Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asidimetri adalah penentuan kadar basa dari suatu contoh dengan
menggunakan larutan baku standar serta indikator pH yang sesuai. Larutan baku standar
asam digunakan sebagai titran sedangkan larutan yang akan ditentukan kadar basanya
digunakan sebagai titrat (Daintith, 1994).
Pembuatan larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut cara
pengenceran, yaitu dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih cair. Cara ini dapat
dilakukukan pada cairan yang telah diketahui normalitasnya. Apabila suatu
larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya. Boraks
digunakan sebagai bahan baku dalam penetapan normalitas HCl karena mudah
diperoleh dalam keadaan murni, cukup stabil, dan memiliki berat ekuivalen yang
tinggi.
Pada praktikum ini akan dilakukan standarisasi HCl, penentuan kadar NaOH
dan Na2CO3 dalam caustic soda.
B. Tujuan Percobaan
1. Menentukan konsentrasi HCl.
2. Menentukan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam caustic soda.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada prinsipnya asidimetri adalah analisa titrimetri yang menggunakan asam


kuat sebagai titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat
basa, ataupun pengukuran dengan asam (yang diukur jumlah basa atau garamnya)
(Bassett, 1994).
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan pengukuran
yang seksama volume-volumenya suatu asam dan suatu basa yang tepat akan saling
menetra1kan. Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari
empat golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri.
Asidimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis
garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu standar (asidimetri). Reaksi-reaksi
ini melibatkan senyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air
(Bassett, 1994).
Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, di mana zat dibiarkan
bereaksi dengan zat yang lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret
dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian
dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung
kuantitatif dan tidak ada reaksi samping (Khopkar, 1990).
Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam,
basa dan garam. Asam didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan dalam air,
mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion
positif. Asam kuat berdisosiasi hampir sempurna dengan pengenceran yang sedang,
karena itu ia merupakan elektrolit kuat. Asam lemah berdisosiasi hanya sedikit pada
konsentrasi sedang bahkan pada konsentrasi rendah (Svehla, 1990).
Kuat relatif asam dan basa dalam larutan bergantung pada afinitas mereka
terhadap proton yang berlainan. Menurut Day, 1999, Makin kuat asam, makin
lemah basa konjugatnya. Dari kumpulan reaksi kimia yang dikenal relatif sedikit
yang dapat digunakan sebagai dasar untuk titrasi, suatu reaksi memenuhi
persyaratan berikut sebelum digunakan:
1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu. Tidak boleh
ada reaksi samping.
2. Reaksi harus berjalan sampai boleh dikatakan lengkap pada titik ekivalensi.
Dengan kata lain, ketetapan keseimbangan reaksi harus sangat besar.
3. Beberapa metode harus tersedia untuk menetapkan kapan titik ekivalensi tercapai.
Suatu indikator haruslah tersedia atau beberapa metode secara instrumen dapat
digunakan untuk memberitahu analisis kapan penambahan titran dihentikan.
4. Reaksi berjalan cepat (dalam beberapa menit saja)
Larutan standar adalah larutan yang mengandung reagensia dengan bobot
diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan. Terdapat dua macam
larutan standar yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan
standar dalam titrasi memegang peranan yang amat penting, hal ini disebabkan
larutan ini telah diketahui konsentrasi secara pasti (artinya konsentrasi larutan standar
adalah tepat dan akurat). Larutan standar merupakan istilah kimia yang menunjukkan
bahwa suatu larutan telah diketahui konsentrasinya (Day, 1999).
Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh
dengan cara menimbang. Syarat senyawa yang dapat dijadikan standar primer:
1. Memiliki kemurnian 100 %.
2. Bersifat stabil pada suhu kamar dan stabil pada suhu pemanasan (pengeringan)
disebabkan standar primer biasanya dipanaskan dahulu sebelum ditimbang.
3. Mudah didapatkan (tersedia dimana-mana).
4. Memiliki berat molekul yang tinggi (MR), hal ini untuk menghindari kesalahan
relatif pada saat menimbang. Menimbang dengan berat yang besar akan lebih
mudah dan memiliki kesalahan yang kecil dibandingkan dengan menimbang
sejumlah kecil zat tertentu.
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh
dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer. NaOH tidak dapat dipakai
untuk standar primer disebabkan NaOH bersifat higroskopis oleh sebab itu maka
NaOH harus dititrasi dahulu dengan KHP (Kalium Hydrogen Phtalat) agar dapat
dipakai sebagai standar primer. Begitu juga dengan H2SO4 dan HCl tidak bisa dipakai
sebagai standar primer, supaya menjadi standar sekunder maka larutan ini dapat
dititrasi dengan larutan standar primer NaCO3 (Day, 1999).
Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volume larutan standar
ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak
dikenal. Standardisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar
sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar
primer (Kenkel, 2003). Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk
mentitrasi (biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses
titrasi suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah
larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik ekuivalen
adalah titik yang menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya
analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau
ditentukan konsentrasinya atau strukturnya. Titik akhir titrasi adalah titik pada saat
titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu
yaitu bagian dari keseluruhan larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses
pengenceran (Haryadi, 1990).
BAB III

METODE KERJA

A. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Kamis, 13 April 2017
Pukul : 15.00-17.00 WIB
Tempat : Laboratorium Kimia DIII Analis Kesehatan Stikes Mega
Rezky Makassar
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah neraca analitik, gelas
kimia, erlenmeyer, labu ukur, pipet tetes, corong, buret, statif dan kertas
timbang.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan caustic soda,
larutan HCl 37 %, aquadest, indikator PP (Phenolphthalein) dan indikator MO
(Methyl Orange).
C. Cara Kerja :
a. Pembuatan larutan caustic soda
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang caustic soda 2,5 gram menggunakan neraca analitik.
3. Dilarutkan dalam 100 ml aquadest ke dalam labu ukur dan dihomogenkan.
b. Pembuatan larutan pengencer HCl
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dimasukkan sedikit aquadest pada labu ukur 500 ml, selanjutnya larutan
HCl 37 % sebanyak 4,18 ml dimasukkan ke dalam labu ukur dan
dihomogenkan.
c. Standarisasi HCl
1. Dimasukkan HCl ke dalam buret ukuran 50 ml hingga batas “0”.
2. Dimasukkan larutan boraks ke dalam erlenmeyer sebanyak 20 ml,
kemudian ditambahkan 3 tetes indikator MO.
3. Diletakkan erlenmeyer di bawah buret lalu dilakukan proses titrasi hingga
terjadi perubahan warna.
d. Analisis kadar NaOH dan Na2CO3 dari caustic soda
1. Dimasukkan 25 ml larutan caustic soda ke dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan 25 ml aquadest dan 3 tetes indikator PP.
2. Dititrasi dengan larutan HCl hingga larutan berubah warna (amati
perubahan warna yang terjadi).
3. Ditambahkan 3 tetes indikator MO apabila sudah terjadi perubahan warna.
4. Dititrasi dengan HCl hingga terjadi perubahan warna.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Hasil Pengamatan
a. Penetapan konsentrasi HCl
No. V Na2B4O7.10H2O V HCl indikator Perubahan warna
1. 25 ml 50 ml MO Ungu kemerahan
2. 25 ml 8 ml MO Ungu kemerahan
x 25 ml 25 ml MO Ungu kemerahan

b. Penentuan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam caustic soda


No Volume contoh V HCl indikator Perubahan warna
1. 25 ml 50 ml PP
2. …. ml …. ml PP Orange pekat
x …. ml 18,5 ml PP
1. 25 ml 8 ml MO
2. …. ml 50 ml MO Orange pekat
x 25 ml 7 ml MO

2. Reaksi
a. Penentuan konsentrasi HCl
Na2B4O7.10H2O + 2 HCl 4 H3BO3 + 2 NaCl + 5 H2O
b. Penentuan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam caustic soda
PP
NaOH + HCl NaCl + H2O
PP
Na2CO3 + HCl NaHCO3 + NaCl
MO
NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2
B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan penentuan kadar


NaOH dan Na2CO3 dalam caustic soda dengan metode asidimetri. Asidimetri
adalah analisa titrimetri yang menggunakan asam kuat sebagai titrannya dan
sebagai analitnya adalah basa. Dalam analisis asidimetri digunakan larutan
standar yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya secara teliti. Larutan
standar ada dua macam yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder.
Larutan standar primer adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan
menimbang dan larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya
diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer.
Pada praktikum kali ini, percobaan pertama yang dilakukan yaitu
standarisasi HCl dengan boraks. Pertama-tama dimasukkan 25 ml larutan boraks
ke dalam erlenmeyer, selanjutnya ditambahkan 3 tetes indikator MO dan dititrasi
dengan larutan HCl sampai terjadi perubahan warna dari tak berwarna menjadi
orange kemerahan (jingga) dan dihentikan proses titrasi ini. Volume HCl yang
digunakan yaitu 25 ml dengan konsentrasinya menjadi 0,1 N. Selanjutnnya pada
percobaan kedua yang dilakukan yaitu titrasi dengan larutan Na2CO3 dengan
menggunakan alat yang sama hanya larutannya yang berbeda. Larutan Na2CO3
dititrasi dengan HCl hingga terjadi perubahan warna yaitu warna ungu pucat
dengan volume yang diperoleh 18,5 ml, kemudian ditambahkan dengan indikator
PP sebanyak 3 tetes. Selanjutnya larutan Na2CO3 dititrasi kembali dengan larutan
HCl hingga terjadi perubahan warna, kemudian ditambahkan lagi 3 tetes indikator
MO dan dilanjutkan proses titrasi dengan volume akhir titrasi yaitu 22,5 ml.
Fungsi larutan HCl yaitu sebagai larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya dan digunakan sebagai titran. Fungsi penambahan indikator PP
yaitu sebagai indikator asam basa. Sedangkan untuk indikator MO digunakan
dalam titrasi pada larutan yang bersifat basa.
Kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi dan mempengaruhi hasil yaitu
pada alat yang digunakan tidak steril ataupun dalam kondisi rusak, penambahan
indikator yang kurang atau berlebihan dan volume pada penambahan aquadest
dalam larutan HCl sehingga konsentrasi HCl berkurang.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
dalam analisis asidimetri pada percobaan pertama yaitu titrasi larutan HCl dengan
boraks diperoleh volume 25 ml dengan konsentrasi 0,1 N berwarna jingga yang
ditambahkan 3 tetes indikator MO, sedangkan pada percobaan kedua Na2CO3
dengan larutan HCl yang ditambahkan 3 tetes indikator PP dan MO diperoleh
volume 22,5 ml dan menghasilkan warna orange.
B. Saran
Saran untuk percobaan ini adalah perlunya ketelitian, keahlian dan
kecekatan dari praktikan seperti dalam titrasi. Kebersihan alat juga harus
diperhatikan, agar tidak ada kesalahaan dalam percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., R. C.dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik.
Jakarta: EGC.
Daintith, J. 1994. Kamus Kimia Lengkap. Jakarta: Erlangga
Day, Underwood. 1999. Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
John Kenkel. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. Washington: Lewis
Publishers
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro
Edisi II. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
W. Haryadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai