Anda di halaman 1dari 4

Tafsir Surat Al-Insyirah

1. Bukankah kami Telah melapangkan untukmu dadamu?,

2. Dan kami Telah menghilangkan daripadamu bebanmu,

3. Yang memberatkan punggungmu[1584]?

4. Dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu[1585],

5. Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

7. Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan),


kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain[1586],

8. Dan Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

[1584] yang dimaksud dengan beban di sini ialah kesusahan-kesusahan yang


diderita nabi Muhammad s.a.w. dalam menyampaikan risalah.

[1585] meninggikan nama nabi Muhammad s.a.w di sini maksudnya ialah


meninggikan derajat dan mengikutkan namanya dengan nama Allah dalam
kalimat syahadat, menjadikan taat kepada nabi termasuk taat kepada Allah
dan lain-lain.

[1586] Maksudnya: sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu


(Muhammad) Telah selesai berdakwah Maka beribadatlah kepada Allah;
apabila kamu Telah selesai mengerjakan urusan dunia Maka kerjakanlah
urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: apabila Telah selesai
mengerjakan shalat berdoalah.

(Q.S. Alam Nasyrah 94 :1-8)


َ‫ص ْد َر َك‬
َ ‫ك‬ َْ ‫اَلَ َْم نَ ْش َر‬
ََ َ‫ح ل‬
Bukankah Kami telah melapangkan bagimu dadamu?

Kalimat “melapangkan dada”, dalam bahasa Arab, biasanya digunakan untuk


menggambarkan kelapangan dan kekuatan jiwa dalam berbuat atau berbicara.
Karena itu, kalimat “melapangkan dada” pernah dipakai oleh nabi Musa a.s.
saat akan menghadapi Fir’aun dalam bentuk do’a, Robbisyrohlii shadri wa
yassirlii amrii wahlul ‘uqdatan min lisaani yafqahuu qaoli, artinya “Ya Allah
lapangkanlah untukku dadaku, mudahkanlah untukku urusanku, serta
lepaskanlah kekakuan lidahku supaya mereka mengerti perkataanku.” (Q.S. 20:
25-27) . Ini mengandung makna bahwa nabi Musa a.s. memohon diberi
kelapangan dan kekuatan jiwa saat menghadapi Fir’aun yang begitu zalim dan
sangat besar kekuasaannya.

Berdasarkan hal ini, bisa kita tafsirkan bahwa ayat ini berbicara tentang
“kelapangan dada” dalam arti bahwa Allah swt. telah memberikan kekuatan
kepada Nabi saw. untuk menemukan kebenaran, kearifan, dan kelapangan hati
untuk memaafkan kesalahan orang yang berbuat zalim kepadanya serta
kekuatan dalam menghadapi gangguan-gangguan orang lain.

Jadi, yang dimaksud dengan Bukankah Kami telah melapangkan bagimu


dadamu adalah Allah swt. telah membukakan hati Nabi saw. untuk menerima
cahaya ilahi sehingga beliau memiliki kearifan, mempunyai kelapangan hati
untuk menghadapi berbagai kesulitan, serta memahami hakikat kehidupan. Ini
merupakan modal yang sangat penting dalam mengarungi kehidupan.
Siapapun yang memiliki hal ini, tentu akan merasakan keberuntungan dalam
kehidupan dunia dan akhirat.

‫ض ْعنَا‬ ََ ‫ع ْن‬
َ ‫ك َو َو‬ ََ ‫ ِو ْز َر‬. ‫ض اَلَّذِى‬
َ ‫ك‬ ََ َ‫ك أ َ ْنق‬ ََ
ََ ‫ظ ْه َر‬

Dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu, yang


memberati punggungmu.
Kedua ayat ini mengisyaratkan bahwa Nabi saw. pernah merasakan beban
yang sangat berat dalam kehidupan ini. Pertanyaannya, apa gerangan beban
berat tersebut? Muhammad Abduh dalam tafsirnya menjelaskan bahwa beban
yang berat itu adalah beban psikologis yang diakibatkan oleh keadaan umatnya
yang diyakini beliau berada dalam jurang kebinasaan. Namun, saat itu beliau
tidak tahu apa solusi yang tepat untuk memperbaiki keadaan masyarakatnya.

َ‫ك ِذ ْك َر َك‬
ََ َ‫َو َرفَ ْعنَا ل‬
Dan Kami kami tinggikan bagimu sebutanmu?
Ini merupakan penghargaan Allah swt. untuk Nabi saw. bahwa nama beliau
akan selalu diucapkan selama bumi ini masih hidup. Prof. M. Quraish Shihab
dalam bukunya Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, hal 452 mengutip pendapat sejumlah
pendapat para ulama tentang ketinggian penghargaan untuk Nabi saw.
Katanya, ketinggian nama Nabi Muhammad saw.

َ‫ يُ ْس ًرا ْالعُ ْس َِر َم ََع فَا َِّن‬. ‫ن‬


ََّ ‫يُ ْس ًرا ْالعُ ْس َِر َم ََع ِا‬

Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti


ada kemudahan. Dan sesungguhnya bersama
dengan kesulitan itu ada kemudahan.
Ustadz Muhammad Abduh dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini
diawali dengan huruh fa (fa-inna ma’al ‘usri yusran) untuk menunjukkan
adanya kaitan antara kedua keadaan tersebut, yaitu antara timbulnya kesulitan
dan datangnya kemudahan. Digunakannya kala Al sebelum kata Usri dalam
kalimat (fa-inna ma’al ‘usri yusran) memberikan makna umum, yaitu segala
macam kesulitan. Misalnya kesulitan berupa kemiskinan, kelemahan,
pengkhianatan, pokoknya apapun kesulitan yang biasa dijumpai dalam
kehidupan.

Jenis kesulitan apapun pasti dapat ditanggulangi, sepanjang orang yang


menghadapi kesulitan tersebut memiliki jiwa yang kuat untuk mencari
solusinya, menggunakan akal pikiran semaksimal, mungkin serta berdoa dan
tawakkal kepada Allah swt.

ََ ‫فَ ِا َذا فَ َر ْغ‬


َ ‫ت فَا ْن‬
َْ‫صب‬
Maka apabila kamu telah selesai dari suatu
amalan, maka besungguh-sungguhlah dalam
mengerjakan amalan lainnya.
Ayat ini menyuruh agar kita dinamis, kita harus terus bergerak, kerja keras
tanpa lelah, berpikir tanpa henti. Kita berpacu dengan waktu! Jatah usia makin
menipis, jangan biarkan waktu yang kita miliki lewat dengan sia-sia, tanpa
karya, tanpa aktifitas. Umar bin Khattab r.a. berpesan, “Aku benci melihat
kalian tidak melakukan aktifitas yang menyangkut kehidupan dunia, tidak pula
untuk kehidupan akhirat !”

ََ ‫َواِلَى َر ِب‬
ْ َ‫ك ف‬
َْ‫ارغَب‬
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap
Kita tidak cukup sekedar berusaha sungguh-sungguh tapi juga harus
membingkai usaha dengan doa dan berharap pada Allah swt. Usaha yang
dibingkai dengan doa dan berharap pada Allah akan melahirkan jiwa syukur
kalau kita sukses dan sabar kalau usaha itu gagal. Jadikanlah kegagalan sebagai
guru untuk meraih kesuksesan yang lainnya. Semua usaha tidak ada yang sia-
sia kalau dibingkai dengan mengharap rido Allah swt.

Anda mungkin juga menyukai