Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini gastroenteritis atau biasa disebut dengan diare masih merupakan
penyebab mortalitas kedua terbesar pada anak berusia di bawah 5 tahun setelah
pneumonia. Hingga kini, angka kejadian gastroenteritis akut yang berlanjut menjadi
gastroenteritis persisten pada anak usia di bawah 5 tahun berkisar antara 3−28%
tergantung penyebabnya.
Pemahaman mengenai gastroenteritis persisten menjadi penting bila mengingat
bahwa gastroenteritis persisten dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
kehilangan berat badan 3 kali lebih tinggi serta risiko kematian 7 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan gastroenteritis akut. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada
gastroenteritis persisten terutama ditemukan di negara sedang berkembang.
Peningkatan morbiditas dan mortalitas gastroenteritis berkaitan dengan faktor risiko
seperti usia kurang dari 12 bulan, keadaan malnutrisi, defisiensi mikronutrien,
gangguan sistem imunitas, agen enteropatogen penyebab, pemberian antibiotika yang
tidak rasional, riwayat gastroenteritis berulang, pemberian ASI, kondisi geografis dan
musim, sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, serta sanitasi lingkungan.
Gastroenteritis pada anak dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain infeksi
dan non infeksi. Penyebab gastroenteritis non infeksi dapat disebabkan oleh kelainan
anatomis misalnya intususepsi atau invaginasi dan alergi. Gastroenteritis yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti bakteri, parasit maupun jamur dapat
bermanifestasi sebagai gastroenteritis berdarah, tergantung jenis mikroorganisme
penyebab gastroenteritis.
Gastroenteritis menyerang anak pada periode kritis pertumbuhan dan
perkembangan sehingga bila tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Usaha
preventif dan promotif dalam penanggulangan gastroenteritis diketahui dapat
menurunkan mortalitas dan morbiditas gastroenteritis terutama di negara miskin
dengan sanitasi buruk. Pengenalan dan pengendalian terhadap faktor risiko terjadinya
gastroenteritis persisten merupakan upaya yang sangat penting dalam mencegah
gastroenteritis.
Cara penularan gastroenteritis pada umumnya memalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau kontak
langsung dengan tangan penderita atau barang-barang yang tercemar tinja penderita
atau melalui lalat. Jalur penularan ini dapat dirangkum menjadi 4F (finger, flies, fluid,
field).
Beberapa faktor risiko terkena gastroenteritis antara lain tidak diberikan ASI
secara penuh untuk 4-6 bulan pertama, tidak memadainya penyediaan air bersih,
pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan, gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir, dan faktor genetik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membrane mukosa
saluran pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010).
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat) dengan kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya (Simadibrata et al., 2009). Gastroenteritis akan ditandai dengan
muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit terutama
natrium dan kalium yang akhirnya menimbulkan asidosis metabolik dapat juga
terjadi kekurangan cairan atau dehidrasi (Setiati, 2009).

B. Etiologi
Faktor penyebab gastroenteritis adalah:
1. Faktor infeksi
a. Virus
Virus yang sering menyebabkan gastroenteritis adalah
Rotavirus (penyebab diare paling parah di Amerika Serikat),
Enterik Adenovirus (penyebab 2-12% episode diare pada anak),
Astrovirus (penyebab 2-10% kasus gastroenteritis ringan
sampai sedang pada anak-anak), Human Calcivirus (penyebab
gastroenteritis pada orang dewasa yang sudah memiliki antibodi
terhadap virus ini).
b. Bakteri
Infeksi bakteri menyebabkan 10-20% kasus
gastroenteritis. Bakteri yang paling sering menjadi penyebab
gastroenteritis adalah Salmonella sp, Campylobacter sp,
Shigella sp, dan Yersinia sp (Chow et al., 2010)
c. Parasit dan Protozoa
Giardia lamblia adalah infeksi protozoa yang paling
sering menyebabkan gastroenteritis. Protozoa yang lain
mencakup Cryptosporidium dan Entamoeba hystolitica.
2. Faktor makanan
a. Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, malabsorbsi lemak (long chain
trygliseride), malabsorbsi protein (asam amino, B
laktoglobulin), malabsorbsi vitamin dan mineral.
b. Keracunan makanan
Makanan yang beracun (mengandung toksin bakteri)
merupakan salah satu terjadinya diare. Ketika enterotoksin
terdapat pada makanan yang dimakan, masa inkubasi sekitar 1-
6 jam. Bakteri yang sering menyebabkan keracunan makanan
adalah Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus.

C. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
1. Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifitas enzim adenil
siklase yang mengubah adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic
adenosine monophosphate (cAMP). Akumulasi cAMP intraseluler
menyebabkan sekresi air, ion klorida, natrium, kalium, dan bikarbonat
ke dalam lumen usus secara aktif.
2. Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke
dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan mukosa usus.
Diare invasif disebabkan oleh virus (Rotavirus), bakteri (Shigella,
Salmonella, Campylobacter, Entero InvasifEschericia coli/EIEC, dan
Yersinia), atau parasit (Amoeba).
3. Diare osmotik adalah diare yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
osmotik pada lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen
usus. Keadaan ini menimbulkan gejala watery diarrhea. Diare osmotik
paling sering disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat terutama
laktosa. Laktosa akan diubah oleh enzim laktase menjadi glukosa dan
galaktosa kemudian diabsorbsi di dalam usus halus. Apabila terjadi
defisiensi enzim laktase maka akumulasi laktosa pada lumen usus akan
meningkatkan tekanan osmotik dalam lumen usus sehingga terjadi
diare.

Gambar 1. Infeksi Rotavirus

D. Gejala Klinis
Diare merupakan salah satu gejala gastrointestinal sehingga sering kali
diikuti pula oleh gejala gastrointestinal lainnya antara lain muntah, sakit
perut, dan muntah. Pasien dengan diare akan mnegeluarkan tinja yang
mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat sehingga hal ini
mungkin saja menyebabkan dehidrasi. Diare dapat berbahaya jika berlanjut
menjadi kondisi malnutrisi, dehidrasi, asidosis metabolik, hipokalemia, dan
berlanjut ke kematian.
Beberapa gejala klinis yang sering ditemui adalah:
1. Diare
Pada kasus gastroenteritis, diare secara umum terjadi karena
adanya peningkatan sekresi air dan elektrolit.
2. Mual dan muntah
Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi
lambung melalui mulut. Pusat muntah mengontrol dan
mengintegrasikan terjadinya muntah. Lokasinya terletak pada formasio
retikularis lateral medulla oblongata yang berdekatan dengan pusat-
pusat lain yang meregulasi pernafasan, vasomotor, dan fungsi otonom
lain. Pusat-pusat ini juga memiliki peranan dalam terjadinya muntah.
Stimulasi emetik dapat ditransmisikan langsung ke pusat muntah
ataupun melalui chemoreceptor trigger zone (Chow et al., 2010).
Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis
belum sepenuhnya diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi karena adanya
peningkatan stimulus perifer dan saluran cerna melalui nervus vagus
atau melalui serotonin yang menstimulasi reseptor 5HT3 pada usus.
Pada gastroenteritis akut, iritasi usus dapat merusak mukosa saluran
cerna dan mengakibatkan pelepasan serotonin dari sel-sel kromafin
yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung ke pusat muntah atau
melalui chemoreceptor trigger zone. Pusat muntah selanjutnya akan
mengirimkan impuls ke otot-otot abdomen, diafragma, nervus visceral
lambung, dan esofagus untuk mencetuskan muntah (Chow et al., 2010).
3. Nyeri perut
Rasa sakit perut banyak jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan
apakah nyeri perut yang timbul ada hubungannya dengan makanan,
apakah timbulnya terus menerus, adakah penjalaran ke tempat lain,
bagaimana sifat nyerinya, dan lain-lain. Lokasi dan kualitas nyeri perut
dari berbagai organ akan berbeda.
4. Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal
sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu
(set point) di hipotalamus (Dinarello dan Porat, 2012).
Temperatur tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron-neuron
baik di preoptik anterior hipotalamus dan posterior hipotalamus
menerima dua jenis sinyal, satu dari saraf perifer yang mengirim
informasi dari reseptor hangat atau dingin di kulit dan yang lain dari
temperatur darah. Kedua sinyal ini diintegrasikan oleh
thermoregulatory center di hipotalamus yang mempertahankan
temperatur normal (Dinarello dan Porat, 2012).
Pusat pengaturan suhu terletak di bagian anterior hipotalamus.
Ketika vascular bed yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen
eksogen tertentu (bakteri) atau pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF), zat
metabolik asam arakidonat dilepaskan dari sel-sel endotel jaringan
pembuluh darah ini. Zat metabolik ini, seperti prostaglandin E2,
melewati blood brain barrier dan menyebar ke daerah termoregulator
hipotalamus, mencetuskan serangkaian peristiwa yang meningkatkan
set point hipotalamus. Dengan adanya set point yang lebih tinggi,
hipotalamus mengirim sinyal simpatis ke pembuluh darah perifer,
menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan pembuangan panas dari
kulit (Prewitt, 2015).

Tabel 1. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab


E. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas
yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang seringkali
berbentuk cair, malabsorbtif, atau berdarah tergantung bakteri
penyebabnya (Simadibrata et al., 2009).
Curiga terjadi gastroenteritis apabila terjadi perubahan tiba-tiba
konsistensi tinja menjadi lebih berair dan/atau muntah yang terjadi tiba-
tiba.
Pada anak biasanya diare berlangsung selama 5-7 hari dan
kebanyakan berhenti dalam 2 minggu. Muntah biasanya berlangsung 1-
2 hari dan kebanyakan berhenti dalam 3 hari.
Tanyakan:
a. Kontak terakhir dengan seseorang yang mengalami diare akut
dan/atau muntah.
b. Pajanan terhadap sumber infeksi enterik yang diketahui
(makanan atau minuman yang terkontaminasi).
c. Perjalanan atau bepergian.
2. Pemeriksaan fisik
Status volume dinilai dengan menilai perubahan pada tekanan
darah dan nadi, temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan
abdomen yang seksama juga merupakan hal yang penting dilakukan
(Simadibrata et al., 2009).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik, biakan kuman, tes resistensi
antibiotika, pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi
laktosa.
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, pH dan
cadangan alkali, dan pemeriksaan kadar ureum.
Diagnosis Derajat Dehidrasi
Diagnosis derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif dan
subjektif. Cara objektif adalah dengan membandingkan berat badan
sebelumdan selama diare. Cara subjektif adalah dengan menggunakan kriteria
yang telah dibuat, antara lain kriteria WHO, Skor Maurice King, dan kriteria
MMWR. Cara yang jamak digunakan adalah menggunakan kriteria WHO
seperti yang terlampir di bawah ini:

Tabel 2. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan kriteria WHO

Berdasarkan penurunan BB, tanpa dehidrasi adalah penurunan BB <5%


BB sebelum diare, dehidrasi ringan-sedang 5-10% BB sebelum diare, dan
dehidrasi berat >10% BB sebelum diare. Terpenuhinya kriteria B dan C apabila
ditemukan positifnya 1 di antara penilaian keadaan umum, rasa haus, atau
turgor kulit dan ditemukan positifnya 1 di antara penilaian mata, air mata, atau
mulut dan lidah. Berdasarkan panduan Depkes antara lain apabila ditemukan 2
tanda atau lebih di antara kriteria berikut:

Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan kriteria Depkes RI

F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding gastroenteritis akut adalah radang kolon yang
disebabkan oleh kuman enterohemoragik dan enteroinvasif E.coli,
Campylobacter jejuni, Salmonella enteridis, Yersinia enterocolitica,
Clostridium difficile, dan protozoa Entamoeba hystolitica. Diagnosis banding
penyakit ini terutama disentri amoeba yang dapat dibedakan melalui keluhan,
serangan penyakit, perkembangan penyakit, tinja, komplikasi dan kelainan
anatomi.

G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan gastroenteritis pada anak telah dirumuskan
oleh WHO yaitu lima pilar penatalaksanaan, antara lain:
1. Rehidrasi menggunakan oralit baru
Oralit formula baru merupakan oralit dengan tingkat osmolaritas
lebih rendah dibandingkan formula lama, dimana formula yang baru
lebih mendekati osmolaritas plasma. Perubahan formula dilakukan
karena diare yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh virus
yang tidak menyebabkan perubahan elektrolit berat. Komposisi oralit
baru antara lain natrium 75 Mmol/L, klorida 65 Mmol/L, glukosa 75
Mmol/L, kalium 20 Mmol/L, dan sitrat 10 Mmol/L.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc diberikan karena secara evidence-based dapat mengurangi
lama dan beratnya diare serta mengembalikan nafsu makan. Dasar
pemikiran pemberian zinc adalah efeknya pada fungsi imun dan
perbaikan epitel saluran pencernaan selama diare. Zinc diberikan setiap
hari selama 10-14 hari. Dosis pemberian zinc sebagai berikut:
 Anak di bawah umur 6 bulan: 10 mg (1/2 tablet) per hari
 Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
ASI dan makanan yang sesuai dengan usia anak dan menu yang
sehari-hari diberikan tetap diteruskan untuk mencegah kehilangan berat
badan lebih lanjut dan mengganti nutrisi yang hilang akibat diare.
Makanan yang perlu dihindari adalah makanan dengan gula sederhana,
kandungan lemak tinggi, serta makanan pedas dan asam.

4. Antibiotik selektif
Antibiotik diberikan hanya apabila terdapat indikasi, misalnya
diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotik tidak rasional dapat
menyebabkan memanjangnya masa diare karena gangguan flora normal
usus, mempercepat resistensi kuman, dan menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Antibiotik yang dapat diberikan kepada pasien diare
dengan etiologinya sebagai berikut:

Tabel 4. Antibiotik pada diare


Etiologi Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Tetrasiklin Eritromisin
12,5 mg/kg BB 12,5 mg/kg BB
4x/hari selama 3 hari 4x/hari selama 3 hari
Disentri Shigella Ciprofloxacin Ceftriaxone
15 mg/kg BB 50-100 mg/kg BB
2x/hari selama 3 hari 1x/hari IM selama2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole
10mg/kgBB3x/hari selama 5 hari (10 hari bila
kasus berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kg BB 3x/hari selama 5 hari

5. Nasihat kepada orang tua


Orang tua diberikan nasihat agar segera membawa anaknya ke
rumah sakit apabila ditemukan demam, tinja berdarah, berulang,
makan/minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari.

Tatalaksana rehidrasi diare akut dapat dibedakan berdasarkan derajat


dehidrasinya. Terapi rehidrasi oral diberikan pada anak tanpa dehidrasi atau
dengan dehidrasi ringan-sedang, sedangkan untuk anak dengan dehidrasi
berat diberikan secara parenteral. Tatalaksana rehidrasi berdasarkan derajat
dehidrasi anak sebagai berikut:
Tabel 5. Pedoman tatalaksana berdasarkan derajat dehidrasi
Derajat Rehidrasi Penggantian Cairan
dehidrasi

Tanpa dehidrasi Tidak perlu 10 mg/kg BB tiap diare


2-5 mg/kg BB tiap muntah

Ringan-sedang CRO 75 ml/kg BB/3 jam Idem


Enteral 20 ml/kg BB/jam (3
jam)
Bila parenteral :
175 ml/kgBB/hari (<10 kg)
200 ml/kgBB/hari (>10 kg)

Berat <1 tahun: 30 ml/kg/1 jam + Idem


70 ml/kg/5 jam
>1 tahun: 30 ml/kg/ 1/2jam +
70 ml/kg/2 1/2jam

H. Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis
pada anak dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu meningkatkan
kebersihan diri dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan
kebiasaan mencuci tangan dan juga memperhatikan kebersihan makanan
karena makanan merupakan salah satu sumber penularan virus yang
menyebabkan gastroenteritis. Selain itu, meningkatkan tingkat higienitas juga
sangat diperlukan agar mencegah anak dalam menderita gastroenteritis, seperti
membuang tinja di jamban.

I. Prognosis
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila
mendapatkan pengobatan dini.. Bentuk dysentriae biasanya berat dan masa
penyembuhan lama, meskipun dalam bentuk yang ringan.

J. Komplikasi
1. Dehidrasi
Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada
penderita gastroenteritis. Tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2-5% dari berat badan (BB) dengan
gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak,
penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5-8% dari BB dengan gambaran
klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh dalam
keadaan presyok (nadi cepat dan dalam)
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8-10% dari BB dengan keadaan klinik
seperti pada keadaan dehidrasi sedang ditambah dengan
kesadaran menurun, apatis hingga koma, otot kaku sampai
sianosis.

2. Gangguan keseimbangan asam basa (Asidosis Metabolik)


Asidosis metabolic terjadi karena adanya kehilangan natrium
bikarbonat bersama tinja, adanya ketosis kelaparan akibat metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga terjadi penimbunan keton di dalam
tubuh, penimbunan asam laktat, produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oligouria/anuria), dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan
ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Secara klinis, asidosis metabolik dapat diketahui dengan
memperhatikan pernafasan. Pernafasan bersifat cepat, teratur, dan
dalam disebut pernafasan Kusmaull.
3. Hipoglikemia
Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang,
tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa muntah, dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa syok hipovolemik. Akibatnya, perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dan
dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan
bila tidak segera ditangani, penderita dapat meninggal.

BAB III
STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
a. Nama : An. RM
b. Tanggal lahir : 3 Maret 2015
c. Umur : 2 tahun
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Alamat : Banjarsari, Surakarta
f. Agama : Islam
g. Suku : Jawa
h. Tanggal pemeriksaan : 23 Desember 2017
i. Caretaker : Ibu
j. Nomor RM : 01-xx-xx-xx

2. Keluhan utama
Buang Air Besar (BAB) cair kurang lebih 5x disertai dengan
muntah.

3. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan buang air besar
yang cair, kecoklatan, terdapat ampas, tidak ada perubahan bau, dan
tidak tampak lendir ataupun darah. Keluhan sudah dirasakan sejak 1
hari yang lalu, pasien mengaku mencret sekitar 5 kali sebelum ke rumah
sakit, sebanyak ± setengah gelas belimbing per BAB. Pasien mengalami
muntah 1x berisi makanan dan demam 38o C. Pasien masih dapat
minum dan tampak lebih haus. Pasien rewel, sering menangis, ada air
mata. Kencing berwarna kuning pekat dan lebih sedikit. Berat badan
pasien saat ditimbang di poli adalah 11 kg dan berat badan satu bulan
sebelumnya adalah 11,5 kg.

4. Riwayat penyakit dahulu


a. Pada saat berusia 1 tahun, pasien mengalami demam dan batuk
akibat tonsilofaringitis akut viral. Pasien mendapat terapi
Parasetamol drop 4 x 2 ml dan membaik.
b. Riwayat
 Penurunan kesadaran : (-)
 Kejang : (-)
 Menangis sambil memegang telinga : (-)
 Menangis saat berkemih : (-)
 Alergi : (-)
 Kuning : (-)
 Sesak napas : (-)
 Campak : (-)
 Nyeri perut : (-)
 Riwayat berpergian : (-)
 Dirawat di rumah sakit : (-)
 Penggantian menu makanan : (-)

5. Riwayat penyakit keluarga


 Riwayat penyakit serupa : (-)
 Riwayat asma : (-)
 Riwayat alergi : (-)
 Riwayat sakit darah tinggi : (-)
 Riwayat sakit gula : (-)

6. Riwayat gizi
Pasien minum ASI (Air Susu Ibu) dan susu formula sampai usia
2 bulan, dilanjutkan ASI saja hingga usia 6 bulan. Pada usia 6 bulan,
pasien mulai mengonsumsi tambahan bubur susu. Pada usia 7 bulan
sampai sekarang, pasien mulai mendapat makanan tambahan berupa
biskuit, buah (pepaya, pisang, alpukat), dan nasi tim. Pasien makan 3
kali sehari, setiap kali makan 1 piring kecil dan buah dikonsumsi 2 kali
per hari.

7. Riwayat sosial ekonomi


Pasien tinggal di rumah nenek, dengan ayah, ibu, kakak, dan
nenek. Ayah pasien berasal dari Irian Jaya, bekerja sebagai pegawai
hotel, serta pendidikan terakhir SMA. Ibu pasien adalah seorang ibu
rumah tangga, berasal dari Jawa, dan pendidikan terakhir juga SMA.
Lingkungan tempat tinggal cukup baik dan menggunakan air ledeng
untuk mandi. Kamar mandi dan jamban terbuat dari keramik, serta
dibersihkan setiap bulan. Ibu pasien memasak dengan air ledeng yang
dimasak atau air kemasan. Tempat penampungan sampah jauh dari
rumah. Dalam 1 minggu terakhir, ada anak tetangga yang menderita
diare.

8. Riwayat kehamilan
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien
adalah seorang anak perempuan berusia 6 tahun. Ibu pasien adalah
seorang G2P2A0. Saat hamil, ibu pasien tidak ada demam atau sakit
lain, tidak ada konsumsi jamu atau rokok atau alkohol, tidak ada
keputihan berbau. Ibu pasien rutin periksa kehamilan tiap bulan di
bidan.

9. Riwayat kelahiran
Pasien lahir spontan di Rumah Sakit Dr. Moewardi, dirujuk
karena ketuban sedikit. Usia lahir 40 minggu, berat lahir 3.310 gram,
dan panjang badan lahir 50 cm. Pasien langsung menangis dan tidak
biru maupun kuning. Ketuban jernih tidak berbau.

10. Riwayat tumbuh kembang


a. Tengkurap pada usia 4 bulan; duduk pada usia 6 bulan; berdiri
pada usia 8 bulan; bicara pada usia 7 bulan; berjalan pada usia 8
bulan
b. Gigi pertama pasien tumbuh pada usia 7 bulan (insicivus atas
dan bawah)

11. Riwayat imunisasi


a. Pasien mendapat imunisasi Hepatitis B saat lahir, 1 bulan, dan 6
bulan
b. Di Puskesmas, pasien mendapat imunisasi BCG saat 2 bulan;
imunisasi DPT dan polio saat 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan; serta
imunisasi campak saat berusia 9 bulan

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Tampak sakit ringan, tidak sianosis/pucat/lemas, dapat duduk,
kontak mata adekuat, gerakan keempat ekstremitas aktif dan simetris,
tidak rewel/menangis.
2. Tanda vital
 Tensi : 100/60
 Nadi : 140 x/menit, teratur, isi cukup, ekual
pada keempat ekstremitas, akral hangat, CRT < 2 detik, tidak
ada sianosis
 Frekuensi nafas : 32 x/menit, abdiminotorakal, dalam,
teratur, tidak ada nafas cuping hidung atau retraksi (anak dalam
kondisi tenang)
 Suhu : 38o C
3. Status gizi
 Berat badan : 11 kg
 Panjang badan : 98 cm
 Lingkar lengan atas : 17 cm
 Lingkar kepala : 50 cm
 Lingkar dada : 55 cm
 Kesan : gizi baik dan pertumbuhan normal
4. Kulit
Warna coklat, hiperpigmentasi (-), kering (-), teleangiektasis (-
), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-), uji torniquet (-).
5. Kepala
Normosefal, tidak ada deformitas, rambut hitam, persebaran
merata, tidak mudah dicabut, ubun-ubun kecil agak cekung (diameter 2
cm).
6. Mata
Mata terlihat cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak
ikterik, RCL (refleks cahaya langsung) +/+, RCTL (refleks cahaya tidak
langsung) +/+, air mata ada, palpebra agak cekung.
7. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus
(-).
8. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
9. Mulut
Trismus (-), Sianosis (-), gusi berdarah (-), tiphoid tounge (-),
papil lidah atrofi(-), ulserasi (-), stomatitis angularis (-), oral thrush (-
), bibir dan mukosa lembab, oral hygiene baik.
10. Leher
Kelenjar getah bening (limfonodi) tidak teraba, tidak ada
gerakan otot bantu napas m. Sternokleidomastoideus.
11. Thorax
Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri,
retraksiintercostal (-), pernafasan abdominothorakal, pembesaran
kelenjar getah bening axilla (-/-), nyeri tekan sternum (-).
12. Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, teraba pada SIC
iga 4 linea midclavicularis sinistra
 Perkusi :
- Batas jantung kanan atas: SIC II linea parasternalis
dextra
- Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
- Batas jantung kiri atas: SIC II linea parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah: SIC V 1 cm medial linea
medioklavicularis sinistra
- Pinggang jantung : SIC III lateral parasternalis sinistra
→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar
 Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
regular, bising (-), gallop (-).
13. Pulmo
a. Depan
 Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan =
kiri, ketertinggalan gerak (-), retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
 Perkusi
- Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-
hepar pada SIC VI linea medioclavicularis dextra,
pekak pada batas absolut paru hepar
- Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada
SIC VI linea medioclavicularis sinistra

 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal,
suara tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)
b. Belakang
 Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris
- Dinamis : Pengembangan dada simetris
kanan = kiri, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri
 Perkusi
- Kanan : Sonor
- Kiri : Sonor
- Peranjakan diafragma 4 cm
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)

14. Abdomen
 Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada,
ascites (-),scar (-), striae (-), sikatrik (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) 12 kali per menit, bising
epigastrium (-)
 Perkusi : Timpani, perut keras seperti papan (-), timpani,
pekak sisi (-), pekak alih (-),undulasi (-)
 Palpasi : Supel, perut keras seperti papan (-), nyeri tekan
(-), hepar/ lien tidak teraba, turgor kembali agak lambat
15. Punggung
Tidak tampak skoliosis/cedera, tidak ada nyeri tekan
16. Genital
OUE (ostium uretra externum) di ujung penis, tidak ada fimosis,
kedua testis teraba, tidak ada kemerahan
17. Pemeriksaan neurologis
a. Refleks Fisiologis: Biseps ++/++, triseps ++/++, patella ++/++,
achilles ++/++
b. Refleks Patologis : Babinski negative
18. Ekstremitas
CRT (capillary refill time) < 2 detik, tidak ada baggy pants, kulit
sawo matang, turgor kembali agak lambat
a. Superior dekstra : Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-)
petechie (-), Spoon nail (-)kuku pucat (-),clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)
b. Superior sinistra : Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-),clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)
c. Inferior dekstra : Edema(-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)
d. Inferior Sinistra : Edema(-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat(-),clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan elektrolit darah

2. Pemeriksaan tinja
Plan pemeriksaan penunjang:
Analisis feses ulang

D. Diagnosis Banding
Disentri Basiler
Disentri Amoeba

E. Diagnosis
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan-sedang ec rotaviral enteritis

F. Terapi
Non medikamentosa
1. Sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula
2. Penyiapan dan penyimpanan makanan secara bersih
3. Menggunakan air bersih dan matang untuk minum
4. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan memberi makan
5. Membuang tinja di jamban
6. Pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik
7. Mencegah terjadinya dehidrasi

Medikamentosa

 Oralit
 Zinc 20 mg selama 10 hari
 Paracetamol syrup 91-136,5 mg per kali pemberian bila demam
 Lacto-B pulv

Penulisan resep

R/ Oralit granul sachet No. XII


∫ ad libitum 1 sachet solve in aqua cc 200
R/ Orezinc syr mg 20/ 5 ml fl No. I
∫ 1 dd cth I uc
R/ Sanmol syr mg 120/ 5 ml fl No. I
∫ prn 3 dd cth I
R/ Lacto-B pulv sachet No. XV
∫ 3 dd pulv I
Pro : An. HEP (3 tahun; 11 kg)

BAB IV

PEMBAHASAN OBAT

1. Oralit
Komposisi
Isi : 4,129 gram.
Tiap kantong berisi: natrium klorida 0,52 gram, kalium klorida 0,3 gram,
trinatrium sitrat dihidrat 0,58 gram, glukosa anhidrat 2,7 gram, dan bahan
tambahan secukupnya.

Farmakokinetik
Natrium klorida dan kalium klorida diabsorpsi dengan baik di saluran
pencernaan, mengganti kehilangan elektrolit, mengoreksi gangguan
keseimbangan elektrolit. Kelebihan natrium sebagian besar diekskresi melalui
ginjal, dan sejumlah kecil melalui feses dan keringat.

Farmakodinamik
Oralit mengandung alkalinising agent untuk mengantisipasi asidosis; sedikit
hypo-osmolar (kira-kira 250 mmol/liter) untuk mencegah kemungkinan induksi
diare osmotik. Komposisi larutan rehidrasi oral (oralit) yang rasional adalah
bahwa absorpsi glukosa tergabung pada transport aktif elektrolit, absorpsi
tersebut secara teori meningkatkan efisiensi ketika rasio karbohidrat: natrium
mendekati 1:1.

Indikasi
Mencegah dan mengobati “kurang cairan”(dehidrasi) akibat
diare/mencret/muntaber.
Kontraindikasi
Obstruksi dan perforasi usus

Dosis
 Di bawah 1 tahun : 1 ½ gelas pada 3 jam pertama, selanjutnya ½ gelas setiap
mencret
 Anak umur 1-<5 tahun: 3 gelas pada 3 jam pertama, selanjutnya 1 gelas
setiap mencret
 Anak umur 5-12 tahun: 6 gelas pada 3 jam pertama, selanjutnya 1½ gelas
setiap mencret
 Diatas 12 tahun: 12 gelas pada 3 jam pertama, selanjutnya 2 gelas setiap
mencret

Efek samping
Gangguan keseimbangan elektrolit: gangguan keseimbangan elektrolit akibat
kelebihan natrium. Hal ini dapat juga diakibatkan oleh efek anion yang spesifik.
Retensi natrium berlebih di dalam tubuh biasanya terjadi ketika ekskresi
natrium melalui ginjal terganggu. Hal ini memicu terakumulasinya cairan
ekstraseluler untuk mempertahankan osmolalitas plasma normal yang dapat
menimbulkan edema paru dan perifer berikut konsekuensinya. Hipernatraemia
(peningkatan osmolalitas plasma) biasanya dihubungkan dengan kurangnya
asupan (intake) cairan, atau terjadi kehilangan banyak cairan. Jarang terjadi jika
digunakan pada dosis terapi, tetapi dapat terjadi pada penggunaan larutan
natrium klorida (saline) hipertonik untuk merangsang muntah atau untuk bilas
lambung dan setelah terjadi kesalahan formulasi makanan bayi. Hipernatraemia
juga dapat terjadi pada penggunaan salin hipertonik yang tidak tepat secara
intravena. Efek pada gastrointestinal dikaitkan dengan tertelannya larutan
hipertonik atau sejumlah besar natrium klorida meliputi mual, muntah, diare
dan kram perut. Penggunaan garam klorida secara berlebihan dapat
menyebabkan hilangnya bikarbonat dengan efek pengasaman. Larutan yang
terlalu pekat dapat menimbulkan hiperkalemia. Kalau terlalu banyak diminum
dapat menimbulkan edema pada kelopak mata.
Peringatan
 Teruskan ASI, makan dan minum selama diare, beri makanan ekstra setelah
sembuh
 Bila keadaan memburuk atau dalam 2 hari tidak membaik segera bawa ke
rumah sakit atau Puskesmas atau dokter dan oralit tetap diberikan
 Bila terjadi gejala kekurangan garam natrium dalam darah (hiponatremia),
agar konsultasi ke dokter atau tenaga kesehatan terdekat
 Hentikan oralit bila diare berhenti dan penderita segar kembali.

2. Zinc (Orezync syrup 20 mg/5mL)


Komposisi
Setiap satu sendok teh sirup ini mengandung 20 mg zinc

Cara kerja obat


 Zinc digunakan untuk melengkapi pengobatan diare pada anak – anak
berusia di bawah lima tahun, penggunaannya selalu disertai dengan cairan
oralit (Oral Rehydration Salts)
 Pengobatan diare ditujukan untuk pencegahan atau pengobatan dehidrasi
menggunakan oralit dan pencegahan gangguan nutrisi (menggunakan Zinc)
 Berikan zinc segera mungkin pada awal diare, bersamaan dengan oralit,
jangka waktu dan masa keakutan sama resikonya dengan dehidrasi yang
akan dihilangkan
 Meneruskan penggunaan zinc setelah diare berhenti, kekurangan zinc
dalam feses akan digantikan
 Dapat mengurangi lama dan beratnya diare, mengurangi resiko mendapat
diare baru dalam 2-3 bulan, serta mengembalikan nafsu makan
 Dasar pemikiran pemberian zinc adalah efeknya pada fungsi imun dan
perbaikan epitel saluran pencernaan selama diare
Indikasi
Zinc merupakan terapi pelengkap diare pada anak – anak yang digunakan
bersama dengan oralit

Kontraindikasi
Obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif terhadap zinc

Posologi
 Bayi pada usia 2 – 6 bulan: ½ sendok teh (10 mg zinc) setiap hari selama
10 hari berturut – turut, meskipun diare sudah berhenti
 Anak berusia 6 bulan – 5 tahun: 1 sendok teh (20 mg zinc) setiap hari
selama 10 hari berturut – turut, meskipun diare sudah berhenti

Efek samping
 Toksisitas zinc secara oral pada orang dewasa dapat terjadi akibat asupan
zinc dengan dosis melebihi 150 mg per hari (kurang lebih 10 kali dari dosis
yang direkomendasikan) selama periode yang sama
 Dosis tinggi zinc untuk periode lama dapat menyebabkan penurunan
konsentrasi lipoprotein plasma dan absorpsi tembaga
 Efek samping lain yang biasa terjadi adalah mual, rasa pahit, muntah, dan
iritasi pada mulut

Peringatan
Selama diare masih berlangsung, selain diberikan suplementasi zinc, juga
diberikan oralit. Para ibu yang menyusui dianjurkan untuk tetap menyusui atau
meningkatkan frekuensi menyusui pada anak selama dan setelah diare. Zinc
paling baik diberikan selambat – lambatnya 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan; dapat diberikan bersama makanan untuk mengurangi rasa tidak nyaman
pada saluran pencernaan.

Interaksi obat
Jika digunakan bersama dengan besi, disarankan menggunakan zinc beberapa
jam sebelum atau sesudahnya. Konsumsi garam zinc juga dapat menurunkan
absorpsi oral dari tetrasiklin dan kuinolon (misalnya antibiotik ciprofloxacin,
norfloxacin), sehingga dapat terjadi penurunan efek anti infeksi. Konsumsi
bersamaan sebaiknya dihindari atau terdapat rentang waktu dalam konsumsi
obat – obat tersebut.

Toksisitas
Walaupun tidak ada toksisistas serius yang akut maupun kronis telah terjadi
akibat konsumsi zinc, namun sebaiknya obat ini tidak digunakan lebih dari 14
hari karena zinc dapat membentuk khelat dengan tembaga.

3. Paracetamol (Sanmol syrup 120 mg/5mL)


Farmakokinetik
 Absorpsi: diberikan peroral, absorpsi bergantung pada kecepatan
pengosongan lambung, dan kadar puncak dalam darah biasanya tercapai
dalam waktu 30-60 menit.
 Distribusi: Asetaminofen sedikit terikat dengan protein plasma
 Metabolisme: dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah
menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida, yang secara farmakologi
tidak efektif.
 Ekskresi: diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah.

Farmakodinamik
 Parasetamol atau asetaminofen adalah obat yang mempunyai efek
mengurangi nyeri (analgesik) dan menurunkan demam (antipiretik).
Parasetamol mengurangi nyeri dengan cara menghambat impuls/rangsang
nyeri di perifer. Parasetamol menurunkan demam dengan cara
menghambat pusat pengatur panas tubuh di hipotalamus.
 Parasetamol merupakan penghambat enzim COX (cyclooxygenase)-1 dan
COX-2 yang lemah di jaringan perifer dan hampir tidak memiliki efek anti-
inflamasi/anti-radang. Hambatan biosintesis Prostaglandin (PG) hanya
terjadi bila lingkungan yang rendah kadar peroksida seperti di hipotalamus
sedangkan lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksida yang
dihasilkan leukosit, hal inilah yang menjelaskan efek antiinflamasi
parasetamol tidak ada. Studi terbaru menduga parasetamol juga
menghambat COX-3 di susunan saraf pusat yang menjelaskan cara
kerjanya sebagai anti piretik.

Indikasi
 Mengurangi nyeri pada kondisi : sakit kepala, nyeri otot, sakit gigi, nyeri
pasca operasi minor, nyeri trauma ringan.
 Menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai penyakit. Pada
kondisi demam, parasetamol hanya bersifat simtomatik yaitu meredakan
keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak mengobati penyebab
demam itu sendiri.

Kontraindikasi
 Parasetamol jangan diberikan kepada penderita hipersensitif atau alergi
terhadap Parasetamol.
 Penderita gangguan fungsi hati berat.
Sediaan dan Dosis
 Paracetamol Tablet
Setiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg.
 Paracetamol Sirup 120 mg/5 ml
Setiap 5 ml (1 sendok takar) mengandung Parasetamol 120 mg.

Dosis yang umum diberikan :


Dosis paracetamol untuk dewasa 300 mg-1 g perkali, dengan maksimum 4
gram per hari. Untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2
g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60-120 mg/kali dan bayi di bawah 1 tahun: 60
mg/kali; pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari.

Efek Samping
 Mual, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan.
 Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan hati.
 Reaksi hipersensitivitas/alergi seperti ruam, kemerahan kulit, bengkak di
wajah (mata, bibir), sesak napas, dan syok.
Peringatan dan Perhatian
 Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak
menghilang, perlu observasi lebih lanjut.
 Gunakan Parasetamol berdasarkan dosis yang dianjurkan oleh dokter.
Penggunaan paracetamol melebihi dosis yang dianjurkan dapat
menyebabkan efek samping yang serius dan overdosis.
 Hati-hati penggunaan Parasetamol pada penderita penyakit hati/liver,
penyakit ginjal dan alkoholisme. Penggunaan Parasetamol pada penderita
yang mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kerusakan fungsi
hati.
 Hati-hati penggunaan Parasetamol pada penderita G6PD (Glukosa-6-
Fosfat Dehidrogenase) deficiency.
 Hati-hati penggunaan Parasetamol pada wanita hamil dan ibu menyusui.
Parasetamol bisa diberikan bila manfaatnya lebih besar dari pada risiko
janin atau bayi. Parasetamol dapat dikeluarkan melalui ASI namun efek
pada bayi belum diketahui pasti.

4. Lacto-B
Komposisi
Serbuk krim nabati, dekstrosa, campuran bakteri asam laktat (Lactobacillus
acidophilus 4,7 x 107 CFU/ gram, Bifidobacterium longum 1,3 x 107 CFU/
gram, dan Streptococcus thermophillus), susu mineral konsentrat, vitamin C 10
mg, vitamin B1 0,5 mg, vitamin B2 0,5 mg, vitamin B6 0,5 mg, niacin 2 mg,
dan zinc oxide.

Cara kerja obat


Mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang
kesehatan melalui terciptanya mikroflora intestinal yang lebih baik.
Petunjuk penggunaan
Menggunakan gunting yang bersih untuk membuka kemasan, lalu dapat
diberikan langsung (rasanya enak) atau dicampurkan dengan makanan (aduk
hingga merata) atau air atau susu formula.

Dosis
Merupakan formula khusus untuk anak berusia 1 – 12 tahun, yang dapat
diberikan berdasarkan petunjuk dokter sebanyak tiga sachet setiap hari.
BAB V
PENUTUP

Gastroenteritis pada anak merupakan penyebab utama kematian anak di negara


berkembang. Tujuan pengobatan yang utama pada gastroenteritis adalah mencegah
dehidrasi dan mengurangi durasi serta tingkat keparahan diare. Regimen terapi yang
direkomendasikan adalah rehidrasi oral, sebab cukup efektif meringankan dehidrasi
(Faure, 2013). Pada beberapa kasus gastroenteritis ternyata rehidrasi oral tidak
berpengaruh pada durasi, tingkat keparahan, atau frekuensi episode diare, sehingga
diperlukan terapi tambahan. Terapi tambahan pada kasus gastroenteritis adalah
pemberian mikronutrien, probiotik, atau obat-obat anti diare. Obat-obat anti diare yang
ada saat ini ternyata cukup beragam yaitu antara lain: golongan Antisecretory dan
Antimotility (terdiri dari opioid, Alpha 2 agonis misalnya clonidine dan somatostatin)
serta Adsorbents (Kaolin dan pectin, Bismuth subsalicylate serta Bile acid sequestrant).
Obat-obat tersebut direkomendasikan untuk mengatasi diare yang non spesifik sebagai
obat anti diare simptomatis.
Untuk mencegah diare akut melanjut menjadi diare persisten dapat dilakukan
dengan mengenali faktor-faktor risiko yang mendasarinya sehingga dapat diantisipasi
dan ditangani dengan tepat. Penanganan secara komprehensif anak diare dengan
malnutrisi, pemberian zink dan vitamin A, pentingnya promosi ASI ekslusif, terapi
antibiotik yang rasional, peningkatan kebersihan diri dan kesehatan lingkungan serta
pemberian imunisasi campak dan rotavirus diharapkan dapat mencegah diare akut
melanjut menjadi diare persisten.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chow C, Ciesla WP, Guerrant RL. 2010. Infectious Diarrhea. Current Diagnosis
and Treatment in Infectious Disease. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK. New
York: Lange Medical Books. pp.225 – 268.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku Saku Petugas
Kesehatan: Lima Langkah Tuntaskan Diare. Jakarta: Penerbit Departemen
Kesehatan RI, pp 1-31.
3. Dinarello R dan Porat H. 2012. Lecture Notes Penyakit Infeksi. Jakarta :
Erlangga.
4. Eppy. 2009. Diare Akut. Medicinus Journal of Pharmaceutical Development and
Medical Application22(3): 91-98.
5. Gunawan SG. 2015. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Jakarta : Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Jawetz M, Adelberg’s. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Kedua.Jakarta :
EGC.
7. Katzung BG. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC.
8. Longo LD, Fauci SA. 2014. Harrison: Gastroenterologi & Hepatologi. Jakarta:
ECG.
9. Prewitt AF. 2015. Role of Antidiarrhoeal Drugs as Adjunctive Therapies for
Acute Diarrhoeal Disease. World Journal Gastroenterology 15 (27) : 3341-3348.
10. Setiati. 2009. Resisten Trimetropim-Sulfametoksazol terhadap Shigellosis. Sari
Pediatri 7 (1): 39-44.
11. Simadibrata W, Subagyo B dan Santoso NB. 2009. Diare Akut dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-HepatologiJilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. pp. 87-118.
12. World Gastroenterology Organisation Global Guildelines. Acute diarrhea in
adults and children: a global perspective. February 2012.
Diunduhdariwww.worldgastroenterology.org/assets/export/userfiles/Acute%20
Diarrhea_long_FINAL-12-6-4.pdf. Diakses pada tanggal 24 April 2017, pukul
22.30.

Anda mungkin juga menyukai