Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
Ni Putu Ayu Hervina Sanjayanti, M.Pd.
NIM. 1739011004
Di Indonesia, persentase siswa yang diajar kimia oleh guru yang tidak
memiliki gelar dalam bidang kimia sangatlah tinggi. Guru-guru kimia tak bergelar
sarjana Kimia tersebut sebenarnya bergelar, tapi sayangnya, gelar mereka adalah
gelar pada bidang Fisika maupun Matematika. Guru mengajar lintas bidang studi
jamak ditemukan. Alasan utama munculnya masalah ini adalah tentu saja
terbatasnya guru kimia, dan adanya anggapan bahwa kimia bisa diajar oleh guru
yang mengajar bidang lain asalkan berada dalam bidang yang serumpun. Intinya
adalah, apapun ilmunya, asalkan ada penugasan, guru siap mengajar meskipun
hasilnya pasti mengecewakan.
Kondisi lebih parah ada pada mata pelajaran bahasa Indonesia dan olahraga.
Adanya anggapan bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia dan olehraga dapat diajar
oleh semua orang asal bergelar guru, menyebabkan banyak alumni sekolah dasar
kurang mampu bersastra dan tentu saja fisik merekapun tidak bagus. Mereka salah
berolahraga.
Paparan di atas pada akhirnya menarik perhatian kita pada dua definisi kritis
akan ilmu pengetahuan yaitu “sains” (ilmu pengetahuan yang sesungguhnya) dan
“pseudo sains” (ilmu pengetahuan tiruan). Untuk mendapatkan gambaran
bagaimanakah hakikat ilmu pengetauan itu sesungguhnya serta perbedaan sains dan
psudo sains, maka makalah berjudul sains dan Pseudo Sains dalam Persepektif
Filsafat Ilmu inipun ditulis.
B. PEMBAHASAN
B.1 Hakikat Sains
Kata sains berasal dari bahasa Latin “scientia,” yang bermakna
pengetahuan. Menurut New Collegiate Dictionary Webster, sains adalah
“pengetahuan yang diperoleh melalui studi atau praktek,” atau “pengetahuan yang
meliputi kebenaran umum pengoperasian hukum umum, diperoleh dan diuji
melalui metode ilmiah [dan] perduli pada bentuk fisik dunia. Dalam bahasa Arab,
kata science diterjemahkan sebagai “ilmu.” Kata ilmu berasal dari bahasa Arab:
‘alima, ya’lamu,’ ilman dengan wazan fai’ila, yaf’alu, fa’lan, yang berarti mengerti,
memahami benar-benar.
Sains adalah suatu alat, suatu cara khusus untuk menginvestigasi suatu
pertanyaan. Ketika menginvestigasi suatu pertanyaan ilmiah, dibuat suatu hipotesis,
dikumpulkan data-data, dan ahirnya hipotesis didukung atau ditolak. Ilmuwan tidak
pernah takut salah. Pembuktian bahwa suatu hipotesis tidak benar adalah bagian
dari pekerjaan ilmuwan. Adalah penting untuk menjawab pertanyaan tentang
kehidupan dan alam disekitar kita secara ilmiah, sehingga akan banyak
menghilangkan banyak keraguan.
Pembuktian ilmiah selalu diawali dengan pertanyaan, kemudian diikuti
dengan pengumpulan informasi sebanyak mungkin untuk membangun sebuah
hipotesis, atau setidaknya dugaan atau prediksi yang memiliki dasar informasi
ilmiah. Langkah berikutnya adalah melakukan ekperimen untuk menguji hipotesis
tersebut. Semua yang dilakukan dan diperoleh, menyenangkan atau tidak
menyenangkan, tentu harus terdokumentasi dengan baik, kemudian dilaporkan
sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh orang lain. Pada ahirnya, sang
ilmuwan harus membuat kesimpulan berdasarkan fakta yang diperoleh, apakah
hipotesisnya diterima atau ditolak. Ilmuwan juga harus terbuka untuk berbagi
dengan ilmuwan lain tentang eksperimen dan temuannya. Para ilmuwan dapat
saling belajar dan sering memanfaatkan temuan ilmuwan lain untuk memandu
pertanyaan penelitian selanjutnya.
Para ilmuwan juga sering mengulang eksperimen orang lain untuk
memastikan apakah dengan kondisi yang sama akan diperoleh hasil yang konsisten.
Verifikasi seperti ini merupakan mekanisme kendali mutu untuk meniadakan bias.
Sebelum dipublikasi, hasil-hasil penelitian harus diverifikasi secara objektif oleh
mitra-bestari yang terdiri dari pakar berbagai bidang terkait dari institusi yang
berbeda.
Untuk mempetajam definisi sains, di bawah ini akan dipaparkan beberapa
definisi sains oleh beberapa ilmuwan. Gie (dalam Surajiyo, 2007) memberikan
pengertian bahwa ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari
penjelasan sesuatu metode untukmemperoleh pemahaman secara rasional
empirismengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan
sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Dari
aktivitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuwan dapat
dihimpun sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan
yang telah ada, sehingga di kalangan ilmuwan maupun para filsuf pada umumnya
terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan pengetahuan yang
sistematis.
Joesoef (dalam Surajiyo, 2007), menjelaskan bahwa definisi sains mengacu
pada tiga hal yaitu (1) produk, (2) proses, dan (3) masyarakat. Ilmu pengetahuan
sebagai produk yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya
oleh masyarakat ilmuwan. Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas pada
kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan
terbuka untuk diteliti, diuji, dan dibantah oleh seseorang. Adapun menurut Bahm
(dalam Surajiyo, 2007) definisi ilmu pengetahuan melibatkan paling tidak enam
macam komponen, yaitu masalah (problem), sikap (attitude), metode(method),
aktivitas (activity), kesimpulan(conclution), dan pengaruh(effects).
Sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkan, apabila dipenuhi syarat-syarat yang
intinya adalah :
Fenomena seperti ini baru terjadi pada abad modern karena sampai abad
pertengahan, pengetahuan belum dibeda-bedakan ke dalam dua istilah teknis diatas,
istilah pengetahuan (knowledge) masih mencakup semua jenis ilmu pengetahuan.
Baru ketia memasuki abad modern yang ditandakan dengan positivisme, maka
pengetahuan yang terukur secara empiris dikhususkan dengan penyebutan scientific
knowledge atau science saja.
Teori aktivasi otak tengah mengklaim bahwa aktifasi otak tengah dapat
meningkatkan kecerdasan berfikir, emosi dan motivasi seseorang. Kenyataannya
adalah: otak tengah tidak memiliki fungsi berpikir, emosi, dan motivasi. Otak
tengah yg merupakan bagian dari batang otak memiliki fungsi otak primitive yaitu
mekanisme pertahanan diri dan refleks-refleks pada fungsi vegetative. Sedangkan
kemampuan berpikir, proses belajar, dan memori terutama terletak pada korteks dan
subkorteks. “Teori otak tengah sudah jelas penipuan. Dengan berpikir atau bertanya
sedikit,setiap orang bisa tahu bahwa ini adalah penipuan. Namun orang Indonesia
itu malas bertanya dan ingin yang serbainstan. Termasuk kaum terpelajar dan orang
berduitnya. Jadi kita gampang sekali jadi sasaran penipuan. Bahkan, saya pernah
memergoki, di sebuah gedung pertemuan (kebetulan saya ke sana untuk keperluan
lain), sebuah pelatihan diselenggarakan oleh sebuah instansi pemerintah yang
judulnya “Meningkatkan Kecerdasan Salat”. Semuanya dijual sebagai pelatihan
dengan biaya (istilah mereka “biaya investasi”) yang mahal. Ini sudah masuk ke
masalah membohongi publik, sebab mana mungkin dengan satu pelatihan selama
dua hari seorang anak bisa disulap menjadi jenius yang serbabisa, bahkan bisa
melihat di balik dinding seperti Superman”.
Terapi urin menjadi tren 10 tahun yang lalu, sampai buku terapi urin banyak
diterbitkan dan didisplay di Gramedia. Namun sekarang tampaknya trennya sudah
berakhir, tidak ada lagi orang yang mau minum urin paginya. Pada kenyataannya
urine (air kencing) adalah hasil eksresi (buangan) dari tubuh manusia yang tidak
lagi dibutuhkan oleh tubuh manusia. Food combining dan diet berdasar golongan
darah: teori food combining mengungkapkan bahwa makan karbohidra harus
terpisah dari protein dan lemak. Pagi makan karbohidrat, siang lemak, malam
protein. Makan buah dan sayuran harus dalam keadaan perut kosong. Pada
kenyataannya, teori food combining dan diet berdasar golongan darah tidak
memiliki dasar ilmiah yang benar dan tidak diakui oleh para ahli gizi di perguruan
tinggi. Saluran cerna manusia mengeluarkan enzim untuk pencernaan KH, protein,
dan lemak secara bersama-sama sehingga tidak perlu adanya pemisahan zat
makanan. Pemberian buah dan serat dalam keadaan perut kosong dapat
menyebabkan iritasi pada saluran cerna dan hal ini menyebabkan tidak
terbentuknya feses yang bagus konsistensinya.
1) Dalam sains, literatur-literatur ilmiah yang ada ditulis bagi para ilmuwan.
Untuk menciptakan literatur harus ada peer review. Terdapat standar yang
ketat untuk kejujuran dan akurasi. Dalam pseudosains, literatur-literatur
yang ada ditujukan untuk masyarakat umum. Tidak ada review, dalam
membuat literatur tersebut, tidak ada standar serta tidak ada verifikasi pra-
publikasi. Meskipun demikian masih terdapat tuntutan terhadap akurasi dan
presisi literatur.
3) Dalam sains, kegagalan dalam satu studi memang selalu dicari, karena teori-
teori yang salah seringkali dapat membuat prediksi yang tepat meskipun itu
karena faktor kebetulan. Dengan kegagalan ini akan tercipta teori yang
benar. Ketika teori yang benar telah ditemukan prediksi yang dibuatkun
tidak akan salah. Dalam pseudosains kegagalan akan selalu diabaikan,
dimaafkan, disembunyikan, tidak dihitung, dirasionalisasikan agar selalu
benar, dilupakan, dan dihindari.
4) Dalam sains, seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak orang yang
belajar tentang proses fisik dalam berbagai penelitian. Dalam pseudosains
tidak ada fenomena ataupun proses fisik yang ditemukan, dicatat atau
dipelajari. Tidak ada kemajuan yang dibuat, Tidak ada hal konkrit yang
dipelajari.
REFERENSI
Cover JA, Curd M.1998. Philosophy of Science: The Central Issues, 1–82.
Popper Karl R.. 2008. The Logic of Scientific Discovery (Logika Penemuan
Ilmiah), terj. Saut Pasaribu & Aji Sastrowardoyo, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.