Anda di halaman 1dari 28

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Zat besi merupakan salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel
darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan sehari-hari secara
berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia defisiensi besi. Sumber utama zat
besi aantara lain bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna
hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat
penyerapan zat besi didalam tubuh, terutama sumber zat besi nabati hanya diserap 1-
2%. Sedangkan tingkat penyerapan zat besi makanan asal hewani dapat mencapai 10-
20%. Zat besi merupakan salah satu zat yang digunakan untuk sintesis hemoglobin
sehingga apabila zat besinya berkurang maka sel darah merah lebih kecil dari normal
dan kadar hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi (ADB) diderita oleh 8,1 juta
anak balita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putri dan 2 juta ibu hamil.1
ADB dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dari tingkat ringan sampai berat.
Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dan risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan. Anemia sedang dan
ringan dapat menimbulkan gejala lesu, lelah, pusing, pucat dan gangguan penglihatan.
Bila terjadi pada anak sekolah, ADB akan mengurangi kemampuan belajar. Disamping
itu, penderita anemia lebih mudah terserang infeksi. Hal ini tentunya sangat
menghambat upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia.1

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai anemia defisiensi besi pada bayi dan anak.

1.3 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca pada umumnya


dan penulis khususnya mengenai anemia defisiensi besi pada bayi dan anak.

1
1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan


pengetahuan tentang anemia defisiensi besi pada bayi dan anak.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi
untuk sintesis hemoglobin yang mengakibatkan sel darah merah tampak lebih kecil
daripada normal (mikrositik) dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang rendah
(hipokromik). Anemia defisiensi zat besi merupakan anemia yang secara primer
disebabkan oleh kekurangan zat besi dengan gambaran darah yang beralih secara
progresif dari normositer normokrom menjadi mikrositik hipokrom dan memberi respon
terhadap pengobatan dengan senyawa besi.2,3

2.2 Epidemiologi

Prevalensii ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia
sekolah dan praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota
sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika
Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, 3% menderita
anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika Serikat kekurangan besi dan 2%
menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya
berkurang saat pubertas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia prevalensi
ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalensi ADB
pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%.4

2.3. Etiologi

Terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi


besi, diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang
hilang. Kekurangan besi dapat disebabkan karena :3

1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis


a. Pertumbuhan

3
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa
remaja kebutuhan besi akan meningkat sehingga pada periode ini insiden anemia
defisiensi besi meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali
dan masa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibandingkan lahir. Bayi
premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1tahun berat badanya dapat
mencapai 6 kali dan masa hemoghlobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali di banding
saat lahir.
Oleh karena konsentrasi hemoglobin yang tinggi pada bayi baru lahir adalah
selama 2-3 bulan pertama kehidupan bayi, zat besi yang cukup besar disimpan. Zat
besi itu biasanya cukup untuk pembentukan darah pada 6-9 bulan pertama
kehidupan pada bayi cukup bulan. Pada bayi berat badan lahir rendah atau bayi
dengan hemoragi perinatal abnormal, zat besi yang disimpan bisa habis dan sumber
makanan yang menjadi sangat penting. Pada bayi cukup bulan, anemia yang
disebabkan semata-mata oleh defisiensi zat besi sangat jarang ditemukan sebelum
usia 6 bulan dan biasanya terjadi pada usia 9-24 bulan. Pola diet yang biasa diamati
pada bayi dengan anemia defisiensi besi adalah konsumsi susu sapi dalam jumlah
besar dan makanan yang tidak kaya dengan zat besi.
Anemia defisiensi besi juga dapat disebabkan karena kekurangan depot besi
dari lahir. Penyebab kekurangan depot besi antara lain prematuritas, bayi kembar,
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia atau pemberian makanan tambahan yang
terlambat karena bayi hanya diberi ASI saja.2,3,4

b. Menstruasi
Penyebab kekurangan besi yang terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan
darah lewat menstruasi.3

2. Kurangnya besi yang diserap


a. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Seorang bayi pada satu tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan
yang banyak mengadung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200
mg besi dalam satu tahun pertama atau 0,5 mg perhari, terutama digunakan untuk
pertumbuhannya.

4
Bayi yang mendapat ASI ekslusif jarang menderita kekurangan besi pada 6
bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah
diserap dibandingkan besi yang terkandung dalam susu formula. Diperkirakan sekitar
44% besi di absorpsi bayi sedangkan dari PASI hanya 10 % besi yang dapat di
absorpsi3.

b. Malabsorpsi besi
Keadaan ini sering di jumpai pada anak kurang gizi karena mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah
mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita
mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam
lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, empat utama
penyerapan besi heme dan non-heme.3

3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya
ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan
darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg sehingga kehilangan darah
3-4ml perhari atau 1,5-2 mg besi dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.
Anemia defisiensi zat besi yang kronis pada perdarahan dapat disebabkan oleh
lesi pada saluran gastrointestinal, seperti ulkus peptikum, divertikulum Meckel,
polip, atau hemangioma, atau dengan penyakit inflamasi usus. Hemosiderosis paru
mungkin berhubungan dengan perdarahan yang tidak jelas di paru-paru dan
defisiensi besi yang rekuren setelah pengobatan dengan zat besi.3
Diare kronis pada anak usia dini dapat juga berhubungan dengan kehilangan
darah yang tidak jelas. Kehilangan darah dalam tinja setiap hari dapat dicegah baik
dengan mengurangi jumlah susu sapi, dengan menggunakan susu yang dipanaskan
atau menguap, atau dengan memberi makanan pengganti susu. Reaksi
gastrointestinal ini tidak berhubungan dengan kelainan enzimatik di mukosa, seperti
defisiensi laktase atau alergi susu. Bayi akan menderita anemia yang lebih berat dan
terjadi lebih awal daripada yang diharapkan hanya dari kurangnya asupan zat besi.
Kelainan histologis pada mukosa dari saluran pencernaan, seperti penumpulan pada

5
vili, ditemui pada anemia defisiensi besi lanjut dan dapat menyebabkan kebocoran
darah dan penurunan penyerapan zat besi, yang memparahkan masalah.4
Pada beberapa daerah geografis, infestasi cacing tambang merupakan
penyebab penting dari defisiensi zat besi. Seekor cacing Ankylostoma duodunale
akan mengisap darah 0,2 – 0,3 ml darah setiap hari. Infestasi cacing ankylostoma
duodenale akan menyebabkan anemia tergantung 3 faktor yaitu Kandungan besi
dalam makanan, status cadangan besi dalam tubuh pasien, dan intesitas dan
lamanya infeksi.ketiga faktor ini bervariasi di negara tropis.5
Infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus biasanya didapatkan peroral
melalui kontaminasi feses pada air atau makanan. Pada manusia Entamoeba
Hystolitica mengadakan invasi ke dalam mukosa usus dan dapat menyebar ke
dalam traktus intestinalis, misalnya duodenum, gaster, esofagus, atau ekstra
intestinal yaitu paru, perikardium , peritonium , kulit, otak, dan terutama pada hati.5

4. Tranfusi fetomaternal5
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia
defisiensi besi pada akhir masa fetus dan pada masa awal neonatus.

5. Hemoglobinuria
Anemia defisiensi juga bisa terjadi disebabkan kehilangan zat besi tubuh dalam
urin. Jika didapati specimen urin bewarna kemerahan tetapi tidak mengandung sel darah
merah, harus disuspek hemoglobinuria. Harus mendapat kepastian di laboratorium
bahawa pigmen tersebut adalah hemoglobin dan bukan mioglobin. Hal ini mudah
dilakukan kerana 60% dari sulfat ammonium mempresipitasi hemoglobin bukan
mioglobin.6
Keadaan ini biasanya di jumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada paroxismal nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-
rata 1,8-7,8mg/hari. Pada awalnya operasi jantung dengan memakai katup jantung
buatan sering menyebabkan defisiensi besi. Namun keadaan ini semakin bekurang
sekarang dengan katup jantung buatan yang lebih baik dan tidak menjadi suatu masalah
lagi.6
6. Iatrogenic blood loss

6
Pada anak yang banyak di ambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium
berisiko untuk terjadinya ADB
7. Idiophatic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang hbat
dan berulang dan serta adanyaa inffiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini
dapat menyebabkan kadar Hb menurun draastis hingga 1,5-3 gr/dl selama 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolahrag berat seperti olahraga lintas alam sekitar 40 % remaja
perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya kurang dari 10ug/dl.
Pendarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul
pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.3
Latihan fisik yang intens, seperti pada olahraga kompetitif di sekolah tinggi, dapat
menyebabkan deplesi zat besi pada anak perempuan, dan jarang ditemukan pada anak
laki-laki.4

Tabel 2.3.1. Kebutuhan zat besi seharian per 24 jam7

Kelompok Kebutuhan
Laki laki 1 mg
Remaja 2-3 mg
Wanita (usia reproduksi ) 2-3 mg
Hamil 3-4 mg
Bayi 1 mg
Bioavailibilitas maksimum dari diet normal 4 mg

2.4 Metabolisme Besi

Besi memegang peranan penting dalam berbagai proses metabolisme, dan rerata
tubuh mengandung 3-5 gr besi, dimana dua pertiga dalam HbO2. Bayi baru lahir cukup
bulan ditubuhnya mengandung besi sekitar 180 mg tetapi harus memperbanyak sel
darah merahnya dalam 12 bulan awal ( bayi berat badan lahir rendah perlu lebih untuk
memperbanyak sel darah merahnya). Di barat, normalnya mengkonsumsi 15 mg zat besi
perhari, 5-10 % diserap (1mg), terutama di duodenum dan jejunum proximal, dimana
kondisi keasamannya membantu penyerapan besi dalam bentuk ferron. Ada 2 cara
penyerapan besi dalam usus yang pertama adalah penyerapan dalam bentuk non heme

7
(sekitar 90% berasal dari makanan yaitu cereal dan sayur-sayuran), yaitu besinya harus
diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan yang kedua bentuk heme (sekitar
10 % dalam bentuk makanan yaitu dari hewan) besinya dapat langsung diserap tanpa
memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat makanan yang
dikonsumsi. Tubuh memiliki kapasitas untuk meningkatkan penyerapan besi saat
kebutuhan meningkat, misal saat hamil, menyusui, percepatan pertumbuhan, dan
kekurangan besi.3.8

Gambar 2.4.1 . Distribusi besi di dalam tubuh9

Sebanyak 1-2 mg besi masuk dan keluar tubuh setiap hari. Besi non heme
diserap oleh eritrosit usus halus melalui transporter spesifik yaitu apotransferin (

8
divalent metal transporter, terletak di membran apikal eritrosit usus). Bersirkulasi
dalam plasma berikatan dengan transferrin. Reseptor transferrin di eritroblas menerima
kompleks iron-transferrin, melakukan endositosis dan menyatu menjadi Hb. Di dalam
sel mukosa, besi akan dilepaskan dan apotransferrinnya kembali dalam lumen usus.
Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin, sedangkan
besi yang tidak diikat oleh apofirin akan masuk ke peredaran darah dan berikatan
dengan apotransferrin membentuk transferrin serum. Meskipun untuk mekanisme
spesifik absorbsi besi heme belum jelas, telah ada transporter yang sudah diduga. Kira-
kira 10-15% besi terdapat pada serat otot( mioglobin, 0,4 gram) dan jaringan lainnya
(enzim dan sitokrom). Besi di simpan di sel parenkim hati (1 gram) dan makrofag
RES.3,9,10,11

Gambar 2.4.2. Transportasi Besi7


Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di
duodenum sampai pertengahan jejenum, makin ke arah distal usus penyerapannya
semakin berkurang. Besi dalam makanan terbanyak ditemukan dalam bentuk senyawa
besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (feri/Fe3+) yang oleh pengaruh
asam lambung, vitamin C, dan asam amino mengalami reduksi menjadi bentuk fero
(Fe2+). Bentuk fero ini kemudian diabsorbsi oleh sel mukosa usus dan didalam sel usus

9
bentuk fero ini mengalami oksidasi menjadi bentuk feri yang selanjutnya berikatan
dengan apoferitin menjadi feritin (Gambar 2.4.2). Selanjutnya besi feritin dilepaskan ke
dalam peredaran darah setelah melalui reduksi menjadi bentuk fero dan didalam plasma
ion fero direoksidasi kembali menjadi bentuk feri yang kemudian berikatan dengan 1
globulin membentuk transferin. Transferin berfungsi untuk mengangkut besi dan
selanjutnya didistribusikan ke dalam jaringan hati, limpa dan sumsum tulang serta
jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.3,9,10,11
Besi diserap dari usus dan disimpan dalam bentuk ferritin di epitel usus atau di
transportasikan dalam plasma dalam bentuk transferrin. Progenitor eritroid
menghasilkan besi untuk sintesis hemoglobin dari transferrin plasma atau dari daur
ulang eritrosit tua oleh makrofag di sum sum tulang, limpa dan hati. Besi yang
diperlukan untuk pembentukan hemoglobin disimpan di makrofag sebagai ferritin, yang
mana dioksidasi sewaktu-waktu menjadi hemosiderin.9
Absorbsi besi akan meningkat saat kekurangan besi dan peningkatan
eritopoiesis, dan menurun saat inflamasi dan kelebihan besi, dimediasi oleh regulator
homeostasis besi, hepcidin, yang memblokir pengeluaran besi dari enterosit dan
makrofag. Penyerapan besi non heme akan dihambat oleh konsumsi terus-menerus
phytates (sereal dan polong-polongan), tannis (dalam teh) dan kalsium.8
Di dalam sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit)
yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme dan persenyawaan
globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit berumur ± 120 hari
fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan didalam sel
retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan
besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan
masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau akan tetap disimpan
sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis. 3,9,10,11
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung dan
enzim proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi menjadi hemin yang akan
masuk ke dalam sel mukosa usus secara utuh, kemudian akan dipecah oleh enzim
hemeoksigenase menjadi ion feri bebas dan porfirin. Selanjutnya ion feri bebas ini akan
mengalami siklus seperti di atas.3

10
Senyawa besi yang diketahui berfungsi metabolik berjumlah sekitar 70-90% dari
total besi dalam tubuh, tergantung pada umur. Kebanyakan dari sisanya, 10-30% berada
dalam senyawa simpanan besi, feritin dan hemosiderin, terletak terutama dalam hati,
limpa dan sumsum tulang. Hampir semua senyawa besi dalam tubuh terus menerus
dipecah dan diganti; besi yang dilepas dari pemecahan hemoglobin dan protein besi lain
cukup digunakan untuk mengganti senyawa ini melalui sintesis baru. Sangat sedikit besi
yang hilang dari tubuh. Pada orang dewasa, asimilasi besi diperlukan hanya dalam
jumlah yang sama dengan kehilangan besi untuk mencegah defisiensi besi. Pada anak,
tambahan besi diperlukan untuk pertumbuhan tubuh.3,9
Absorpsi besi oleh bayi biasanya lebih besar daripada dewasa, tetapi juga
bervariasi pada kisaran yang lebar. Sekitar 50% besi pada ASI terserap, sebaliknya,
sekitar 10% besi pada formula susu sapi yang tidak difortifikasi. Sekitar 4% besi diserap
dari formula susu sapi yang difortikfikasi dengan ditambahkan sekitar 12 mg besi per
liter dalam bentuk fero sulfat. Sekitar 4% besi diserap dari sereal kering bayi yang
difortifikasi besi.3,10
Karena besi diasimilasi ke dalam aliran darah, besi terikat pada transferin, yang
membawa ke dalam aliran darah, besi terikat pada transferin, yang membawa besi dan
melepaskannya pada sel prekursor eritroid sumsum tulang dan dalam jumlah yang lebih
kecil pada hati. Bila besi berada dalam tubuh, besi ini dihemat dan digunakan kembali
dalam derajat yang luar biasa, dan amat sedikit yang hilang dari tubuh. Dengan
demikian, kebanyakan besi yang diperlukan untuk produksi eritrosit didaur ulang dari
pemecahan eritrosit tua di dalam sistem retikuloendotelial.3, 9, 11

2.5. Patofisiologi

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yng
berlangsung lama.bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang.3
Ada 3 tahap defisiensi besi 3:
1. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficienc, di tandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan

11
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain
untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang di kenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau
iro limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi
serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding
capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan
hipokrom yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama
pada ADB yang lebih lanjut.
Tabel 2.5.1. Tahap Defisiensi Besi3

Hemoglobin Tahap I Tahap 2 Tahap 3


Normal Sedikit menurun Menurun jelas
(mikrositik/hipokrom)
Cadangan besi (mg) < 100 0 0
Fe serum ug/dl Normal <60 <40
TIBC ug/dl 360-390 >390 >410
Saturasi Transferin 20-30 <15 <10
Feritin serum ug/dl <20 <12 <12
Sideroblas % 40-60 <10 <10
FEP(ug/dl sel darah merah) >30 >100 >200
MCV Normal Normal Menurun

2.6 Manifestasi klinik

Gejala defisiensi besi tidak spesifik. Defisiensi besi ringan biasanya


didiagnosis atas dasar penyaringan laboratorium. Tanda anemia defisiensi berat
biasanya sama dengan tanda anemia defisiensi lainnya. Kelelahan,penurunan
toleransi latihan, iritabilitas, kehilangan nafsu makan dan pucat dapat ditemukan,
tetapi mula timbulnya anemia yang bertahap, yang khas pada kekurangan besi

12
nutrisional, dapat lepas dari perhatian walaupun kadar hemoglobin dibawah 60
g/L. takikardi dan kardiomegali terjadi bila anemia berat 10

Defisiensi zat besi dapat menyebabkan kelainan sistemik yang ditandai


dengan gejala sclera biru, koilonikia, penurunan kapasitas latihan fisik,
peningkatan absorbsi tembaga dan rentan terhadap infeksi serta adanya gangguan
tumbuh kembang. 12

Gambar 2.6.1. Sklera biru13

1. Sclera biru menunjukkan kekurangan zat besi. Sebenarnya bisa juga disebabkan
oleh sebab lain, namun hanya sedikit kemungkinan terjadi karena kelainan
sclera.

Gambar 2.6.2. Koilonikia14

2. Koilonikia ini tampak berupa kuku tipis yang telah kehilangan konveksitasnya,
menjadi lebih datar, atau cekung dengan ujung terangkat seperti sendok.

13
gambar 2.6.3. Atrofi papil lidah15

3. Pada pasien anemia defisiensi besi ini bisa juga ditemukan atrofi pada papila
lidah. Pada pasien dengan atrofi papil ini akan terlihat permukaan lidah menjadi
licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

Pada bayi gejala yang khas adalah iritabel, dan kurangnya perhatian terhadap
lingkungan. Gangguan otak karena defisiensi defisiensi besi besar artinya bila
terjadi saat bayi atau balita, karena saat itu terjadi pertumbuhan otak secara
progresif12.

Selain itu defisiensi zat besi ini juga dapat mengakibatkan gangguan
kontraktilitas miokardium sehingga terjadi penurunan curah jantung. Pada keadaan
anemia defisiensi besi yang berat terjadi dilatasi ventrikel kanan dan hipotensi.
Kelainan pada jantung ini menyebabkan penurunan oksigenasi jaringan dengan
akibat gangguan metabolism aerob. Gangguan kontraktilitas miokard ini disebabkan
oleh menurunnya enzim yang mengandung zat besi seperti sitokrom c. enzim ini
berfungsi untuk metabolism aerob otot jantung. 12
Defisiensi besi biasanya dikaitkan dengan anemia, tetapi menifestasinya yang
mendapat perhatian lebih besar adalah keterlambatan perkembangan pada masa bayi
dan masa kanak- kanak serta meningkatnya resiko berat lahir rendah pada
kehamilan. Namun manifestasi ini samar dan hanya dapat dilihat pada studi riset
yang teliti; tidak dapat dikaitkan hanya dengan defisiensi besi pada setiap passien.11

14
Fungsi usus bisa abnormal pada defisinsi besi kronik atau berat dengan
penurunan absorpsi lemak, vitamin A dan xilosa, kadang- kadang disertai gambaran
atrofi vili usus halus. Belum dipastikan seberapasering perubahan usus ini
merupakan akibat defisiensi besi atau apakah defisiensi besi adalah manifestasi
penyakit malabsorpsi primer generalisata. Contoh yang terakhir ini merupakan
defisiensi besi yang dihubungkan dengan penyakit seliak atau deplesi protein atau
tembaga serum karena kehilangan eksudatif melalui mukosa usus. 11

2.7. Diagnosis

2.7.1. Anamnesis

Gejala klinis anemia defisiensi besi tergantung dari lamanya anemia


terjadi.Gejala defisiensi besi tidak spesifik.Dalam kasus kronik, kehilangan darah secara
berangsur- angsur, tubuh akan beradaptasi dan biasanya pasien dapat mentoleransi
kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.7,10
Pucat adalah tanda yang paling penting dari kekurangan zat besi.1 Biasanya
pasien datang dengan keluhan letargi dan dispnu yang semakin lama semakin
meningkat. Dan gejala lain yang dapat timbul seperti pusing, tinnitus dan gangguan
perasa. Atropi kulit dapat terjadi dan terjadi perubahan kuku seperti koilonychias (kuku
bebentuk sendok) seperti kuku cepat rapuh, dan datar tetapi sekarang biasanya jarang
terjadi. Pasien juga mengeluhkan adanya stomatitis angular, ditandai dengan nyeri di
sudut mulut dan biasanya diikuti dengan glossitis. Meskipun jarang, adanya gangguan
esophagus dan faring dapat terjadi pada anemia defisiensi besi (pertimbangkan pada
wanita berumur dengan disfagia). Perubahan yang terjadi dapat dikarenakan adanya
reduksi besi yang ada pada enzim di epitel dan traktus gastrointestinal. Takikasrdi dan
gagal jantung dapat terjadi pada anemia berat tanpa penyebab dan pada beberapa kasus
dibutuhkan tindakan pengobatan.7
Pagophagia, keinginan untuk menelan zat yang tidak biasa seperti es atau
kotoran, mungkin ada. Pada beberapa anak, mengkonsumsi zat timah yang mengandung
dapat menyebabkan plubisme bersamaan. Bila kadar hemoglobin turun di bawah 5 g /
dL, iritabilitas dan anoreksia yang menonjol. Takikardia dan dilatasi jantung terjadi, dan
murmur sistolik sering ada. Takikardi dan kardiomegali terjadi bila anemia berat.3,10

15
Defisinesi zat besi dapat memiliki efek pada fungsi neurologis dan intelektual.
Sejumlah laporan menunjukkan bahwa anemia defisiensi zat besi, dan bahkan defisiensi
zat besi tanpa anemia yang signifikan, mempengaruhi lama tahan menaruh perhatian,
kewaspadaan, dan belajar dari kedua bayi dan remaja. Dalam uji coba terkontrol, gadis
remaja dengan tingkat feritin serum 12 ng / L atau kurang tetapi tanpa anemia membaik
pembelajaran verbal dan memori setelah mengambil besi selama 8 minggu. Monoamine
oxidase (MAO), enzim-dependent besi, memiliki peran penting dalam reaksi
neurokimia pada sistem saraf pusat. Kekurangan zat besi menghasilkan penurunan
dalam aktivitas enzim katalase dan seperti sitokrom. Katalase peroksidase dan
mengandung zat besi, tetapi kepentingan biologisnya belum diketahui benar. Tidak
mungkin untuk mengukur besi in vivo dalam kompartemen itu dengan mudah dan tepat,
meskipun ini merupalan area vital dalam metabolisme besi.4
Penapisan anemia pada bayi10
 Menapis bayi aterm sekitar 9 bulan kecuali jika bayi tersebut diberi makan
formula yang ditambah zat besi
 Menapis bayi dengan berat lahir rendah dengan usia 2-3 bulan dan secara kasar
dengan interval 3 bulan sampai sekitar 1 tahun
 Pungsi darah vena lebih disukai , jika diagnosis anemia berdasarkan sampel kulit
konfirmasi dengan analisis pungsi darah vena
 Jika daarah didapatkan dengan pungsi kulit, lakukan proses tersebut dengan
cepat dan buang tetesan darah pertama dan jangan memencet jari
 Gunakan kriteria yang sesuai usia untuk anemia
 Tentukan konsentrasi ferritin serum jiak ragu anemia dan serum ferritin <15
µg/L mengesankan adanya defisiensi besi
Defisiensi besi biasanya dikaitkan dengan anemia, tetapi menifestasinya yang
mendapat perhatian lebih besar adalah keterlambatan perkembangan pada masa bayi
dan masa kanak- kanak serta meningkatnya resiko berat lahir rendah pada kehamilan.10
Fungsi usus bisa abnormal pada defisiensi besi kronik atau berat dengan
penurunan absorpsi lemak, vitamin A dan xilosa, kadang- kadang disertai gambaran
atrofi vili usus halus. Belum dipastikan seberapa sering perubahan usus ini merupakan
akibat defisiensi besi atau apakah defisiensi besi adalah manifestasi penyakit
malabsorpsi primer generalisata.10

16
Bayi cukup bulan yang telah disusui dengan ASI, merupakan formula rendah
besi, setelah 6 bulan atau susu sapi biasa harus diuji untuk anemia disekitar usia 9 bulan.
Anemia defisiensi besi jarang sebelum usia ini dan terdapat resiko keterlambatan
perkembangan jika defisiensi tidak terdeteksi sampai usia 12 bulan. Bayi dengan berat
lahir rendah harus diuji secara periodik setelah sekitar 2-3 bulan pertama, khususnya
jika mereka tidak diberikan konsumsi formula yang ditambah besi. 10

2.7.2 Pemeriksaan laboratorium

a. Hemoglobin rendah dari batasan umur. Tingkat hemoglobin terendah mungkin 3-4 g
/ dL pada kasus yang berat 16
b. MCV< MCH dan MCHC yang rendah berdasarkun umurnya. Pelebaran distribusi
sel darah merah (RDW)berhubungan dengan rendahnya nilai MCV adalah salah satu
indikator screening test untuk defisiensi besi16
c. Leukosit dan megakariosit normal.4
d. Apusan darah tepi : sel darah merah ditemukan hypocom dan micrositik dengan
anisocytosis dan poikilositosis, occasional target, teardrop, elliptical, dan
fragmented sel darah merah . Biasanya timbul saat Hb,10 mg/dL basofilik biasanya
juga ditemukan tetapi tidak sesering yang ditemukan pada talasemia. 14 Anemia pada
penyakit kronikdan anemia sideroblastik.1RDW tinggi (>14,5%) pada defisiensi besi
dan normal pada talasemia. Eritrosit berinti mungkin juga terdapat pada apusan
darah tepi. 2,4,16,
e. Retikulosit biasanya normal , tetapi jika pada anemia defisiensi berat yang terjadi
perdarahan maka retikulosit normal 3–4% dapat terjadi .8 Nilai retikulosit absolute
menunjukan suatu respon insufisiensi terhadap anemia.4
f. Platelet biasanya bervariasi seperti trombositopenia hingga trombositosis,
trombositopenia biasanya lebih sering pada anemia defiensi besi dan trombositosis
biasanya terjasi pada perdarahan saluran pencernaan.16
g. Free erythrocyte protoporphyrin hubungan antara protoporphyrin dan zat besi
berada pada tingkat yang akhir dalam jalur biosintetik heme. Kegagalan zat besi
dalam mesuplai akan menghasilkan akumulasi free protoporphyrin yang tidak
dihubungkan dengan sintesis heme di normoblass dan free erythrocyte
protoporphyrin dikeluarkan eritrosit ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang besar

Tingkat normal FEP adalah 15,5±8,3m/dL. Dengan nilai teratas 40 mg/Dl

17

Pada anemia defisiensi besi dan kasus keracunan, FEP biasanya tinggi dan
lebih tinggi pada kasus keracunan. FEP biasanya normal pada talasemia
minor alfa dan beta. Peninggian FEP lebih cepat terjadi pada kurangnya
simpanan zat besi sebelum adanya anemia micrositik. Peninggian FEP
merupakan indikasi pemberian terapi zat besi walaupun anemia dan
mikrositik belum ada.16
h. Serum ferritin merupakan refleksi dari kadar zat besi yang tersimpan dalam tubuh.
Ini termasuk kuantitatif, dapat digunakan, spesifik dan sensitive dan hanya
membutuhkan sample darah yang sedikit. Konsentrasi serum yang kurang dari 12
ng/mL baru bisa dikatakan anemia defisiensi besi. Kadar normal ferritin serum
bagaimanapun dapat terjadi pada defisiensi besi akibat infeksi bakteri dan virus,
keganasan atau inflamasi kronik karena ferritin merupaka reaktan fase akut4.
i. Presentasi serum besi dan saturasi besi. Kadar serum besi mempunya batasan dalam
pengukuran defisiensi besi. Kadar serum besi merefleksikan beberapa factor
termasuk absorpsi besi, zat besi dalam sistesis hemoglobin, zat besi yang
dikeluarkan oleh destruksi sel darah merah dan simpanan zat besi. konsentrasi serum
zat besi memberitahukan keseimbangan antara zat besi yang masuk dan yang keluar
sirkulasi. Kadar serum besi mempunyai kadar normal yang luas, variasi berdasarkan
umur (gambar 6) dan berdasarkan irama sikardian (sebanyak 100µg/dL seharian).
Pengarang mengeluarkan kadar serum besi sebagai alat ukur untuk diagnosis rutin
anemia defisiensi besi (seperti MCV, RDW, FEP, dan serum ferritin) dikarenakan
beberapa batasan4 :
 Luasnya variasi ukuran normal (umur, jenis kelamin, metodoloi
laboratorium)
 Waktu penggunaan
 Adanya kesalahan dari pencernaan
 Variasi diurnal
 Infeksi transient atau ringan
j. Percobaan pengobatan. Ukuran yang paling dapat dipercaya pada anemia defisiensi
besi adalah repon hemoglobin yang baik pada pemberian zat besi oral. Adanya
retikulositosis yang tajam dapat timbul pada hari ke 5 dan hari ke 10 yang diikuti
dengan kenaikan kadar hemoglobin bukan merupakan tanda anemia akibat
defisiensi zat besi, dan pemberian zat besi tidak usah dilanjutkan. Table 3-8
ringkasan test diagnostic untuk mencari anemia akibat defisiensi zat besi7

18
Test lain yang dapat digunakan untuk diagnosis anemia defisiensi zat besi antara
lain10 :
 Kadar serum transferrin reseptor (STfR). Ini merupakan pengukuran yang
sensitive terhadap anemia defisiensi zat besi dan berhubungan dengan
hemoglobin dan parameter zat besi laboratorium lainnya. STfR biasanya
meningkat pada hyperplasia precursor eritoid seperti anemia defisiensi zat
besi dan dan talasemia, dan normal pada inflamasi kronik. STfR dapat diukur
dengan teknik sensitive enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
 Rasio red blood cell zinc protoporphyrin/heme. Jika ada zat besi di sum-sum
tulang tidak cukup untuk mensintesis heme, zinc menggantikan zat besi
dalamprotoporphyrin IX dan konsentrasi protoporphyrin zinc untuk heme
meningkat. Test ini lebih sensitif , tidak mahal dan mudah dibandingkan test
kadar ferritin plasma, serta tidak berubah pada kronik inflamasi dan infeksi
akut
Diagnosis lumbal pungsi jarang dilakukan pada defisiensi besi, tetapi jika
diagnosisnya meragukan dapat dilakukan lumbal pungsi untuk menunjukan adanya
defisiensi besi. Ketika diagnosis defisiensi telah didiagnosis, maka penyebab yang
mendasarinya harus dicari dan diobati.biasanya riwayat adanya perdarahan , seperti
contoh adanya menstruasi yang kehilangan banyak darah atau perdarahan
gastrointestinal. Jika tidak ditemukan penyebabnya pikirkan kemungkinan pada umur
dan jenis kelamin penderita. Pada pasien laki- laki dan wanita postmenopouse harus
diselidiki adanya kemungkinan perdarahan gastrointestinal oleh visualisasi di traktus
gastrointestinal (endoskopi atau barium). Darah samar pada feses tidak berpengaruh
terhadap defisiensi besi.7,16
Dasar diagnosis anemia defisiensi besi menurut Cook dan Monsen, minimal 2 dari 4
hal berikut terpenuhi yaitu :3
1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferrin <16%
3. Nilao FEP >100 mg/dl eritrosit
4. Kadar ferritin serum <12 mg/dl
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 4 diagnosis harus dipenuhi
Dasar diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO : 3
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia

19
2. Kadar Hb eritrosit <31%
3. Kadar Fe serum <50Ug/dl (N=80-100 ug/dl)
4. Saturasi tranferrin <15% (N= 20-30%)

2.8. Tatalaksana
Prinsipnya adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya, serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Terapi yang diberikan
tediri dari oral , terapi parenteral, dan transfusi darah diberikan pada anemia
berat yang butuh koreksi cepat karena adanya faktor-faktor penyulit teretentu.
Transfusi harus diberikan pada anak-anak yang lemah dengan infeksi, terutama
jika terdapat tanda disfungsi jantung dan kadar hemoglobin kurang sama dari7

2.8.1. Pemberian preparat besi


A.. Besi Oral
1. Produk: Garam Ferous (misalnya ferous gluconat, ferous askorbat, ferous
laktat,ferrous succinate, ferrous fumarate, atau ferrous glycine sulfat) efektif
digunakan.16
Produk oral yang biasa digunakan adalah sulfas ferosus, yang telah
menjadi andalan dalam tatalaksana anemia defisiensi besi sejak pertama kali
diperkenalkan oeh Pierre Blaud pada abad 19. Sulfas ferosus efektif, dapat
ditoleransi dengan baik dan tidak mahal. Tablet sulfas ferrosus yang biasa
mengandung 65 mg unsur besi. 3,19
Tabel 2.8.1.1 Preparat Besi Oral 20

Garam besi Elemen besi (%) Dosis Elemen besi/


dosis (mg)
Ferrous Sulfate 20 325 t.i.d 65
Ferrous Sulfate 30 200 t.i.d 65
Exsiccaled
Ferrous gluconate 12 325 t.i.d 36
Ferrous fumarate 33 325 b.i.d 106

Untuk mendapat respon pengobatan dosis yang dipakai adalah 4-6


mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis atau 1.5 - 2 mg/kg unsur besi tiga kali sehari.

20
Anak-anak yang lebih besar 0,2 g ferrosulfat atau 0,3 g ferro glukonat yang
diberikan tiga kali sehari. Pada anak-anak dengan efek samping
gastrointestinal, besi satu kali setiap hari dapat lebih ditoleransi dengan efek
yang baik. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping
pada saluran cerna dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih
cepat. Absorbsi besi paling baik adalah saat lambung kosong, namun dapat
menimbulkan efek pada salauran cerna.Untuk mengatasinya, dapat
dikonsumsi saat makan atau segera setelah makan, mekipun mengurangi
absorbsi 40-50 %.3,16
2. Pemberian dosis diberikan selama 6-8 minggu setelah kadar hemoglobin dan
sel darah merah kembali normal. 3,16
3. Respon yang akan didapati terhadap terapi ini adalah :
a. Puncak jumlah retikulosit dialami pada hari-hari 5-10 setelah inisiasi terapi
besi
b. Setelah kadar retikulosit puncak, hemoglobin naik rata-rata sebesar 0,25-
0,4 g/dL/hari atau hematokrit naik 1%/hari selama 7-10 hari pertama.
c. Setelah itu, hemoglobin naik lebih lambat: 0,1-0,15 g/dL/hari.
4. Respon yang gagal terhadap terapi akan
a. Pemenuhan yang buruk (kegagalan atau tidak teraturnya pemberian besi
oral), pemberian dapatdibuktikan dengan perubahan warna tinja menjadi
abu-abu kehitaman atau dengan menguji besi feses
b. Dosis yang tidak memadai
c. Sediaan besi tidak efektif
d. Kehilangan darah persisten atau tidak diketahui, pasien kehilangan besi
secepat besi tersebut diganti
e. Diagnosis yang tidak tepat
f. Penyakit penyerta yang mengganggu absorbsi atau penggunaan besi
(misalnya: infeksi,inflammatorybowel disease,keganasan, penyakit ginjal
atau hati, serta defisiensi yang bersamaan, seperti vitamin B12,asam folat)
g. Terganggunya absorbsi gastrointestinal (misalnya: pemberian antasid
dalam jumlah besar secarabersamaan, yang mengikat besi dan histamine-2

21
blocker)
Preparat besi dapat mengendap sehingga menyebabkan gigi hitam,
tetapi perubahan warna ini tidak permanen. Pengendapan zat besi dapat dicegah
atau dikurangi apabila setelah makan preparat besi, pasien dianjurkan berkumur
atau minum air putih ataupun dengan meneteskan larutan preparat besi di
bagian belakang lidah. Pasien juga harus diberitahu bahwa warna tinja juga
berubah menjadi hitam dan hal ini tidak perlu dikhawatirkan.17

B. Terapi Parenteral
1. Intramuskular
Besi dekstran merupakan bentuk parenteral unsur besi yang tersedia
untuk penggunaan intramuskular. Besi dekstran mengandung 50mg besi/ml.
Untuk dosis, digunakan rumus berikut ini3:
Dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5
Indikasi terapi parenteral adalah pada keadaan sebagai berikut : 16,19
a. Tidak terpenuhi dengan pemberian besi oral
b. Penyakit usus yang berat (misalnya: inflammatory bowel disease )
c. Perdarahan kronik (misalnya telangiektasia herediter, menoragia,
hemoglobinuria kronik dari katup jantung prostetik)
d. Gangguan diare akut pada populasi miskin dengan anemia defisiensi besi
Efek samping yang ditemukan antara lain mual dan pusing dilaporkan
pada beberapa kasus. Injeksi intramuskuler lebih menimbulkan rasa sakit,
menyebabkan perubahan warna kulit, serta dapat memicu pembentukan abses
steril dan sarkoma lokal.3,16,18

2. Intravena
Sodium ferro glukonas (Ferrlecit) atau besi (III) hidroxil sukrosa
compleks (Venofer) efektif untuk penggunaan intravena dan lebih aman
dibandingkan dengan penggunaan intravena besi dekstran. Ferrlecit dan
Venover terutama bermanfaat pada anemia yang berhubungan dengan gagal
ginjal dan hemodialisi. Dosisnya berkisar antara 1 sampai 4 mg/kg per
minggu. Sebelum besi intravena diberikan, pasien dites dahulu dengan dosis

22
kecil dan diobservasi selama 30 menit untuk menyingkirkan reaksi
anafilaksis. 12,16,18
Kontraindikasi terapi besi parenteral16:
1. Anemia bukan karena defisiensi besi
2. Kelebihan besi
3. Riwayat hipersensitivitas terhadap preparat besi parenteral
4. Riwayat alergi berat atau reaksi anafilaksis
5. Adanya bukti klinis atau biokimia kerusakan hepar
6. Adanya infeksi akut atau kronis
7. Neonatus
2.8.2 Transfusi darah

Transfusi packed red cell (PRC) harus diberikan pada anemia berat yang
butuh koreksi cepat karena adanya faktor-faktor penyulit teretentu. Transfusi
harus diberikan pada anak-anak yang lemah dengan infeksi, terutama jika
terdapat tanda disfungsi jantung dan kadar hemoglobin < 4. Koreksi anemia
berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah dapat membahayakan
karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC
dilakukan perlahan dalam jumlah cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai
tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk
penderita anemia berat dengan Hb < 4 g/dl diberi PRC dengan dosis 2-
3mg/kbBB per satu kali pemberian disertai pemberian diuretik. Jika terdapat
gagal jantung yang nyata, dipertimbangkan dilakukan transfusi tukar dengan
PRC yang segar.3,16

2.9 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi
saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang
adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan
pemberian preparat besi.3
Jika terjadi kegagalan pengobatan, perlu ditimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut:3

23
 Diagnosis salah
 Dosis obat yang tidak adekuat
 Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluwarsa
 Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlangsung menetap
 Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti
infeksi keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal,penyakit tiroid, penyakit
karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
 Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang
berlebihan pada
 ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi)

2.10. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi


Ketika penyerapan zat besi dari makanan berkurang atau terjadi kehilangan
zat besi yang banyak, diperlukan pemberian zat besi yang lebih dari pada
biasanya seperti suplemen zat besi profilaksis pada keadaan hamil, setelah
tidakan gastrektomi, ibu yang memberikan ASI pada bayinya dan bayi yang
mengkonsumsi susu formula selama tahun pertama kehidupannya. Tindakan
penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal
kehidupan:

Meningkatkan penggunaan ASI Eksklusif 3, 16

Menunda penggunaan susu sapi sampai usia 1 tahun sehubungan dengan
resiko terjadinya perdarahan saluran cerna yang tersamar pada beberapa
bayi3

Memberikan makanan bayi yang mengandung besi serta makanan yang
mengandung asam askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan
padat (usia 4-6 bulan) 3

Memberikan suplementasi Fe pada bayi kurang bulan3

Pemberian ASI yang mengandung besi3

Gunakan susu formula yang difortifikasi zat besi (6-12 mg / L) sampai usia
1 tahun16

Gunakan sereal yang difortifikasi zat besi dari usia 6 bulan sampai 1 tahun16

Gunakan susu yang diuapkan atau susu formula berbasis kedelai jika
defisiensi zat besidikarenakan hipersensitivitas terhadap susu sapi16

24

Sediakan suplemen besi untuk bayi berat lahir rendah: `16
a. Bayi 1,5-2,0 kg: suplemen besi 2 mg / kg / hari
b. Bayi 1,0-1,5 kg: suplemen besi 3 mg / kg / hari
c. Bayi <1 kg: suplemen besi 4 mg / kg / hari

Mengkonsumsi fasilitator penyerapan zat besi seperti makanan yang kaya
vitamin C (jeruk, tomat, dankentang), daging, ikan, dan unggas harus
dimasukkan dalam diet; inhibitor penyerapan zat besi seperti teh dan fosfat
harus dihilangkan.16
Tabel. 2.10.1 Pencegahan defisiensi besi selama masa bayi 10

Bayi aterm yang menyusu ASI  Mulai zat besi tetes 1mg/kg/hari dari usia < 4
bulan sampai penyapihan
 Masukkan sereal yang difortifikasi besi ketika
makanan padat dimulai
 Setelah penyapihan, gunakan formula yang
difortifikasi besi sampai > 12 bulan
 Jangan memberi susu sapi sampai setelah
berusia 12 bulan
Bayi aterm yang diberi formula  Gunakan formula yang difortifikasi besi
sampai usia < 12 bulan
 Jangan memberi susu sapi sampai setelah
berusia 12 bulan
Bayi dengan berat badan lahir  Mulai pemberian zat besi 2-3 mg/kg/hari,
rendah atau formula yang difortifikasi besi < 1
bulan dan lanjutkan sampai 12 bulan
 Bayi yang diberi formula yang difortifikasi
besi tidak membutuhkan zat besi tambahan

2.11 Skrining Anemia Defesiensi Besi

Menurut American Associated of pediatrics (AAO), konsentrasi hb dapat


digunakan sebagai salah satu skrining umum untuk mendeteksi anemia pada
anak berusia lebih kurang 1 tahun. Penilaian terhadap faktor resiko juga
termasuk kedalam skrining umum pada anemia defisiensi besi. Penilaian faktor
resiko tersebut diantaranya riwayat prematur atau BBLR, riwayat terpapar sinar
radiasi, pemberian ASI eksklusif lebih dari 4 bulan tanpa suplementasi besi atau

25
makanan yang mengandung zat besi, gangguan pencernaan, gangguan
pertumbuhan dan nutrisi yang tidak adekuat yang biasanya terjadi pada bayi
dengan keluarga yang mempunyai status ekonomi rendah dan anak-anak dari
Mexico-Amerika. Skrining khusus dapat dilakukan pada semua umur ketika
faktor resiko untuk anemia defisiensi telah teridentifikasi termasuk resiko
inadekuatnya intake besi berdasarkan riwayat pemberian makanan.8
Ini juga sudah diketahui bahwa skrining anemia dengan menggunakan
klasifikasi Hb tidak sepenuhnyadapat mengidentifikasi anak dengandefisiensi
besi maupun anak dengan anemia defisiensi besi. Di USA, 60 % anemia tidak
berhubungan dengan defisiensi besi dan kebanyakan dari anakdengandefisiensi
besi juga tidak memiliki gejala anemia. Juga diketahui bahwa terdapat
pemeriksaan follow up yang buruk dan dokumentasi yang buruk terhadap
peningkatan konsentrasi Hb. Pada sebuah penelitian, ketika dilakukan skrining,
terdapat 14 % anak dengan hasil positif anemia. Dari anak dengan hasil skrining
positif anemia tersebut hanya 18,3 % anak yang mempunyai pemeriksaan follow
up dan dari kelompokinihanya 11,6 % yang mempunyaidokumentasi yang
benarmengenaikadarHb yang rendah. Pada bayi yang telah diidentifikasi dengan
konsentrasi Hb rendah dari 11,0mg/dLatau denganrisiko yang jelas terhadap
defisiensi zat besi atau anemia defisiensi zat besi seperti yang telah
dideskripsikan sebelumnya, selain konsentrasi Hb, harus dilakukan pemeriksaan
SF dan CRP atau kadar CHr untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifitas dari
diagnosis. Sebagai tambahan, AAP, WHO dan European Society for Pediatric
Gastroenterology, Hepatology and Nutrition juga mendukung penggunaan
pemeriksaan dari TfRI sebagai satu pemeriksaan skrining dan metode tersebut
sudah divalidasi dan kadar normal untuk bayi dan anak juga sudah ditetapkan
dengan benar.8
Cara yang lain untuk memperbaiki system deteksi dini adalah dengan
menggunakan peringatan berdasarkan teknologi untuk mendeteksi dini dan
follow up bayi dan anak dengan diagnosis difisiensi besi atau anemia defisiensi
besi. Peringatan tersebut bisa dimasukkan kedalam rekam medis elektronik dan
harus ada dokumentasi tentang konsentrasi Hb sampai kadarnya mencapai

26
normal. Semua program yang berhubungan dalam meminimalkan angka
defisiensi zat besi atau anemia defisiensi besi harus ditelusuri secara ilmiah dan
dievaluasi melalui program survailens yang diatur dengan baik.8

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen kesehatan RI. Pedoman umum gizi seimbang, Jakarta: 2003


2. Hassan R, Alatas H. Anemia defisiensi besi. Dalam : Ilmu kesehatan anak 1.
Edisi 4. Jakarta; Infomedika; 1985. h. 432-35
3. Aspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia defisiensi besi. Dalam: Bambang P,
Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti E, Abdulsalam M, editor. Buku ajar
hematologi-onkologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2006. h. 30-43.
4. Behrman E, Kliegmen R, Jensen H. Iron deficiency anemia. Dalam : Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi 17. Philadelphia; Elsevier; 2006. h. 1691-94.
5. Garna H. Amebiasis. Dalam: Soedarmo P. Garna H. Hadinegoro S, editor.
Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropis. Jakarta: balai
penerbit FKUI;2002. h.472.
6. Harper, J. Iron deficiency anemia. 2013. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview
7. Drew Provan.Iron deficiency anaemia. Dalam: Drew P, editor. ABC of clinical
hematology. Edisi 2.New York:BMJ books;2003. h.1

27
8. Baker, RD, Greer FR, The committee on Nutrion. Diagnosis and Prevention of
Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia in Infants and Young Children (0–
3 Years of Age) . Pediatrics. 2010;126: 1040-50
9. Andrews, N.C. 1999. Disorders Of Iron Metabolism. The New England J Med.
341:1986-1995.
10. Dallman R, Anemia Nutrisional. Dalam Rudolph M, Hoffman J, Rudolph D,
editor. Buku ajar pedriatic Rudolph. Edisi 2. Jakarta: EGC;2007. h. 1295-299
11. Finch CA, Hegsted M, Kinner T, Thomas ED, Rath CE, Haskins D, Finch S,
Fluhart RG. Iron Metabolism. Blood journal. 1950;5:983-1008.
12. Hidayat, Burhan. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Damayanti, Endang, Mutia,
Sri soedarjati, editor. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. h. 190-197.
13. U Ticho, M ivry, S Merin. Brittle cornea, blue sclera, and red hair syndrome.
British Journal of Ophtalmology. 1980;175-177.
14. Atul P Sattur, Megha Goyal. Koilonychia. India: Th e new england journal o f
medicine. : 2010. H 362;17
15. Luca, lorenzo. Atropic glossitis leading to the diagnosis of celiac disease. New
England J Med. 2007 ; 356:2547
16. Lannzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Manual of pedriatic
hematology and oncology. Edisi 4. London; Churchill Livingstone; 2005. h.
38-39
17. Gunadi, Dedy, Bidasari Lubis, Nelly Rosdiana. Terapi dan Suplementasi Besi
pada Anak. Sari Pediatri. 2009;11(3):207-11.
18. Pasricha, Santt-Rayn, et al. Diagnosis and management of iron deficiency
anaemia: a clinical update. MJA. 2010; 193:525-32.
19. Andrew N, Iron deficiency and related disorders. Dalam: Greer J, et al.editor,
Wintrobe’s Clinical Hematology volume 2. Edisi 12. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins;2009. h. 810-30
20. Clark, S. Iron deficiency anemia: diagnosis and management. Current Opinion
in Gastroenterology 2009, 25:122–128

28

Anda mungkin juga menyukai