Anda di halaman 1dari 76

contoh makalah Aspek perlindungan hukum bidan di komunitas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban
umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang
melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang
sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang
melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.

Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang berani ambil resiko
membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh.
Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela
orang-orang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut peran
advokasi. Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja
berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta
kode etik yang dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan
janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan
kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di
bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu
pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan
wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi
baru lahir.

Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara
pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi
standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar
Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya
untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkatmasyarakat.

Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih baik
terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur,
realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional
yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat
pula digunakan untuk menentukan

1.2 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai Spek hukum dalam praktek kebidanan
1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan

1. Mahasiswa mampu mempelajari dan melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi lahir dengan
trauma lahir.

2. Untuk mengingatkan kita kembali, untuk semaksimal mungkin melakukan penatalaksanaan


perioperatif pada obstuksi usus untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak

1.4 Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan merupakan cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau
pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan metode ilmiah, dalam penyusunan
makalah ini kami menggunakan metode studi pustaka melalui referensi-referensi yang ada di
perpustakaan kampus maupun internet.

1.5 Sistematika Penulisan

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Ruang Lingkup Masalah

1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan

1.4 Metodologi Penulisan

1.5 Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bidan

2.2 Standar Asuhan Kebidanan

2.3 Registrasi Praktik Bidan

2.4 Kewenangan Bidan di Komunitas

2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hokum

Sanksi dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya PMH, secara hukum

perdata, dapat kita teliti pasal –pasal

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bidan

Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti “with woman”(bersama wanita, mid = together, wife
= a woman. Dalam bahasa Perancis, sage femme (Bidan) berarti “ wanita bijaksana”,sedangkan dalam
bahasa latin, cum-mater (Bidan) bearti ”berkaitan dengan wanita”.

Menurut churchill, bidan adalah ” a health worker who may or may not formally trained and is a
physician, that delivers babies and provides associated maternal care” (seorang petugas kesehatan yang
terlatih secara formal ataupun tidak dan bukan seorang dokter, yang membantu pelahiran bayi serta
memberi perawatan maternal terkait).

Definisi Bidan (ICM) : bidan adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang diakui
oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi
persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan. Bidan merupakan salah
satu profesi tertua didunia sejak adanya peradaban umat manusia.

Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, yang terakreditasi, memenuhi
kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk praktek kebidanan.
Yang diakui sebagai seorang profesional yang bertanggungjawab, bermitra dengan perempuan dalam
memberikan dukungan, asuhan dan nasehat yang diperlukan selama kehamilan, persalinan dan nifas,
memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir
dan anak.

KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1:

Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai
persyaratan yang berlaku

Menurut WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program pendidikan
kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan
pendidikan kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.

INTERNATIONAL CONFEDERATION of MIDWIFE bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan


pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk
melaksanakan praktek kebidanan di negara itu.
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan
janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan
kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di
bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu
pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan
wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi
baru lahir.

Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara
pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi
standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar
Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya
untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkatmasyarakat.

Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih baik
terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur,
realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional
yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat
pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek
sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana
pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan
kebutuhan operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian, mekanisme,
peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan.

Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal dari suatu disiplin
ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota
dalam melaksanakan pengabdian kepada profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga,
masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.

Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat dan citra
profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, serta meningkatkan mutu profesi. Kode
etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional
Ikatan Bidan Indonesia X, petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI
tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII pada tahun 1998.

Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi tujuh bagian, yaitu :
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)

a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya
dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.

c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak
klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.

e. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya
dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)

a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat
sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat

b. Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam


mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan.

c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana
kerja yang serasi.

b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya
maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)

a. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan
kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat

b. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang
dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

a. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan
baik

b. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

c. Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.


6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)

a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan


pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga
Berencana dan Kesehatan Keluarga

b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah
untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga.

7. Penutup (1 butir).

Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik merupakan
pedoman dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan profesional.
2.2 Standar Asuhan Kebidanan

Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah seorang bidan telah melanggar
kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya. Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari :

Standar I : Metode Asuhan

Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan tujuh
langkah, yaitu : pengumpulan data, analisa data, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan dokumentasi.

Standar II : Pengkajian

Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Standar III : Diagnosa Kebidanan

Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah pada asuhan kebidanan
yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang bidan berdasarkan analisa data yang telah
dikumpulkan.

Standar IV : Rencana Asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.

Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan
dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.

Standar VI : Partisipasi klien

Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga dalam rangka


peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Standar VII : Pengawasan

Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk
mengetahui perkembangan klien.

Standar VIII : Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang
dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.

Standar IX : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang
diberikan.

2.3 Registrasi Praktik Bidan


Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional oleh International
Confederation of Midwives (ICM). Dalam menjalankan tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifiksi
agar mendapatkan lisensi untuk praktek .

Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki
kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan
ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang
bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan
sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek,
dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.

Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan
bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam
hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk
pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya
dengan baik.

Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek pelayanan bidan perorangan
(swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam
memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya
masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan
bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan
melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan
kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.

Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari
Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996). Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian
dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar
tampilan minimal yang ditetapkan.

Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan
kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan
memenuhi kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan
mental bidan mampu melaksanakan praktek profesinya.
Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan mengirimkan
kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada
selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi :

Fotokopi ijazah bidan.

Fotokopi transkrip nilai akademik.

Surat keterangan sehat dari dokter.

Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.

Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan harus memiliki SIPB
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan
melampirkan persyaratan yang meliputi :

Fotokopi SIB yang masih berlaku.

Fotokopi ijazah bidan.

Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai pegawai negeri atau pegawai
pada sarana kesehatan.

Surat keterangan sehat dari dokter.

Rekomendasi dari organisasi profesi.


Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan
dapat diperbaharui kembali.

2.4 Kewenangan Bidan Di Komunitas

Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk memberikan pelayanan sesuai
dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada
keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat, yang meliputi :

Pengetahuan dasar

Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas.

Masalah kebidanan komunitas.

Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan masyarakat.

Strategi pelayanan kebidanan komunitas.


Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan masyarakat.

Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.

Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Pengetahuan tambahan

Kepemimpinan untuk semua (Kesuma)

Pemasaran social

Peran serta masyarakat

Audit maternal perinatal

Perilaku kesehatan masyarakat

Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak (Safe Mother Hood dan
Gerakan Sa g. Paradigma sehat tahun 2010.

Keterampilan dasar

Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB di masyarakat.
Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.

Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.

Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya kesehatan
ibu dan anak.

Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.

Melakukan pencatatan dan pelaporan

Keterampilan tambahan

Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.

Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.

Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya.

Menggunakan tehnologi tepat guna.

Pengertian Profesi

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan
khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi
yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer, dan teknik.
Bidan Sebagai Profesi

Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas yang khusus. Sebagaii pelayan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Bidan mempunyai tugas yang sangat unik, yaitu:

Selalu mengedepankan fungsi ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya.

Memiliki kode etik dengan serangkaian pengetahuan ilmiah yang didapat melalui proses pendidikan dan
jenjang tertentu

Keberadaan bidan diakui memiliki organisasi profesi yang bertugas meningkatkan mutu pelayanan
kepada masyarakat,

Anggotanya menerima jasa atas pelayanan yang dilakukan dengan tetap memegang teguh kode etik
profesi.

Perilaku Profesional Bidan

1. Bertindak sesuai keahliannya

2. Mempunyai moral yang tinggi

3. Bersifat jujur

4. Tidak melakukan coba-coba


5. Tidak memberikan janji yang berlebihan

6. Mengembangkan kemitraan

7. Terampil berkomunikasi

8. Mengenal batas kemampuan

9. Mengadvokasi pilihan ibu

Organisasi Bidan

2.5 Aspek Hukum Perdata memiliki 2 bentuk pertanggung jawaban hukum yaitu :
1.Wanprestasi, yaitu pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang disebabkannya,hasil tidak sesuai

2.Perbuatan Melawan Hukum (PMH), yaitu pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan
perbuatanya, sehingga menimbulkan kerugian.baik moril atau materil bagi keluarga ps/ps;

Prinsip pertanggungjawaban dalam hukum perdata/BW :

1.Setiap tindakan yg menimbulkan kerugian atas diri orang lain berarti orang yg melakukanya harus
membayar kompensasi kerugian(pasal 1365 BW ).

2. Seseorang harus bertanggungjawab tidak hanya karena kerugian yg dilakukanya dengan sengaja ,
tetapi juga karena kelalaian atau kurang berhati-hati(pasal 366BW) 3. Seseorang harus memberikan
pertanggungjawabaan tidak hanya karena kerugian atas tindakan pelayanannya akan tetapi juga
bertanggung jawab atas kelalaian orang lain dibawah pengawasanya.(pasal 1367 KUHPerdata).

3.Tuntutan perdata pada dasarnya bertujuan utuk memperoleh kompensasi atas kerugian yg diderita ,
oleh karena itu sebagai dasar dalam menuntut seorang tenaga kesehatan termasuk bidan dalam
menjalankan profesinya adalah adanya wanprestasi atau adanya perbuatan melawan hukum, seperti
terurai diatas.

4. Dalam aspek hukum, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi
kewajibanya yang didasarkan adanya perikatan atau perjannjian/kontrak kerja,

Secara Aspek hukum, contoh pekerjaan wanprestasi adalah :

1. tidak melakukan yang disanggupi akan dilakukan’

2. terlambat melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukan,

3. melaksanakan apa yang dilakukan , tetapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan,

4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Tehnik Gugatan Wanprestasi :


1.Pasien/keluarga pasien harus mempunyai bukti-bukti kerugian sebagai akibat tidak dipenuhinya
kewajiban seorang tenaga kesehatan terhadap dirinya, sebagaimana yang telah dijanjikan.

2.Pasien/keluarga melaporkan ke lembaga/ organisasi tenaga kesehatan, biasanya sampai disitu karena
hakekatnya gugatan adalah ganti rugi materi.

Perbuatan Melawan Hukum ( orechtmatige daad):

• Berbeda dengan tututan ganti rugi wanprestasi, tututan ganti rugi PMH berdasarkan
Tanggungjawab Perdata dapat diajukan berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, karena dalam PMH tidak
harus ditemui adanya perikatan/perjanjian, akan tetapi ada prinsip dasar yang dapat dijadikan tuntutan
adanya PMH tersebut yaitu :

– Ada perbuatan melawan hukum

– Ada kerugian

– Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian

– Ada kesalahan

– Melanggar hak orang lain

– Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri

– Menyalahi pandangan etika yg umumnya diaanut (adat istiadat)

– Berlawanan dg sikap hati-hati yg seharusnya diindahkan.


– Jelas bertentangan dgn standar profesi bidan.

2.6 Sanksi dari timbulnya gugatan adanya Wanprestasi maupun adanya PMH, secara hukum perdata,
dapat kita teliti pasal –pasal berikut ini :

1. Pasal 1354 KUH Perdata:

“ jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan
orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk
meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentinganya dapat
mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia
kuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas “

Contoh kasus seorang tenaga kesehatan memberikan pertolongan pernafasan/Resusitasi pada ps,
hrs dilakukan sp selesai jangan ditinggal begitu saja. Atau sampai ps mampu untuk meneruskan atau
keluarganya. Jika terjadi “penanganan “ resusitasi ditinggalkan ,maka ia akan dituntut sesuai pasal 1354
KUHPerdata, kepengadilan.
3. Dalam UU No.8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan, pasien dapat dikatagorikan sebagai konsumen akhir,
karena ps bukan produksi. Keadaan ini telah merubah paradigma, yang mengatakan pelayanan
kesehatan adlah sosial , sekarang beralih kekomersial, dimana setiap tempat pelayanan kesehatan
Rumah Sakit, Klinik, RB, akhirnya pasien harus mengeluarkan biaya cukup tinggi dalam hak dan
kewajiban sebagai seorang pasien.

• Analog ini tertuang dalam UU Konsumen No.8/1999:

• Pasal 19 ayat (1): Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, akibat mengkonsumsi barang atau/ jasa/ barang/obat yang diperdagangkan.

• Ganti rugi yg dimaksud dalam ayat (1) adalah dapat berupa pengembalian uang/barang yang
setara nilainya/perawatan kesehatan yang sesuai dg ketentuan perundang-undangan.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

• Pemberian ganti rugi kepada pasien , tetap dapat memberi peluang jika pasien tidak puas dengan
yang digantikannya, bahkan dapat meningkat dari tuntutan perdata menjadi tuntutan pidana, seperti
tercantum dalam pasal 19 ayat (4).

• Hal-hal yang dapat merubah tuntutan:

• Jika terbukti dalam pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
• Atau tuntutan menjadi tidak berlaku, apabila pelaku usaha kesehatan dapat membuktikan bahwa
kesalahan ada pada konsumen atau ps.

PERUNDANG_UNDANGAN KESEHATAN

• Ilmu Hukum, mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum.
Demikian luasnya masalah –masalah yang dicakup oleh ilmu hukum, sehingga banyak pendapat yang
mengatakan bahwa hukum batas-batasnya tidak jelas, yang salah bisa benar, yang benar bisa salah.
Seorang Pakar hukum menyebut ilmu hukum adalah “ Jurisprudence”.

• Karena luasnya Ilmu hukum, maka kita batasi dengan bidang kesehatan, apa-apa yang menjadi
daftar masalah/isu yang berkembang, sehingga ilmu hukum masuk kedalam bidang kesehatan yang kita
pelajari sekarang tentang Hukum Kesehatan/Perundang-undangan kesehatan.

Daftar Masalah Aspek hukum kesehatan :

1. mempelajari asas-asas hukum pokok

2. mempelajari arti dan fungsi hukum dalam masyarakat

3. mempelajari kepentingan apa yang dapat dilindungi untuk masyarakat oleh peraturan hukum

4. mempelajari apakah keadilan dimata hukum umum, bidang sosial, bidang kesehatan

5. mempelajari bagaimana sesungguhnya hukum kedudukan hukum itu dalam masyarakat, bagaimana
hubungan atas perikatan/perjanjian yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

6. Kepastian hukum, melalui perundang-undangan yang berlaku, menjadi tujuan dari resiko pelayanan
kesehatan bagi masyarakat.
Tatanan dalam konsep hukum

• Kalau kita mendengar kata Tatanan , yang ada dalam pemahaman kita adalah suatu keadaan
dalam masyarakat , yang dapat menciptakan suasana, hubungan, yang tetap, teratur, antara anggota
masyarakat pada umumnya.

• Termasuk dalam tatanan masyarakat adalah :

Kebiasaan, hukum, dan kesusilaan.

Kebiasaan adalah tatanan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali dengan kenyataan, yang
normal/normatif. Normatif terkandung arti apa yang harus kita lakukan.

Hukum; adalah peraturan-peraturan tertulis dan tidak tertulis, yang dibuat oleh lembaga tertentu,
dengan tujuan tercipta ketertiban, keadilan dalam masyarakat. Menurut Fuller ada prinsip legal dari
hukum yaitu :

1. suatu sistim hukum harus mengandung peraturan-peraturan.

2. peraturan-peraturan yang di buat harus diumumkan

3. tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apabila yg demikian itu tidak bisa
dipakai dgn untuk menjadi pedoman tingkah laku.
4. . peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang harus mudah dimengerti

5. peraturan-peraturan tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain

6. . tidak boleh ada kebiasaan yang sering ingin mengubah peraturan-peraturan yang berlaku

7. . harus ada kecoccokan dariperaturan dg pelaksanaan sehari2.

Kehadiran Hukum, dalam masyarakat dan tenaga kesehatan, dapat melindungi keApeAntingan denAgan
cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dlm rangka kepentingan itu.
Kekuasaan mengandung arti hak seseorang, penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang
dengan sesuatu yang berada dalam kekeuasaanya, pada keadaan ini ia tidak perlu legitimasi, karena
sesuatu ada pada kekeuasaanya. Ini berkaitan dengan tingkat kemampuan/kompetensi seorang tenaga
kesehatan , apabila dalam keadaan tertentu seorang bidan meninggalkan saat pertolongan persalinan
kepada asistenya, jika terjadi sesuatu atas tindakan yang dilakukan asistenya maka , tanggungjawab
resiko terdapat pada bidan tersebut, karena ia meninggalkan waktu pertolongan persalinan padahal
secara legitimasi bahwa kewenangan untuk menolong persalinan tersebut ada pada nya.

Penguasaan kebijikan melekat pada bidan tersebut, sehingga apapun alasanya tidak menutup
kemungkinan bidan akan kena sanksi hukum, yaitu dengan sengaja melalaikan pekerjaanya.

Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis.

• Hukum tertulis lebih dikenal dengan sebutan Perundang-undangan


• Hukum tertulis lebih menjadi ciri dari hukum modern, lebih dapat diterima dalam kehidupan
modern masa kini, dimana kehidupan semakin kompleks, serta masyarakat yang lebih tersusun secara
organisatori, dan hubungan antar manusia yang dinamis dan kompleks ini sudah tidak bisa lagi mengatur
dengan tradisi, kebiasaan, kepercayaan, tahayul, atau budaya semata.

• Kelebihan hukum tertulis dibanding tidak tertulis adalah apa yang diatur dengan mudah dapat
diketahui orang/masyarakat

• Pengetahuan tentang hukum mulai meningkat di masyarakat, dengan adanya tulisan/cetakan


perundang-undangan mulai UU Kesehatan, UU konsumen, UU Praktik Kedokteran, UU Politik dsb.

• Memungkinkan untuk merevisi UU yang sdh ada dgn yang baru.

• Hukum sebagai pijakan keadilan dalam masyarakatMembicarakan hukum adalah membicarakan


antar hidup manusia, membicarakan antar hidup manusia adalah membicarakan keadilan.

• Sehingga kalau berbicara hukum kita akan berbicara keadilan

• Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam masyarakat, dalam pembukaan UUD 45 jelas
tertuang bahwa keadilan adalah hak setiap warga negara.

• Agar keadilan dapat seiring dengan keteraturan dan ketaatan dalam dinamika kehidupan dan
seluruh bidang termasuk bidang kesehatan, maka perlu kelengkapan dari beberapa step berikut yaitu
:stabilitas, maka kehadiran hukum sangat dituntut untuk dapat tercipta keadilan dan stabilitas
kehidupan.
Tahap terbentuknya hukum tertulis: Pembuatan hukum atau pembuatan Perundang-undangan
dilakukan oleh lembaga yang membidangi dan juga pendapat para ahli serta publik atau masyarakat
dapat memberikan saran atau masukan melalui instansi yang berwenang.

Bahan Hukum :

Bahan pembuatan hukum dimulai dari gagasan atau ide yang kemudian diproses lebih lanjut sehingga
pada akhirnya benar-benar menjadi bahan yang siap dipakai untuk dijadikan sanksi hukum.

contoh: gagasan ini muncul dari masyarakat dalam bentuk ada permasalahan pelayanan kesehatan
yang harus diatur oleh hukum, misal masyarakat menganggap belakangan ini telah ada tindakan-
tindakan tenaga kesehatan yang berakibat merugikan masyarakat.

Ciri-ciri Hukum Modern.

1.Mempunyai bentuk tertulis dalam bentuk Perundang-undangan

2.Hukum itu berlaku untuk seluruh wilayah negara, meskipun sampai kini masih ada diskriminasi antar
penduduk, antar kekuasaan dan antar bangsa

3.Hukum adalah sebagai instrumen yang dapat dipakai secara sadar untuk mewujudkan keputusan-
keputusan masyarakatnya.

Fungsi Hadirnya Hukum Kebidanan :

• Adanya kebutuhan tenagakesehatan akan perlindungan hukum

• Adanya kebutuhan pasien akan perlindungan hukum

• Adanya pihak ketiga akan perlindungan hukum


• Adanya kebutuhan dan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentinganya serta
identifikasi kewajiban dari pemerintah

• Adanya kebutuhan akan keterarahan

• Adanya kebutuhan tingkat kwalitas pelayanan kesehatan

• Adanya kebutuhan akan pengendalian biaya kesehatan

• Adanya kebutuhan pengaturan biaya jasa pelayanan kesehatan dan keahlian

Tujuan adanya Hukum Kebidanan

• Dapat menyelesaikan sengketa yang timbul antara tenaga kesehatan terhadap pasien atau
keluarga pasien sebagai pihak ketiga, sebagaimana kita ketahui akhir-akhir ini banyak tuduhan terhadap
para tenakes dalam melaksanakan profesinya, kadang hanya masalah sepele dapat diangkat kemeja
hijau.

• Dalam situasi seperti ini Hukum Kesehatan sangat diperlukan, sebagai acuan bagi penyelesaian
sengketa yang terjadi, lebih-lebih kita Negara Indonesia mengaut asas Legalitas, karena sebagai Negara
Hukum

• Dapat menjaga ketertiban dalam masyarakat

• Dapat membantu merekayasa masyarakat, dalam hal pandangan bahwa sebenarnya tenakes juga
adalah manusia biasa dan meluruskan pandangan serta sikap bagi para tenakes yang kerap merasa kebal
hukum, dan tidak dapat disentuh pengadilan. Jaman ini tidak ada lagi.
PERUNDANG_UNDANGAN YANG MELANDASI BIDANG KEBIDANAN

• Dalam upaya melaksanakan pelayanan kesehatan/kebidanan, perlu peran dari masyarakat itu
sendiri untuk dapat membantu terciptanya suatu masyarakat yang memiliki kesadaran akan hukum,
berkemauan untuk hidup sehat dan kemampuan untuk dapat membantu agar terciptanya kondisi
masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal, sejahtera.

• Pemerintah dalam hal ini lebih berperan untuk memusatkan perhatian , pengawasan, , upaya
pembinaan, , serta pengaturan, agar tercipta pemerataan pelayanan kesehatan serta tercipta suatu
kondisi yang serasi, seimbang ,adil,harmonis antara sesama pelayan kesehatan , sehingga tidak ragu
dalam melaksanakan profesi karena akan terlindung dari sanksi hukum.

AZAS-AZAS UU KEBIDANAN NOMOR.23 TAHUN 1992

Azaz perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana dalam melaksanakan
kegiatan kita tidak membeda-bedakan golongan, kepentingan, agama dan bangsa

1.Azas manfaat, harus dapat memberikan manfaat yang sebenarnya sesuai dengan tujuan kita
menolong adalah ikhtiar, tidak untuk menipu atau menggandakan tujuan bagi masyarakat

1.Azaz usaha bersama dan kekeluargaan

2.Azas adil dan merata

3.Azas perikemenusiaan dalam keseimbangan

4.Azas kepercayaan dan kemempuan diri sendiri, menguatkan potensi diri maupun potensi nasional.
Syarat syah Pelayanan Kesehatan, sesuai UU. No 23 Tentang Kesehatan :

Setiap orang yang meminta pertolongan pada umunya berada dalam posisi ketergantungan, artinya ada
tujuan tertentu.

Misal jika sakit datang ke tenakes

Melakukan tuntutan hukum datang ke Advokat

Membuat wasiat/surat tanah datang kenotaris

Setiap orang yang meminta pertolongan pada seorang profesi kesehatan, bersifat rahasia, termasuk
hubungan antara pasien dengan tenakesnya

Setiap orang yg menjalani profesi kesehatan bersifat rahasia,, bebas, dan otonomi profesi.

Sifat pekerjaan kesehatan bukan harga mati, tapi berupa ikhtiar, harus melalukan yang terbaik, sesuai
kompetensi, dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum kesehatan.

LANDASAN HUKUM KEBIDANAN

• Dari sudut pandang hukum perdata, hubungan antara health care provider dan health care
receiver , merupakan hubungan perikatan /kontraktual, diantara kedua belah pihak, sehingga dari
masing-masing pihak akan muncul antara hak dan kewajiban.

• Health care provider, wajib memberikan prestasinya dalam bentuk layanan medik yang layak
berdasarkan keilmuan yang telah teruji.Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan wajib
memperhatikan hak-hak lain dari pasien, baik yang timbul dari perundang-undangan yang berlaku
maupun dari kebiasaan dan kepatutan.

Pasal 1 ayat (3) UU Kesehatan No.23/92, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau ketrampilan melalui pendidikan yang
untuk

Bidang tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan.

Yang termasuk Tenakes sesuai UU 23/92 dan PP 32/96 adalah :

tenaga medis,tenaga keperawatan,tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi,


tenaga terapi fisik, tenaga teknis medis.

Pasal 53 UU 23/92, tentang hak-hak pasien, diantaranya adalah hak atas informasi dan hak untuk
mendapatkan persetujuan tindakan medik yang akan dilakukan terhadapnya, persetujuan selanjutnya di
sebut Informent concern.

Jika tindakan medik tanpa persetujuan , termasuk pelanggaran hukum, berikutnya dapat digugat bahkan
sampai pengadilan.

Pasal 1239 KUHPerdata, jika seseorang tidak dapat melakukan dan tidak dapat memenuhi kewajibanya
yang didasari adanya perjanjian

( perikatan antara tenakes dengan pasien, dan perikatan ini terikat dengan asas iktiar ), jika tidak
terpenuhi ini dianggap tindakan wanprestasi( ingkar janji) dan ini termasuk perbuatan melawan hukum
(PMH), apabila kemudian menimbulkan kerugian baik materl maupun moril selanjutnya dapat digugat
sebagai tindakan malpraktek.

Pasal 1365 ayat (1) KUHP tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian, maka wajib
bertanggung jawab mengganti kerugian/timbulnya gugutan.

ayat (3), begitu pula jika kerugian pasien yang dilakukan oleh tenakes dibawah pengawasanya,
perawat, asisten bidan , bidan, dalam hal ini tenakes yang memiliki kewenangan kompetensi yang
bertanggung jawab.

Syarat syah suatu Kesepakatan/Perjanjian hukum :

• Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah jika terpenuhi hal –hal berikut
ini :

adanya kesepakatan

adanya kecakapan, dewasa, tidak gila, tdk dalam pengampuan(anak-anak), wanita dalam keadaan
inpartu.

Legal, artinya yang tidak bertentangan dengan UU dan hukum, dengan ketertiban umum, dengan
publik/masyarakat, dan tidak bertentangan dengan norma kesusilaan yag berlaku di masyarakat.

Jika tidak sesuai dengan kreteria di atas apalagi dengan norma-norma, maka akan mengarah

kepada penyimpangan prilaku, ada perbuatan yang tidak sesuai , tidak menyenangkan

Undang-undang Nomor 13.Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,


Pasal 81 ayat(1) , masa haid bagi wanita tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua.

ayat (2), pelaksanaan diatur dengan perjanjian

Pasal 82 ayat(1). Buruh wanita berhak dapat cuti 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah
melahirkan.

ayat (2) , yang mengalami keguguran berhak mendapat cuti 1,5 bulan atau sesuai dengan surat sakit
dari dokter.

Pasal 84 , setiap pekerja berhak mendapatkan upah/gaji yang sesuai atau dengan kesepakatan,

KESEHATAN ( HEALTH )

• Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ), dulu batasan tentang keadaan sehat hanya
mencakup kondisi tidak sakit, tetapi sekarang telah mencakup beberapa aspek.

• Menurut UU Nomor 23/1992, ada 4 aspek yang termasuk kedalam kesehatan yaitu : * Fisik

*Mental * Sosial * Ekonomi.


Kesehatan Menurut Teori BLUM ( 1974 ), bahwa kesehatan sangat dipengaruhi o;eh beberapa faktor
yaitu :

Lingkungan, lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi

Perilaku, Pelayanan kesehatan dan keturunan/genetik.

HAK DAN KEWAJIBAN PROFESI

• Setiap undang-undang selalu mengatur hak dan ewajiban, baik pemerintah maupun warga
masyarakatnya, demikian dalam UU 23/92 tentang kesehatan.

• Hak dan kewajiban berdasarkan pasal 4 dan 5 UU kesehatan mengatakan bahwa:

setiap orang mempunyai hak yg sama dalam memperoleh derajat kesehatan yg optimal

setiap orang berkewajiban ikut serta dalam pemeliharaan kes perorang, keluarga juga masyarakat.

ASPEK HUKUM DAN KETERKAITANNYA DG PRAKTEK BIDAN

• Praktek bidan selain bertujuan menjalani profesi sebagai bidan, namun senantiasa wajib
merahasiakan keadaan penyakit klien yang ditangani, bukan saja sebagai kewajiban moral akan tetapi
melekat sebagai kewajiban hukum.

• Perlu diketahui dan diingat bahwa klien yang datang ke praktek bidan , itu karena ia sangat
membutuhkan pertolongan, siapapun keadaan klien kita tidak boleh meremehkan dan lupa akan norma
kesusilaan yang berlaku pada saat tersebut di masyarakat, atas dasar tersebut norma susila yang telah
ada lebih dikuatkan dengan undang-undang, yang mana apabila apa yang telah dilakukan bidan diduga
ada kesalahan atau mengakibatkan cacat , maka terkena sanksi hukum baik perdata maupun pidana.

• Di Indonesia telah dikeluarkan mengenai Peraturan Pemerintah, dan Undang-undang Kesehatan.

• Pasal 53 UU Kesehatan 1992, beserta penjelasanya menyatakan dengan tegas bahwa rahasia
pasien merupakan hak yang perlu dihormati, selain sanksi moral tentunya ada sanksi hukum yang dapat
diterapkan jika bidan melanggar ketentuan yang berlaku.

• SAnksi pidana pada pasal 322 KUHP, berbunyi :

• “Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang ia wajib menyimpanya oleh karena jabatan
atau pekerjaanya, baik sekarang maupun dulu, dihukum dg hukuman penjara selama-selamanya 6 bulan
atau denda 600 jt rupiah”

SELAIN BIDAN , TENAKES LAIN YG HARUS MERAHASIAKAN PS :

1.Semua tenaga kesehatan

2.Semua mahasiswa pendidikan kesehatan

3.Orang-orang yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Kesehatan,

misalnya tata usaha

pegawai laboratorium
yang mengurus/pegawai rekam medik.

Bidan tidak terkena sanksi hukum dalam pembocoran kerahasiaan , jika pasien telah memberi ijin
kepada bidan , apabila suatu keadaan ada yang bertanya tentang keadaanya.

Bukan merupakan informed concern, manakala bidan diluar ruang praktek sedang membicarakan akibat
pemerkosaan,abortus.

HAK- HAK KLIEN, PERSETUJUAN UNTUK BIDAN BERTINDAK

• Perlu diketehui bahwa pasien/klien mempunyai hak untuk menyampaikan persetujuan/ informed
concern , terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan oleh bidan.

• Secara hukum hak persetujuan tersebut, tertuang pada penjabaran dari hak asasi manusia, dan
dijamin oleh undang-undang kesehatan no. 23/92.

• Akan tetapi dalam keadaan gawat darurat atau kritis, seorang yang berpacu dengan nyawa,
seorang tenaga kesehatan tidak ada waktu untuk menjelaskan kepada keluarga klien, maka dibenarkan
untuk melakukan sesuatu demi keselaman yang mendasar dari klien tersebut.

KONTRASEPSI

• Setiap tindakan medik, termasuk kontrasepsi, memerlukan persetujuan dalam pelasanaanya.


• Sebaiknya sebelum bidan menawarkan kontrasepsi kepada klien, dimintakan dulu persetujuan
dari suami klien , kecuali untuk kontrasepsi yang tidak menetap/reversible seperti :

• Pil, suntik, tissue, kondom, implant/susuk kontraseosi ini diperbolehkan tidak ada persetujuan dari
suami.

• Sedangkan kontrasepsi yang tetap/irreversible, seperti IUD, Steril, MOP, harus ada persetujuan
kedua belah pihak.

• Ingat selain persetujuan pasien, juga informasi yang benar, termasuk informasi lain yang
memungkinkan harus menjadi bagian wajib bidan kepada klien.

TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT BIDAN DALAM PRAKTEK

• Kurang kehati-hatian atau kesalahan dalam melaksanakan tindakan medik yang terjadi,
menunjukan adanya perilaku tenaga kesahatan yang tidak sesuai dengan standar profesi yang telah di
atur dalam perundang-undangan.

• Kesalahan tersebut diatas dapat dianggap sebagai PMH( perbuatan melawan hukum ), dan ini
yang dapat dijadikan bahan gugatan oleh keluarga klien atau pihak lain.
• Syarat adanya dugaan kesalahan tindakan apabila :

ada kerugian

ada sebab akibat dari apa yang dilaksanakan

masih dalam hubungan perikatan antara bidan dan klien tsb.

TANGGUNG GUGAT

• Dalam pasal 1367 ayat(3) KUHPerdata, seorang tenaga kesehatan harus memberikan pertanggung
jawaban tidak hanya atas kerugian ang ditimbulkan dari tindakan diri sendiri , akan tetapi juga apabila
terjadi kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya, atau perawat, bidan yang diberi delegasi,
melakukanya, sementara ia masih dibawah pengawasanya, dan apabila keadaan tersebut dijadikan
suatu gugatan maka selain bidan/tenaga kesehatan yang pertama melakukan tindakan, kemudian ada
perawat yang juga melakukan perawatan, ini akan terkena sanksi hukum tangung renteng, tanggung
gugat.

• Begitu juga apabila bidan mempunyai Klinik Bersalin, dimana sebagai penanggung jawab adalah
seorang dokter kandungan, akan tetapi ia tidak sebagai dokter tetap,

STANDAR PRAKTEK BIDAN


• Pengertian profesi memiliki arti sebagai ukuran, dan untuk profesi medik , bidan, dan profesi lain
diluar medik misal, advokat, guru, jurnalis, hakim dan jaksa juga memiliki status profesi, akan tetapi
dalam hal profesi medik, didalam pekerjaanya senantiasa bersinggungan dengan nyawa/jiwa manusia,
sehingga diperlukan kehati-hatian yang tinggi , dan bersifat mandiri, meskipun memiliki kemandiririan
tetap , teliti, penuh kehati-hatian dan harus ingat perundang-undangan, yang kini sebagai payung
hukum tenaga kesehatan adalah hukum kesehatan.

• Pasal 53 ayat(2) UU No.23/92 Tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa standar profesi adalah
pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya dengan baik dan
benar.

PERATURAN PERUNDANG_UNDANGAN YG MELANDASI PRAKTIK BIDAN

• Peraturan perundang-undangan yang melandasi bidan , berupa hubungan “keterikatan” antara


klien dan bidan, secara hukum kesehatan keterikatan adalah mengabdung pengertian hak dan
kewajiban.

• Tindakan bidan adalah sebagai subjek hukum, jika dilakukan berkaitan dengan profesi bidan,
apabila bukan menyandang profesi bidan maka tidak termasuk perikatan secara hukum.
• Perundang-undangan sbg landasan praktik bidan :

Kep. MenKes No.43/MenKes/SK/X/1983 tentang KODEKI, memuat segala sesuatu tanggung jawab
terhadap ketentuan profesi.

UU.No.23 /1992 Tentang Kesehatan dan UUPK No.29/2004 Tentang Praktik Kedokteran, memuat
ketentuan perdata dan pidana.

PERMENKES TENTANG REGISTRASI

• Seperti tercantum dalam UU. No 23/92 Tentang Kesehatan dan adanya UUPK No29/2004 Tentang
Praktik Kedokteran, ini menjadi bagian tanggung jawab tenaga kesehatan, dan adalah kewajiban Bidan
untuk melaksanakan nya antara lain :

1. mengikuti pendidikan dan pelatihan, ini tercantum dalam pasal 28 ayat (1) dan pasal 52 e, yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang terakreditasi.

2. Kewajiban mengurus STR dan SIB ( Surat izin Bidan ), dengan mengisi formulir permohonan ,
diajukan ke kepala dinas kesehatan kesehatan provinsi untuk diterbitkannya SIB.
SYARAT-SYARAT REGISTRASI

• Memiliki ijasah

• Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji

• Memiliki surat keterangan fisik sehat dan mental sehat

• Memiliki sertifikat kompetensi ( surat ini dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan )

• Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

Masa berlaku surat tanda Registrasi adalah maksimal 5 tahun dan kemudian di ulanh tiap 5 tahun
berikut, pada saat membuat registrasi ulang , seorang bidan harus menyertakan surat sehat jasmani dan
mental ( surat keterangan tsb harus ditandatangi oleh dokter yang memiliki SIP ).

SURAT IZIN PRAKTIK BIDAN

• Merupakan bukti tertulis yang wajib dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan yang berprofesi
• yang berhak mengeluarkan adalah pejabat yang berwenang di Provinsi dimana seseai tempat
praktik bidan (SIPB )

• Praktik bidan juga telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.900/MenKes/SK/VII/2002,
yang merupakan revisi dari Permenkes No.572/MenKes/per/VI/1996.

Dan dapat dikaji dalam melaksanakan praktik bidan sesuai :

KepMenkes 900/MenKes/SK/VII/2002 tentang registrasi praktik bidan

standar pelayanan kebidanan

UU Kesehatan 23/92

PP 32/1996 Tentang otonomi Daerah, UU 13/2003 Ketenagakerjaan

UU Aborsi, Adopsi, bayi tabung dan transplantasi.

MASA BAKTI DAN PERIZINAN

• Masa bakti bidan dilaksanakan ssuai dengan ketentuan yang berlaku.


• Perizinan Bidan :

harus memiliki SIB

SIB berlaku selama 5 tahun dan harus diperbarui sesuai uji kompetensi,

Apabila bidan menjadi pegawai tidak tetap dalam rangka menjalankan masa bakti, maka tidak
memerlukan SIB.

Sebaliknya bagi bidan lulus pendidikan dan merencanakan menjadi pegawai tetap baik negeri atau
swasta, wajib mengurus STR,SIPB dan berkewajiban meningkatkan keilmuan dan/atau ketrampilanya
melalui pendidikan formal dan pelatihan.

BENTUK PELAYANAN PRAKTIK BIDAN

1.Pelayanan kebidanan , terhadap ibu dan anak

Pelayanan ibu: pada masa pranikah, prahamil,masa kehamilan, masa nifas, masa menyusui dapat
eksklusif sampai 6 bulan.

2.Untuk anak, masa baru lahir, masa bayi, masa balita dan masa prasekolah.

Pasal 17, dalam praktik bidan, perlu diwaspai apabila dalam keadaan pelayanan kadang klien ingin
langsung dengan pengobatan, akan tetapi sebagai tenaga kesehatan profesional,

sebaiknya pemberian obat-obatan dapat diberikan oleh yang memiliki kewenangan ( dalam hal
penulisan resep,
maupun pemberian obat, ada tenaga medis/dokter/dokter spesialis, ) KECUALI diwilayah tersebut tidak
ada dokter.

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

• Organisasi profesi bidan, menetapkan kepada seluruh anggotanya untuk mengumpulkan angka
kredit selama pelayanan kebidanan, yang dikumpulkan melalui pendidikan , kegiatan ilmiah, pengabdian
kepada masyarakat.

• Organisasi profesi berkewajiban membibing dan mendorong para anggotanya untuk dapat
mencapai jumlah anggka kredit yang telah ditentukan.( selama praktek bidan wajib mentaati aturan
perundang-undangan yg berlaku ).

• Pimpinan sarana kesehatan wajib elaporkan bidan yang praktek maupun sudah tidak praktek
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan surat tembusan kepada ketua organisasi profesi
setempat.
SANKSI HUKUM BAGI BIDAN

• Sanksi Hukum Perdata :

Berupa Wanprestasi ( pasal 1239 KUHP ), jika melakukan :

tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan

terlambat melakukan apa yang dijanjikan

melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sesuai hasil yang dijanjikan, melakukan sesuatu yang
sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh bidan misal melakukan tindakan curretge pada kasus abortus (
kewenangan mutlak ada pada dokter spesialis ).

Contoh kasus atas gugatan wanprestasi :

Pada papan nama bidan, mencantumkan praktik dari jam 17 wib-19 wib, akan tetapi setiap datang
bidan tersebut jam 18 wib, ini pelanggaran krn tidak sesuai dg apa yg dijanjikan.

Sanksi hukum Pidana atas PMH

• Bentuk Perbuatan Melawan Hukum oleh bidan adalah :


akibat asuhan kebidanan yang dilakukan menimbulkan cacat tubuh, luka berat, adanya kerugian

materi yang berlebih, timbul rasa sakit yang terus menerus, sampai tidak dapat melakukan aktfitas

klien sebagai ibu rt atau tidak dapat bekerja, merusak kepercayaan dan keagamaan , bahkan sampai
klien meninggal dunia.

• Dalam buku KUHPidana , pasal 183,184, hakim harus memiliki alat bukti yang syah dari gugatan
pidana dengan syarat bahwa alat bukti tersebut terpenuhi : adanya keterangan saksi, keterangan ahli,
surat yg dibuat menurut ketentuan perundang-undangan oleh pejabat, untuk pembuktian dari suatu
keadaan, adanya petunjuk sesuai kebijakan hakim, keterangan terdakwa dapat menerangkan akan
Rekam medik ( sebagai alat bukti di persidangan ).

KETENTUAN PERALIHAN

• Dengan telah terbitnya ketentuan Registrasi dan Surat izin Bidan , diatur melalui Keputusan
MenKes Nomor.900/MenKes/SK/VII/2002, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
572/MenKes/VI/1996, tentang registrasi dan praktek bidan sudah tidak berlaku lagi.

• Surat Izin Bidan dan Surat Izin Praktik Bidan berlaku selama 5 tahun dan apabila telah habis masa
berlakunya dapat diperbaharui sesuai ketentuan yang berlaku.
• Pengambilan tindakan atas sanksi hukum terhadap bidan yang diduga telah melakukan kesalahan
,baik suatu wanprestasi, maupun perbuatan melawan hukum, dapat teguran lisan, tertulis, denda,
maupun penjara sesuai ketentuan perundangan yg berlaku.

KOMITE PENGAWASAN,PIMBINAAN KODE ETIK MEDIK

• SULITNYA MEMBUKTIKAN ADANYA DUGAAN MALPRAKTIK:

Didalamnya melaksanakan pelayanan kesehatan, mulai diagnostik, anamnestik,analitik sampai


melakukan tindakan tertentu kepada klien, harus melakukannya secara “LEGE ARTIS”.

Tindakan harus mengacu kepada prosedur operasional, yang telah ditetapkan oleh ikatan profesinya.

Niat seorang medik menolong klien ,adalah dengan itikad baik, namun hasilnya terkadang tidak sesuai
dengan persetujuan, bahkan bisa terjadi cacat, sampai meningal dunia. Oleh pihak lain ini serin dianggap
adanya dugaan malpraktik,

padahal tenakes juga manusia. Dugaan dpt dibuktikan dg pengaduan keaparat hukum.

ADA DUA TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP DUGAAN MALPRAKTIK


• Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesional yaitu : KODEKI, pengawasan dan
pembinaan dilakukan oleh MPKETM (Majelis Pengawasan Kode Etik Tenaga Medik )

• Tanggung jawab hukum terhadap ketentuan-ketentuan hukum yg berlaku di Indonesia, melalui


bidang hukum Administrasi, Perdata,Pidana. Termasuk tanggung jawab lain diluar hukum.

KUHP,pasal 359 .360, mengatakan unsur yg menyebabkan cacat,mati:

• Adanya kelalaian

• Adanya wujud perbuatan

• Adanya luka berat,cacat

• Adanya hubungan kausal antara kelalaian dg wujud perbt sp terjadi kematian orang/klien.
TIGA PRINSIP UMUM DLM MELAKUKAN PROFESI TENAKES:

• Kewenangan,

( Registrasi, SIB.SIPB)

• Kemampuan Rata-rata

(Bidan yang baru lulus beda dengan senior)

• Ketelitian yang umum

• ( berkaitan dg knowledge, skill,profesional attitude/prilaku baik).

Dalam rangka terselenggaranya praktik medik yang sesuai dg peraturan, maka perlu pengawasan
dilakukan oleh organisasi profesi keehatan,pembinaan dilakukan oleh Konsil pusat bekerja sama dengan
organisasi profesi di tempat bertugas.

MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN PROFESI

• Merupakan lembaga otonom dari KKI ( Konsil Kedokteran Indonesia).

• Bersifat independen
• Majelis kehormatan tingkat kab/kota dibentuk oleh KKI pusat &Prov

• Keanggotaan majelis kehormatan tdd: satu orang ketua, satu orang wakil ketua, satu orang
sekretaris, keanggotaan harus ada dokter, dokter gigi, profesi kesehatan lain, dan sarjana hukum
kesehatan, sarjana hukum ( diusakan 3 orang tiap disiplin )

• Syarat menjadi anggota MKDP: warga negara ina,sehat,berkelakuan baik,usia minimal 40 tahun
maksimal 65 thn, pengalaman dibidangnya 10 tahun, memiliki STR, tidak cacat hukum, dedikasi tinggi,
jujur, dan baik.

• Masa bakti 5 thn dan dapat diangkat 1 kali pemilihan MKDP.

KETUA MKDP dapat menerima Aduan:

• Syarat pengaduan dugaan malpraktik harus memuat :

identitas pengadu/penggugat, nama dan alamat praktik tergugat,dan waktu kejadian,alasan


pengaduan

Gugatan dapt juga dikirimkan ke polisi, untuk menempuh jalur pengadilan dan ada proses hukum baik
perdata, pidana.

• Pengaduan ke MKDP dapat dilanjutkan kepada organisasi profesi, untuk menjatuhkan keputusan :
dapat dinyatakan tidak bersalah atau ada kesalahn etik sehingga terkena sanksi Disiplin: peringatan
tertulis, pencabutan SIPB, wajib mengikuti pendidikan .

FUNGSI MKDP :

• Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

• Melindungi masyarakat atas tindakan medik

Memberikan kepastian hu
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Bidan adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia
tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan
atau memiliki izin formal untuk praktek bidan.Sebagai anggota profesi, bidan mempunyai ciri khas
yangkhusus. Sebagai pelayan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.

Kebidanan sebagai profesi merupakan komponen yang paling penting dalam meningkatkan kesehatan
perempuan.

3.2.Saran

Agar pemerintah terus berupaya mendukung profesi bidan dengan cara meningkatkan kwalitas SDM
bidan melalui penyediaan fasilitas pendidikan bagi bidan.

Bagi organisasi diharapkan agar terus berupaya mengembangkan pelayanan dan pengetahuan bagi
semua bidan secara adil dan merata.
Bidan sebagai tenaga profesional diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam organisasi dan
mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan etika profesi

Dari ciri-ciri tsb dapat disimpulkan pelayanan kesehatan memberikan pelayanan, dengan sifat ikhtiar,
pasien/klien dengan penuh kepercayaan dan keyakinan, pasrah akan penderitaanya. Dan itu adalah
syarat mutlak untuk memperoleh hasil yang terbaik. Jujur profesi medis penuh dengan resiko, dalam
berikhtiar dapat timbul kelalaian/kesalahan menimbulkan cacat, kerugian, bahkan kematian. Resiko ini
oleh orang-orang/pihak-pihak lain diartikan sebagai kesalahan profesi dan tudingan adl: MALPRAKTIK.

DAFTAR PUSTAKA
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.

Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics). EGC. Jakarta.

Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga.
Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat Promosi
Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat
Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA).
Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Profesi Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta


MAKALAH ETIKA : PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010

21 Januari 2015 Tak Berkategori

BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Tiap profesi pelayanan kesehatan dalam menjalankan tugasnya mempunyai batas jelas wewenangnya
yang telah disetujui oleh antar profesi dan merupakan daftar wewenang yang sudah tertulis.

Dengan pesatnya globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dunia, juga
mempengaruhi munculnya masalah/penyimpangan etik yang akan mempengaruhi pelayanan
kebidanan, misalnya dalam praktek mandiri, bidan yang bekerja di RS, RB atau Institusi Kesehatan
lainnya.

Mutu pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan kebidanan,
serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kebidanan. Dari dua
dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan akhirnya adalah kepuasaan pasien yang dilayani
oleh bidan.

Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus memberikan
pelayanan yang terbaik demi mendukung program pemerintah untuk pembangunan dalam negara,
salah satunya dalam aspek kesehatan. Maka diperlukan adanya Peraturan ataupun Undang-Undang
Kesehatan yang memuat Registrasi dan Praktik Bidan termasuk didalamnya mengenai Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan seperti yang diatur dalam PERMENKES RI NO
1464/MENKES/PER/X/2010.

1.Rumusan Masalah

2.Apa saja ketentuan umum yang termuat didalam Permenkes RI No 1464/menkes/per/x/2010 ?

3.Bagaimana Izin Praktik Bidan ?

4.Bagaimana Penyelenggaraan Praktik Bidan ?

5.Bagaimana Pencatatan dan Pelaporan dalam Praktik Bidan ?

6.Bagaimana Pembinaan dan Pengawasan dalam Praktik Bidan ?

7.Bagaimana Ketentuan Peralihan dalam Praktik Bidan ?

1.Tujuan

2.Tujuan umum

Pembaca mengetahui dan memahami isi dari Permenkes 1464 tahun 2010 tentan Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan sehingga bisa diterapkan bagi yang bersangkutan dan membantu
meningkatkan mutu dibidang pelayanan kesehatan.

2.Tujuan khusus

Untuk memenuhi tugas mata kuliah etika profesi dan hukum kesahatan. Untuk menambah wawasan
pembaca terutama mahasiswa kebidanan.
BAB II

PEMBAHASAN

PERMENKES TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN

PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

1.Bidan adalah seorang perempuan yg lulus dari pendidkan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

2.Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yg digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

3.Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah
kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi

4.Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan
yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

5.Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan
yang sudah memenuhi persyaratan untuk mejalankan praktik bidan mandiri

6.Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang
meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.

7.Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.

8.Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

BAB II
PERIZINAN

Pasal 2

◾Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

◾Bidan yg menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.

Pasal 3

◾Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.

◾Setiap bidan yg menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.

◾SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.

Pasal 4

◾Untuk memperoleh SIKB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada pasal 3, Bidan harus mengajukan
permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan :

1.Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir

2.Surat keterangan sehat fisik dari dokter yangg memiliki SIP

3.Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik

4.Pasfoto berwarna ukuran 4×6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar

5.Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk

6.Rekomendasi dari organisasi profesi.

◾Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

◾Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan
Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku
sebagai STR.
◾Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Formulir I terlampir

◾Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.

◾Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir

Pasal 5

◾SIKB / SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota

◾Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana
dimaksud pada pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.

◾Permohonan SIB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah
kabupaten /kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kpeada pemohon dalam waktu selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.

Pasal 6

Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1
(satu) tempat praktik.

Pasal 7

◾SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa
berlakunya.

◾Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :

1.fotokopi SIKB/SIB yg lama

2.fotokopi STR

3.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP

4.pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6 sebanyak 3 (tiga) lembar

5.rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai
ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e
6.rekomendasi dari oranisasi profesi

Pasal 8

SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku bila :

1.Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB

2.Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang

3.Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin

BAB III

PENYELENGGARAAN PRAKTIK

Pasal 9

Bidan dalam mejalankan praktik berwenang untuk memberikan Pelayanan yang meliputi :

1.Pelayanan kesehatan ibu

2.Pelayanan kesehatan anak

3.Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

Pasal 10

◾Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil,
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.

◾Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

1.Pelayanan konseling pada masa pra hamil

2.Pelayanan antenatal pada kehamilan normal


3.Pelayanan persalinan normal

4.Pelayanan ibu nifas normal

5.Pelayanan ibu menyusui

6.Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

◾Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berwenang untuk :

1.Episiotomi

2.Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II

3.Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan dengan perujukan

4.Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

5.Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas

6.Bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi ASI ekslusif

7.Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum

8.Penyuluhan dan konseling

9.Bimbingan pada kelompok ibu hamil

10.Pemberian surat keterangan kematian

11.Pemberian surat keterangan cuti bersalin

Pasal 11

◾Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksd dalam pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir,
bayi, anak balita, dan anak pra sekolah

◾Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
untuk :

1.Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu
dini, injeksi vit K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hr) dan perawatan tali pusat

2.Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk

3.Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan

4.Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah


5.Pemantauan tubuh kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah

6.Pemberian konseling dan penyuluhan

7.Pemberian surat keterangan kelahiran

8.Pemberian surat keterangan kematian

Pasal 12

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c berwenang untuk

1.Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

2.Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom

Pasal 13

◾Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11, dan 12, bidan yang menjalankan
program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :

1.Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam rahim, dan alat kontrasepsi bawah kulit

2.Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan dibawah
supervisi dokter

3.Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan

4.Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia
sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan

5.Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah, dan anak sekolah

6.Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

7.Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual
(IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
8.Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi
dan edukasi

9.Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah

◾Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita
sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan peyuluhan terhadap Infeksi Menular
Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah dilatih untuk itu.

Pasal 14

◾Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan
kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

◾Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau
kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

◾Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.

Pasal 15

◾Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktek mandiri tertentu untuk


melaksanakan program pemerintah

◾Bidan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan
dan pembinaan dari pemeritah daerah provinsi/kabupaten/kota.

Pasal 16

◾Pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan
bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.

◾Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah
daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.

◾Pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi


bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memilki dokter.
Pasal 17

◾Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi :

1.Memiliki tempat praktek, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta
peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan pra sekolah yang memenuhi
persyaratan lingkungan sehat

2.menyediakan maksimal 2 ( dua ) tempat tidur untuk persalinan

3.memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku

4.Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satu
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini

Pasal 18

◾Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk :

1.menghormati hak pasien

2.memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan

3.merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu

4.meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan

5.menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

6.melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelyanan lainnya secara sistematis

7.mematuhi standar

8.melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan


kelahiran dan kematian

◾Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan
mengikuti perkembangan iptek melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

◾Bidan dlm menjalankan praktik kebidanan hrs membantu program pemerintah dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Pasal 19
Dalam melaksanakan praktek bidan mempunyai hak :

1.perlindungan hukum dalam pelaksanaan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar

2.memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya

3.melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar

4.menerima imbalan jasa profesi.

BAB IV

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 20

◾Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dg pelayanan yg
diberikan.

◾Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.

◾Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas
pelayan kesehatan.

BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 21

◾Menteri, Pemerintah daerah Provinsi, Pemda kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan
dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi,
organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
◾Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pd ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan

◾Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota hraus melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
praktik bidan.

◾Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kab/Kota hraus
membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter
Puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut.

Pasal 22

Pimpinan fasilitas kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan tembusan
kepada organisasi profesi

Pasal 23

◾Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, Menteri, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kab/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan
yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.

◾Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :

1.teguran lisan

2.teguran tertulis

3.pencabutan SKIB/SIPB untuk sementara paling lama 1(satu) tahun; atau

4.pencabutan SKIB/SIPB selamanya

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25

◾Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VI/2002 tentang


Registrasi dan Praktik Bidan dan Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan
masa berlakunya berakhir.

◾Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang
bersangkutan telah habis jangka waktunya berdasarkan Peraturan ini.

Pasal 26

Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Kesehatan Provinsi (MTKP) belum
dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.

Pasal 27

Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini
harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak peraturan
ini ditetapkan.

Pasal 28

Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri
harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak
Peraturan ini ditetapkan.
BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

Pada saat peraturan ini mulai berlaku :

1.Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang


berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan

2.Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan; dicabut


dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 30

Peraturan ini berlaku pada tgl diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan


penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 4 Oktober 2010

BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1464/menkes/per/x/2010 mengenai Izin dan Pelaksanaan Praktik


Bidan dapat digolongkan dalam VII BAB, diantaranya tentang beberapa ketentuan umum, Perizinan,
Penyelenggaraan Praktik, Pencatatan dan Pelaporan, Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Peralihan,
dan Ketentuan Penutup.

1.Saran

Bagi Mahasiswa diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan sehingga dapat memahami
konsep izin dan penyelenggaraan praktik kebidanan.

Bagi Petugas–petugas Kesehatan diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya dalam bidang kebidanan serta menerapkan apa yang termuat dalam Permenkes RI
No 1464.

PP Permenkes 1464

DAFTAR PUSTAKA

Http://www.depkes.go.id/index.php?act=regulation&pgnumber=1&txtKeyword=&type=003&year=2010

Puji Wahyuningsih, Heni.2008.Etika Profesi Kebidanan.Fitramaya.Jakarta

Http://www.depkes.go.id/index.php?act=regulation&pgnumber=1&txtKeyword=&type=003&year=2010
Puji Wahyuningsih, Heni.2008.Etika Profesi Kebidanan.Fitramaya.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai