjut


Sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun, lebih dari setengah jumlah penderita
tanpa manifestasi klinik, kecuali tes serologis yang reaktif. Titer serologis sering berfluktuasi,
sehingga jika dijumpai keadaan demikian, dapat diduga suatu sifilis kongenital. Gambaran
klinis dari sifilis kongenital dapat di bedakan dalam 2 tipe :4
a. Inflamasi sifilis kongenital lanjut
Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi kornea, tulang, dan sistem saraf
pusat. Dapat dijumpai kelainan sebagai berikut :
1. Kornea : Keratitis Intersisial
Biasanya terjadi pada umur pubertas, dan terjadi bilateral. Pada kornea timbul
pengaburan menyerupai gelas disertai vaskularisasi sklera. Keadaan ini dimulai
dengan peradangan perikorneal berat dan kemudian berlanjut dengan perselubungan
difus kornea oleh bayangan putih tanpa adanya ulserasi pada permukaan kornea,
terjadi pada 20-50 % kasus sifilis kongenital lanjut.

2. Tulang : Perisynovitis (Clutton’s joint)


Mengenai kedua lutut, yang akan mengakibatkan terjadinya bengkak tanpa nyeri yang
simetris.

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


8

Gambar 4 dan 5. Keratitis interstitialis dan Clutton’s joint10


3. Sistem saraf pusat
Lesi pada sistem saraf pusat dapat terjadi pada sifilis kongengital lanjut. Biasanya
yang menjadi tanda lesi SSP pada sifilis kongenital adalah dengan adanya kelemahan
umum (generalized paresis) dan renjatan.
b. Stigmata sifilis kongenital
Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta meninggalkan parut dan
kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian disebut dengan stigmata sifilis kongenital,
akan tetapi hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut.8 Ditemukannya
stigmata ini dapat menjadi salah satu pegangan unuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital.
Pada stigmata sifilis kongenital, hal penting yang perlu diperhatikan adalah adanya trias
Hutchinson, yaitu :4
1. Perubahan pada gigi insisivus menjadi datar dan seperti gergaji
2. Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna putih) tanpa ilserasi permukaan kornea.
3. Ketulian karena ganguan nervus akustikus (N.VIII). Ketulian biasanya terjadi mendekati
masa pubertas, tetapi kadang-kadang terjadi pada umur pertengahan.

Selain itu ditemukan pula kelainan sebagai berikut :


1. Neurosifilis
Dapat juga menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang didapat. Tabes dorsalis
agak jarang dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi
dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan pada
orang dewasa. Kejang juga sering terjadi pada kasus sifilis kongenital ini.
2. Tulang dan palatum
Terjadi sklerosis, sehingga tulang kering menyerupai pedang (sabre), tulang frontal yang
menonjol, atau dapat juga terjadi kerusakan akibat gumma yang menyebabkan destruksi

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


9

terutama pada septum nasi atau pada palatum durum. Perforasi palatum dianggap terjadi
pada sifilis kongenital.

Gambar 6 dan 7. Saber tibia akibat osteoeriostitis (saber’s shin) dan Perforasi
palatum10

3. Gigi molar Mulberry (Mulberry’s molar)

Biasanya pada molar I dan muncul pada usia 6 tahun, merupakan gambaran gigi yang
hiperplastik dengan permukaan oklusal yang mendatar (flattening) erta diliputi oleh
serbukan yang menandakan kerapuhan gigi.

Gambar 8. Mulberry’s molar10

4. Sifilis rinitis infantil dan nasal chondritis


Fisura di sekitar rongga mulut dan hidung disertai ragade yang disebut sifilis rinitis
infantil. Nasal chondritis merupakan kelainan yang disebabkan oleh pendataran
tulang pembentuk hidung, gambaran ini biasa disebut dengan saddle nose.3,4,8

2.7 Diagnosis
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T.pallidum.
Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


10

bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada
pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali
dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk
mencari adanya treponema.
Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan gelap atau
imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi
vesiko bulosa atau kondiloma lata. Namun, cara konvensional untuk pengambilan spesimen
tidak sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya
dilakukan pada bayi dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang
menyebabkan identifikasi T.pallidum sulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis
kongenital, yaitu :
a) T.pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesmen klinis
b) Analisis serologic pada bayi rumit oleh adanya antibody maternal yang didapat
transplasental
c) Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi
Untuk menegakkan diagnosis klinis sifilis kongenital, saat ini di AS digunakan dua
criteria, yaitu kriteria dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang direvisi
dan kriteria Kaufman yang dimodifikasi.2

A. Kriteria Kaufman yang dimodifikasi.


 Pasti (definite)
Dijumpai T.pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan
histologik
 Sangat Mungkin (probable)
1. Peningkatan titer VDRL dalam waktu 3 bulan atau tes serologic untuk sifilis (TSS)
reaktif yang tidak berubah menjadi non reaktif dalam waktu 4 bulan
2. Satu kriteria mayor atau dua minor dan disertai TSS reaktif atau tes FTA reaktif
3. Satu kriteria mayor dan satu kriteria minor
- Kriteria mayor berupa kondiloma lata, osteokondritis, periostitis, rhinitis, rhinitis
hemoragik
- Kriteria minor berupa fisura pada bibir, lesi kulit, mucous patch, hepatomegali,
splenomegali, limfadenopati generalisata, kelainan SSP, anemia hemolitik, sel
cairan serebrospinal (CSS) >20, protein >100.2

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


11

B. Kriteria CDC yang di revisi


 Pasti (confirmed)
diijumpai T. Pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap

 Tersangka (presumtive)
1) Semua bayi yang ibunya menderita sifilis tanpa pengobatan atau mendapat
pengobatan tidak adekuat selama kehamilan
2) Semua bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah ini :
- Gambaran sifilis kongenital pada pemeriksaan fisik
- VDRL CSS reaktif/ hitung sel CSS ≥ 5/protein CSS ≥ 50 diluar sebab lain.
- Tes FTA-abs-19S-antibodi IgM reaktif
3) Bayi lahir mati (syphilitic stillbirth)
Kematian janin setelah umur kehamilan 20 minggu atau berat janin ≥500 gram pada
wanita yang menderita sifilis tanpa pengobatan atau memperoleh pengobatan tidak
adekuat saat melahirkan.2

Di bawah ini terdapat petunjuk interpretasi hasil pemeriksaan serologik terhadap ibu dan
bayinya :
Tabel 1. Interpretasi hasil pemeriksaan serologik sifilis2
Tes Tes
nontreponemal treponemal Interpretasi
Ibu Bayi Ibu Bayi
- - - - Ibu dan bayi tidak terinfeksi sifilis

+ - - - Ibu tidak sifilis (tes-non-treponema positif palsu


dengan transfer pasif pada bayi)
+
+ + + Ibu sifilis dengan kemungkinan infeksi pada bayi;atau
atau - ibu sudah di obati selama kehamilan: atau ibu sifilis
laten dengan kemungkinaninfeksi pada bayi.
+
+ + + Ibu baru saja atau pernah menderita sifilis;
kemungkinan infeksi pada bayi
+
- - + Ibu dengan sifilis yang sudah berhasil diobati sebelum
atau pada awal kehamilan; atau ibu menderita
penyakit Lyme, yows atau pinta (positif palsu)

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis sifilis dapat dipastikan dengan menemukan Trepanoma pallidum sebagai
penyebab infeksi dalam bahan sediaan klinis. Secara garis besar berupa pemeriksaaan

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


12

mikroskopik dan serologik. Prosedur diagnostik yang dipakai untuk pemeriksaan sifilis
sampai saat ini belum dapat memberikan hasil yang spesifik terhadap subspesies, karena
secara morfologik, serologik, dan kimiawi Trepanoma pallidum tidak dapat dibedakan dari
subspesies pertenue, endemicum, dan Trepanoma carateum.
Sebagai pembantu penegakan diagnosis adalah :
1. Pemeriksaan Trepanoma pallidum
2. Tes Serologik Sifilis (T.S.S)
3. Pemeriksaan yang lain

2.8.1 Pemeriksaaan Trepanoma pallidum


Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil serum yang bebas dari sel darah merah
dan sisa- sisa jaringan yang berasal dari lesi, untuk melihat bentuk dan pergerakan
Trepanoma pallidum dengan mikroskop lapangan gelap.
Pengambilan spesimen :
• Pada lesi sifilis, dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan garam faal steril, kemudian
digosok sehingga kemerahan, dan segera menampung eksudat yang terbentuk pada gelas
objek.
• Spesimen dari lesi yang menyembuh, dikerok dengan skalpel atau ujung jarum.
• Spesimen cair diperoleh dengan menyuntikkan larutan garam faal steril pada dasar lesi
atau kelenjar getah bening yang kemudian disedot kembali.
Hasil positif jika terlihat Trepanoma pallidum dengan gerakannya yang khas
(memutar terhadap sumbunya, bergerak perlahan melintasi lapangan), secara morfologik
berbentuk spiral dengan amplitudo 0,5-1 µm, berukuran panjang 6-14 µm, dan tebal 0,25-
0,30 µm
Pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut, jika hasil pada hari pertama dan kedua
negatif. Bila terdapat hasil yang negatif bukan selalu diagnosisnya bukan sifilis. Kegagalan
dapat terjadi karena umur atau kondisi lesi, pengobatan yang telah diberikan kepada pasien,
atau teknik pengambilan spesimen dan pemeriksaan spesimen yang salah.

2.8.2 Tes Serologik Sifilis (TSS)


Hasil pada S I akan negatif (seronegatif), kemudian positif (seropositif) dengan titer
rendah. Pada sifilis stadium II dini reaksi menjadi positif kuat, dan pada S II lanjut menjadi
positif sangat kuat. Sedangkan pada S III reaksi akan menurun menjadi positif lemah atau
negatif.

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


13

Berdasarkan antigen yang dipakai, TSS dibagi menjadi :


a. Nontreponemal (tes reagin)
Menggunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiopilin yang dikombinasikan dengan
lesitin dan kolesterol. Contoh tes nontreponemal :
• Tes Fiksasi Komplemen : Wasseman (WR), Kolmer.
• Tes Flokulasi : VDRL (Veneral Disease Research Laboratories), Kahn, RPR (Rapid
Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test).
Tes yang dianjurkan adalah VDRL dan RPR secara kuantitatif, karena teknis lebih
mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen, lebih sensitif daripada tes
Kolmer/ Wasserman. Antigen VDRL adalah kardiopilin (0,03 %), kolesterol (0,9 %),
dan lesitin (0,21 %). Tes VDRL dapat digunakan untuk penapisan atau screening dan
untuk menilai hasil pengobatan. Hasil yang diberikan berupa reaktif, nonreaktif atau
reaktif lemah, dan hasil kauntitatif dalam bentuk titer (1/2, 1/4, 1/8, dan seterusnya).
Hasil pada sifilis stadium II dapat mencapai 1/64 atau 1/128. Pada tes flokulasi dapat
terjadi reaksi negatif semu karena terlalu banyak reagin, reaksi ini disebut dengan Reaksi
Prozon, jika diencerkan dan diperiksa lagi maka hasilnya akan menjadi positif.
b. Treponemal
Bersifat spesifik karena antigen yang digunakan ialah treponema atau ekstraknya, dan
dikelompokkan menjadi empat kelompok :
• Tes Imobilisasi : TPI (Treponemal pallidum Immobilization Test).
• Tes Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test).
• Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test)
Æ IgM dan IgG, FTA-Abs DS (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption
Double Staining).
• Tes Hemoglutinasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay), 19S
IgM SPHA (Solid phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemaglutination
Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP (Microhemaglutination Assay for
Antibodies to Treponema pallidum).
TPHA merupakan tes treponemal yang dianjurkan karena teknis dan pembacaan
hasil yang mudah, cukup spesifik dan sensitif, reaktifnya cukup dini. Kekurangan
tes ini adalah tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap reaktif
dalam waktu yang lama. Tes ini dimulai dengan titer 1/80, 1/160, 1/320, dan
seterusnya. Bila hasil serologik tidak sesuai dengan klinis, tes tersebut perlu
diulangi, karena mungkin terjadi kesalahan teknis.12

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


14

2. 9 Penatalaksanaan
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan
pengobatan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis,
baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin
merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang
lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :2
1) Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dri 2 tahun).
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalam
aquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2) Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama infgeksi, sifilis
kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau
dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.
3) Neurosifilis
Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil
penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin
long acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama
3 minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama
10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu
selama 3 minggu.9
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital
menurut CDC tahun 1998. pengobatan harus diberikan pada bayi :
a) Menderita sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium dan/
radiologik,
b) Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya
c) Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak
diketahui, tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.
d) Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis
e) Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.
f) Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau
g) Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.
Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


15

diamati. Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu diagnosis
pasti secara klinis atau serologik.
Dengan pengobatan dengan Aqueous penisilin bergantung usia bayi. Pada usia ≤ 1
minggu, diberikan tipa 12 jam, usia > 1 minggu - ≤ 4 minggu diberikan tiap 8 jam, dan
setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.2

2.9.1 Pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998


 Bayi dengan sifilis kongenital, ibu dengan/ tanpa sifilis
- Penisilin G prokain 50.000 unit/kgBB IM/IV selama 10-14 hari.
 Bayi normal
- Ibu sifilis dini dan/atau tanpa terapi atau terapi tidak tercatat diberikan :
Aqueous penisilin G 50.000 unit/kgBB IV selama 10-14 hari, atau penisilin
prokain G 50.000 unit/kgBB IM, 10-14 hari usia (usia ≤ 4 minggu), atau
benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
- Ibu sifilis laten lanjut, atau
- Ibu mendapat terapi eritromosin atau obat selain penilin, atau
- Ibu mendapat terapi adekuat ≤ 4 minggu sebelum persalinan, atau
- Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer non treponema tidak
turun 4 kali lipat, diberikan :
Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
- Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer nontreponema
turun 4 kali lipat, dilakukan :
Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM,
dosis tunggal bila pengamatan tidak memungkinkan
- Ibu mendapat terapi adekuat sebelum kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2) selama
kehamilan, dilakukan :
Pengamatan klinis dan serologik
Menurut CDC 1998, diluar masa neonatus, anak yang didiagnosis sifilis kongenital
harus diperiksa CSS untuk menyingkirkan neurosifilis dan menentukan sifilis kongenital
atau sifilis didapat. Semua anak yang diduga menderita sifilis kongenital atau dengan
kelainan neurologik diberikan aqueous penisiline G 50.000 unit/kgBB IV/IM tiap 4-6 jam
selama 10-14 hari. Pemberian penisilin prokain tidak dianjurkan.2

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


16

2.9.2 Pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin


Bila alergi terhadap penisilin, sebagai obat alternatif diberikan obat tetrasiklin dan
eritromisin. Tetapi efektifitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan penisilin.
Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap. 2,9

2.9.3 Pemeriksaan Setelah Pengobatan


Pemeriksaan penderita sifilis dini harus dilakukan, bila terjadi infeksi ulang setelah
pengobatan. Setelah pemberian penisilin G, maka setiap pasien harus diperiksa 3 bulan
kemudian untuk penentuan hasil pengobatan. Pengalaman menunjukkan bahwa infeksi ulang
sering terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan 6-12 bulan
setelah pengobatan. Penderita yang diberi pengobatan selain penisilin harus lebih sering
diperiksa.9
1. Semua penderita sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis harus diamati bertahun-tahun,
termasuk klinis, serologis dan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang dan bila
perlu radiologis.
2. Pada semua tingkat sifilis, pengobatan ulang diberikan bila :
a) tanda-tanda dan gejala klinis menunjukkan sifilis aktif yang persisten atau
berulang.
b) Terjadi kenaikan titer tes nontreponemal lebih dari dua kali pengenceran ganda.
c) Pada mulanya tes nontreponemal dengan titer tinggi (> 1/8) persisten bertahun-
tahun.
4. Harus dilakukan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang setelah diberi
pengobatan, kecuali ada infeksi ulang atau diagnosis sifilis dini dapat ditegakkan.
5. penderita harus diberi pengobatan ulang terhadap sifilis yang lebih dari 2 tahun. Pada
umumnya hanya sekali pengobatan ulang dilakukan sebab pengobatan yang cukup
pada penderita akan stabil dengan titer rendah.9

2.10 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada sifilis kongenital antara lain sebagai berikut :
1. Iktiosis lamellar
Kelainan ini berisfat autosomal resesif, timbul pada waktu lahir. Lokalisasinya lipatan
tubuh, batang tubuh dan monomorf. Efloresensinya sisik-sisik besar datar dan bewarna
gelap.
2. Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS)

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


17

Lesi kulit menyeluruh, bula eritematosa, ukuran cukup besar, superficial, dan mudah
pecah. Seringkali dijumpai pada bayi. Pada penyembuhan tampak jaringan parut, hal ini
disebabkan oleh peran epidermolytic toxin, cleavage plane dalam stratum granulosum
sehingga terjadi pengumpulan cairan dalam bula secara pasif.
3. Staphylococcal scarlatiniform eruption
Lesi kulit menyeluruh, berupa macula eritematosa di sekitar bibir, hidung, leher, dan
aksila. Kemudian menyebar ke seluruh badan namun
4. Toxic shock syndrome
Kelainan kulit berupa eritroderma yang menyeluruh dapat berbentuk komponen
petekie maupun skarlatiform.
5. Malnutrisi (Marasmik-kwashiorkor)
Pada keadaan malnutrisi ini, pada kulit dapat ditemukan hiperpigmentasi, likenifikas,
deskuamasi, eskoriasi, dan edema. Pada mukosa mulut timbul erosi, rambut halus, lurus,
mudah di lepas, dan muka seperti orang tua.15
6. Morbili kongenital
Adanya bercak koplik, yakni bercak kecil sebesar jarum pentul berwarna kemerahan
terletak di daerah mukosa di depan gigi molar, ruam berwarna kecoklatan. Di daerah
muka, leher, dan bagian tubuh sebelah atas ruam tampak bersatu, sedangkan di tubuh
bagian bawah ruam menyebar
7. Dermatitis seboroik
Karakteristik lesi adanya sisik, kemerahan dengan daerah predileksi muka, kulit
kepala dan lipatan kulit, skuamanya berminyak, berwarna kekuningan dengan batas tidak
tegas
8. Infantile acne (acne neonatorum)
Secara klinis, akne neonatorum merupakan erupsi polimorf dengan eritema, pustule,
komedo pada pipi13,14,15

2. 11 Pencegahan
Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis
selama kehamilan. Tindakan utama pada pencegahan sifilis kongenital adalah identifikasi dan
pengobatan wanita hamil yang teriinfeksi sifilis, karena pengobatan sifilis pada kehamilan
dengan menggunakan penisilin dapat mencegah infeksi kongenital sampai 98%. Tes serologi
(VDRL dan TPHA) harus dilakukan pada perawatan kehamilan (prenatal care), yaitu saat
kunjungan pertama, sedangkan pada kelompok risiko tinggi, dilakukan pada pemeriksaan

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


18

ulang pada usia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. Apabila dijumpai hasil tes
seropositif, harus diberikan pengobatan. Namun, kehamilan kadang menimbulkan tes
nontreponema positif palsu, dan pada keadaan seperti ini dilakukan anamnesis yang rinci,
pemeriksaan fisik cermat dan pengamatan serologik. Bila tidak memungkinkan, diberikan
terapi, terutama bila titer pada pemeriksaan VDRL > 1:2 pada pemeriksaan pertama.2
Bayi dengan test serologik reaktif perlu dilakukan pemeriksaan nontreponema beberapa
kali setelah pengobatan sampai diperoleh hasil nonreaktif. Biasanya dilakukan pada usia 2, 4,
6, 12 dan 15 bulan. Pada bayi dengan sifilis kongenital, tes serologik nontreponema biasanya
menjadi nonreaktif dalam waktu 12 bulan setelah terapi adekuat. Adanya tes treponema
reaktif setelah anak berusia lebih dari 15 bulan, saat anak sudah tidak memiliki antibodi
maternal, membantu menegakkan diagnosis sifilis kongenital. Hasil serologik CSS yang
reaktif 6 bulan setelah terapi sifilis kongenital, merupakan indikasi pengobatan ulang,
demikian pula bila titer menetap.2

2. 12 Prognosis
Prognosis sifilis kongenital bergantung periode munculnya gejala, kerusakan yang
terjadi, dan penatalaksanaan. Semakin dini gejala muncul, semakin banyak jaringan yang
rusak dan penatalaksanaan yang kurang tepat maka akan semakin buruk prognosisnya.
Kelainan yang ditimbulkan stigmata sifilis kongenital akan menetap, misalnya gigi
huchinton, keratitis interstitial, ketulian nervus VIII, dan Clutton’s joint. Meskipun telah
diobati, tetapi pada 70% kasus ternyata tes reagin tetap positif.1

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


19

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3. 1 Kesimpulan
• Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang
menderita sifilis dini
• Penyebab sifilis ialah Treponema pallidum dan sifilis kongenital merupakan transmisi
treponema pallidum dari ibu hamil yang menderita sifilis ke janin yang akan dilahirkan,
selama masa kehamilan.
• Sifilis kongenital di bagi menjadi dua yakni sifilis kongenital dini, lanjut dan stigmata.
Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama
kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut
dengan sifilis kongenital lanjut, sigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi
akibat penyembuhan dua stadium tersebut.
• Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis selama
kehamilan
• Prinsip pengobatan sifilis kongenital adalah penggunaan penisilin sebagai obat pilihan,
baik pada ibu hamil maupun pada bayi. Pengamatan pasca pengobatan pada bayi
dilakukan secara bertahap, biasanya pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan

3. 2 Saran
• Pemeriksaan sifilis lebih diperhatikan pada pemeriksaan kehamilan, terutama pada ibu-
ibu yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita sifilis.
• Penting dilakukan pemeriksaan berkala terhadap kelompok resiko tinggi seperti pekerja
seks komersial, supir, pelaut, dan lain-lain dengan melibatkan berbagai pihak baik secara
lintas sektoral maupun lintas program
• Perlu dilakukan upaya-upaya komunikasi dan edukasi mengenai pengenalan secara dini
penyakit menular seksual oleh karena itu pada dasarnya penyakit menular seksual
termasuk sifilis merupakan penyakit perilaku.

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


20

DAFTAR PUSTAKA

1. Murtiastuti D. Sifilis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,Martodhiharjo S, editor. Buku


Ajar Infeksi Menular Seksual. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2008.145-
148
2. Sawitri R, Santosa NY, Sumaryo S, et al. Sifilis Kongenital. Dalam : Media Dermato-
Venereologica Indonesiana. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia. 2000. ; 2: 78-82
3. Stamm LV. Biology of treponema pallidum. Dalam : Holmes K, Sparling PF, Mardh P, et
al, editor. Sexually Transmitted Disease ; 3rd edition. New York : McGraw-Hill
Companies. 1999. 467-73
4. Andrews’. Syphilis, Yaws, Bejel, and Pinta. Dalam : Odom RB, James WD, Berger TG,
editor. Andrews’ Disease of the Skin Clinical Dermatology. 9th edition. Philadelphia :
W.B.Saunders Company. 2001. 445-65
5. Juanda A, Natahusada EC. Sifilis. Dalam : Juanda A, Hamzah M, Aisyah S, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2005. 379-90
6. Webmaster. Trepronema Pallidum. Disitasi dari :
http://www.medgadget.com/_archives/img/treponema.htm pada tanggal : 18 Februari
2009. Last Update : Januari 2009
7. Webmaster. Shypilis. Disitasi dari : http://www.uveitis.org/images/syphil1.htm pada
tanggal : 18 Februari 2009. Last Update : Januari 2009
8. Hermawan DA. Shypilis. Presentasi. Jakarta : Fakultas Kedokteran UKRIDA. 2003
9. Hutapea NO. Sifilis. Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, et al, editor. Infeksi
Menular Seksual. Edisi tiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.
78-86
10. Webmaster. Congenital Shypilis. Disitasi dari : http://www.wrongdiagnosis.com pada
tanggal : 18 Februari 2009. Last update : Februari 2009.
11. Department of Health and Human Services of USA. Congenital Shypilis – United State
2002. Disitasi dari : http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5331a4.htm pada
tanggal :18 Februari 2009. Last Update : July 2008.
12. Putra HP. Sifilis Stadium II. Yogyakarta : Medical Study Club Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia. 2003.

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr


21

13. Hadinegoro SRS. Manifestasi Kulit Infeksi Sistemik Virus dan Bakterial Pada Bayi dan
Anak. Dalam : Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD, editor. Infeksi Kulit pada bayi
dan anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. 88
14. Aldy D. Kelainan Kulit Transien Pada Neonatus . Dalam : Pasaribu S, Siregar AA,
Masalah Kulit Pada Bayi dan Anak Serta Penatalaksanaannya. Medan : USU press. 2000.
75-83
15. Siregar RS. Gangguan Metabolisme, Kekurangan Gizi, Autoimun, dan Miliaria. Dalam
Atlas Berwarna : Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2002. 202-13

© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.yayanakhyar.co.nr

Anda mungkin juga menyukai