PENDAHULUAN
Saat ini gastroenteritis atau biasa disebut dengan diare masih merupakan
penyebab mortalitas kedua terbesar pada anak berusia di bawah 5 tahun setelah
pneumonia. Hingga kini, angka kejadian gastroenteritis akut yang berlanjut menjadi
gastroenteritis persisten pada anak usia di bawah 5 tahun berkisar antara 3−28%
tergantung penyebabnya.
Pemahaman mengenai gastroenteritis persisten menjadi penting bila mengingat
bahwa gastroenteritis persisten dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
kehilangan berat badan 3 kali lebih tinggi serta risiko kematian 7 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan gastroenteritis akut. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada
gastroenteritis persisten terutama ditemukan di negara sedang berkembang.
Peningkatan morbiditas dan mortalitas gastroenteritis berkaitan dengan faktor risiko
seperti usia kurang dari 12 bulan, keadaan malnutrisi, defisiensi mikronutrien,
gangguan sistem imunitas, agen enteropatogen penyebab, pemberian antibiotika yang
tidak rasional, riwayat gastroenteritis berulang, pemberian ASI, kondisi geografis dan
musim, sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, serta sanitasi lingkungan.
Gastroenteritis pada anak dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain infeksi
dan non infeksi. Penyebab gastroenteritis non infeksi dapat disebabkan oleh kelainan
anatomis misalnya intususepsi atau invaginasi dan alergi. Gastroenteritis yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti bakteri, parasit maupun jamur dapat
bermanifestasi sebagai gastroenteritis berdarah, tergantung jenis mikroorganisme
penyebab gastroenteritis.
Gastroenteritis menyerang anak pada periode kritis pertumbuhan dan
perkembangan sehingga bila tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Usaha
preventif dan promotif dalam penanggulangan gastroenteritis diketahui dapat
menurunkan mortalitas dan morbiditas gastroenteritis terutama di negara miskin
dengan sanitasi buruk. Pengenalan dan pengendalian terhadap faktor risiko terjadinya
gastroenteritis persisten merupakan upaya yang sangat penting dalam mencegah
gastroenteritis.
Cara penularan gastroenteritis pada umumnya memalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau kontak
langsung dengan tangan penderita atau barang-barang yang tercemar tinja penderita
atau melalui lalat. Jalur penularan ini dapat dirangkum menjadi 4F (finger, flies, fluid,
field).
Beberapa faktor risiko terkena gastroenteritis antara lain tidak diberikan ASI
secara penuh untuk 4-6 bulan pertama, tidak memadainya penyediaan air bersih,
pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan, gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir, dan faktor genetik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membrane mukosa
saluran pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010).
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat) dengan kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya (Simadibrata et al., 2009). Gastroenteritis akan ditandai dengan
muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit terutama
natrium dan kalium yang akhirnya menimbulkan asidosis metabolik dapat juga
terjadi kekurangan cairan atau dehidrasi (Setiati, 2009).
B. Etiologi
Faktor penyebab gastroenteritis adalah:
1. Faktor infeksi
a. Virus
Virus yang sering menyebabkan gastroenteritis adalah
Rotavirus (penyebab diare paling parah di Amerika Serikat),
Enterik Adenovirus (penyebab 2-12% episode diare pada anak),
Astrovirus (penyebab 2-10% kasus gastroenteritis ringan
sampai sedang pada anak-anak), Human Calcivirus (penyebab
gastroenteritis pada orang dewasa yang sudah memiliki antibodi
terhadap virus ini).
b. Bakteri
Infeksi bakteri menyebabkan 10-20% kasus
gastroenteritis. Bakteri yang paling sering menjadi penyebab
gastroenteritis adalah Salmonella sp, Campylobacter sp,
Shigella sp, dan Yersinia sp (Chow et al., 2010)
c. Parasit dan Protozoa
Giardia lamblia adalah infeksi protozoa yang paling
sering menyebabkan gastroenteritis. Protozoa yang lain
mencakup Cryptosporidium dan Entamoeba hystolitica.
2. Faktor makanan
a. Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, malabsorbsi lemak (long chain
trygliseride), malabsorbsi protein (asam amino, B
laktoglobulin), malabsorbsi vitamin dan mineral.
b. Keracunan makanan
Makanan yang beracun (mengandung toksin bakteri)
merupakan salah satu terjadinya diare. Ketika enterotoksin
terdapat pada makanan yang dimakan, masa inkubasi sekitar 1-
6 jam. Bakteri yang sering menyebabkan keracunan makanan
adalah Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus.
C. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
1. Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifitas enzim adenil
siklase yang mengubah adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic
adenosine monophosphate (cAMP). Akumulasi cAMP intraseluler
menyebabkan sekresi air, ion klorida, natrium, kalium, dan bikarbonat
ke dalam lumen usus secara aktif.
2. Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke
dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan mukosa usus.
Diare invasif disebabkan oleh virus (Rotavirus), bakteri (Shigella,
Salmonella, Campylobacter, Entero InvasifEschericia coli/EIEC, dan
Yersinia), atau parasit (Amoeba).
3. Diare osmotik adalah diare yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
osmotik pada lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen
usus. Keadaan ini menimbulkan gejala watery diarrhea. Diare osmotik
paling sering disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat terutama
laktosa. Laktosa akan diubah oleh enzim laktase menjadi glukosa dan
galaktosa kemudian diabsorbsi di dalam usus halus. Apabila terjadi
defisiensi enzim laktase maka akumulasi laktosa pada lumen usus akan
meningkatkan tekanan osmotik dalam lumen usus sehingga terjadi
diare.
D. Gejala Klinis
Diare merupakan salah satu gejala gastrointestinal sehingga sering kali
diikuti pula oleh gejala gastrointestinal lainnya antara lain muntah, sakit
perut, dan muntah. Pasien dengan diare akan mnegeluarkan tinja yang
mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat sehingga hal ini
mungkin saja menyebabkan dehidrasi. Diare dapat berbahaya jika berlanjut
menjadi kondisi malnutrisi, dehidrasi, asidosis metabolik, hipokalemia, dan
berlanjut ke kematian.
Beberapa gejala klinis yang sering ditemui adalah:
1. Diare
Pada kasus gastroenteritis, diare secara umum terjadi karena
adanya peningkatan sekresi air dan elektrolit.
2. Mual dan muntah
Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi
lambung melalui mulut. Pusat muntah mengontrol dan
mengintegrasikan terjadinya muntah. Lokasinya terletak pada formasio
retikularis lateral medulla oblongata yang berdekatan dengan pusat-
pusat lain yang meregulasi pernafasan, vasomotor, dan fungsi otonom
lain. Pusat-pusat ini juga memiliki peranan dalam terjadinya muntah.
Stimulasi emetik dapat ditransmisikan langsung ke pusat muntah
ataupun melalui chemoreceptor trigger zone (Chow et al., 2010).
Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis
belum sepenuhnya diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi karena adanya
peningkatan stimulus perifer dan saluran cerna melalui nervus vagus
atau melalui serotonin yang menstimulasi reseptor 5HT3 pada usus.
Pada gastroenteritis akut, iritasi usus dapat merusak mukosa saluran
cerna dan mengakibatkan pelepasan serotonin dari sel-sel kromafin
yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung ke pusat muntah atau
melalui chemoreceptor trigger zone. Pusat muntah selanjutnya akan
mengirimkan impuls ke otot-otot abdomen, diafragma, nervus visceral
lambung, dan esofagus untuk mencetuskan muntah (Chow et al., 2010).
3. Nyeri perut
Rasa sakit perut banyak jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan
apakah nyeri perut yang timbul ada hubungannya dengan makanan,
apakah timbulnya terus menerus, adakah penjalaran ke tempat lain,
bagaimana sifat nyerinya, dan lain-lain. Lokasi dan kualitas nyeri perut
dari berbagai organ akan berbeda.
4. Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal
sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu
(set point) di hipotalamus (Dinarello dan Porat, 2012).
Temperatur tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron-neuron
baik di preoptik anterior hipotalamus dan posterior hipotalamus
menerima dua jenis sinyal, satu dari saraf perifer yang mengirim
informasi dari reseptor hangat atau dingin di kulit dan yang lain dari
temperatur darah. Kedua sinyal ini diintegrasikan oleh
thermoregulatory center di hipotalamus yang mempertahankan
temperatur normal (Dinarello dan Porat, 2012).
Pusat pengaturan suhu terletak di bagian anterior hipotalamus.
Ketika vascular bed yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen
eksogen tertentu (bakteri) atau pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF), zat
metabolik asam arakidonat dilepaskan dari sel-sel endotel jaringan
pembuluh darah ini. Zat metabolik ini, seperti prostaglandin E2,
melewati blood brain barrier dan menyebar ke daerah termoregulator
hipotalamus, mencetuskan serangkaian peristiwa yang meningkatkan
set point hipotalamus. Dengan adanya set point yang lebih tinggi,
hipotalamus mengirim sinyal simpatis ke pembuluh darah perifer,
menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan pembuangan panas dari
kulit (Prewitt, 2015).
F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding gastroenteritis akut adalah radang kolon yang
disebabkan oleh kuman enterohemoragik dan enteroinvasif E.coli,
Campylobacter jejuni, Salmonella enteridis, Yersinia enterocolitica,
Clostridium difficile, dan protozoa Entamoeba hystolitica. Diagnosis banding
penyakit ini terutama disentri amoeba yang dapat dibedakan melalui keluhan,
serangan penyakit, perkembangan penyakit, tinja, komplikasi dan kelainan
anatomi.
G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan gastroenteritis pada anak telah dirumuskan
oleh WHO yaitu lima pilar penatalaksanaan, antara lain:
1. Rehidrasi menggunakan oralit baru
Oralit formula baru merupakan oralit dengan tingkat osmolaritas
lebih rendah dibandingkan formula lama, dimana formula yang baru
lebih mendekati osmolaritas plasma. Perubahan formula dilakukan
karena diare yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh virus
yang tidak menyebabkan perubahan elektrolit berat. Komposisi oralit
baru antara lain natrium 75 Mmol/L, klorida 65 Mmol/L, glukosa 75
Mmol/L, kalium 20 Mmol/L, dan sitrat 10 Mmol/L.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc diberikan karena secara evidence-based dapat mengurangi
lama dan beratnya diare serta mengembalikan nafsu makan. Dasar
pemikiran pemberian zinc adalah efeknya pada fungsi imun dan
perbaikan epitel saluran pencernaan selama diare. Zinc diberikan setiap
hari selama 10-14 hari. Dosis pemberian zinc sebagai berikut:
Anak di bawah umur 6 bulan: 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
ASI dan makanan yang sesuai dengan usia anak dan menu yang
sehari-hari diberikan tetap diteruskan untuk mencegah kehilangan berat
badan lebih lanjut dan mengganti nutrisi yang hilang akibat diare.
Makanan yang perlu dihindari adalah makanan dengan gula sederhana,
kandungan lemak tinggi, serta makanan pedas dan asam.
4. Antibiotik selektif
Antibiotik diberikan hanya apabila terdapat indikasi, misalnya
diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotik tidak rasional dapat
menyebabkan memanjangnya masa diare karena gangguan flora normal
usus, mempercepat resistensi kuman, dan menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Antibiotik yang dapat diberikan kepada pasien diare
dengan etiologinya sebagai berikut:
H. Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis
pada anak dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu meningkatkan
kebersihan diri dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan
kebiasaan mencuci tangan dan juga memperhatikan kebersihan makanan
karena makanan merupakan salah satu sumber penularan virus yang
menyebabkan gastroenteritis. Selain itu, meningkatkan tingkat higienitas juga
sangat diperlukan agar mencegah anak dalam menderita gastroenteritis, seperti
membuang tinja di jamban.
I. Prognosis
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila
mendapatkan pengobatan dini.. Bentuk dysentriae biasanya berat dan masa
penyembuhan lama, meskipun dalam bentuk yang ringan.
J. Komplikasi
1. Dehidrasi
Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada
penderita gastroenteritis. Tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2-5% dari berat badan (BB) dengan
gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak,
penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5-8% dari BB dengan gambaran
klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh dalam
keadaan presyok (nadi cepat dan dalam)
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8-10% dari BB dengan keadaan klinik
seperti pada keadaan dehidrasi sedang ditambah dengan
kesadaran menurun, apatis hingga koma, otot kaku sampai
sianosis.
BAB III
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
a. Nama : An. RM
b. Tanggal lahir : 3 Maret 2015
c. Umur : 2 tahun
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Alamat : Banjarsari, Surakarta
f. Agama : Islam
g. Suku : Jawa
h. Tanggal pemeriksaan : 23 Desember 2017
i. Caretaker : Ibu
j. Nomor RM : 01-xx-xx-xx
2. Keluhan utama
Buang Air Besar (BAB) cair kurang lebih 5x disertai dengan
muntah.
6. Riwayat gizi
Pasien minum ASI (Air Susu Ibu) dan susu formula sampai usia
2 bulan, dilanjutkan ASI saja hingga usia 6 bulan. Pada usia 6 bulan,
pasien mulai mengonsumsi tambahan bubur susu. Pada usia 7 bulan
sampai sekarang, pasien mulai mendapat makanan tambahan berupa
biskuit, buah (pepaya, pisang, alpukat), dan nasi tim. Pasien makan 3
kali sehari, setiap kali makan 1 piring kecil dan buah dikonsumsi 2 kali
per hari.
8. Riwayat kehamilan
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien
adalah seorang anak perempuan berusia 6 tahun. Ibu pasien adalah
seorang G2P2A0. Saat hamil, ibu pasien tidak ada demam atau sakit
lain, tidak ada konsumsi jamu atau rokok atau alkohol, tidak ada
keputihan berbau. Ibu pasien rutin periksa kehamilan tiap bulan di
bidan.
9. Riwayat kelahiran
Pasien lahir spontan di Rumah Sakit Dr. Moewardi, dirujuk
karena ketuban sedikit. Usia lahir 40 minggu, berat lahir 3.310 gram,
dan panjang badan lahir 50 cm. Pasien langsung menangis dan tidak
biru maupun kuning. Ketuban jernih tidak berbau.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Tampak sakit ringan, tidak sianosis/pucat/lemas, dapat duduk,
kontak mata adekuat, gerakan keempat ekstremitas aktif dan simetris,
tidak rewel/menangis.
2. Tanda vital
Tensi : 100/60
Nadi : 140 x/menit, teratur, isi cukup, ekual
pada keempat ekstremitas, akral hangat, CRT < 2 detik, tidak
ada sianosis
Frekuensi nafas : 32 x/menit, abdiminotorakal, dalam,
teratur, tidak ada nafas cuping hidung atau retraksi (anak dalam
kondisi tenang)
Suhu : 38o C
3. Status gizi
Berat badan : 11 kg
Panjang badan : 98 cm
Lingkar lengan atas : 17 cm
Lingkar kepala : 50 cm
Lingkar dada : 55 cm
Kesan : gizi baik dan pertumbuhan normal
4. Kulit
Warna coklat, hiperpigmentasi (-), kering (-), teleangiektasis (-
), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-), uji torniquet (-).
5. Kepala
Normosefal, tidak ada deformitas, rambut hitam, persebaran
merata, tidak mudah dicabut, ubun-ubun kecil agak cekung (diameter 2
cm).
6. Mata
Mata terlihat cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak
ikterik, RCL (refleks cahaya langsung) +/+, RCTL (refleks cahaya tidak
langsung) +/+, air mata ada, palpebra agak cekung.
7. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus
(-).
8. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
9. Mulut
Trismus (-), Sianosis (-), gusi berdarah (-), tiphoid tounge (-),
papil lidah atrofi(-), ulserasi (-), stomatitis angularis (-), oral thrush (-
), bibir dan mukosa lembab, oral hygiene baik.
10. Leher
Kelenjar getah bening (limfonodi) tidak teraba, tidak ada
gerakan otot bantu napas m. Sternokleidomastoideus.
11. Thorax
Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri,
retraksiintercostal (-), pernafasan abdominothorakal, pembesaran
kelenjar getah bening axilla (-/-), nyeri tekan sternum (-).
12. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, teraba pada SIC
iga 4 linea midclavicularis sinistra
Perkusi :
- Batas jantung kanan atas: SIC II linea parasternalis
dextra
- Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
- Batas jantung kiri atas: SIC II linea parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah: SIC V 1 cm medial linea
medioklavicularis sinistra
- Pinggang jantung : SIC III lateral parasternalis sinistra
→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
regular, bising (-), gallop (-).
13. Pulmo
a. Depan
Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan =
kiri, ketertinggalan gerak (-), retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
Perkusi
- Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-
hepar pada SIC VI linea medioclavicularis dextra,
pekak pada batas absolut paru hepar
- Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada
SIC VI linea medioclavicularis sinistra
Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal,
suara tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)
b. Belakang
Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris
- Dinamis : Pengembangan dada simetris
kanan = kiri, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri
Perkusi
- Kanan : Sonor
- Kiri : Sonor
- Peranjakan diafragma 4 cm
Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)
14. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada,
ascites (-),scar (-), striae (-), sikatrik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 12 kali per menit, bising
epigastrium (-)
Perkusi : Timpani, perut keras seperti papan (-), timpani,
pekak sisi (-), pekak alih (-),undulasi (-)
Palpasi : Supel, perut keras seperti papan (-), nyeri tekan
(-), hepar/ lien tidak teraba, turgor kembali agak lambat
15. Punggung
Tidak tampak skoliosis/cedera, tidak ada nyeri tekan
16. Genital
OUE (ostium uretra externum) di ujung penis, tidak ada fimosis,
kedua testis teraba, tidak ada kemerahan
17. Pemeriksaan neurologis
a. Refleks Fisiologis: Biseps ++/++, triseps ++/++, patella ++/++,
achilles ++/++
b. Refleks Patologis : Babinski negative
18. Ekstremitas
CRT (capillary refill time) < 2 detik, tidak ada baggy pants, kulit
sawo matang, turgor kembali agak lambat
a. Superior dekstra : Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-)
petechie (-), Spoon nail (-)kuku pucat (-),clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)
b. Superior sinistra : Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-),clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)
c. Inferior dekstra : Edema(-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)
d. Inferior Sinistra : Edema(-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat(-),clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan elektrolit darah
2. Pemeriksaan tinja
Plan pemeriksaan penunjang:
Analisis feses ulang
D. Diagnosis Banding
Disentri Basiler
Disentri Amoeba
E. Diagnosis
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan-sedang ec rotaviral enteritis
F. Terapi
Non medikamentosa
1. Sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula
2. Penyiapan dan penyimpanan makanan secara bersih
3. Menggunakan air bersih dan matang untuk minum
4. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan memberi makan
5. Membuang tinja di jamban
6. Pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik
7. Mencegah terjadinya dehidrasi
Medikamentosa
Oralit
Zinc 20 mg selama 10 hari
Paracetamol syrup 91-136,5 mg per kali pemberian bila demam
Lacto-B pulv
Penulisan resep
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
1. Oralit
Komposisi
Isi : 4,129 gram.
Tiap kantong berisi: natrium klorida 0,52 gram, kalium klorida 0,3 gram,
trinatrium sitrat dihidrat 0,58 gram, glukosa anhidrat 2,7 gram, dan bahan
tambahan secukupnya.
Farmakokinetik
Natrium klorida dan kalium klorida diabsorpsi dengan baik di saluran
pencernaan, mengganti kehilangan elektrolit, mengoreksi gangguan
keseimbangan elektrolit. Kelebihan natrium sebagian besar diekskresi melalui
ginjal, dan sejumlah kecil melalui feses dan keringat.
Farmakodinamik
Oralit mengandung alkalinising agent untuk mengantisipasi asidosis; sedikit
hypo-osmolar (kira-kira 250 mmol/liter) untuk mencegah kemungkinan induksi
diare osmotik. Komposisi larutan rehidrasi oral (oralit) yang rasional adalah
bahwa absorpsi glukosa tergabung pada transport aktif elektrolit, absorpsi
tersebut secara teori meningkatkan efisiensi ketika rasio karbohidrat: natrium
mendekati 1:1.
Indikasi
Mencegah dan mengobati “kurang cairan”(dehidrasi) akibat
diare/mencret/muntaber.
Kontraindikasi
Obstruksi dan perforasi usus
Dosis
Di bawah 1 tahun : 1 ½ gelas pada 3 jam pertama, selanjutnya ½ gelas setiap
mencret
Anak umur 1-<5 tahun: 3 gelas pada 3 jam pertama, selanjutnya 1 gelas
setiap mencret
Anak umur 5-12 tahun: 6 gelas pada 3 jam pertama, selanjutnya 1½ gelas
setiap mencret
Diatas 12 tahun: 12 gelas pada 3 jam pertama, selanjutnya 2 gelas setiap
mencret
Efek samping
Gangguan keseimbangan elektrolit: gangguan keseimbangan elektrolit akibat
kelebihan natrium. Hal ini dapat juga diakibatkan oleh efek anion yang spesifik.
Retensi natrium berlebih di dalam tubuh biasanya terjadi ketika ekskresi
natrium melalui ginjal terganggu. Hal ini memicu terakumulasinya cairan
ekstraseluler untuk mempertahankan osmolalitas plasma normal yang dapat
menimbulkan edema paru dan perifer berikut konsekuensinya. Hipernatraemia
(peningkatan osmolalitas plasma) biasanya dihubungkan dengan kurangnya
asupan (intake) cairan, atau terjadi kehilangan banyak cairan. Jarang terjadi jika
digunakan pada dosis terapi, tetapi dapat terjadi pada penggunaan larutan
natrium klorida (saline) hipertonik untuk merangsang muntah atau untuk bilas
lambung dan setelah terjadi kesalahan formulasi makanan bayi. Hipernatraemia
juga dapat terjadi pada penggunaan salin hipertonik yang tidak tepat secara
intravena. Efek pada gastrointestinal dikaitkan dengan tertelannya larutan
hipertonik atau sejumlah besar natrium klorida meliputi mual, muntah, diare
dan kram perut. Penggunaan garam klorida secara berlebihan dapat
menyebabkan hilangnya bikarbonat dengan efek pengasaman. Larutan yang
terlalu pekat dapat menimbulkan hiperkalemia. Kalau terlalu banyak diminum
dapat menimbulkan edema pada kelopak mata.
Peringatan
Teruskan ASI, makan dan minum selama diare, beri makanan ekstra setelah
sembuh
Bila keadaan memburuk atau dalam 2 hari tidak membaik segera bawa ke
rumah sakit atau Puskesmas atau dokter dan oralit tetap diberikan
Bila terjadi gejala kekurangan garam natrium dalam darah (hiponatremia),
agar konsultasi ke dokter atau tenaga kesehatan terdekat
Hentikan oralit bila diare berhenti dan penderita segar kembali.
Kontraindikasi
Obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif terhadap zinc
Posologi
Bayi pada usia 2 – 6 bulan: ½ sendok teh (10 mg zinc) setiap hari selama
10 hari berturut – turut, meskipun diare sudah berhenti
Anak berusia 6 bulan – 5 tahun: 1 sendok teh (20 mg zinc) setiap hari
selama 10 hari berturut – turut, meskipun diare sudah berhenti
Efek samping
Toksisitas zinc secara oral pada orang dewasa dapat terjadi akibat asupan
zinc dengan dosis melebihi 150 mg per hari (kurang lebih 10 kali dari dosis
yang direkomendasikan) selama periode yang sama
Dosis tinggi zinc untuk periode lama dapat menyebabkan penurunan
konsentrasi lipoprotein plasma dan absorpsi tembaga
Efek samping lain yang biasa terjadi adalah mual, rasa pahit, muntah, dan
iritasi pada mulut
Peringatan
Selama diare masih berlangsung, selain diberikan suplementasi zinc, juga
diberikan oralit. Para ibu yang menyusui dianjurkan untuk tetap menyusui atau
meningkatkan frekuensi menyusui pada anak selama dan setelah diare. Zinc
paling baik diberikan selambat – lambatnya 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan; dapat diberikan bersama makanan untuk mengurangi rasa tidak nyaman
pada saluran pencernaan.
Interaksi obat
Jika digunakan bersama dengan besi, disarankan menggunakan zinc beberapa
jam sebelum atau sesudahnya. Konsumsi garam zinc juga dapat menurunkan
absorpsi oral dari tetrasiklin dan kuinolon (misalnya antibiotik ciprofloxacin,
norfloxacin), sehingga dapat terjadi penurunan efek anti infeksi. Konsumsi
bersamaan sebaiknya dihindari atau terdapat rentang waktu dalam konsumsi
obat – obat tersebut.
Toksisitas
Walaupun tidak ada toksisistas serius yang akut maupun kronis telah terjadi
akibat konsumsi zinc, namun sebaiknya obat ini tidak digunakan lebih dari 14
hari karena zinc dapat membentuk khelat dengan tembaga.
Farmakodinamik
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat yang mempunyai efek
mengurangi nyeri (analgesik) dan menurunkan demam (antipiretik).
Parasetamol mengurangi nyeri dengan cara menghambat impuls/rangsang
nyeri di perifer. Parasetamol menurunkan demam dengan cara
menghambat pusat pengatur panas tubuh di hipotalamus.
Parasetamol merupakan penghambat enzim COX (cyclooxygenase)-1 dan
COX-2 yang lemah di jaringan perifer dan hampir tidak memiliki efek anti-
inflamasi/anti-radang. Hambatan biosintesis Prostaglandin (PG) hanya
terjadi bila lingkungan yang rendah kadar peroksida seperti di hipotalamus
sedangkan lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksida yang
dihasilkan leukosit, hal inilah yang menjelaskan efek antiinflamasi
parasetamol tidak ada. Studi terbaru menduga parasetamol juga
menghambat COX-3 di susunan saraf pusat yang menjelaskan cara
kerjanya sebagai anti piretik.
Indikasi
Mengurangi nyeri pada kondisi : sakit kepala, nyeri otot, sakit gigi, nyeri
pasca operasi minor, nyeri trauma ringan.
Menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai penyakit. Pada
kondisi demam, parasetamol hanya bersifat simtomatik yaitu meredakan
keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak mengobati penyebab
demam itu sendiri.
Kontraindikasi
Parasetamol jangan diberikan kepada penderita hipersensitif atau alergi
terhadap Parasetamol.
Penderita gangguan fungsi hati berat.
Sediaan dan Dosis
Paracetamol Tablet
Setiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg.
Paracetamol Sirup 120 mg/5 ml
Setiap 5 ml (1 sendok takar) mengandung Parasetamol 120 mg.
Efek Samping
Mual, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan.
Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat menyebabkan
kerusakan hati.
Reaksi hipersensitivitas/alergi seperti ruam, kemerahan kulit, bengkak di
wajah (mata, bibir), sesak napas, dan syok.
Peringatan dan Perhatian
Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak
menghilang, perlu observasi lebih lanjut.
Gunakan Parasetamol berdasarkan dosis yang dianjurkan oleh dokter.
Penggunaan paracetamol melebihi dosis yang dianjurkan dapat
menyebabkan efek samping yang serius dan overdosis.
Hati-hati penggunaan Parasetamol pada penderita penyakit hati/liver,
penyakit ginjal dan alkoholisme. Penggunaan Parasetamol pada penderita
yang mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kerusakan fungsi
hati.
Hati-hati penggunaan Parasetamol pada penderita G6PD (Glukosa-6-
Fosfat Dehidrogenase) deficiency.
Hati-hati penggunaan Parasetamol pada wanita hamil dan ibu menyusui.
Parasetamol bisa diberikan bila manfaatnya lebih besar dari pada risiko
janin atau bayi. Parasetamol dapat dikeluarkan melalui ASI namun efek
pada bayi belum diketahui pasti.
4. Lacto-B
Komposisi
Serbuk krim nabati, dekstrosa, campuran bakteri asam laktat (Lactobacillus
acidophilus 4,7 x 107 CFU/ gram, Bifidobacterium longum 1,3 x 107 CFU/
gram, dan Streptococcus thermophillus), susu mineral konsentrat, vitamin C 10
mg, vitamin B1 0,5 mg, vitamin B2 0,5 mg, vitamin B6 0,5 mg, niacin 2 mg,
dan zinc oxide.
Dosis
Merupakan formula khusus untuk anak berusia 1 – 12 tahun, yang dapat
diberikan berdasarkan petunjuk dokter sebanyak tiga sachet setiap hari.
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Chow C, Ciesla WP, Guerrant RL. 2010. Infectious Diarrhea. Current Diagnosis
and Treatment in Infectious Disease. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK. New
York: Lange Medical Books. pp.225 – 268.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku Saku Petugas
Kesehatan: Lima Langkah Tuntaskan Diare. Jakarta: Penerbit Departemen
Kesehatan RI, pp 1-31.
3. Dinarello R dan Porat H. 2012. Lecture Notes Penyakit Infeksi. Jakarta :
Erlangga.
4. Eppy. 2009. Diare Akut. Medicinus Journal of Pharmaceutical Development and
Medical Application22(3): 91-98.
5. Gunawan SG. 2015. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Jakarta : Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Jawetz M, Adelberg’s. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Kedua.Jakarta :
EGC.
7. Katzung BG. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC.
8. Longo LD, Fauci SA. 2014. Harrison: Gastroenterologi & Hepatologi. Jakarta:
ECG.
9. Prewitt AF. 2015. Role of Antidiarrhoeal Drugs as Adjunctive Therapies for
Acute Diarrhoeal Disease. World Journal Gastroenterology 15 (27) : 3341-3348.
10. Setiati. 2009. Resisten Trimetropim-Sulfametoksazol terhadap Shigellosis. Sari
Pediatri 7 (1): 39-44.
11. Simadibrata W, Subagyo B dan Santoso NB. 2009. Diare Akut dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-HepatologiJilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. pp. 87-118.
12. World Gastroenterology Organisation Global Guildelines. Acute diarrhea in
adults and children: a global perspective. February 2012.
Diunduhdariwww.worldgastroenterology.org/assets/export/userfiles/Acute%20
Diarrhea_long_FINAL-12-6-4.pdf. Diakses pada tanggal 24 April 2017, pukul
22.30.