Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

ASPEK BUDIDAYA PERTANIAN

“ CROP PROTECTION”

Kelompok 10

Disusun Oleh :

Nurizky Bagus Setyawan 145040201111278


Ahmad Faisal Lazuardi 145040207111044
Febri Fitriana 145040207111064
Maulidya Fajrin 145040207111079

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semenjak manusia mengenal bercocok tanam, maka usaha untuk


memperoleh hasil maksimal telah dilakukan. Berbagai cara dilakukan, namun
hasilnya selalu belum memuaskan. Setelah dilakukan pengamatan yang
mendalam, maka diketahui penyebab berkurangnya hasil usaha tani karena faktor
abiotis dan biotis. Faktor abiotis itu berupa gangguan yang disebabkan oleh faktor
fisik atau kimia, seperti keadaan tanah, iklim dan bencana alam. Sedangkan faktor
biotis adalah makhluk hidup yang menimbulkan kerusakan pada tanaman, seperti
manusia, hewan/binatang, serangga, jasad mikro ataupun submikro dan lain
sebagainya. Setelah diketahui kedua faktor tersebut sebagai pembatas, maka usaha
untuk meningkatkan dan mengurangi kehilangan hasil mulai dilaksanakan.

Usaha dalam meningkatkan dan mengurangi kehilangan hasil dalam


berbudidaya dapat dilakukan dengan berbagai tindakan atau perlakuan. Salah
satunya dengan menggalakkan crop protection atau perlindungan terhadap
tanaman. Di Indonesia pada umumnya, dalam melakukan crop protection terdapat
beberapa metode-metode yang sering digunakan oleh para petani antara lain:
metode control mekanik, metode biologi dan metode kimiawi. Dalam
menjalankan metode-metode di atas, terdapat kelebihan dan kelemahannya
masing-masing dalam mempengaruhi program crop protection yang diharapkan.
Selain itu, dengan metode-metode yang ada, dapat dilakukan secara bersamaan
hingga saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain, hal tersebut lebih
sering disebut dengan pengendalian hama terpadu (PHT) oleh petani di Indonesia.
Oleh karena itu, masalah-masalah mengenai crop protection akan diulas
secara lebih rinci dan luas dalam makalah ini.

1.2 Tujuan
Berdasarkan Latar belakang tersebut diatas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip pengendalian dan
perlindungan tanaman yang benar dan efektif dengan berdasarkan ekologi, selain
itu juga untuk mengetahui metode - metode pengendalian yang mengacu pada
prinsip-prinsip pengendalian dari hama dan penyakit pada lahan budidaya dan
mengetahui bagaimana cara mengelola lahan budidaya agar tidak terkontaminasi
atau terserang dari hama dan penyakit.
BAB II

ISI

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995


Tentang Perlindungan Tanaman, menjelaskan bahwa Perlindungan tanaman
adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang
diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan.

Prinsip - prinsip Perlindungan Tanaman (Roberts dalam Purnomo, 2006)


adalah sebagai berikut :

1. Eksklusi penggagu. Prinsip eksklusi bertujuan untuk mencegah masuknya


pengganggu ke daerah yang masih bebas pengganggu. Prinsip ini akan
berhasil dilaksanakan jika digunakan untuk melindungi tanaman terhadap
penyakit yang penyebaran patogennya melalui bahan tanaman, tetapi tidak
akan berhasil jika penyebaran patogennya melalui angin. Prinsip eksklusi
dilakukan menggunakan peraturan atau undang-undang karantina.

Karantina merupakan suatu usaha pelarangan atau pembatasan resmi


pengangkutan bahan tanaman tertentu terhadap kemungkinan terbawanya
pengganggu dari suatu daerah atau negara yang berpotensi merusak tanaman
di daerah atau negara lain. Aktivitas karantina yang dilakukan meliputi:
embargo tanaman dan produknya, pemeriksaan dan sertifikasi bahan
tanaman dari negara asal, pemeriksaan dan perlakuan bahan tanaman di
pintu masuk negara pengimpor, monitoring berkelanjutan bahan dan hasil
tanaman asal negara lain. Bentuk perlakuan dapat berupa pestisida sampai
pemusnahan. Petugas karantina tumbuhan bertugas atas nama Menteri
Pertanian. Aturan-aturan yang dilaksanakan merupakan Undang-undang
atau Peraturan Pemerintah, oleh karena itu, harus ditaati atau dipatuhi oleh
segenap warga negara dan bila ada yang melanggarnya dapat dikenakan
sangsi perdata maupun pidana.

2. Eradikasi. Prinsip eradikasi bertujuan untuk membunuh atau mengurangi


banyaknya pengganggu yang berada di lahan atau di bagian tanaman.
Prinsip eradikasi dapat dilakukan dengan cara budi daya, fisik, kimia, dan
hayati.
Cara budi daya yang berprinsip eradikasi, misalnya pergiliran tanaman,
sanitasi, dan penggunaan mulsa polietilen. Contoh cara fisik, yaitu,
penggunaan radiasi untuk membunuh patogen permukaan, uap air panas
untuk sterilisasi tanah. Contoh cara kimia, misalnya fumigasi tanah
menggunakan formalin, perlakuan benih menggunakan pestisida. Contoh
cara hayati berprinsip eradikasi, misalnya penggunaan agen antagonis,
penggunaan tanaman perangkap dan pemusnahannya.

3. Ketahanan (resistensi) tanaman.

Tanaman yang tahan berarti tanaman yang mempunyai


kemampuan untuk menghambat perkembangan patogen atau dapat
beradaptasi terhadap pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan.
Ketahanan tanaman dapat

4. Proteksi

5. Penghindaran

Perlindungan tanaman yang umum dilakukan adalah dengan


mengaplikasikan strategi pengendalian yang tepat dengan menggunakan
teknologi pengendalian yang sesuai. Konsekuensinya adalah bahwa
kemanjuran dari teknologi yang digunakan untuk mempengaruhi
perkembangan penyakit tanaman tergantung kepada strategi pengendaliannya.
Dengan demikian perlindungan tanaman yang baik merupakan hasil dari
strategi pengendalian yang tepat dan menggunakan teknologi pengendalian
yang sesuai.

Perlindungan tanaman dapat dilakuakn dengan beberapa Metode. Berikut ini


akan dijelaskan mengenai bebeapa metode perlindungan pada tanaman budidaya,
yang terdiri dari :

1. Cara Kimiawi

Perlindungan tanaman dengan menggunakan prinsip ini banyak


diakukan oleh para petani di zaman seperti saat ini. Hal tersebut karena
aplikasinya yng mudah dan dapat diperoleh hasil yang cepat. Penggunaan
bahan kimiawi biasanya berupa pestisida. Pada PP No. 7 tahun 1973 yang
termasuk pestisida tidak hanya zat kimia saja tetapi juga bahan lain serta jasad
renik dan virus yang ditujukan untuk pengendalian pengganggu tanaman, hasil
pertanian, pengganggu hewan piaraan dan ternak, binatang dan jasad renik
pengganggu bangunan dan pengganggu alat pertanian.
Formulasi pestisida yang kita punyai, dalam penggunaannya perlu
dipertimbangkan dengan alat-alat yang kita miliki. Alat-alat dalam pengertian
ini adalah alat-alat yang dipergunakan untuk membantu aplikasi pestisida
dalam formulasi tertentu. Beberapa alat aplikasi pestisida misalnya :
(1) Penyuntik tanah (soil injector), dipergunakan untuk pestisida berformulasi
butiran;
(2) Penugal bercorong, dipergunakan untuk pestisida berformulasi EC
(emulsible concentrate) dalam bentu cair dan WP (wetable powder)
dalam bentuk tepung;
(3) Penyerbuk (duster), dipergunakan untuk pestisida berformulasi DC
(dust concentrate) ;

(4) Penyemprot (Sprayer), dipergunakan untuk pestisida berformulasi EC,


WP, dan sejenisnya yang diencerkan dulu sebelum disemprotkan;
(5) Penghembus dipergunakan untuk pestisida berformulasi F (fumigan),
padat atau cair dengan bahan aktif gas; dan
(6) Pengkabut (blower, atomizer), dipergunakan untuk pestisida berformulasi
cair (ULV) yang tidak perlu lagi diencerkan tetapi menggunakan
tekanan yang sangat tinggi.

2. Cara Biologi

Perlindungan tanaman dengan cara biologi ialah dengan memberikan


musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman yang dibudidayakan. Hal ini
sesuai dengan penjelasan literatur Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman pasal 10 bahwa
Tindakan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan dengan
cara biologi, melalui pemanfaatan musuh alami organisme pengganggu
tumbuhan.
Menurut Sunarno, Perlindungan tanaman dengan cara biologi atau yang
biasa disebut pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan
cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen
pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati
adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan
memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan
pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan
musuh alami yang dilakukan dilaboratorium.
Menurut Jumar (2000), Pengendalian hayati memiliki keuntungan yaitu
: (1). Aman artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan keracunan
pada manusia dan ternak,
(2). Tidak menyebabkan resistensi hama,
(3). Musuh alami bekerja secara selektif terhadap inangnya atau mangsanya.
(4). Bersifat permanen untuk jangka waktu panjang lebih murah, apabila
keadaan lingkungan telah setabil atau telah terjadi keseimbangan antara hama
dan musuh alaminya.
Selain keuntungan pengendalian hayati juga terdapat kelemahan atau
kekurangan seperti :
(1). Hasilnya sulit diramalkan dalam waktu yang singkat,
(2). Diperlukan biaya yang cukup besar pada tahap awal baik untuk
penelitian maupun untuk pengadaan sarana dan prasarana,
(3). Dalam hal pembiakan di laboratorium kadang-kadang menghadapi
kendala karena musuh alami menghendaki kondisi lingkungan yang
kusus, dan
(4). Teknik aplikasi dilapangan belum banyak dikuasai.

Contoh penggunaan musuh alami ini di lapangan misalnya adalah


Letmansia bicolor merupakan musuh alami dari serangga hama pada tanman
kelapa Secava sp, Serangga kumbang Koksinelid (Synkuharmonia octomaculata)
merupakan musuh alami dari hama tanaman padi yaitu serangga wereng hijau,
wereng punggung putih dan wereng zigzag.
3. Cara Mekanik
Pengendalian hama atau penyakit dengan cara mekanik adalah usaha
pengendalian dengan cara mencari jasad perusak tanaman, kemudian
memusnahkannya. Cara ini dapat dilakukan dengan tangan atau menggunakan alat
berupa perangkap (AAK, 1992).
Beberapa perlakuan atau tindakan yang termasuk pengendalian
mekanis dengan hama tikus sebagai contoh yaitu antara lain:
a. Gropyokan massal atau berburu tikus bersama.Mudah dilaksanakan,
biaya murah, dan efektif menurunkan populasi hama tikus, tetapi
membutuhkan kebersamaan.
b. Alat perangkap. Bubu perangkap untuk menangkap tikus dalam
keadaan hidup, dan umpan beracun untuk menangkap tikus sampai
tikus tersebut mati
c. Solder dan emposan. Solder untuk menyeburkan api dan udara panas
ke dalam lubang atau sarang tikus sehingga tikus keluar atau mati
dalam sarangnya. Untuk lebih efektifnya alat ini dapat digunakan
belerang yang diletakkan pada mulut sarang tikus sehingga hembusan
asap belerang yang panas dapat meracuni tikus yang ada dalam sarang
(AAK, 1992).
Kelebihan pengendalian secara mekanik :
- Tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan.
- Dapat dipadukan dengan cara pengendalian lainnya.
Sedangkan kekurangan pengendalian secara mekanik adalah :
- Memerlukan tenaga yang banyak
- Tidak dapat dilakukan untuk lokasi yang luas secara kontinyu

4. Cara Kultur Teknis atau Budidaya Tanaman.

Kultur teknis merupakan cara perlindungan dengan memanfaatkan kondisi


lingkungan yang dimanipulasi supaya tidak sesuai dengan kondisi lingkungan
yang dibutuhkan pengganggu, tetapi sesuai dengan kondisi lingkungan yang
dibutuhkan oleh tanaman. Beberapa contoh perlindungan tanaman
menggunakan cara kultur teknis, yaitu :
a. Pengolahan tanah.

Tanah yang diolah akan berubah struktur, suhu, dan kelembaban


tanahnya, karena tanah yang semula di bawah menjadi di atas dan yang
semula padat menjadi gembur. Perubahan kondisi struktur, suhu, dan
kelembaban tanah ini biasanya menjadi kurang menguntungkan untuk
pengganggu-pengganggu yang sembunyi atau bertahan di dalam tanah.
Patogen yang bertahan di dalam tanah menjadi terkena sinar matahari
secara langsung, sehingga dalam beberapa menit atau jam akan mati.

b. Sanitasi.
Sanitasi merupakan usaha membersihkan tempat-tempat yang
kemungkinan digunakan oleh pengganggu untuk hidup, berkembang
biak, maupun bertahan. Biasanya yang dibersihkan adalah sampah-
sampah organik yang mungkin mengandung patogen dengan cara
dikumpulkan kemudian dibakar atau dibuat kompos.
c. Pemupukan.
Pemupukan merupakan usaha menambah hara tanah sehingga
tanaman menjadi lebih fit dan lebih mampu mentoleransi kerusakan
atau menjadi tidak mudah diserang oleh pengganggu karena lebih
cepat membentuk bagian pengganti yang rusak atau memblokir
menggunakan struktur tertentu (gom).
d. Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman.
Menanam tanaman secara bergantian (bergilir) dengan tanaman
yang berbeda jenis akan dapat memutus siklus hidup pengganggu.
Tanaman kedele yang ditanam setelah tanaman padi akan memutus
siklus hidup pengganggu-pengganggu tanaman padi, misalnya
Pyricularia oryzae penyebab penyakit blas karena tidak adanya inang
selama tanaman kedele. Oleh karena itu jika setelah kedele ditanam
padi lagi, maka timbulnya penyakit blas akan sangat berkurang.
e. Pengaturan waktu tanam.
Penggeseran waktu tanam dapat sangat membantu mengurangi
timbulnya gangguan. Patogen bulai jagung (Peronosclerospora
maydis) sangat berkembang pada kondisi cuaca berembun dan
tanaman jagung berumur muda (kurang dari 3 minggu). Perlindungan
tanaman dengan pengaturan waktu tanam dilakukan dengan cara
menggeser waktu tanam sehingga pada kondisi lingkungan banyak
embun (biasanya Desember-Januari) tanaman tsudah tidak berumur
kurang dari 3 minggu atau belum ditanam.
f. Penggunaan Varietas tahan.
Varietas tahan banyak dilakukan dalam perlindungan tanaman
karena cara ini sangat mudah dilakukan dengan memanfaatkan hasil-
hasil penelitian. Selain itu cara ini tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan dan dapat dikombinasikan dengan cara-cara
perlindungan yang lain. Kelemahan cara ini yaitu biayanya tinggi
untuk penemuan tanaman tahan, sulit mendapatkan sumber gen, sering
menimbulkan biotipe atau ras baru pada pengganggu, bahkan tanaman-
tanaman tahan hasil transgenik masih dipertanyakan pengaruhnya
terhadap perilaku manusia sebagai konsumen.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Perlindungan Tanaman yang baik dan benar dengan berdasarkan ekologi


akan berdampak positif pada kondisi lingkungan, sehingga dapat membuat
agroekosistem menjadi baik dan stabil serta sejalan dengan hal itu, akan membuat
membaiknya kondisi agroekositem. Selain itu, juga dapat membuat budidaya
menjadi optimal dan meningkatkan kualitas produksi tanaman, dan untuk
mempertahankan kondisi agroekosistem yang baik, dibutuhkan pengelolaan yang
benar - benar dilakukan dengan mempertimbangkan lingkungan supaya tidak
dapat merusak lingkungan, yang dapat menjadi sumber munculnya perkembangan
hama dan penyakit yang dapat menggangu keseimbangan agroekositem dan
menghambat produksi tanaman. Perlindungan tanaman tersebut dapat dilakukan
dengan beberapa metode yang meliputi metode kimia, metode biologi, metode
mekanik dan juga metode kultur teknis.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1992. Petunjuk praktis bertanam sayuran.. Yogyakarta : Kanisius
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.
Makarim, A.K., I.N. Widiarta, Hendarsih, S., dan S.Abdulrachman. 2003.
Petunjuk Teknis Pengelolaan Hara dan Pengendalian Hama Penyakit
Tanaman Padi Secara Terpadu. Departemen Pertanian; 38 hlm.
Moerdiono. 1995. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
1995 Tentang Perlindungan Tanaman. Jakarta
Purnomo, Bambang. 2006. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman: Konsepsi dan
cara Perlindungan Tanaman terhadap penyakit Tumbuhan.
Sunarno. - . Pengendalian Hayati ( Biologi Control ) Sebagai Salah Satu
Komponen Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Anda mungkin juga menyukai