Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan salah satu rukun dari rukun Islam yang lima, yang

merupakan pilar agama Islam. Zakat diwajibkan di madinah pada bulan syawal

tahun kedua hijriah setelah diwajibkanya zakat fitrah. Menunaikan atau membayar

zakat hukumnya fardlu ‘ain dan marupakan kewajiban yang bersifat ta’abbudi

(ibadah).1 Dalam alqur’an perintah zakat sama pentingnya dengan perintah sholat,

dalam Al-Qur’an zakat di gandengkan dengan kata shalat. Hal ini menunjukkan

bahwa keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat.2

Pada surat al-baqarah ayat : 43

     


 
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang
yang rukuk.” (Al-Baqarah : 43)3

Jumlah golongan mustahiq zakat, sebagaimana telah tercantum dalam

Al-Qur’an yang terbatas pada delapan golongan (al-asnaf al-tsamaniyyah),yang

secara syar’i layak disebut sebagai golongan orang-orang yang membutuhkan.4

Firman Allah dalam surat at-Taubah: 60


1
Hikmat Kurnia dan Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat, (Jakarta: Quantum Media,
2008), h.4
2
Wahbah Al-Zuhaily, Zakat Kajian berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1995), h. 89
3
Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah, Ayat: 43
4
Sahal Mahfudh, Telaah Fiqih Sosial, (Yogyakarta: Yayasan Karyawan Suara Merdeka,
1997), h. 47
2

    


      
           

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, amil zakat, para mu’alaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah : 60)5

Ayat di atas menggunakan kata "innama" sebagai huruf hasr

(pembatasan), makna zahir yang dikehendaki adalah membatasi mustahik zakat

sehingga orang-orang yang tidak termasuk dalam kategori ini tidak berhak

menerima zakat.6 Dari ayat di atas dapat dipahami juga bahwa orang –orang yang

berhak menerima zakat adalah delapan golongan yaitu:

1. Orang fakir yaitu mereka yang sama sekali tidak memiliki harta

dan pakaian atau memiliki namun hanya separo dari kebutuhanya

dan keluarganya yang wajib ia nafkahi seperti tempat tinggal,

pakaian dan makanan.7

2. Orang miskin yaitu orang yang memiliki harta atau usaha yang

dapat menghasilkan sebagian kebutuhanya tetapi tidak

mencukupi. Kebutuhan yang dimaksud adalah makanan,

5
Al-Qur’an, Surat At-Taubah, Ayat: 60

6
Muhammad `Ali al-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, Jilid. II, (Beirut: Dar al-Kutub al-
`Ilmiyah, t.t), h. 30
7
Syaikh Khalid bin Abdullah Asy-Syaqifah, Fiqh Imam Syafi’i; Puasa, Zakat, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2003), h. 189
3

minuman, pakaian dan kebutuhan lain yang layak menurut

keadaanya.8

3. Amil zakat yaitu orang-orang yang khusus ditugaskan oleh imam

untuk mengurusi zakat.

4. Muallaf qulubuhum yaitu orang yang hatinya dijinakkan atau

dibujuk.

5. Riqab yaitu para budak yang mukatab, yang dijanjikan akan

merdeka bila membayar sejumlah harta kepada tuanya. Budak

yang telah mengikat perjanjian kitabah secara sah dengan tuanya,

tetapi tidak mampu membayarnya, dapat diberikan bagian zakat

untuk membantu mereka memerdekakan dirinya dari tuanya.9

6. Gharimin yaitu orang-orang yang berhutang.

7. Fisabilillah yaitu segala jalan yang akan menghantarkan umat

kepada keridhoan Allah SWT meliputi segala amal kebaikan dan

kepentingan agama Islam dan umat Islam.10

8. Ibnu sabil yaitu orang yang sedang atau akan melakukan

perjalanan dengan tujuan kebaikan Tetapi dia kekurangan biaya

untuk mencapai tujuan dari perjalanan itu.11

8
Lahmuddin Nasution, Fiqih I , (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran), h. 176
9
Lahmuddin Nasution, Fiqih I , (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran), h. 178
10
Muhammadiyah Ja’far, Tuntunan Ibadah Zakat, Puasa dan Haji, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1997),h 76
11
Rahman Ritonga, Zainudin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1991), h.
187
4

Al- Qur’an telah menggambarkan sasaran zakat yang ketujuh dengan

fisabilillah.12 Al-Allamah Ibnu Atsir mengatakan, bahwa sabil makna aslinya

adalah thariq (jalan). Jadi sabilillah artinya jalan yang menyampaikan pada ridha

Allah SWT, baik aqidah maupun perbuatan.13 Sabilillah adalah kalimat yang

bersifat umum mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang dipergunakan untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perbuatan

wajib, sunat, dan berbagai macam kebaikan lainnya.14

Para Ulama berbeda pendapat dalam masalah memaknai fisabilillah.

Apakah sabilillah itu diartikan dengan jihad ketika ia bersifat mutlak, atau lebih

luasa dari jihad itu. Sehingga mencakup artinya menurut bahasa dan tidak terpaku

pada batas-batas jihad saja.15

Dalam memaknai fisabilillah pendapat para Ulama Mazhab yaitu :

1. Golongan Mazhab Hanafi berpendapat dalam menerangkan arti

fisabilillah menurut Abu Yusuf sabilillah itu adalah suka

relawan yang terputus bekalnya, yang dimaksud sukarelawan

yang terputus bekalnya yaitu mereka yang tidak sanggup

bergabung dengan tentara Islam, karena kefakiran mereka,

12
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 610
13
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 610

14
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 610
15
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 611
5

dengan sebab rusaknya perbekalan atau kendaraan perang yaitu

hewan tunggangan dan lainya.16

2. Mazhab Maliki berpendapat fisabilillah itu maknanya banyak,

hanya termasuk kedalam kategori jihad, perang dan yang

semakna dengan itu.17

3. Mazhab Syafi’i berpendapat fisabilillah itu adalah para suka

relawan yang tidak mendapat tunjangan tetap dari pemerintah.18

4. Mazhab Hanbali berpendapat sama dengan Mazhab Syafi’i

yaitu suka relawan yang berperang yang tidak memiliki gaji

yang tetap atau memiliki namun tidak mencukupi kebutuhan.19

Kesimpulan apa yang dikutip oleh ulama mazhab empat adalah bahwa

mereka bersepakat tentang sasaran fisabilillah ini pada tiga hal:

1. Bahwa jihad secara pasti termasuk dalam dalam ruang lingkup

fisabilillah.

2. Disyariatkanya menyerahkan zakat kepada pribadi mujahid,

berbeda dengan menyerahkan zakat untuk keperluan jihad dan

persiapanya.

16
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 611
17
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 613
18
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 614
19
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 614
6

3. Tidak dibolehkan memberikan zakat demi kemaslahatan atau

kepentingan kebaikan bersama seperti mendirikan dam,

jembatan, membangun sekolah dan masjid, perbaikan jalan dan

lain sebagainya.20

Ulama kontemporer juga memberikan pendapat mengenai makna dari

fisabilillah di antaranya :

1. Rasyid Ridha berpendapat fisabilillah adalah kemaslahatan

umum kaum muslimin, yang dengan tegaknya urusan agama

dan pemerintahan, dan bukan untuk kepentingan pribadi.21

2. Mahmud Syaltut berpendapat fisabilillah adalah kemaslahatan

umum yang bukan milik perorangan, yang tidak hanya

dimanfaatkan oleh seseorang, pemiliknya hanya untuk Allah dan

pemanfaatanya untuk makluk Allah SWT.22

3. Yusuf Qaradhawy berpendapat fisabilillah ialah kalimat yang

bersifat umum mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang

dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT

dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunah, dan

berbagai macam kebaikan lainya.23

20
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 618
21
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 623
22
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 624
23
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 610
7

4. Mazhab Imamiyah Ja’fari berpendapat fisabilillah adalah segala

amal perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT atau

untuk kemaslahatan bersama.24

Dari latar belakang yang penulis kemukakan terdapat perbedaan

pendapat antara Ulama Mazhab dengan Ulama Kontemporer dalam memaknai

fisabilillah. Ulama Mazhab memaknai fisabilillih hanya terfokus pada jihad

(perang) saja, sedangkan Ulama Kontemporer memperluas makna fisabilillah

sehingga lebih luas cakupan maknanya tidak terfokus kepada orang yang berjihad

(berperang) saja. Menurut hemat penulis perlu dibahas secara menyeluruh dan

menarik mengenai pendapat Ulama Mazhab dan Ulama Kontemporer tentang

fisabilillah sebagai mustahiq zakat untuk dituangkan dalam skripsi yang berjudul

“MAKNA FISABILILLAH SEBAGAI MUSTAHIQ ZAKAT MENURUT

PERSPEKTIF ULAMA MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER”.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas

maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan penulis bahas yaitu :

1. Bagaimana pemikiran Ulama Mazhab dan Ulama Komtenporer

dalam memaknai makna fisabilillah sebagai mustahiq zakat?

2. Diantara dua pemikiran Ulama Mazhab dan Ulama

Kontemporer tentang makna fisabilillah sebagai mustahiq zakat

manakah pemikiran yang cocok diterapkan pada saat sekarang

ini?

24
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 621
8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Mengetahui bagaimana pemikiran Ulama Mazhab dan Ulama Kontemporer

tentang makna fisabilillah sebagai mustahiq zakat?

2. Mengetahui manakah diantara dua pemikiran Ulama Mazhab dengan

pemikiran Ulama Kontemporer tentang makna fisabilillah sebagai mustahik

zakat yang cocok diterapkan pada saat sekarang ini?

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran dari Ulama Mazhab dan Ulama

Kontemporer tentang makna fisabilillah sebagai mustahiq zakat.

b. Untuk mengetahui manakah diantara pendapat Ulama Mazhab dan Ulama

Kontemporer tentang makna fisabilillah sebagai mustahiq zakat yang

cocok diterapkan pada saat sekarang ini.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai tambahan ilmu bagi penulis dalam memahami tentang mustahiq

zakat terutama tentang makna fisabilillah sebagai mustahiq zakat.

b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran ataupun bahan masukan bagi

pihak-pihak yang terkait dengan fiqih zakat, khususnya agar tidak salah

dalam pendistribusian zakat kepada mustahiq zakat dengan mengikuti

sunnah yang diajarkan Rasulullah SAW.


9

c. Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Serjana

Hukum Islam (SHI) di Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Bukittinggi.

E. Penjelasan Judul

Untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman dan kekeliruan bagi

pembaca, serta untuk mempermudah memahami maksud dari judul penelitian ini,

maka penulis akan memberikan penjelasan terhadap kata-kata ataupun istilah yang

penting.
Fisabilillah : Fisabilillah yaitu kalimat yang bersifat umum

mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang

dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada

Allah SWT dengan melaksanakan segala

perbuatan wajib, sunah, dan berbagai macam

kebaikan lainya.25
Mustahiq : Mustahiq artinya orang-orang yang berhak

dalam artian mempunyai hak terhadap suatu

hal atau harta tertentu.


Zakat : Sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh

Allah SWT untuk diserahkan kepada orang-

orang yang berhak disamping berarti

mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.26


Perspektif : Perspektif adalah sudut pandang, pandangan.27

25
Yusuf Qardawi, Fiqh al-Zakat, Terj. Salman Harun dkk, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2006), h. 610
26
Yusuf Qardhawy, Hukum Zakat, (Jakarta : PT. Pustaka Lintera Antar Nusa, 2010), h. 457
27
Risky Maulana dan Putri Amelia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Lima
Bintang), h. 211
10

Ulama Mazhab : Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang
dinamakan mazhab adalah metode (manhaj)
yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan
penelitian, kemudian orang yang menjalaninya
menjadikannya sebagai pedoman yang jelas
batasan-batasannya,bagian-bagiannya,
dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-
kaidah.28

Ulama Kontemporer : Ialah ulama-ulama setelah Ibnu Abi Zaid Al-


Qairuwan dan yang setelahnya dari Ulama-
Ulama Malikiyah. yang berarti mereka adalah
awal thobaqot dari ulama-ulama muta'akhirin.29

Jadi, maksud dari judul di atas adalah mengetahui bagaimana pemikiran

Ulama Mazhab dan Ulama Kontenporer mengenai makna fisabilillah sebagai

mustahiq zakat dan manakah diantara pendapat Ulama Mazhab dengan pendapat

Ulama Kontemporer yang cocok diterapkan pada saat sekarang ini.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Mustahiq zakat telah dilakukan oleh YARLIS (NIM.

488004) Jurusan Perbandingan Peradilan Agama, Fakultas Syari’ah Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Al-Jamiah Imam Bonjol Bukittinggi dengan judul

“Mendahulukan Fisabilillah dari pada Fakir Miskin dalam pembayaran

Zakat”.

Hasil dari penelitiannya mengatakan bahwa :

28
https://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab, 04 November 2015
29
http://www.jurnalmuslim.com/2012/04/penyebutan-ulama-terdahulu-dan-ulama.html,
04 November 2015
11

1. Boleh mendahulukan fisabilillah apabila situasi dan kondisi membutuhkan

dari pada membayarnya kepada fakir miskin.

2. Tidak boleh mendahulukan fisabilillah apabila fakir miskin sangat

membutuhkan .

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian

library research (penelitian pustaka). Penelitian pustaka adalah serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca

dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. 30 Jadi dalam hal ini yang penulis

lakukan adalah dengan mengumpulkan buku-buku yang berkenaan dengan

penelitian ini, kemudian mencatat dan mengolahnya berdasarkan pada data-data

kepustakaan yang berkaitan pada pokok persoalan yang dibahas.

2. Sumber Data

Untuk memudahkan mengidentifikasi sumber data, maka penulis

mengklasifikasikan sumber data menjadi dua sumber data, yaitu :

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data penelitian langsung pada subyek sebagai

sumber informasi yang diteliti. Adapun sumber data dalam penelitian ini

adalah Zakat Kajian berbagai Mazhab karya Wahbah Zuhaily, Fiqhuz Zakah

karya Yusuf Qardhawi, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial karya

Abdurrahman Qadir dan buku-buku yg berkaitan dengan fiqih zakat lainya.

30
Mestika Zed, Metodologi Penelitian Kepustakaan, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,
Cet. ke- I, 2004, h. 3
12

b. Sumber Data

Sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung atau sebagai data tambahan

bagi data primer. Sebagai data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-

buku yang di dalamnya berkaitan dengan zakat, diantaranya:

1. Fiqhu zakah (Yusuf Qardhawi)

2. Hukum dan pembardayaan zakat (Abdul Ghofur Anshori)

3. Zakat Kajian berbagai Mazhab (Wahbah Al-Zuhaily)

4. Pedoman Zakat (Muhammad Hasbi Ash-Shidieqi)

5. Telaah Fiqih Sosial (Sahal Mahfudh)

6. Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial (Abdurrahman Qadir)

7. Fiqih Ibadah (Rahman Ritonga, Zainudin)

8. Tuntunan Ibadah Zakat, Puasa dan Haji (Muhammadiyah Ja’far)

3. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka

penulis menggunakan metode dokumentasi. Dengan metode dokumentasi yang

diamati bukan benda hidup tetapi benda mati, maka yang digunakan dalam

metode pengumpulan data hanya dokumen tertulis berupa buku-buku umum

maupun khusus, media cetak, media informasi dan data-data lain yang relevan

dengan penelitian ini.


Dalam menganalisis data, peneliti memakai content analisis, yaitu suatu

usaha mengumpulkan dan menyusun data dengan memusatkan pada dokumen,

karya tulis kemudian diadakan analisis dan menafsirkan data tersebut. Analisis

yang dimaksud adalah menyusun data-data yang diperoleh secara keseluruhan,


13

kemudian disimpulkan untuk ditarik menjadi sebuah temuan yang berupa wacana

baru.

H. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan, berisikan Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penjelasan Judul, Tinjauan

Kepustakaan, Metodologi Penulisan, dan Sistematika Penulisan.


BAB II Landasan Teori, Dasar Hukum Fisabilillah sebagai mustahiq zakat,

Makna fisabilillah menurut pemikiran Ulama Mazhab dan pemikiran Ulama

Kontemporer.
BAB III Hasil Penelitian, Bagaimana pemikiran Ulama Mazhab dan

Ulama Kontemporer tentang makna fisabilillah sebagai mustahiq zakat dan mana

diantara pendapat Ulama Mazhab dengan Ulama Kontemporer yang cocok

diterapkan pada saat ini.


BAB IV Penutup, kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai