Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASI adalah salah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi
baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual (Hubertin, 2003). Menyusui merupakan
suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa
pernah membaca buku tentang ASI. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sehingga pengetahuan
lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan, menyusui adalah suatu
pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun mempunyai peran yang penting dalam
mempertahankan kehidupan manusia (Roesli, 2000).
Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat dari teknik
menyusui yang buruk, merupakan penyebab penting terjadinya mastitis, tetapi dalam
benak banyak petugas kesehatan, mastitis masih dianggap sama dengan infeksi payudara.
Mereka sering tidak mampu membantu wanita penderita mastitis untuk terus menyusui,
dan mereka bahkan mungkin menyarankan wanita tersebut untuk berhenti menyusui, yang
sebenarnya tidak perlu. Mastitis adalah infeksi payudara yang kebanyakan terjadi pada ibu
yang baru pertama kali menyusui bayinya.
Mastitis hampir selalu unilateral dan berkembang setelah terjadi aliran susu. Mastitis
dan abses payudara terjadi pada semua populasi, dengan atau tanpa kebiasaan menyusui.
Insiden yang dilaporkan bervariasi dan sedikit sampai 33% wanita menyusui, tetapi
biasanya dibawah 10% (WHO, 2003).
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting susu lecet/nyeri sekitar
57% dari ibu-ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada putingnya,
payudara bengkak. Payudara bengkak sering terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah
ibu melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus dan
mastitis serta abses payudara yang merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis yang
disebabkan karena meluasnya peradangan payudara. Sehingga dapat menyebabkan tidak
terlaksananya ASI ekslusif (Soetjiningsih, 1997).

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Bagaimana Konsep Teori Mastitis ?
1.2.2 Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Mastitis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Memahami Konsep Dasar Teori Mastitis.
1.3.2 Memahami Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Mastitis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Mastitis


2.1.1 Definisi
Peradangan payudara adalah suatu hal yang sangat biasa pada wania yang
pernah hamil, malahan dalam praktek sehari-hari yang tidak hamil pun kadang-
kadang kita temukan dengan mastitis. (Prawiroharjo, 1999). Bilamana pembesaran
payudara hampir terjadi pada semua wanita pada dua sampai tiga hari pertama
setelah kelahiran, tetapi jarang akan menetap dan biasanya tidak disertai dengan
peningkatan temperature yang lebih tinggi. Kongesti cenderung terjadi menyeluruh
dengan pembesaran vena superficial. (Friedman, 1998).
Mastitis adalah infeksi payudara yang kebanyakan terjadi pada ibu yang baru
ertama kali menyusui bayinya. Mastitis hampir selalu unilateral dan berkembang
setelah terjadi aliran susu (Bobak, 2005). Mastitis adalah radang pada payudara
(Soetjiningsih, 1997). Mastitis adalah abses atau nanah pada payudara atau radang
payudara.

Gambar 2.1.1 Mastitis

Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat
dari mastitis. Macam-macam mastitis dibedakan berdasarkan tempatnya serta berdasarkan
penyebab dan kondisinya. Mastitis berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi 3, yaitu :

1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.


2. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu.
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.

Sedangkan pembagian mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi pula menjadi 3,
yaitu :
a. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause,
penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan
mammary duct ectasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya penyumbatan
pada saluran di payudara.
b. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab
utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang
ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.
c. Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman
Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC memerlukan
penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak tuntas, bisa menyebabkan
pengangkatan payudara/mastektomi.

2.2 Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang
normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang
masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting susu.
Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-
3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada
beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) di sebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut :
a) Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b) Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.
c) Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d) Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena
infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan menahun
dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh
wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang
tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi. Dua penyebab utama
mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang
dapat disertai atau berkembang menuju infeksi. Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari
pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan
bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut. Ia menyatakan
bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media
pertumbuhan bakteri. Thomsen, dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang
pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara
dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:
a) Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini
terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi
tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak
efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai
ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat
membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang benar.
b) Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis non infeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala yaitu Adanya bercak panas/nyeri
tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi demam dan ibu
masih merasa baik-baik saja. Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan
pemerasan ASI setelah menyusui.
c) Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala yaitu lemah, nyeri kepala seperti
gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada puting payudara, kulit
payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan tegang,
payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi peningkatan kadar
natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa asin. Mastitis
infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa
pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi
mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi pembentukan abses.

2.3 Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang
berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan,
sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein
kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan
sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan
kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui
penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula
mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada
daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
2.4 Pathway

Stasis
2.5 Tanda dan Gejala
1. Bengkak, nyeri seluruh payudara / nyeri local.
2. Kemerahan pada seluruh payuara / hanya local.
3. Payudara keras dan berbenjol-benjol (Soetjiningsih, 1997).
4. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak
seperti pecah-pecah.
5. Badan demam seperti terserang flu.
6. Menggigil, deman malaise. (Bobak, 2005).
7. Nyeri tekan pada payudara. (Bobak, 2005).
8. Bila sudah masuk tahap abses, gejalanya
a. Nyeri bertambah hebat di payudara.
b. Kuli diatas abses mengkilap.
c. Suhu tubuh (39 - 40 C).
d. Bayi sendiri tidak mau minum pada payudara sakit, seolah
bayi tahu bahwa susu disebelah itu bercampur dengan
nanah. (Prawiroharjo, 1999).

2.6 Komplikasi dan Prognosis


1. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis :
a. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba
keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus
memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian
mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan
untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat
dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik
sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara
serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan
bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi
antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik
yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis
berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah
(eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa
terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui
permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan.
Pada kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan
terbaik adalah mengoles nistatin krim yang juga mengandung kortison ke
puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi
nistatin oral pada saat yang sama.
2. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera. Dan keadaan
akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan tindakan yang adekuat.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis
tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun
World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji
sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila :
a. Pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons
yang baik dalam 2 hari.
b. Terjadi mastitis berulang.
c. Mastitis terjadi di rumah sakit.
d. Penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan
bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari
kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa
penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya
jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.

2.7 Pencegahan
Mastitis bisa dihindari jika ibu yang baru melahirkan cukup banyak istirahat dan bisa
secara teratur menyusui bayinya agar payudara tidak menjadi bengkak. Gunakan bra yang
sesuai ukuran payudara, serta usahakan untuk selalu menjaga kebersihan payudara
dengan cara membersihkan dengan kapas dan air hangat sebelum dan sesudah menyusui.
Hampir semua kasus mastitis akut dapat dihindari melalui upaya menyusui dengan
benar. Kebersihan harus dipraktekkan oleh semua yang berkontak dengan bayi baru lahir
dan ibu baru, juga mengurangi insiden mastitis. Tindakan pencegahan termasuk usaha
yang cermat untuk menghindari kontaminasi tersebut dengan menyingkirkan individual
yang diketahui atau dicuigai sebagai karir dari tempat perawatan. Mencuci tangan dengan
baik adalah penting untuk mencegah terjadinya infeksi. (Fnedman, 1998)

2.8 Penatalaksanaan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik.
Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat
diberikan sebagai terapi antibiotik. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan
pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabila ada
abses maka nanah dikeluarkan, kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat
keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar
dengan jalannya duktus-duktus tersebut. Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis
adalah :
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri,
wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang
nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena
tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk
maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua
tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak
lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya
benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya.
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi
menghendaki, tanpa pembatasan.
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai
menyusui dapat dimulai lagi.
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta
menunjukkan infeksi.
b. Gejala berat sejak awal.
c. Terlihat puting pecah-pecah.
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran
ASI diperbaiki maka laktamase harus ditambahkan agar
efektif terhadap Staphylococcus aureus. Untuk organisme
gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat.
Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya
dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritrimisin 250-500 mg setiap 6
jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6
e. P jam per oral
a
Amoksasilin 250-500 mg setiap 8
d jam
Sefaleksin a 250.500 tiap 6 jam

kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain :


a) Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali
sehari setiap 6 jam selama 10 hari atau eritromisin 250
mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari.
b) Bantulah ibu agar tetap menyusui.
c) Bebat/sangga payudara.
d) Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan
nyeri yaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap
4 jam dan lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada
dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui,
selain itu bila badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas,
kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat
dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa
nyeri. Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa
sakit, istirahat yang cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi
tubuh menjadi sehat kembali. Disamping itu, makan dan minum
yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu
menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang
dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti
semula

4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan
nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting,
karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui,
sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan
adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri
dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan. Dilakukan
pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan
antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan
pemompaan air susu pada payudara yang terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang/indurasi dan kemerahan)
- Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.
- Sangga payudara.
- Kompres dingin.
- Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
- Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
- Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan).
- Diperlukan anestesi umum.
- Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya
tidak mendorong saluran ASI.
- Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari
tangan.
- Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
- Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
- Sangga payudara.
- Kompres dingin.
- Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
- Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
- Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari. Jika
terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan
nanah, serta dianjurkan untuk berhenti menyusui. Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda nyeri (misalnya
acetaminophen atau ibuprofen). Kedua obat tersebut aman untuk
ibu menyusui dan bayinya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien :
 Nama : jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehari-harinya agar
tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.
 Umur : wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami mastitis daripada
wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan di atas 35 tahun. Umur <21 tahun
diperkirakan bahwa alat-alat reproduksinya masih belum matang, mental dan
psikisnya juga belum siap. Sedangkan umur >35 tahun akan rentan sekali untuk
terjadi perdarahan dalam masa nifas. Hal tersebut akan memicu terjadinya mastitis
ini.
 Suku : berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya dalam hal
teknik menyusui dan perawatan payudara.
 Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam membimbing dan
mengarahkannya lebih mudah.
 Pendidikan : biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan banyak yang
mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak mengetahui tentang penyakit serta
pengobatan dan teknik perawatan payudara yang benar untuk kesehatan. Selain itu
aspek pendidikan juga akan mempengaruhi dalam tindakan keperawatan yang akan
diberikan, sehingga perawat dapat memberi asuhan keperawatan dan konseling yang
sesuai dengan kondisi pasien.
 Pekerjaan : wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier) saat
mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah termasuk kelompok yang
berisiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan oleh kesibukan kerjanya ini
akan menjadi penghambat pengeluaran ASI sehingga menimbulkan terjadinya stasis
ASI yang dapat menjadi salah satu pencetus penyakit mastitis ini. Selain itu juga
aspek pekerjaan ini untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonomi pasien,
karena hal itu dimungkinkan dapat mempengaruhi dalam pemenuhan gizi pasien
yang memungkinkan timbulnya penyakit mastitis ini.
 Alamat: perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan kunjungan
rumah post perawatan
b. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktor-
faktor predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat
dengan mudah mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan
nutrisi yang tidak adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak
juga dapat memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara
juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada
kelenjar dan saluran susu. Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab yang
pasti seperti stasis ASI karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di
area puting susu dan penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat
menjadi penyebab terjadinya mastitis, dimana hal-hal tersebut kemungkinan
besar adalah merupakan hal yang sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi
mammae pada kehamilan sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya
mastitis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat
celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak dan
merah pada mammae. Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka
dapat timbul berbagai komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan
infeksi jamur. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat,
misalnya memberikan info tentang perawatan payudara, teknik menyusui yang
benar, dsb.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Faktor keturunan tidak mempengaruhi kejadian mastitis.
d. Pola Fungsional Kesehatan Gordon
a) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri
yang sering muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal,
dimana tidak perlu mendapatkan perhatian khusus untuk
penanganannya. Pasien dengan mastitis biasanya kebersihan badannya
kurang terjaga terutama pada area payudara dan lingkungan yang
kurang bersih.

b) Pola Nutrisi / Metabolik


Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya
mastitis. Dengan adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar natrium dalam ASI,
sehingga bayi tidak mau menyusu pada ibunya karena ASI yang terasa
asin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penumpukan ASI dalam
payudara (Stasis ASI) yang dapat memicu terjadinya mastitis. Wanita
yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami mastitis karena
kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan
tubuh mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga seringkali
menurun akibat dari penurunan nafsu makan karena nyeri dan
peningkatan suhu tubuh.
c) Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang
spesifik akibat terjadinya mastitis.
1. Tidak ada nyeri saat berkemih
2. Konsistensi dan warna normal
3. Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
d) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi :
>38 derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan
mengalami penurunan aktivitas karena lebih fokus pada gejala yang
muncul.
e) Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri.
Pasien akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
f) Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya
nyeri biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang
mengetahui dapat terjadi penurunan harga diri.

g) Pola Persepsi Diri


Dimana pada pola ini
a. Identitas diri : pasien mampu mengenal dirinya sendiri
b. Gambaran diri : pasien merasa dirinya tidak berguna lagi
c. Harga diri : pasien merasa bahwa lingkungan sekitar
menolak dirinya
d. Peran diri : selama ini pasien berperan sebagai kepala
keluarga

h) Pola Seksual dan Reproduksi


Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan
pasien pasti akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk
pemenuhan kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas.
i) Pola Peran dan Hubungan
Pada pola ini hubungan klien dengan orang – orang sekitar mengalami
gangguan karena lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.
j) Manajemen Koping-Stress
Pada pola ini pasien terlihat tidak banyak bicara, dan banyak istirahat.
k) Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung
pada masing-masing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin
ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.namun di lain sisi juga ada
individu yang karena sakit itu, ia malah menyalahkan dan menjauh dari
Tuhan.
e. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
a. Keadaan Umum : Pada ibu dengan mastitis keadaan
umumnya baik.
b. Derajat kesadaran : Pada ibu dengan mastitis derajat
kesadarannya adalah compos mentis.
c. Derajat gizi : Pada ibu dengan mastitis derajat gizinya
cukup.
2. Pemeriksaan Fisik Head to too
1) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan normal
120/80 mmHg
- Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90-
110/menit. Dimna normalnya 60-80/menit.
- Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi
pernafasan mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya
16-20x/menit.
- Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan
suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan
mastitis, suhu mengalami peningkatan sampai 39,5ᵒ C.
2) Kulit
Terdapat gangguan, pada area panyudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada payudara.
3) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu
dengan mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
4) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
5) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana
anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
mastitis, karena seseorang dengan anemis akan mudah mengalami
infeksi.
6) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-).
Tidak ada gangguan pada area ini.
7) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada
gangguan pad area ini.
8) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan
ada area ini.
9) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1.
Tidak ada gangguan pada area ini.
10) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan
fisik.
11) Kelenjar getah bening
Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak
terjadi pembesaran. pembesaran kelenjar getah bening
ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang
terkena mastitis.
12) Payudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau
mengkilat, gambaran pembuluh darah terlihat jelas di
permukaan kulit, terdapat lesi atau luka pada puting
panyudara, panyudara teraba keras dan tegang,
panyudara teraba hangat, terlihat bengkak, dan saat di
lakukan palpasi terdapat pus.
13) Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada
simetris. Tidak ada gangguan pada derah toraks.
Cordis :
Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo:
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan :
(-/-)
14) Abdomen
Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post
partum sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi: tympani
Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
e. Pemeriksaan penunjang
Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan
pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan jumlah sel darah putih
(SDP) meningkat karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada
pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri penyebab mastitis.
Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut juga digunakan untuk
menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sistem imun tubuh
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi).
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh.
5. Ansietas berhubungan dengan ancaman status terkini.

3. Rencana Keperawatan
Prioritas Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi).
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sistem imun tubuh.
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman status terkini.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit.
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
(NOC) (NIC)
1. Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan NIC Label : Manajemen
berhubung keperawatan asuhan Nyeri
an dengan keperawatan selama … x 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui lebih
agens 24 jam, nyeri yang secara komprehensif ter- spesifik mengenai
cedera dirasakan klien masuk lokasi, nyeri yang dirasakan
biologis berkurang dengan criteria karakteristik, furasi, pasien
(infeksi). hasil : frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi

NOC label : Kontrol 2. Observasi reaksi 2. Mengetahui respon

Nyeri nonverbal dari pasien terhadap


ketidaknyamanan ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga 3. Dukungan dan
 Klien melaporkan nyeri
untuk mrncari dan motivasi sangat
berkurang
menemukan dukungan penting dalam
 Klien dapat mengenal
4. Kontrol lingkungan yang menunjang
lamanya (onset) nyeri
dapat mempengaruhi nyeri penyembuhan
 Klien dapat meng-
seperti suhu rungan, 4. Kenyamanan pasien
gambarkan faktor
pencahayaan dan mampu mengurangi
penyebab
kebisingan nyeri
 Klien dapat
5. Kurangi faktor presipitasi 5. Mengurangi faktor
menggunakan teknik non
nyeri pencetus dari nyeri
farmakologis
6. Kaji tipe dan sumber nyeri 6. Menemukan sumber
NOC Label : Tingkat
untuk menentukan nyeri dan tipe nyeri
Nyeri
 Klien melaporkan nyeri intervensi sehubungan dengan
berkurang pelaksanaan tindakan
 Klien tidak tampak 7. Ajarkan tentang teknik keperawatan
mengeluh dan menangis non farmakologi : napas 7. Membantu pasien
 Ekspresi wajah klien dala, relaksasi, distraksi, mengondisikaan diri
tidak menunjukkan nyeri kompres hangat/dingin menjadi lebih rileks
 Klien tidak gelisah 8. Berikan informasi tentang dalam mengurangi
nyeri seperti penyebab rasa nyeri
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan 8. Memberikan
antisipasi informasi dalam
ketidaknyamanan dari membantu pasien
prosedur menanggulangi
ketidaknyamanan

9. Monitor vital sign sebelum


dan sesudah pemberian 9. Mengetahui vital sign
analgesik
2. Kerusakan Setelah diberikan asuhan NIC :
integritas keperawatan asuhan NIC Label : Pengecekan Kulit
kulit keperawatan selama … x 1. Periksa kulit dan selaput 1.Mengetahui adanya
berhubungan 24 jam, kerusakan lendir terkait dengan kemerahan, kehangatan
dengan integritas kulit dapat adanya kemerahan, ekstrim, edema, atau
penurunan diatasi dengan criteria kehangatan ekstrim , drainase pada kulit dan
sistem imun hasil : edema, atau drainase. selaput lender
tubuh NOC Label : Integritas 2. Monitor warna dan suhu 2.Mengetahui warna dan
Jaringan : Kulit dan kulit. suhu pada kulit
Membran Mukosa 3. Lakukan langkah – langkah 3.Mencegah terjadinya
untuk mencegah kerusakan kerusakan lebih lanjut

 Teksur kulit pasien lebih lanjut (misalnya,

baik melapisi kasur,

 Elastisitas kulit pasien menjadwalkan reposisi)


normal
 Intergritas kulit pasien
baik.

3 Resiko Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Kontrol Infeksi


Infeksi keperawatan selama … x24 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mencegah terjadinya
berhubungan jam diharapkan status infeksi sistemik dan lokal komplikasi yang
dengan kekebalan pasien meningkat 2. Hindari kontak dekat lebih berat yang
Statis cairan dengan criteria hasil: dengan hewan peliharaan diakibatkan oleh
tubuh. NOC Label : Keparahan dan penjamu dengan infeksi bateri
Infeksi imunitas yang pathogen
1. Klien bebas dari membahaya-kan 2. Mencegah terjadinya
tanda dan gejala (immunocompromised) infeksi yang lebih
infeksi 3. Pertahankan teknik isolasi berat
2. Mendeskripsikan 4. Batasi jumlah pengunjung, 3. Mencegah penularan
proses penularan yang sesuai infeksi
penyakit, faktor 5. Instruksikan pasien untuk 4. Mencegah penularan
yang mempengaruhi minum obat antibiotic pathogen melalui
serta yang diresepkan cairan
penatalaksanaanya. 6. Pertahankan teknik aseptik 5. Menghambat
3. Mampu untuk pada pasien berisiko pertumbuhan bakteri
mencegah timbulnya 7. Periksa kondisi setiap pathogen
infeksi sayatan bedah atau luka 6. Mencegah terjadinya
4. Jumlah leukosit 8. Tingkatkan asupan nutrisi infeksi silam
dalam batas normal yang cukup 7. Mencegah terjadinya
5. Menunjukkan 9. Anjurkan asupan cairan, infeksi pada area post
perilaku hidup sehat dengan tepat operasi
8. Malnutrisi
mempengaruhi
kesehatan umum dan
menurunkan tahanan
terhadap infeksi
9. Dehidrasi dapat
memperburuk pasien
4 Ansietas Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Pengurangan 1. Manifestasi adanya
dengan keperawatan selama …x24 Kecemasan ansietas adalah
ancaman jam, diharapkan pasien 1. Monitor tanda-tanda vital terjadinya
status memenuhi indikator sebagai pasien peningkatan nilai
terkini. berikut: 2. Identifikasi tingkat tanda-tanda vital
NOC Label : Tingkat kecemasan kecuali suhu tubuh.
Kecemasan 3. Dengakan penuh 2. Tingkat kecemasan
1. perasaan gelisah perhatian berhubungan dengan
pada pasien 4. Bantu pasien mengenali tindakan yang akan
menghilang situasi yang menimbulkan dilakukan
2. menyingkirkan tanda kecemasan selanjutnya.
kecemasan 5. Dorong pasien untuk 3. Mendengarkan penuh
3. merencanakan mengungkapkan perhatian dapat
strategi koping perasaan, ketakutan, menimbulkan
untuk situasi penuh persepsi perasaan dihargai dan
stres 6. Instruksikan pasien aman.
4. frekuensi nadi menggunakan teknik 4. Pasien dapat
kembali normal relaksasi menghindari situasi
5. frekuensi pernapasan yang menyebabkan
pasien kembali kecemasan, atau
normal menyusun strategi
6. Pasien tidak lagi untuk menghindari
mengalami kecemasan jika
diaforesis berada pada situasi
7. Pasien tidak tersebut.
mengalami 5. Ungkapan perasaan
gangguan tidur mengenai ketakutan,
perasaan, dan
persepsi dapat
membantu mengenali
hal-hal yang
membuat pasien
cemas.
6. Teknir relaksasi
mengurangi
ketegangan dalam
diri sehingga
menyebabkan
perasaan dan pikiran
lebih tenang, rileks
dan positif.
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC Label :
citra tubuh keperawatan selama …x24 1. Peningkatan Citra Tubuh
berhubungan jam, diharapkan pasien 1. Tentukan harapan citra 1. Mengetahui adanya
dengan memenuhi indikator sebagai diri pasien didasarkan harapan citra diri
penyakit. berikut: pada tahap pasien
NOC Label : perkembangan.
1. Citra Tubuh 2. Bantu pasien 2. Mengetahui adanya
1. Pasien mampu menentukan perubahan -
menyesuaikan keberlanjutan dari perubahan actual dari
perubahan tampilan perubahan – perubahan tubuh atau tingkat
fisiknya. actual dari tubuh atau fungsi pada padien
2. Pasien mampu tingkat fungsinya.
menyesuaikan 3. Bantu pasien 3. Membuat
terhadap perubahan memisahkan penampilan kepercayaan diri pada
fungsi tubuh yang fisik dari perasaan pasien meningkat
terjadi. berharga secara pribadi,
3. Pasien mampu dengan cara yang tepat
menyesuaikan 4. Bantu pasien untuk 4. Mengetahui stresor
terhadap perubahan mendiskusikan stressor yang mempengaruhi
status kesehatannya. yang mempengaruhi citra diri
4. Pasien puas dengan citra diri yang terkait
penampilan dengan kondisi
tubuhnya. konginetal, cedera,
penyakit atau
pembedahan.

4. IMPLEMENTASI
Dilakukansesuaidenganintervensi.

5. EVALUASI
a. Evaluasiformatif (evaluasi yang dilakukansetelahtindakan)
b. Evaluasisumatif (evaluasi yang memilikikomponen SOAP)

BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan

Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai


infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama
setelah bayi lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala
demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan,
tegang, panas dan bengkak. Beberapa faktor risiko utama timbulnya mastitis
adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang
kurang baik. Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata laksana
mastitis. Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesik
dan antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang
baru melahirkan. Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang
hidup di permukaan payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres,
dan pakaian ketat dapat menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari
payudara yang nyeri dan jika tidak dilakukan pengobatan, maka akan menjadi
abses.

DAFTAR PUSTAKA

Schwarz Richard H., dkk. 1997. Kedaruratan Obstetri, Edisi III. Widya Medika :Jakarta
Doenges M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta.
Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. EGC : Jakarta Tapan. 2005.
Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplement. Elex Media Komputindo : Jakarta
Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. dkk. 2001. Kapita selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.NANDA.
2010.
Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:YBP
Soetjiningsih. 1997. Asi: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai