Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Curah Dan Minyak Jelanatah
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Curah Dan Minyak Jelanatah
Tujuan
- Mengetahui proses pembuatan biodiesel dari minyak curah dan minyak jelantah.
- Melakukan pengujian produk ( biodiesel ) yang dihasilkan.
Dasar Teori
Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumberdaya hayati yang
berupa minyak lemak nabati atau lemak hewani. Senyawa utamanya adalah ester. Ester
mempunyai rumus bangun sebagai berikut :
Biodiesel dapat dibuat dari transesterifikasi asam lemak. Asam lemak dari minyak lemak
nabati direaksikan dengan alkohol menghasilkan ester dan produk samping berupa gliserin yang
juga bernilai ekonomis cukup tinggi.
Biodiesel telah banyak digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar. Bahan baku
biodiesel yang dikembangkan bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki suatu negara,
minyak kanola di Jerman dan Austria, minyak kedelei di Amerika Serikat, minyak sawit di
Malaysia, dan minyak kelapa di Filipina Indonesia mempunyai banyak sekali tanaman penghasil
minyak lemak nabati, diantaranya adalah kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, jarak, nyamplung,
dan lain-lain. Beberapa tanaman yang potensial untuk bahan baku biodiesel dapat dilihat pada
Tabel 1.
Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar, biodiesel harus mempunyai
kemiripan sifat fisik dan kimia dengan minyak solar. Salah satu sifat fisik yang penting adalah
viskositas. Sebenarnya, minyak lemak nabati sendiri dapat dijadikan bahan bakar, namun,
viskositasnya terlalu tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan bahan bakar
mesin diesel. Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dengan minyak solar disajikan pada
Tabel 2.
Trigliserida
Minyak atau lemak adalah substansi yang bersifat non soluble di air (hidrofobik) terbuat
dari satu mol gliserol dan tiga mol asam lemak. Minyak atau lemak juga biasa dikenal sebagai
trigliserida (Sonntag, 1979). Struktur kimia trigliserida disajikan pada Gambar 2.
R1, R2, dan R3 merupakan rantai hidrokarbon yang berupa asam lemak dengan jumlah atom C
lebih besar dari sepuluh. Senyawa inilah yang akan dikonversi menjadi ester melalui reaksi
transesterifikasi.
Indonesia memiliki banyak sekali tumbuhan penghasil minyak lemak nabati bahan baku
produksi biodiesel. Kekayaan alam ini masih belum banyak dikembangkan. Kandungan dan
komposisi asam lemak dari berbagai tumbuhan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Kelapa Jarak
Saga Utan Kapok Kasumba Nyamplung
Nama Pohon sawit Pagar
(Indonesia Elaesis
Jatropha Adenanthera Ceiba Carthamus Calophyllum
Latin) guineensi
curcas pavonina Pentandra tinctorius inophyllum
s
Bagian sumber
Sabut Inti biji Daging biji Inti biji Inti biji Inti biji
minyak
Kandungan
minyak 45-70 40-60 14-28 24-40 30-50 40-73
(%-b kering)
Komposisi asam lemak:
Miristat 2 0,25 0,4
Palmitat 42 14,5 9 10,5 6,7 17,1
Stearat 5 5,5 1,1 8,6 3,65 9,05
Arakhidat 0,15 1,3
Lignoserat 25,5
Oleat 41 50 49,4 46,1 11,75 50,8
Linoleat 10 29,6 14,6 33,5 77,9 20
Erusat 3,3
Selain mengandug trigliserida, minyak lemak nabati juga mengandung asam lemak
bebas (free fatty acid), fosfolipid, sterol, air, odorants, dan pengotor-pengotor lainnya. Di antara
kandungan-kandungan tersebut yang perlu diperhatikan ialah asam lemak bebas.
Asam lemak bebas merupakan pengotor yang tidak boleh ada dalam reaksi transesterifikasi.
Asam lemak bebas bereaksi dengan basa (katalis reaksi transesterifikasi) membentuk sabun dan
air. Selain itu, reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Sabun sulit
dipisahkan dari gliserin, sehingga adanya asam lemak bebas dalam reaksi transesterifikasi dapat
menyebabkan kesulitan dalam pemisahan produk.
Alkohol
Alkohol diumpankan dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi dalam jumlah berlebih
untuk mendapatkan konversi maksimum. Pemakaian alkohol yang berlebih tentu saja menambah
biaya produksi pembuatan biodiesel, oleh karena itu alkohol sisa di daur ulang.
Katalis
Seperti reaksi kimia pada umumnya, pada reaksi esterifikasi dan transesterifikasi
ditambahkan katalis untuk mempercepat laju reaksi dan meningkatkan perolehan.
Asam mineral yang banyak dipakai adalah asam klorida, asam sulfat, dan asam fosfat.
Asam klorida banyak dipakai untuk skala laboratorium, namun jarang dipakai untuk skala
industri karena sangat korosif. Asam fosfat jarang digunakan sebagai katalis karena memberikan
laju reaksi yang relatif lambat. Asam sulfat paling banyak digunakan dalam industri karena
memberikan konversi tinggi dan laju reaksi yang relatif cepat.
Selain asam mineral, katalis yang sering dipakai adalah resin penukar kation.
Keunggulan katalis ini adalah fasanya yang padat sehingga pemisahannya lebih mudah dan dapat
dipakai berulang. Selain itu, ester yang terbentuk tidak perlu dinetralkan. Namun, resin penukar
kation merupakan katalis yang mahal dibandingkan dengan asam mineral.
Katalis yang sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi yaitu alkali, asam, atau
enzim. Penggunaan enzim masih belum umum dibandingkan alkali dan basa karena harganya
mahal dan belum banyak penelitian yang membahas kinerja katalis ini.
Alkali yang sering digunakan yaitu natrium metoksida (NaOCH3), natrium hidroksida
(NaOH), kalium hidroksida (KOH), kalium metoksida, natrium amida, natrium hidrida, kalium
amida, dan kalium hidrida (Sprules and Price, 1950). Natium hidroksida dan natrium metoksida
merupakan katalis yang paling banyak digunakan. Natrium metoksida lebih efektif dibandingkan
natrium hidroksida (Fredman et. al., 1984; Hartman, 1956) tetapi harganya lebih mahal dan
beracun. Untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 6:1, perolehan ester untuk NaOH
1% dan NaOCH3 0,5% hampir sama setelah direaksikan selama 60 menit Namun, pada
perbandingan molar alkohol dan asam lemak 3:1, katalis natrium metoksida menunjukkan hasil
yang lebih baik (Fredman et. al., 1984).
Asam yang dapat digunakan diantaranya asam sulfat (H 2SO4), asam fosfat, asam klorida,
dan asam organik. Katalis asam yang paling banyak banyak dipakai adalah asam sulfat.
Pada kondisi operasi yang sama, katalis alkali jauh lebih cepat daripada katalis asam
(Fredman et. al., 1984). Alkali dapat memberikan perolehan yang tinggi untuk waktu reaksi
sekitar 1 jam sedangkan asam baru memberikan perolehan ester yang tinggi setelah bereaksi
selama 3-48 jam. Pada alkali perolehan ester akan memuaskan untuk perbandingan molar
alkohol dan asam lemak 6:1 sedangkan pada asam baru memberikan perolehan ester yang
memuaskan untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 30:1. Tetapi, katalis alkali tidak
mengizinkan adanya kandungan asam lemak bebas dalam jumlah besar pada reaktan karena akan
terjadi reaksi penyabunan. Oleh karena itu, untuk minyak nabati yang banyak mengandung asam
lemak bebas dan air maka penggunaan katalis asam patut dipertimbangkan.
Ester dapat dibuat dari minyak lemak nabati dengan reaksi esterifikasi atau
transesterifikasi atau gabungan keduanya.
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol
membentuk ester dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm, sehingga memerlukan
pasokan kalor dari luar. Temperatur untuk pemanasan tidak terlalu tinggi yaitu 55-60 oC (Kac,
2001). Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut :
Reaksi esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah reaksi transesterifikasi. Reaksi
esterifikasi biasanya dilakukan sebelum reaksi transesterifikasi jika minyak yang diumpankan
mengandung asam lemak bebas tinggi (>0.5%). Dengan reaksi esterifikasi, kandungan asam
lemak bebas dapat dihilangkan dan diperoleh tambahan ester.
Reaksi Transesterifikasi sering disebut reaksi alkoholisis, yaitu reaksi antara trigliserida
dengan alkohol menghasilkan ester dan gliserin. Alkohol yang sering digunakan adalah metanol,
etanol, dan isopropanol. Berikut ini adalah tahap-tahap reaksi transesterifikasi :
Trigliserida bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserin. Kedua produk reaksi
ini membentuk dua fasa yang mudah dipisahkan. Fasa gliserin terletak dibawah dan fasa ester
alkil diatas. Ester dapat dimurnikan lebih lanjut untuk memperoleh biodiesel yang sesuai dengan
standard yang telah ditetapkan, sedangkan gliserin dimurnikan sebagai produk samping
pembuatan biodiesel. Gliserin merupakan senyawaan penting dalam industri. Gliserin banyak
digunakan sebagai pelarut, bahan kosmetik, sabun cair, dan lain-lain.
Pengotor
Pengotor yang ada dalam biodiesel diantaranya gliserin, air, dan alkohol sisa. Pemisahan
pengotor dilakukan untuk mendapatkan biodiesel yang memenuhi kriteria untuk dijadikan bahan
bakar.
(i) Gliserin
Gliserin dan ester membentuk dua fasa yang tidak saling larut. Gliserin yang berada di
lapisan bawah karena densitasnya lebih besar dari ester. Pemisahan gliserin dari ester dapat
dilakukan dengan cara dekantasi.
Gliserin merupakan produk samping proses pembuatan biodiesel yang bernilai ekonomis
tinggi yang dapat dijual dalam keadaan mentah (crude glycerin) atau gliserin yang telah
dimurnikan. Pemurnian gliserin akan lebih sulit jika terbentuk sabun hasil reaksi asam lemak
bebas dengan basa.
(ii) Air
Salah satu produk samping reaksi esterifikasi adalah air. Air harus dihilangkan sebelum
reaksi transesterifikasi. Pemisahan air ini dapat dilakukan dengan penguapan atau menggunakan
absorber. Pemisahan air dengan penguapan lebih banyak dilakukan dalam industri biodiesel
karena lebih murah.
Air menjadi sulit dipisahkan jika terdapat sabun hasil reaksi asam lemak bebas dengan
basa. Air akan berikatan dengan sabun dan gliserin sehingga pemisahannya menjadi sulit.
Pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak berasam lemak bebas tinggi akan
menimbulkan banyak rute karena diperlukan satu reaksi atau lebih dan pemisahannya. berikut ini
gambaran singkat mengenai rute-rute pembuatan biodiesel.
Pada rute ini, pembuatan ester alkil dari minyak nabati dilakukan dengan dua reaksi,
transesterifikasi dan esterifikasi.
Asam lemak bebas dalam minyak lemak nabati direaksikan dengan basa membentuk
sabun. Semua asam lemak bebas dikonversi menjadi sabun, sehingga minyak nabati yang masuk
reaktor transesterifikasi bebas asam lemak bebas. Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan satu
tahap atau dua tahap, pada reaksi dua tahap dilakukan pemisahan gliserin di tengah-tengah
reaksi, hal ini dilakukan agar kesetimbangan reaksi bergeser ke kanan, sehingga konversi yang
diperoleh lebih tinggi.
Hasil yang diperoleh dari keluaran reaktor transesterifikasi adalah ester, gliserin, sabun,
dan pengotor. Ester dipisahkan dari produk dan sabun diubah kembali menjadi asam lemak bebas
dengan pengasaman. Asam lemak dapat diubah menjadi ester alkil dengan reaksi esterifikasi.
Asam lemak bebas bereaksi dengan alkohol menjadi ester dan air. Pada reaksi ini
digunakan katalis asam, dapat berupa katalis homogen (cair) atau heterogen (padat). Katalis
padat dapat memudahkan dalam proses pemisahan produk karena dapat disaring untuk kemudian
dipakai kembali. Selain menghasilkan ester, reaksi esterifikasi juga menghasilkan produk
samping berupa air.
Biodiesel yang dihasilkan masih berupa produk mentah sehingga perlu dimurnikan.
Pemurniannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pencucian menggunakan air atau
pemurnian dengan penukar ion (penukar anion untuk mengikat asam dan penukar kation untuk
mengikat basa yang tersisa dari reaksi transesterifikasi). Pencucian dilakukan untuk
menghilangkan garam, alkohol, dan pengotor yang larut dalam air.
Rute ini tidak sesuai untuk memproduksi biodiesel dari minyak lemak nabati yang
mengandung asam lemak bebas tinggi karena memerlukan bahan baku berupa asam dan basa
relatif lebih banyak.
Seperti pada rute I, Rute ini juga menggunakan dua reaksi, yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi, namun pada rute ini reaksi esterifikasi dilakukan sebelum reaksi tranesterifikasi.
Hal ini dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas sekaligus menambah perolehan
biodiesel. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan katalis homogen maupun heterogen.
Esterifikasi dengan katalis homogen menghasilkan produk yang bersifat asam sehingga sebelum
reaksi transesterifikasi, kelebihan asam ini harus dinetralkan terlebih dahulu. Penetralan dapat
dilakukan dengan penambahan basa atau menggunakan resin penukar anion. Penetralan
menggunakan basa menghasilkan garam yang dapat menjadi pengotor, hal ini tidak terjadi pada
penetralan menggunakan penukar ion.
Reaksi esterifikasi menghasilkan produk samping berupa air. Air harus dipisahkan
sebelum reaksi transesterifikasi. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan penguapan atau
menggunakan absorber.
Reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Ester dan gliserin
tidak saling larut sehingga dapat dipisahkan dengan dekantasi. Fasa ester dimurnikan lebih lanjut
untuk mendapatkan biodiesel yang sesuai dengan standard mutu yang disyaratkan. Fasa ester
masih mengandung pengotor-pengotor, seperti : sisa katalis, garam, metanol, dan pengotor
lainnya. Pemurnian fasa ester alkil dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pencucian dengan air
atau menggunakan penukar ion.
Metanol superkritik adalah metanol yang berada pada kondisi diatas temperatur dan
tekanan kritiknya, yaitu 350 oC dan 30 MPa. Esterifikasi dengan metanol superkritik mempunyai
beberapa keunggulan yaitu waktu yang diperlukan untuk mencapai konversi yang diinginkan
jauh lebih kecil daripada dengan cara konvensional dan proses pemisahan produknya lebih
mudah karena tidak menggunakan katalis, sehingga tidak ada pengotor berupa katalis sisa.
Namun, esterifikasi ini juga mampunyai kelemahan yaitu kondisi operasi harus pada temperatur
dan tekanan tinggi.
1.) Minggu ke_I ( Pembuatan biodiesel dari minyak curah dan minyak jelantah serta Test
FFA pada minyak jelantah )
2.) Minggu ke_2 dan ke_3 ( Pencucian biodiesel dari hasil Minyak curah dan Minyak
Jelantah dan Menganalisa biodiesel yang dihasilkan )
Alat yang digunakan :
- Gelas kimia : 3 buah
- Erlenmeyer : 2 buah
- Corong pemisah : 2 buah
- Spatula : 1 buah
- Corong : 1 buah
- Burret : 1 buah
- Hot plate : 1 buah
- Neraca Analitik : 1 buah
- Pipet Tetes : 1 buah
- Pipet Volume 25mL : 1 buah
- Bola Karet : 1 buah
- Gelas Ukur 1L : 1 buah
- Termometer : 1 buah
- Magnetik Stirrer : 1 buah
- Visikometer : 1 buah
- Piknometer : 1 buah
- Flash Point Tester : 1 buah
- Oven : 1 buah
- Krus Porselen : 2 buah