PENDAHULUAN
Pada bulan Agustus 2012, terdapat penigkatan angka kejadian demam tinggi
di Dinas Kesehatan Kepualauan Seribu. Dilaporkan adanya 427 kasusu demam tinggi
dalam sebulan dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 10%. Kasus demam tinggi
meningkat dibandingkan, kasus sebelumnya dimana rata-rata hanya dilaporkan 100
kasus dan jarang menyebabkan kematian. Dinas Kesehatan setempat menurunkan tim
untuk melakukan investigasi akan kondisi yang terjadi. Mereka mencurigai adanya
Kejadian Luar Biasa (KLB) panyakit malaria. Investigasi dilakukan dengan
menerapkan langkah-langkah penyelidikan KLB.
Selain itu, juga dilakukan surveilans aktif dan surveilans migrasi. Saat ini
pemerintah menargetkan bebas malaria pada tahun 2030. Bebas malaria adalah
kondisi dimana Annual Parasite Incident (API), atau insiden parasit tahunan, di
bawah satu per 1.000 penduduk dan tidak terdapat kasus malaria pada penduduk lokal
selama tiga tahun berturut-turut.
BAB II
A. Seven Jump
Jump 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario. Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah berikut:
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di
Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.
Untuk penyakit-penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan biasa),
maka KLB didefinisikan sebagai suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi
keadaan biasa, pada waktu dan daerah tertentu. Menurut Departemen Kesehatan
tahun 2000 Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu
dan daerah tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan
sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun
2010 adalah :
1. Sumber dari manusia : jalan nafas, tenggorokan, tinja, tangan, urine, dan
muntahan. Seperti :Salmonella, Shigela, Staphylococus, Streptoccocus,
Protozoa, Virus Hepatitis.
2. Sumber dari kegiatan manusia : penyemprotan (penyemprotan pestisida),
pencemaran lingkungan,penangkapan ikan dengan racun, toxin biologis dan
kimia.
3. Sumber dari binatang : binatang piaraan, ikan dan binatang pengerat.
4. Sumber dari serangga : lalat (pada makanan) dan kecoa. Misalnya :
Salmonella, Staphylococus, Streptoccocus.
5. Sumber dari udara, air, makanan atau minuman (keracunan). Dari udara,
misalnyaStaphylococus, Streptoccocus, Virus, Pencemaran Udara. Pada air,
misalnya Vibrio cholerae, Salmonella. Sedangkan pada makanan, misalnya
keracunan singkong, jamur, makan dalam kaleng.
Penanggulangan KLB
Penyidikan KLB
3. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang
tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik)
pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu.
Adanya KLB juga ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari kriteria
KLB. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa
menyusun dengan grafik pola maksimum-minimum 5 tahunan atau 3
tahunan.
5. Deskripsi KLB
a. Deskripsi kasus berdasarkan waktu
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah
(lamanya KLB berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva
epidemik. Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan
frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama
periode wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk menentukan cara
penularan penyakit. Salah satu cara untuk menentukan cara penularan
penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat tipe kurva epidemik,
sebagai berikut:
1) Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan
berasal dari satu sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB
dengan kasus-kasus yang terpapar dalam waktu yang sama
dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui air dan makanan (misalnya: kolera,
typoid).
2) Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini
terjadi pada KLB dengan cara penularan kontak dari orang ke
orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak antara puncak
sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi rata rata
penyakit tersebut.
3) Tipe kurva epidemik campuran antara common source
danpropagated. Tipe kurva ini terjadi pda KLB yang pada
awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu sumber
secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari
orang ke orang (kasus sekunder).
6. Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat
dilakukan atau diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui.
Cara penanggulangan ini dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua
langkah penyelidikan KLB dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan
keputusan cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi
penyakit, sumber dan cara penularannya, sebagai berikut:
a. Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat
dipastikan maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan
yang luas. Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit,
segera dapat dilakukan penanggulangannya yaitu memberikan
imunisasi pada penderita yang diduga kontak, sehingga penyelidikan
hanya dilakukan untuk mencari orang yang kontak dengan penderita
(MMWR, 1985 dalam Maulani, 2010).
b. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat
dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih
diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan
cara penularannya. Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen
tahun 1971. Pada penyelidikan telah diketahui etiologinya
(Salmonella). Walaupun demikian cara penanggulangan tidap segera
ditetapkan sebelum hasil penyelidikan mengenai sumber dan cara
penularan ditemukan. Cara penanggulangan baru dapat ditetapkan
sesudah diketahui sumber penularan dengan suatu penelitian kasus
pembanding (Taylor et al., 1982 dalam Maulani, 2010).
c. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan
sudah diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan,
walaupun masih memerlukan penyelidikan yang luas tentang
etiologinya. Sebagai contoh: suatu KLB Organophosphate pada
tahun 1986. Diketahui bahwa sumber penularan adalah roti, sehingga
cara penanggulangan segera dapat dilakukan dengan mengamankan
roti tersebut. Penyelidikan KLB masih diperlukan untuk mengetahui
etiologinya yaitu dengan pemeriksaan laboratorium, yang ditemukan
parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al., 1987 dalam Maulani,
2010).
d. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka
penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara
penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan. Sebagai
contoh: Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan
baru dapat dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas
mengenai etiologi dan cara penularan penyakit tersebut (Frase et al.,
1977 dalam Maulani, 2010).
9. Penyusunan Rekomendasi
a. Program Pengendalian
Program pengendalian dilakukan oleh institusi kesehatan dalam
upaya menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat
penyakit menular dan penyakit tidak menular.
Tahapan – tahapan program, yaitu:
1) Perencanaan
Dalam tahap perencanaan dilakukan analisis situasi masalah,
penetapan masalah prioritas, inventarisasi alternatif
pemecahan masalah, penyusunan dokumen perencanaan.
Dokumen perencaan harus detail terhadap target/tujuan yang
ingin dicapai, uraian kegiatan dimana, kapan, satuan setiap
kegiatan, volume, rincian kebutuhan biaya, adanya petugas
penanggungjawab setiap kegiatan, metode pengukuran
keberhasilan.
2) Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan dilakukan implemantasi dokumen
perencanaan, menggerakan dan mengkoordinasikn seluruh
komponen dan semua pihak yang terkait.
3) Pengendalian
Supervisi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan
benar-benar dilaksanakan sesuai dengan dokumen
perencanaan.
b. Penanggulangan KLB
1) Penyelidikan epidemiologis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah
untuk mengetahui keadaan penyebab KLB dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku
sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan
pengendaian yang efektif dan efisien.
2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita
termasuk tindakan karantina
Tujuannya adalah:
a) Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar
sembuh dan mencegah agar mereka tidak menjadi
sumber penularan.
b) Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya
sehat, tetapi mengandung penyebab penyakit sehingga
secara potensial dapat menularkan penyakit (carrier).
3) Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi
perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, tetapi
mempunyai resiko terkena penyakit agar jangan sampai
terjangkit penyakit.
4) Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan
terhadap bibit penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan
atau benda yang mengandung bibit penyakit.
5) Penanganan jenazah akibat wabah
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan
secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk
menghindarkan penularan penyakit pada orang lain.
6) Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi
yang bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat
menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat
penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit
tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada
orang lain. Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat
berperan serta aktif dalam menanggulangi wabah.
7) Upaya penanggulangan lainnya
Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan
khusus masing-masing penyakit yang dilakukan dalam rangka
penanggulangan wabah. (Menteri Kesehatan RI, 2010)
10. Penyusunan laporan KLB
Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak
yang berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara
lisan kepada instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan
penanggulangan dan pengendalian KLB yang disarankan dapat
dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan agar pengalaman dan hasil
penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk merancang dan
menerapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau
dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat
dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian KLB.
Surveillance
Tujuan surveilans:
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2)
Surveilans aktif (Gordis, 2000). Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif,
dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases)
yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif
murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan
melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan
surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional.
Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi
kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena
tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu,
tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu
petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan
di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi problem tersebut,
instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.
Penanganan KLB
1. Tahap Pemberantasan
Tujuan utama pada Tahap Pemberantasan adalah mengurangi tingkat penularan
malaria disatu wilayah minimal kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap
tersebut tercapai SPR < 5 %. Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap
Pemberantasan adalah seluruh lokasi endemis malaria (masih terjadi penularan) di
wilayah yang akan dieliminasi.
Untuk mencapai tujuan Tahap Pemberantasan, perlu dilakukan pokok-pokok
kegiatan sebagai berikut :
a. Penemuan dan Tata Laksana Penderita
- Meningkatkan cakupan penemuan penderita malaria dengan konfirmasi
laboratorium baik secara mikroskopis maupun RDT.
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini
menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah, pemantauan kualitas RDT,
dan meningkatkan kemampuan mikroskopis.
- Memantau efikasi obat malaria.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
- Melakukan survei vektor dan analisis dinamika penularan untuk
menentukan metode pengendalian vektor yang tepat.
- Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun integrasi
dengan program/sektor lain di lokasi endemis malaria.
- Melakukan penyemprotan rumah (Indoor Residual Spraying) atau
pengendalian vektor lain yang sesuai di lokasi potensial atau sedang
terjadi KLB.
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Meningkatkan kemampuan unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta (Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) dalam pelaksanaan SKD-
KLB.
- Menanggulangi KLB malaria.
- Meningkatkan cakupan dan kualitas pencatatan-pelaporan tentang angka
kesakitan malaria serta hasil kegiatan.
- Melakukan pemetaan daerah endemis malaria dari data rutin dan hasil
survei.
d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
- Meningkatkan peran aktif masyarakat antara lain melalui pembentukan
Pos Malaria Desa (Posmaldes) di daerah terpencil.
- Meningkatan promosi kesehatan.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi
keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi
internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.
- Integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat, seperti
pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.
- Menyusun Perda atau peraturan perundangan lainnya untuk mendukung
eliminasi malaria.
e. Peningkatan sumber daya manusia
- Menyelenggarakan pelatihan tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah
sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga
kualitas pemeriksaan sediaan darah.
- Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.
- Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.
2. Tahap Pra Eliminasi
Tujuan utama pada tahap Pra Eliminasi adalah mengurangi jumlah fokus aktif dan
mengurangi penularan setempat di satu wilayah minimal kabupaten/kota,
sehingga pada akhir tahap tersebut tercapai API < 1 per 1000 penduduk berisiko.
Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pra Eliminasi adalah fokus aktif (lokasi
yang masih terjadi penularan setempat) di wilayah yang akan dieliminasi. Pokok-
pokok kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Penemuan dan tata laksana penderita
- Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopisdi
Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan
swasta.
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini
menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala menguji
kemampuan pemeriksaan mikroskopis.
- Memantau efikasi obat malaria.
- Meningkatkan cakupan penemuan dan pengobatan penderita secara pasif
melalui Puskesmas Pembantu
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
- Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun secara
rutin melalui kegiatan integrasi dengan program lain dapat mencakup >
80% penduduk di lokasi fokus malaria dengan API ≥ 1‰.
- Melakukan penyemprotan rumah dengan cakupan > 90% rumah penduduk
di lokasi potensial atau sedang terjadi KLB dan di lokasi fokus malaria
dengan API ≥ 1‰ yang tidak sesuai dengan penggunaan kelambu
berinsektisida.
- Melakukan pengendalian vektor dengan metode lain yang sesuai untuk
menurunkan reseptivitas, seperti manajemen lingkungan, larvasidasi, dan
pengendalian vektor secara hayati.
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas,
poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB malaria, dianalisis dan
dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
- Menanggulangi KLB malaria.
- Memperkuat sistem informasi kesehatan sehingga semua penderita dan
kematian malaria serta hasil kegiatan dapat dicatat dan dilaporkan.
- Melaporkan penemuan kasus dengan segera.
- Menginventarisasi dan memetakan fokus malaria.
- Membuat data dasar eliminasi, antara lain secara Geographycal
Information System(GIS) berdasarkan data fokus, kasus, vektor, genotipe
isolate parasit dan intervensi yang dilakukan.
- Membentuk Tim Monitoring Eliminasi Malaria di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Tugas utama Tim tersebut adalah :
a. Membuat data dasar eliminasi.
b. Melakukan penilaian secara objektif dalam menentukan apakah suatu
wilayah kabupaten/kota sudah memenuhi syarat untuk masuk tahap pra
eliminasi atau sudah siap memasuki tahap berikutnya, berdasarkan :
1) Status penularan malaria di wilayah tersebut.
2) Kesiapan dan kemampuan upaya pelayanan kesehatan setempat.
c. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
- Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM,
organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh
masyarakat.
- Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan
masyarakat, seperti pembagian kelambu berinsektisida, penemuan dan
pengobatan penderita.
- Mentaati dan melaksanakan Peraturan daerah dan atau peraturan
perundangan lainnya untuk mendukung eliminasi malaria.
- Melakukan advokasi dan sosialisasi agar mendapat dukungan politik
dan adanya jaminan dalam penyediaan dana secara berkesinambungan
untuk menghilangkan fokus aktif yang masih ada.
- Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi dan
pusat maupun lembaga donor.
- Menyelenggarakan pertemuan lintas-batas provinsi dan
kabupaten/kota untuk merencanakan dan melakukan kegiatan secara
terpadu dalam Eliminasi Malaria.
e. Peningkatan sumber daya manusia
- Re-orientasi program menuju Tahap Eliminasi disampaikan kepada petugas
kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam Eliminasi Malaria
agar mereka memahami tujuan eliminasi dan tugas yang harus dilaksanakan.
- Pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit
pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga kualitas
pemeriksaan sediaan darah.
- Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.
- Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.
3. Tahap Eliminasi
Tujuan utama pada tahap Eliminasi adalah menghilangkan fokus aktif dan
menghentikan penularan setempat di satu wilayah, minimal kabupaten/kota,
sehingga pada akhir tahap tersebut kasus penularan setempat (indigenous) nol
(tidak ditemukan lagi). Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Eliminasi adalah
sisa fokus aktif dan individu kasus positif dengan penularan setempat (kasus
indigenous). Pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Penemuan dan tata laksana penderita
- Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis
baik secara pasif (PCD) di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan
swasta, maupun penemuan penderita secara aktif (ACD).
- Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria
efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat
ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
- Melakukan follow up pengobatan penderita malaria falciparum pada hari
ke-7 dan ke-28 setelah pengobatan, sedang penderita malaria vivax pada
hari ke-7, 28 dan 3 bulan setelah pengobatan.
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala menguji
kemampuan mikroskopis dalam memeriksa sediaan darah.
- Memantau efikasi obat malaria.
- Melibatkan sepenuhnya peran praktek swasta dan klinik serta rumah
sakit swasta dalam penemuan dan pengobatan penderita.
b. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
- Melakukan pengendalian vektor yang sesuai, antara lain dengan
pembagian kelambu berinsektisida (cakupan > 80% penduduk) atau
penyemprotan rumah (cakupan > 90% rumah) untuk menurunkan tingkat
penularan di lokasi fokus baru dan sisa fokus lama yang masih aktif.
- Bila perlu melakukan larvasidasi atau manajemen lingkungan dilokasi
fokus yang reseptivitasnya tinggi (kepadatan vektor tinggi dan adanya
faktor lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan).
- Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan
resistensi vektor.
- Memberikan perlindungan individu dengan kelambu berinsektisida
kepada penduduk di wilayah eliminasi yang akan berkunjung ke daerah
lain yang endemis malaria baik di dalam maupun di luar negeri.
c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas,
poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB malaria, dianalisis dan
dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
- Segera melakukan penanggulangan bila terjadi KLB malaria.
- Melaksanakan surveilans penderita dengan ketat, terutama bila sudah
mulai jarang ditemukan penderita dengan penularan setempat.
- Melaksanakan surveilans migrasi untuk mencegah masuknya kasus
impor.
- Melakukan penyelidikan epidemologi terhadap semua kasus positif
malaria untuk menentukan asal penularan penderita.
- Melaporkan dengan segera setiap kasus positif malaria yang ditemukan
di unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta kepada Dinas
Kesehatan secara berjenjang sampai tingkat pusat.
- Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap fokus malaria untuk
menentukan asal, luas dan klasifikasi fokus tersebut.
- Memperkuat sistem informasi malaria sehingga semua kasus dan hasil
kegiatan intervensi dapat dicatat dengan baik dan dilaporkan.
- Mencatat semua kasus positif dalam buku register secara nasional.
- Melaksanakan pemeriksaan genotipe isolate parasit secara rutin.
- Membuat peta GIS berdasarkan data fokus, kasus positif, genotipe isolate
parasit, vektor, dan kegiatan intervensi yang dilakukan.
- Memfungsikan Tim Monitoring Eliminasi Malaria di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
- Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM,
organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh
masyarakat.
- Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat,
seperti pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.
- Memfungsikan Perda atau peraturan perundangan lainnya, antara lain
untuk membebaskan biaya diagnosis laboratorium dan pengobatan
malaria di unit pelayanan kesehatan pemerintah, serta melarang
penjualan obat malaria di warung atau kaki lima.
- Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk mendapatkan dukungan
politik dan jaminan dalam penyediaan dana secara berkesinambungan
dalam upaya eliminasi malaria, khususnya menghilangkan fokus aktif
dan menghentikan penularan setempat.
- Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat
maupun lembaga donor.
- Melakukan pertemuan lintas batas antar provinsi dan kabupaten/kota
untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan Eliminasi Malaria
secara terpadu.
e. Peningkatan sumber daya manusia
- Melaksanakan re-orientasi program menuju Tahap Pemeliharaan
(pencegahan penularan kembali) disampaikan kepada petugas kesehatan
pemerintah maupun swasta yang terlibat eliminasi. Re-orientasi ini mulai
dilaksanakan bila:
a) Surveilans penderita yang ketat sudah mampu memutuskan
penularan malaria setempat secara total atau hampir total (penderita
indigenous sudah sangat jarang ditemukan).
b) Penderita dengan penularan setempat hampir tidak ditemukan atau
sangat jarang.
c) Hampir semua penderita positif yang ditemukan adalah penderita
impor, relaps, induced dan introduced.
d) Melaksanakan pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Puskesmas
dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan
swasta terutama di daerah reseptive untuk menjaga kualitas
pemeriksaan sediaan darah.
- Melaksanakan pelatihan tenaga Juru Malaria Desa (JMD) untuk kegiatan
ACD di wilayah yang masih memerlukan.
1. Host (Penjamu)
Manusia atau makhluk hidup lainnya yang menjadi tempat terjadinya
proses alamiah perkembangan penyakit. Termasuk dalam faktor host adalah
usia, jenis kelamin, rasa tau etnik, anatomi tubuh, status gizi, social ekonomi,
status perkawinan, penyakit dahulu, gaya hidup, hereditas, nutrisi, dan
imunitas.
Host memiliki karakteristik tersendiri dalam menghadapi ancaman
penyakit:
1. Imunitas : kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon
immunologis
2. Resistensi : kemampuan host untuk bertahan terhadap suatu infeksi
3. Infektifnes : potensi pejamu yang terinfeksi untuk menular
penyakit kepada orang lain.
2. Agent
Suatu unsur organismehidupatau infektif yang dapat
menyebabkanterjadinya suatu penyakit. Agen tersebut meliputi agen biologis,
kimia, nutrisi, mekanik, fisika.
- Biologis : virus, jamur, bakteri
- Kimia : pestisida, CO, zat allergen
- Nutrisi : karbohidrat, lemak, protein , vitamin, mineral, air
- Mekanik : kecelakaan, trauma, dislokasi
- Fisika : radiasi
Karakteristik:
3. Environment
Meliputi lingkungan fisik, biologi, social-ekonomi, topologi, dan
geografi.
- Fisik : udara, musim, cuaca, bencana alam
- Biologi : hewan, tumuhan
- Social-ekonomi : kepadatan penduduk, norma, budaya, kemiskinan
Bila investigasi kasus dan kausa telah memberikan fakta di pelupuk mata
tentang kausa, sumber, dancara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya
segera dilakukan. Prinsipnya, makin cepat respons pengendalian, makin besar
peluang keberhasilan pengendalian. Makin lambat repons pengendalian, makin
sulit upaya pengendalian, makin kecil peluang keberhasilan pengendalian, makin
sedikit kasus baru yang bisa dicegah. Prinsip intervensi untuk menghentikan
outbreak sebagai berikut: (1) Mengeliminasi sumber patogen; (2) Memblokade
proses transmisi; (3) Mengeliminasi kerentanan (Greenberg et al., 2005). Sedang
eliminasi sumber patogen mencakup: (1) Eliminasi atau inaktivasi pato-gen; (2)
Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction); (3)
Pengurangan kontakantara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi
(karantina kontak, isolasi kasus, dan seba-gainya); (4) Perubahan perilaku
penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak daging dengan benar,
dan sebagainya); (5) Pengobatan kasus. Blokade proses transmisi mencakup: (1)
Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas, sarung
tangan, respirator); (2) Disinfeksi/ sinar ultraviolet; (3) Pertukaranudara/ dilusi;
(4) Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara; (5)
Pengendalianvektor (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles, pengasapan
nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida, dan
sebagainya). Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup: (1)
Vaksinasi; (2) Pengobatan(profilaksis, presumtif); (3) Isolasi orang-orang atau
komunitas tak terpapar (reverse isolation); (4) Penjagaan jarak sosial (meliburkan
sekolah, membatasi kumpulan massa).
Posmaldes tidak didirikan pada semua daerah melainkan ada syarat dimana
suatu daerah menjadi tempat berdirinya Posmaldes. Sarat pendirian posmaldes
meliputi berada pada desa atau dusun yang endemis malaria tinggi, daerahnya
sulit memperoleh pelayanan dari unit pelayanan kesehatan (Puskesmas) karena
transportasi sulit dan diutamakan untuk masyarakat marginal atau miskin
(Dinkes, 2004).
Endemik adalah suatu keadaan dimana penyakit secara menetap berada dalam
masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu. Epidemik ialah mewabahnya
penyakit dalam komunitas / daerah tertentu dalam jumlah yang melebihi batas
jumlah normal atau yang biasa. Sedangkan pandemik ialah epidemik yang terjadi
dalam daerah yang sangat luas dan mencakup populasi yang banyak di berbagai
daerah / negara di dunia.
Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik pada suatu populasi jika infeksi
tersebut berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar.
Suatu infeksi penyakit dikatakan sebagai endemik bila setiap orang yang
terinfeksi penyakit tersebut menularkannya kepada tepat satu orang lain (secara
rata-rata). Bila infeksi tersebut tidak lenyap dan jumlah orang yang terinfeksi
tidak bertambah secara eksponsial, suatu infeksi dikatakan berada dalam keadaan
tunak endemik (endemic steady state) suatu infeksi yang dimulai sebagai suatu
epidemik pada akhirnya akan lenyap atau mencapai tunak endemik, bergantung
pada sejumlah faktor termasuk virulensi dan cara penulisan penyakit
bersangkutan.
1. Epidemi
2. Endemi
Endemi adalah penyakit yang umum terjadi pada laju konstan namun
cukup tinggi pada suatu populasi. Berasal dari bahasa Yunani “en” yang
artinya di dalam dan “demos” yang artinya rakyat. Terjadi pada suatu populasi
dan hanya berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari
luar.
3. Pandemi
Pandemi atau epidemi global atau wabah global adalah kondisi dimana
terjangkitnya penyakit menular pada banyak orang dalam daerah geografi
yang luas. Berasal dari bahasa Yunani “pan” yang artinya semua dan “demos”
yang artinya rakyat.
Pola Epidemi
Common-source
Point
Continue
berselang
diperbanyak
campuran
lain-lain
Sporadis mengacu pada penyakit yang terjadi jarang dan tidak teratur.
Endemik mengacu pada kehadiran konstan dan / atau prevalensi biasa dari penyakit
atau agen infeksi dalam suatu populasi dalam wilayah geografis. Hiperendemis
mengacu persisten, tingkat tinggi terjadinya penyakit.
Uraian sebelumnya epidemi menganggap hanya agen infeksi, tetapi penyakit non
infeksi seperti diabetes dan obesitas ada dalam proporsi epidemi di AS
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Materi dalam skenario cukup baik. Keterangan pada kasus di skenario
sudah cukup lengkap dengan adanya hasil pemeriksaan fisik atau pemeriksaan
lain sehingga mahasiswa dapat belajar lebih terarah.
Kegiatan diskusi tutorial kelompok kami berjalan cukup lancar.
Mahasiswa telah berperan aktif dalam diskusi ini. Tutor juga mengarahkan
diskusi sehingga LO atau tujuan pembelajaran dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA