Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari semua pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Lansia
Dengan Gangguan Psikologis: Depresi” ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 31 Juni 2017

Penyusun

3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat
dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upayapemeliharaan serta peningkatan
kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia,berdaya guna dan produktif.
keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat
dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan
kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif.
Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami berbagai perasan
sedih, cemas, kesepian, mudah tersinggung dan depresi. Jika lansia mengalami gangguan
tersebut maka kondisi tersebut dapat menggangu kegiatan sehari-hari lansia bahkan dapat
sebagai pemicu terjadinya masalah kesehatan lainnya seperti depresi dapat menyebabkan
lansia insomnia dan kaitannya pada lansia yang kurang tidur memiliki daya tahan tubuh yang
rendah sehingga mudah terserang penyakit tambahan. Mencegah dan merawat lansia dengan
masalah depresi adalah hal yang sangat penting dalam upaya mendorong lansia bahagia
sejahtera di dalam keluarga serta masyarakat. Sehingga penting sebagai seorang perawat
memahami konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan depresi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori depresi pada lansia?
2. Bagaimana konsep teori Asuhan Keperawatan pada lansia dengan depresi?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep teori depresi pada lansia.
2. Mengetahui konsep teori Asuhan Keperawatan pada lansia dengan depresi.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASKEP LANSIA DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS: DEPRESI

A. Definisi
Depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suasana perasaan yang
meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi perilaku
seseorang dan persepsinya terhadap dunia (Sadock&Sadock, 2007).
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan
dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian
tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality),
prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001).
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau
berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih dan Sukamto, 2004).
Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian
seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih, murung, kesal,
tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan istilah depresi untuk merujuk
pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga
diri, dan tidak bertenaga. (Suryantha Chandra, 2002:8)

B. Etiologi

Etiologi diajukan para ahli mengenai depresipada usia lanjut (Damping,


2003) adalah:
a. Polifarmasi
Terdapat beberapa golongan obat yang dapatmenimbulkan depresi, antara lain:
analgetika, obatanti-
inflamasi nonsteroid, antihipertensi,antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lain-
lain.

b. Kondisi medis umum

3
Beberapa kondisi medis umum yang berhubungandengan
depresi adalah gangguan endokrin,neoplasma, gangguan neurologis, dan lain-
lain.
c. Teori neurobiology
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperanpada depresi lansia.Pada beberapa
penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada
depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi
serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya
konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi otak juga
diperkirakan berperan pada depresi lansia.
d. Teori psikodinamik
Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang
proses berkabung menghasilkan pendapat bahwa
hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke
dalamindividu tersebut sehingga menyatu atau merupakanbagian
dari individu itu. Kemarahan terhadap objekyang hilang tersebut ditujukan kepad
a diri sendiri.Akibatnya terjadi perasaan bersalah ataumenyalahkan diri sendiri, m
erasa diri tidak berguna,dan sebagainya.
e. Teori kognitif dan perilaku
Konsep Seligman tentang learned helplessnessmenyatakan bahwa terdapat hubun
gan antarakehilangan yang tidak dapat dihindari akibat prosespenuaan seperti kea
daan tubuh, fungsi seksual, dansebagainya dengan sensasi passive helplessness pa
dapasien usia lanjut. Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan
depresif adalah terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan
bagaimana interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang
dialaminya.
f. Teori psikoedukatif
Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu padaorang tua usia lanjut
misalnya ketidakberdayaanmereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanaksa
udara ataupun perubahan-
perubahan fisik yangdiakibatkan oleh proses penuaan dapat memicuterjadinya dep
resi pada usia lanjut.
g. Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religiusyang kurang dihubungkan
dengan terjadinya depresipada lansia. Suatu penelitian komunitas di

3
Hongkong menunjukkan hubungan antara dukungan sosial yang buruk dengan
depresi. Kegiatan religius dihubungkan dengan depresi yang
lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religiouscoping” berhubungan dengan keseh
atan emosional
dan fisik yang lebih baik. “Religious coping”berhubungan dengan berkurangnya
gejala- gejala depresif tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan,
perasaan tidak berguna, penarikan diri dari interaksisosial,
kehilangan harapan, dan gejala- gejala kognitiflain pada depresi (Blazer, 2003).

1. Gambaran Klinik
Individu dengan depresi juga harus mengalami
paling sedikit empat gejala tambahan yang ditarik darisuatu daftar yang meliputi
perubahan-
perubahan dalamnafsu makan atau berat badan, tidur, dan aktivitaspsikomotorik; ener
gi yang berkurang; perasaan tidakberharga atau bersalah; kesulitan dalam berpikir,ber
konsentrasi, atau membuat keputusan; ataupemikiran-
pemikiran berulang tentang kematian ataupemikiran, rencana-
rencana, atau usaha untuk bunuhdiri (American Psychiatric Association).
Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-
gejala depresi lain pada lanjut usia:
a. Kecemasan dan kekhawatiran
b. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya
c. Masalah-masalah somatik yang tidak dapatdijelaskan
d. Iritabilitas
e. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis ataudiet
f. Psikosis

Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengandepresi pada pasien yang lebih muda.
Gejala-gejala depresi sering berbaur dengan
keluhan somatik.Keluhan somatik cenderung lebih dominan dibandingkan
dengan mood depresi. Gejala fisik yangdapat menyertai depresi dapat bermacam-
macam seperti sakit kepala, berdebar-
debar, sakit pinggang,gangguan gastrointestinal dan sebagainya.
Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi atas:

3
1) Suasana Hati
a) Sedih
b) Kecewa
c) Murung
d) Putus Asa
e) Rasa cemas dan tegang
f) Menangis
g) Perubahan suasana hati
h) Mudah tersinggung
2) Fisik
a) Merasa kondisi menurun, lelah
b) Pegal-pegal
c) Sakit
d) Kehilangan nafsu makan
e) Kehilangan berat badan
f) Gangguan tidur
g) Tidak bisa bersantai
h) Berdebar-debar dan berkeringat
i) Agitasi
j) Konstipasi.

2. Tingkatan Depresi pada Lansia


Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu:
a. Depresi ringan
Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah lelah,
konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang,
perasaan salah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan
dan perbuatan yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang.
b. Depresi Sedang
Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga
c. Depresi berat tanpa gejala manic
Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna, keinginan
bunuh diri

3
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan
banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.
Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu:
a. Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih),
b. Hilang minat atau gairah,
c. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:
1) Konsentrasi menurun,
2) Harga diri menurun,
3) Perasaan bersalah,
4) Pesimis memandang masa depan,
5) Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
6) Pola tidur berubah,
7) Nafsu makan menurun

Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi Gejala Gejala lain Fungsi Keterangan


Utama
Ringan 2 2 Baik Distress +
Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung
minimal 2
minggu
Berat 3 4 Terganggu Intensitas gejala
berat sangat berat
Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

3. Dampak Depresi Pada Lansia


Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendirimaupun yang bersamaan dengan
penyakit lainhendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karenabila tidak diobati
dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis.
Pada depresi dapat dijumpai hal-hal sepertidibawah ini (Mudjaddid, 2003):
a. Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler.

3
b. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk
penyakit kardiovaskular (Misal: peningkatan hormone
adrenokortikotropin akan meningkatkan kadarkortisol).
c. Metabolisme serotonin yang terganggu padadepresi akan menimbulkan efek tro
mbogenesis.
d. Perubahan suasana hati (mood) berhubungandengan gangguan respons
imunitas termasukperubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit.
e. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural killer.
f. Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang burukpada program
pengobatan maupun rehabilitasi.
Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapatberlangsung bertahun-tahun
dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial
dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, danmeningkatnya morbiditas
dan mortalitas akibat bunuhdiri dan penyebab lainnya (Unützer, 2007). Beberapap
enelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabkan peningkatan pengg
unaan rumah sakitdan outpatient medical services (Blazer, 2003).

4. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap
lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan
gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian
dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan
memang dirancang untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah
digunakan untuk diinterprestasikan diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun
praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan
oleh Yesavagepada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki
keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari
pengguna. Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes
reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari
30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS
menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab “ya”
atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk

3
menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal
somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10
menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-
30 termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan
evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan
alat penapisan.

5. Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut


a. Terapi fisik
1) Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis
antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap
berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis
separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan
gejala.
2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri
atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan
aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral
untuk mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai
ada perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan
untuk mencegah kekambuhan.

b. Terapi Psikologik
1) Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan
bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik
maupun kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme
psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan
terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien
lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
2) Terapi kognitif

3
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu
negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan
sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia
lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus
diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan
aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.
3) Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi,
sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan
mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi
dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang
depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah
dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses
penyembuhan pasien.
4) Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik
secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau
melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum
sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi
relaksasi.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan
masyarakat, yaitu:

a. Diri Sendiri (Lansia)


1) Berfikir positif
2) Terbuka bila ada masalah
3) Menerima kondiri apa adanya
4) Ikut Kegiatan pengajian
5) Tidur yang cukup
6) Olahraga teratur
7) Optimis
8) Rajin beribadah
9) Latihan relaksasi

3
10) Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
b. Keluarga
1) Dukung lansia tetap berkomunikasi
2) Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
3) Mendengarkan keluahan lansia
4) Berikan bantuan ekonomi
5) Dukung kegiatan lansia
6) Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
7) Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan
c. Masyarakat
1) Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia
2) Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia
3) Support group

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI

1. Pengkajian
a. Identitas diri klien
b. Struktur keluarga : Genoogram
c. Riwayat Keluarga
d. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
a. Kaji adanya depresi.
b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric
depresion scale.
c. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan

3
d. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan observasi langsung terhadap:
a. Perilaku.
1) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas
hidup sehari-hari?
2) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara sosial?
3) Apakah klien sering mengluyur danmondar-mandir?
4) Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena?
b. Afek
1) Apakah kilen menunjukkan ansietas?
2) Labilitas emosi?
3) Depresi atauapatis?
4) lritabilitas?
5) Curiga?
6) Tidak berdaya?
7) Frustasi?
c. Respon kognitif
1) Bagaimana tingakat orientasi klien?
2) Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau
yang sudah lama terjadi?
3) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?
4) Kurang mampu membuat penilaian?
5) Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia?
Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi
pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
b. Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga
yang lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas
(catat hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberiasuhan
tentang dirinya sendiri.

3
2. Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara harus
membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi/siang/sore/malam
atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan
bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
a) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
b) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
c) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
d) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.

b. Mengkaji pasien lansia dengan depresi


Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik
mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan
keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif
depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan diri
kurang)
2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung, lesu,
lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat yaitu apakah lansia
mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak
sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri. Bila data tersebut saudara peroleh,

3
data subjektif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada
lansia (Depresion Geriatric Scale).

3. Klasifikasi Data
a. Data Subjektif
1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti: nyeri abdomen dan dada,
anoreksia, sakit punggung, pusing.
3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup,
merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
b. Data Objektif
1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan
sikap yang merosot.
2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.
3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering
menangis.
5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu,
tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal.
Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak
masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang
pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable)
dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang
dan keterbelakangan psikomotor.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
b. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
c. Ketidakberdayaan
d. Risiko bunuh diri
e. Gangguan pola tidur

5. Rencana Tindakan Keperawatan


3
a. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptive
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam lansia merasa
tidak stres dan depresi.
Kriteria Hasil:
1) Klien dapat meningkatkan harga diri
2) Klien dapat menggunakan dukungan social
3) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi
mengatasi keputusasaannya. pada lansia
2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya
individu diri
3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber Menumbuhkan
harapan (misal: hubungan antar sesama, semangat hidup lansia
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). Klien dapat
menggunakan
dukungan sosial
4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber Lansia tidak merasa
ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim sendiri
pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, Meningkatkan nilai
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, spiritual lansia
kepercayaan agama).
6 Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal: Untuk menangani
konseling pemuka agama). klien secara cepat dan
tepat

3
7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, Klien dapat
frekuensi, efek dan efek samping minum menggunakan obat
obat). dengan benar dan tepat
Untuk memberi
pemahaman kepada
lansia tentang obat
8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat
benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu). memaksimalkan fungsi
obat secara efektif
9 Anjurkan membicarakan efek dan efek Menambah
samping yang dirasakan. pengetahuan lansia
tentang efek-efek
samping obat.
10 Beri reinforcement positif bila menggunakan Lansia merasa dirinya
obat dengan benar. lebih berharga

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pemasukan yang
tidak adekuat akibat penurunan nafsu makan
Tujuan: Tidak ada gangguan kebutuhan nutrisi pada klien
Kriteria hasil:
1) Nafsu makan meningkat
2) Tidak ada mual dan muntah

No Intervensi Rasional
1 Observasi porsi makanan yang telah di Mengkaji intake
habiskan. makanan yang telah di
habiskan.
2 Anjurkan makanan sedikit-sedikit tapi sering Menghindari mual dan
muntah
3 Berikan makanan selagi hangat Memberikan makanan
hangat dan lunak tidak
menyebabkan mual

3
dan muntah.
4 Hindari makanan pantangan bagi klien. Menghindari
komplikasi penyakit
5 Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian Menghilangkan atau
terapi mengurangi keluhan
pasien

c. Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan depresi


Tujuan:
1) Klien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.
Kriteria hasil:
1) Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
2) Mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
3) Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif

No Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan pasien tentang Menggali ide dalam pikiran klien tentang
ide-ide bunuh diri bunuh diri
2 Buat kontrak dengan pasien untuk Meminimalkan resiko pasien bunuh diri
tidak melakukan bunuh diri
3 Bantu pasien mengenali perasaan Menggali perasaan pasien tentang
yang menjadi penyebab timbulnya penyebab bunuh diri
ide bunuh diri
4 Ajarkan beberapa alternatif cara Membantu pasien dalam membentuk
penyelesaian masalah yang koping adaptif
konstruktif
5 Bantu pasien untuk memilih cara Meringankan masalah pasien
yang paling tepat untuk
menyelesaikan masalah secara
konstruktif.

3
6 Beri pujian terhadap pilihan yang Pujian dapat menyenangkan perasaan
telah dibuat pasien dengan tepat. pasien

Tindakan pada Keluarga


Tujuannya agar keluarga mampu:
1) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasie
2) Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
3) Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif
Tindakan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide
bunuh diri
2) Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien:
a) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-benda yang
memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam, tali pengikat, ikat
pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca)
b) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
c) Lakukan pengawasan secara terus menerus
d) Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
e) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah
f) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif
dalam menyelesaikan masalah
g) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping positif
yang telah digunakan oleh klien.
d. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kecemasan
Tujuan:
1) Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria Hasil:
1) Klien mampu memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.

3
2) Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi
penyebab tidur tidak adekuat.
3) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap
pikiran yang melayang-layang (melamun).
4) Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.

No Intervensi Rasional
1 Bersama klien mengidentifikasi gangguan Untuk mengetahui apa
pola tidur saja penyebab
gangguan pola tidur
pada pasien
2 Diskusikan cara-cara utuk memenuhi Mempermudah pasien
kebutuhan tidur (Minum air hangat atau susu untuk memperoleh
hangat sebelum tidur, hindarkan minum yang kebutuhan tidur yang
mengandung kafein dan coca cola, baik
dengarkan musik yang lembut sebelum
tidur)
3 Anjurkan pasien untuk memilih cara yang Cara-cara yang sesuai
sesuai dengan kebutuhannya dapat mempermudah
pasien
4 Berikan lingkungan yang nyaman untuk Agar pasien dapat
meningkatkan tidur. kualitas tidur yang baik

Tindakan untuk Keluarga


Tujuan
1) Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
2) Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
Tindakan
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada
pasien
2) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk
memfasilitasi agar pasien dapat tidur.

3
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia
(Robbin & Kumar, 2007).
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain.
Diagnosa keperawatan yang muncul dari klien dengan Ca Paru antara lain adalah
bersihan jalan nafas tak efektif, gangguan pertukaran gas, pola nafas tak efektif, dan
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.

3
DAFTAR PUSTAKA

Nanda International (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi. 2015-2017.


Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG
Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta.
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Edisi 2. EGC:Jakarta.
Soemantri,Irman.(2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan Edisi 2.Salemba Medika :Jakarta.
Smeltzer.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Stuart and Sudden.
EGC:Jakarta
NIC & NOC: Elsevier. Edisi kelima & Keenam.

Anda mungkin juga menyukai