Anda di halaman 1dari 61

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan membahas tinjauan teori sebagai dasar dalam penelitian yang

meliputi : 1) Konsep Antenatal Care (ANC), 2) Konsep Preeklamsi, 3) Konsep Ibu,

4) Kerangka Konseptual, 5) Hipotesis.

2.1 Konsep Antenatal Care (ANC)

2.1.1 Definisi Antenatal Care (ANC)

Antenatal care adalah perawatan sebelum masa persalinana atau perawatan

pada ibu hamil. (Ibrahim Cristina S, 1993). Antenatal care (ANC) adalah

pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu

hamil. Dengan demikian, mampu menghadapi persalinan kala nifas, persiapan

pemberian ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. (Manuaba,

1998). Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan

untuk memeriksa keadaan ibu dan janin berkala, yang diikuti dengan upaya

koreksi terhadap penyimpangan yang diharapkan (pedoman pelayanan antenatal

di tingkat pelayanan dasar, 2004).

Perawatan kehamilan adalah perawatan yang ditujukan kepada ibu hamil,

yang bukan hanya apabila ibu sakit dan memerlukan perawatan, melainkan juga

pengawasan dan penjagaan wanita hamil agar tidak terjadi kelainan sehingga

mendapatkan ibu dan anak sehat. (Kusmiyati, 2009). Pengawasan antenatal

adalah pengawasan sebelum persalinan terutama untuk ditujukan pada

pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuaba, 2002). Salah

satu fungsi terpenting dari perawatan antenatal adalah untuk membarikan saran
dan informasi pada seorang wanita mengenai tempat kelahiran yang tepat sesuai

dengan kondisi dan status kesehatannya. Perawatan antenatal juga merupakan

suatu kesempatan untuk menginformasikan kepada para wanita mengenai tanda-

tanda bahaya dan gejala yang memerlukan bantuan segera dari petugas

kesehatan (WHO, 2004).

2.1.2 Tujuan Antenatal Care (ANC)

Menurut mansjoer (2005), tujuan ANC adalah sebagai berikut.

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang bayi.

2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial

ibu serta bayi.

3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang

mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,

kebidanan, dan pembedahan,

4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu

maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI

eksklusif.

6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi

agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2.1.3 Manfaat Antenatal Care

Menurut Wiknjosastro (2006), manfaat antenatal care adalah tersedianya

fasilitas rujukan yang baik bagi kasus resiko tinggi ibu hamil sehingga dapat
menurunkan angka kematian maternal. Petugas kesehatan dapat

mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan usia, paritas,

riwayat obstetrik buruk, dan perdarahan selama kehamilan.

Perawatan antenatal care berguna untuk mendeteksi /mengoreksi/

menatalaksanakan/mengobati sedini mungkin kelainan yang terdapat pada ibu

dan janinnya. Dapat juga sebagai penyampaian komunikasi, informasi, dan

edukasi dalam menghadapi kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu hamil, agar

dapat percaya diri dan bila ada kedaruratan dapat segera dirujuk ke rumah sakit

terdekat dengan fasilitas yang lebih lengkap (Yani, 2006).

2.1.4 Fungsi Antenatal Care

1. Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas

pendidikan

2. Melakukan screening, identifikasi dengan wanita dengan kehamilan

resiko tinggi dan merujuk bila perlu

3. Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan

menangani masalah yang terjadi.

2.1.5 Pelaksana Kunjungan Antenatal Care

Menurut Depkes RI (2005) pelaksana pelayanan ANC terdiri dari :

a. Tenaga medis meliputi dokter umum dan dokter spesialis obstetrik dan

ginekologi.

b. Tenaga perawatan meliputi : bidan, pembantu bidan, perawat bidan, dan

perawat wanita yang sudah dilatih dalam pemeriksaan kehamilan.


2.1.6 Lokasi Pelayanan Antenatal Care

Menurut Depkes RI (2005) tempat pemberian pelayanan ANC dapat status

aktif meliputi :

a. Puskesmas

b. Puskesmas pembantu

c. Pondok bersalin desa

d. Posyandu

e. Rumah penduduk (pada kunjungan kegiatan puskesmas)

f. Rumah sakit pemerintah atau swasta

g. Rumah sakit bersalin

h. Tempat praktek swasta (bidan, dokter).

2.1.7 Jadwal Pemeriksaan Antenatal Care

Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang bisa mengancam

jiwanya oleh karena itu wanita hamil memerlukan sedikitnya 4x kunjungan

selama periode antenatal yaitu sebagai berikut.

a. Satu kali kunjungan selama trimester I (< 14 minggu).

b. Satukali kunjungan selama trimester ke II (antara minggu 14-28).

c. Duakali kunjungan selama trimester ke III (antara minggu 28-36 dan

sesudah minggu ke 36) (saifuddin dkk, 2002)

d. Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dirasakan ada gangguan atau

bila janin tidak bergerak lebih dari 12 jam (pusdiknakes, 2003).


Pada setiap kunjungan antenatal, perlu didapatkan informasi yang sangat

penting.

1. Satu kali pada trimester I yaitu sebagai berikut.

a. Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu sehingga suatu

mata rantai penyelamatan jiwa telah terbina jika diperlukan.

b. Mendeteksi masalah yang dapat diobati sebelum menjadi bersifat

mengancam jiwa.

c. Mencegah masalah, seperti tetanus neonatorum, anemia defisiensi zat

besi, penggunaan praktik tradisional yang merugikan.

d. Memulai persiapan persalinan dan kesiapan untuk menghadapi

komplikasi.

e. Mendorong perilaku yang sehat (nutrisi,latihan,dan kebersihan,istirahat

serta sebagainya).

2. Satu kali pada trimester kedua (sebelum minggu ke 28), yaitu sebagai

berikut.

a. Sama seperti kunjungan pada trimester perytama

b. Perlu kewaspadaan khusus mengenai preeklamsia, pantauan tekanan

darah, periksa protein urine, dan gejala yang lainnya.

3. Dua kali pada trimester ketiga, yaitu sebagai berikut.

a. Sama seperti kunjungan sebelumnya.

b. Perlu adanya palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya kehamilan

ganda.
c. Deteksi kelainan letak atau kondisi Lain yang memerlukan kelahiran

dirumah sakit. Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dirasakan ada

gangguan atau bila janin tidak bergerak lebih dari 12 jam (pusdiknakes,

2003)

2.1.8 Kriteria keteraturan Antenatal Care

Keteraturan dalam pemeriksaan kehamilan dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut :

1. Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya

terlambat 1 bulan.

2. Peiksa ulang 1 kali sebelum sampai kehamilan 7 bulan.

3. Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan.

4. Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan .

5. Periksa khusus bila ada keluhan-keluhan.

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa, ibu hamil secara

ideal melaksanakan perawatan kehamilan maksimal 13-15 kali dan minimal 4

kali, yaitu 1 kali pada trimester 1, satu kali pada trimester ke II, dan 2 kali pada

trimester ke III. Namun jika terdapat kelainan dalam kehamilannya, maka

frekuensi pemeriksaan disesuaikan menurut kebutuhan masing-masing. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa dikatakan teratur jika ibu hamil melakukan

pemeriksaan kehamilan lebih dari 4 kali kunjungnan, kurang teratur apabila

melakukan pemeriksaan kehamilan 2 hingga 3 kali kunjungan, dan tidak teratur

jika ibu hamil hanya melakukan pemeriksaan kehamilan kurang dari 2 kali

kunjungan. (WHO, 2006)


2.1.9 Jenis Pemeriksaan dalam Pelayana Antenatal Care (ANC)

1. Pemeriksaan fisik pada ibu hamil

Setiap ibu hamil yang datang pertama kali untuk memeriksakan diri, harus

dilakukan pemeriksaan lengkap agar dapat diperoleh diagnosis dan prognosis

yang tepat. Selain mengenai kehamilannya sendiri, pemeriksaan mencakup

pula kesehatan umum dan keadaan jalan lahir ibu.

Dari hasil pemeriksaan dapat ditentukan apakah kehamilannya termasuk

normal atau menunjukkan kelainan atau komplikasi. Pemeriksaan ibu hamil

yang lengkap meliputi : tanya jawab (anamnesis), pemeriksaan umum,

peeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan

dengar(auskutasi), pemeriksaan ketuk (perkusi),pemeriksaan dalam,

pemeriksaan panggul, dan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki, yang dalam

pelaksanaannya dilakukan secara sistematis atau berurutan. Adapun komponen

pemeriksaan pada ibu hamil sebagai berikut :

2. Anamnesis (tanya jawab)

Tujuan dari anamnesis adalah untuk mendeteksi komplikasi-komplikasi dan

menyiapkan untuk persalinan dengan mempelajari keaadaan kehamilan ibu

sekarang, kehamilan dan kelahiran terdahulu, kesehatan secara umum serta

kondisi sosial ekonomi. Setelah informasi dikumpulkan bidan atau perawat

dapat menentukan apakah kehamilan ini noral atau ibu mempunyai kebutuhan

khusus. Anamnesis tanya jawab) meiputi sebagai berikut:


1. Anamnesis biodata

Meliputi nama ibu hamil, umur, pekerjaan, nama suami, pekerjaan suami,

agama, kebangsaan, dan alamat.

2. Anamnesis sosial ekonomi

Pada umumnya anamnesis sosial memberikan gambaran mengenai latar belakang

sosial pasien seperti status perkawinan, taraf hidup, respon orang tua dan keluarga

terhadap kehamilan ini, hubungan keluarga, keadaan rumah tangga, pengambilan

keputusan dalam keluarga, status sosial ekonomi, kebiasaan makan dan gizi yang

dikonsusi dengan fokus vitamin A dan zat besi,kebiasaan hidup sehat meliputi

kebiaasaan merokok, minum obat atau alkohol, beban kerja dan kegiatan seharihari,

tempat melahirkan danmenolong persalinan, serta adat istiadat.

3. Anamnesis keluarga

Anamnesis keluarga diperluka untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit menurun atau adanya kehamilan kembar.

4. Anamnesis medik

a. Dilakukan untuk mengetahui adanya kemungkinan penyakit-penyakit yang

menyertai dan yang mepengaruhi kehamilan ibu diantaranya sebagai berikut :

1. Masalah-masalah kardiovaskular

Penyakit jantung akan mengalami komplikasi yang serius dengan adanya

kehamilan. Penyebabnya bisa berupa penyakit jantung kongenital seperti atrial

atau ventrikular septal defect maupun penyakit jantung reumatik.

Wanita hamil dengan penyakit jantung perlu diawasi ketat selama

kehamilannya oleh seseorang obgyn dan kardiologis. Peran perawat diperlukan


untuk memberikan dukungan kepada ibu hamil dan pasangannya ketika

keaadaan ini menimbulkan kecemasan dalam diri mereka.

2. Hipertensi

Hipertensi yang diinduksikan kehamilan dapat mengakibatkan penurunan

fungsi plasenta, IUGR, fetal compromise, serta kemungkinan timbulnya

perdarahan antarpartum.

3. Diabetes millitus

Diabetes gestasional merupakan kondisi pada wanita hamil yang

mengalami hiperglikemia dengan toleransi kadar glukosa yang kurang.

4. Malaria

5. Penyakit Menular Seksual (PMS)

Meliputi infeksi trichominas, sifilis, gonorrhea, herpes genital, kondiloma

akuminata, infeksi Chlamydia trachomatis, hepatitis, dan HIV / AIDS.

b. Untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan selama kehamilan.

Keluhan-keluhan lazim pada kehamilan di antaranya mual dan muntah, sakit

kepala, saliva yang berlebihan, keletihan, napas pendek, nyeri punggung

bagian bawah, mengidam makanan, varises, nyeri selama berhubungan seks,

gusi berdarah, sering kencing juga pada malam hari, rasa panas dalam perut,

hiperpigmentasi pada wajah dan payudara, sering buang angin, kesemutan pada

jari-jari kaki, konstipasi, hemoroid, kram pada kaki, serta kaki bengkak.

c. Untuk mengetahui masalah atau tanda-tanda bahaya pada saat kehamilan di

antaranya perdarahan pervaginam, sakit kepala yang hebat, masalah visual

(misalnya pandangan kabur), bengkak pada muka dan tangan, nyeri abdominal

yang hebat, dan bayi kurang bergerak seperti biasa.


5. Anamnesis Haid

Ditanyakan kapan datang haid pertama kali (menarche), berapa banyak

jumlahnya, lama dan siklusnya, periode menstruasi terakhir, ada tidaknya

dismenore, dan lain-lain.

Pada wanita dengan haid terlambat dan diduga hamil, ditanyakan hari

pertama haid terakhir (HPHT). Taksiran partus dapat ditentukan bila HPHT

diketahui dan siklus haidnya teratur kurang lebih 28 hari dengan menggunakan

rumus Naegele yaitu hari + 7, bulan – 3, dan tahun + 1.

Bila Ibu lupa HPHT, tanyakan tentang hal lain seperti gerakan janin. Untuk

primigrafida gerakan janin terasa pada kehamilan 18 minggu, sedangkan

multigrafida 16 minggu.

6. Anamnesis kebidanan

Tanyakan riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya meliputi

jumlah kehamilan, anak yang lahir hidup, berat bayi sebelumnya < 2.500 gram

atau > 4.000 gram, persalinan preterm, persalinan prematur, keguguran atau

kegagalan kehamilan, persalinan dengan tindakan (dengan forceps, vakum,

operasi sectio caesarea), serta riwayat perdarahan pada kehamilan, persalinan,

atau nifas sebelumnya.

2.1.10 Pemeriksaan Umum

Tujuan pemeriksaan umum adalah untuk mengetahui secara umum keadaan

kesehatan Ibu hamil. Pada Ibu hamil yang datang pertama kali, lakukan penilaian

keadaan umumnya dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh dari ujung rambut

sampai ke ujung kaki (head to toe).


Pemeriksaan umum mencakup hal-hal berikut.

1. Pemeriksaan tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan atas (LILA).

Pemeriksaan tinggi badan hanya dilakukan pada kunjungan pertama ibu hamil,

ibu yang memiliki tinggi badan kurang dari 145cm akan beresiko mengalami

kesulitan saat persalinan dikarenakan kemungkinan memiliki panggul yang

sempit. Untuk pengukuran berat badan, dilakukan setiap kali kunjungan, agar

diketahui penambahan berat badan ibu selama kehamilan. Kenaikan berat

badan ibu selama kehamilan biasanya berkisar 9-12kg. Jika kenaikan terjadi

kurang dari 5kg pada kehamilan 28 minggu atau pada pengukuran lingkar

lengan atas (LILA) kurang dari 23,5cm, maka perlu diwaspadai ibu beresiko

kurang energi kronik (KEK). Namun jika kenaikan berat badan lebih dari 15kg

pada kehamilan cukup bulan maka hal ini perlu diwaspadai kemungkinan

terjadi preeklampsia / eklampsia pada ibu.

2. Pengukuran tanda-tanda vital. Meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,

pernapasan, dan suhu tubuh

3. Pemeriksaan kemungkinan adanya kelainan / penyakit. Kelainan / penyakit

jantung seperti sesak napas, jantung berdebar; kelainan / penyakit paru-paru

seperti asma, sesak napas, batuk menahun; dan kelainan / penyakit pada organ

lainnya.

4. Pemeriksaan refleks lutut(patela). Dengan menggunakan hammer, minta ibu

duduk dengan tungkai yang tergantung bebas, rabalah tendon di bawah

lutut/patela. Dengan menggunakan hammer ketuklah tendon pada lutut

bagian depan. Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon diketuk.
Bila refleks negatif kemungkinan ibu mengalami kekurangan vitamin B1 dan

bila geraknya berlebihan dan cepat, maka hal ini kemungkinan preeklampsia.

5. Pemeriksaan edema. Edema pada tungkai dapat dikenal dengan menekan

daerahpretibia dan daerah mata kaki dengan jari. Bila pada tekanan terjadi

cekungan yang tidak lekas pulih kembali, maka ini suatu tanda adanya edema.

Bila didapat edema pada tungkai, kemungkinan timbulnya preeklampsia pada

ibu hamil.

6. Pemeriksaan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.

a. Kepala dan leher.

b. Tangan dan kaki (ekstremitas).

c. Payudara.

d. Abdomen

e. Genitalia luar (eksternal).

f. Genitalia dalam (internal).

(Saifuddin dkk., 2002)

Pemeriksaan Pandang (Inspeksi)

Pemeriksaan pandang dimulai semenjak bertemu dengan pasien. Perhatikan

bagaimana sikap tubuh, keadaan punggung dan cara berjalannya. Apakah

cenderung membungkuk, terdapat lordosis, kifosis, skoliosis, atau pincang, dan

sebagainya. Lihat dan nilai kekuatan ibu ketika berjalan, apakah ia tampak nyaman

dan gembira, apakah ibu tampak lemah serta keadaan umum lainnya yang

menunjang pemeriksaan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.


Pemeriksaan Raba (Palpasi)

Sebelum pemeriksaan kosongkan kandung kemih. Kemudian ibu diminta

berbaring terlentang dan pemeriksaan dilakukan di sisi kanan ibu. Lihat apakah

uterus berkontraksi atau tidak. Bila berkontraksi, harus ditunggu sampai dinding

perut lemas agar dapat diperiksa dengan teliti. Agar tidak terjadi kontraksi dinding

perut akibat perbedaan suhu dengan tangan pemeriksa, sebelum palpasi kedua

tangan pemeriksa digosokkan dahulu.

1. Cara pemeriksaan yang umum digunakan cara Leopold yang dibagi dalam

empat tahap. Pada pemeriksaan Leopold I, II, dan III pemeriksa menghadap ke

arah muka ibu, sedangkan pada Leopold IV ke arah kaki.

2. Dengan pemeriksaan Leopold II ditentukan batas samping uterus dan posisi

punggung pada bayi letak memanjang. Pada letak lintang ditentukan kepala.

Pemeriksaan Leopold III menentukan bagian janin yang berada di bawah.

3. Leopold IV selain menentukan bagian janin yang berada di bawah, juga bagian

kepala yang telah masuk pintu atas panggul (PAP). Bila kepala belum masuk

PAP teraba balotemen kepala.

4. Dari pemeriksaan raba (palpasi) dapat diperoleh data berupa usia kehamilan,

letak janin, presentasi janin, kondisi janin, serta taksiran berat janin. Taksiran

berat janin ditentukan berdasarkan rumus Johnson Toshack. Perhitungan

penting sebagai pertimbangan memutuskan rencana persalinan pervaginam

secara spontan. Rumus tersebut sebagai berikut.

a. N = 13 bila kepala belum melewati pintu atas panggul (PAP).

b. N = 12 bila kepala masih berada di atas spina iskiadika.

c. N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina iskiadika.


5. Untuk menentukan usia kehamilan berdasarkan tinggi fundusuteri dapat dilihat

dari tabel berikut ini.

Usia Kehamilan Berdasarkan Tinggi FundusUteri

Akhir Tinggi fundusuteri


bulan
1 Belum teraba
2 Di belakang simfisis
3 1 – 2 jari di atas simfisis
4 Pertengahan simfisis sampai pusat
5 2 – 3 jari di bawah pusat
6 Kira-kira setinggi pusat
7 2 – 3 jari di atas pusat
8 Pertengahan pusat sampai prosesus xifoid (Px)
9 Tiga jari di bawah Px atau sampai setinggi Px
10 Sama dengan kehamilan delapan bulan namun
melebar ke samping

Pemeriksaan Dengar (Auskultasi)

Periksa dengar dilakukan setiap ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Hal

yang dapat didengarkan pada saat pemeriksaan dengar(auskultasi) adalah sebagai

berikut.

1. Suara yang berasal dari ibu yaitu sebagai berikut.

a. Bising aorta, cepatnya sama dengan denyut nadi ibu.

b. Bising rahim, suaranya terdengar seperti tiupan angin, cepatnya sama

dengan denyut nadi ibu.

c. Peristaltik usus.

2. Suara yang berasal dari janin yaitu sebagai berikut.


a. Denyut jantung janin yang terdengar pada minggu ke 18-20 dengan

menggunakan stetoskop monoaural dan minggu ke-12 dengan

menggunakanDoppler elektrik.

b. Gerakan janin, yaitu suara gerakan janin seperti bunyi pukulan.

c. Bising tali pusat, suara yang terdengar seperti tiupan. Cepatnya sama dengan

denyut jantung janin. Bising tali pusat dapat timbu karena tali pusat tertekan

oeh suatu sebab

Pada saat pemeriksaan denyut jantung janin, stetoskop harus diletakkan tegak

lurus pada permukaan perut dan tidak boleh dipegang untuk menghindari suara-

suara tambahan. Untuk menghitung prekuensi dan keteraturan denyut jantung janin,

dapat dilakukan dengan cara hitung 5 detik pertama (dj 1), 5 detik berhenti (jeda),

hitung 5 detik kedua (dj 2), 5 detik berhenti, hitung 5 detik ketiga (dj 3), sehingga

didapatkan rumus denyut jantung janin (DJJ) = 4 x (dj 1 + dj2 + dj 3 )

Contohnya, setelah dilakukan pengukuran denyut jantung janin pada 5 detik

pertama 10 kali , kedua 12 kali, dan 5 detik ketiga 11 kali maka, DJJ = 4 x (11 + 12

+ 11) = 139 permenit.

Lokasi terbaik saat mendengarkan denyut jantung janin bergantung pada

kedudukan janin dalam rahim. Apabila Letak janin Menekur, maka Djj paling jelas

terdengar pada sisi punggung janin yaitu daerah skapula. Apabila Letak janin

menengadah maka Djj paling jelas terdengar pada sisi dada.

Pemeriksaan Dalam

Siapkan ibu dalam posisi litotomi lalu bersihkan daerah vulva dan Perineum d

engan larutan antiseptik. Inspeksi vulva dan Vagina apakah Terdapat Luka, varises
, radang, atau Tumor, adakah tanda chadwick. Selanjutnya lakukan pemeriksaan in

spekulo. Lihat ukuran dan warna porsio, dinding, dan sekret vagina. Lakukan pem

eriksaan colok vagina dengan memasukkan Telunjuk Dan jari tengah. Raba adany

a tumor atau pembesaran kelenjar di liang vagina. Periksa adanya massa di adnesk

a dan parametrium. Perhatikan letak, bentuk , dan ukuran uterus serta periksa kons

istensi, arah, panjang pporsio, serviks yang melunak (tanda goodells) dan pembuk

aan serviks. Ukuran uterus wanita yang tidak hamil kira-kira sebesar telur ayam,pa

da kehamilan delapan minggu sebesar telur bebek, 12 minggu sebesar telur angsa,

dan 16 minggu sebesar kepada orang dewasa. Pemeriksaan dalam ini harus dilaku

kan dengan cara palpasi bimanual.

Pemeriksaan Panggul

Pemeriksaan panggul pada ibu hamil terutama pada primigrafida perlu dilakukan u

ntuk menilai keadaan dan bentuk panggul apakah terdapat kelainan atau keadaan y

ang dapat menimbulkan penyulit persalinan.

Terdapat 4 cara dalam melakukan pemeriksaan panggul yaitu sebagai berikut.

1) Pemeriksaan pandang (inspeksi), dapat diperoleh gambaran mengenai duga

an kesempitan atau kelainan panggul, misalnya pada ibu yang berjalan pinc

ang, ibu yang sangat pendek dari michaelis, contohnya tidak simetris.

2) Pemeriksaan raba, diduga mengalami kesempitan atau kelainan panggul bil

a pada primigrafida dengan kehamilan 36 minggu atau lebih kepala belum

masuk pintu atas panggul, pada primigrafida dengan kehamilan aterm terda

pat kelainan letak.


3) Pengukuran ukuran panggul luar yang paling sering menggunakan jangka p

anggul dari martin. Diantara ukuran-ukuran panggul luar yang dinilai adala

h sebagai berikut.

a. Distantia spinarum yaitu jarak antara spina iliyaka anterior superior ka

nan dan kiri dengan ukuran normal 23 sampai – 26 cm.

b. Distantia kristarum yaitu jarak terjauh antara krista iliyaka kanan dan k

iri dengan ukuran normal 26-29 cm. Bila terdapat selisih antara distatn

tia spinarum dan distantia kristarum kurang dari 2,5 cmkemungkinan b

esar adanya panggul sempit.

c. Distantia tuberum atau ukuran melintang dari pintu bawah panggul ata

u ukuran inter tuber ischii yaitu jarak antara tuber iskhiadikum kanan d

an kiri dengan ukuran normal 10,5-11 cm.

d. Konjunggata, eksterna atau ukuran boudelokue yaitu jarak antara tepi a

tas simvisis dan prosesus spinosus lumbal V (tulang pinggang ke 5 ) d

engan ukuran normal 18 – 20 cm. Bila diameter boudelokue kurang da

ri 16 cm maka kemungkinan besar adanya panggul sempit.

4) Pengukuran panggul dalam, lakukan penilaian akomodasi panggula bila us

ia kehamilan 36 minggu karena jaringan dalam rongga panggul lebih lunak

, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. Bagian bagian yang dinilai yaitu s

ebagai berikut.

a. Meraba promontorium dan konjugata diagonalis. Mauskkan telunju

k dan jari tengah ke dalam liang vagina. Arahkan ujung kudua jari k

e promontorium , coba untuk merabahnya, bila promontorium dapa

t dengan mudah di capai ada dugaan besar adanya kesempitan pintu


atas panggul ( PAP).setelah tu lanjutkan dengan menentukan panja

ng konjugata diagonalis yaitu jarak antara pinggang bawah simvisis

sampai promontorium yaitu 12,5 cm.

b. Meraba linea inominata. Dengan ujung jari menelusuri linea inome

nata kiri dan kanan sejauh mungkin, tentukan bagian yang terba, bil

a seluruh bagian dapat diraba kemungkinana panggul sempit.

c. Meraba tulang kelangkang. Periksa lengkungan tulang kelangkang

dan apakah tulang tungging (koksigis) menonjol kedepan, normaln

ya tulang kelangkang cekuung dallam dua jurusan yaitu dari atas ke

bawah, dan dari kiri ke kanan

d. meraba ligamen sakrospinosum dan mengukurnya. Dalam keadaan

normal panjang ligamentum ini dua jari atau lebih. Bila kurang dari

dua jari menimbulkan kecurigaan panggul sempit.

e. Meraba spina iskiadika. Raba lengkung sakrum dan tentukan apaka

h spina iskiadika kiri dan kanan menonjol kedalam.

f. Meraba dinding pelvik. Apakah lurus atau konvergen ke bawah dan

tentukan panjang distantia inter spinarum. Arahkan bagian palmar j

ari-jari tangan kedalam smvisis dan tentukan besar sudut yang dibe

ntuk antara os pubis kiri dan kanan.

Pemeriksaan Laboratorium

ibu hamil sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium sekurang-kurang

nya dua kali selama kehamilan, yaitu pada permulaan kehamilan dan pada akhir
kehamilan. Pada kunjungan pertama diperiksa kadar hemoglobin darah, hemato

krit, dan hitung leukosit. Dari urine diperiksa beta-hCG, protein, dan gluokosa.

Prosedur pemeriksaan fisik pada ibu hamil/ Antenatal care

Langkah Kegiatan

A. Persiapan Alat

1. Baki dan alasnya

2. Spigmomanometer dan stetoskop

3. Stetoskop monoaural/laennec/doppler elektrik/fotoskop

4. Gelas 3 buah, masing-masing berisi air sabun,air klorin, air DTT.

5. Termometer

6. Timbangan berat badan

7. Pengukur tinggi badan

8. Refleks hammer

9. Meteran

10. Penlight/senter

11. Bengkok/tempat sampah

12. Kasa/kapas steril

13. Sarung tangan/handscoon

14. Tisu pada tempatnya

15. Alt-alat untuk pengendalian infeksi(PI) seperti cairan klorin 0,5% pada dua

baskom, dua buah waslap, tempat sampah medis dan non medis

16. Jangka panggul

17. Selimut
B. Tahap preinteraksi

1. Baca catatan perawat dan catatan medis klien

2. Siapkan dan dekatkan alat

3. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir lalu

mengeringkanya.

C. Tahap orientasi

1. Berikan salam, panggil klien/keluarga dengan namanya.

2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lama tindakan pada keluarga. Beri

kesempatan klien dan keluarga untuk bertanya.

D. Tahap kerja

1. Lakukan pengkajian/anamnesis meliputi seebagai berikut:

a. Biodata ibu hamil dan suami.

b. Keluhan utama

c. Riwaayat kesehatan, ginekologis( menastruasi, dan lain-lain) serta

konstrasepsi.

d. Riwayat obstetrik( status gravida,paritas,abortus, dan riwayat obstetrik anak

lahiran).

e. Riewayat kehamilan ( HPHT dan taksiran partus, riwayat ANC serta

imunisasi TT).

f. Mendokumentasikan hasil pengkajian.

g. Mendokumentasikan daftar rencana konseling yang akan di berikan setelah

pemeriksaan

h. Menjelaskan pada ibu rencana pemeriksaan fisik.


2. Lakukan pengukuran TB dan BB.

Rumus kenaikan BB selama kehamilan

a. 10 minggu minimal 400 g

b. 20 minggu minimal 4000 g

c. 30 minggu minimal 8000 g

d. Mulai usia kehamilan trimester kedua kenaikan 500 per minggu

3. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital meliputi :

a. Tekanan darah

b. Nadi

c. Temperatur

d. Pernafasan

4. Lakukan pengukuraan lengan atas (LILA) ibu.untuk mengetahui apakah ibu

mengalami KEK ( kekurangan energi kronis) selama kehamilan , yakni LILA

ibu tidak boleh kuran dari 23,5 cm. Caranya adaalaah sebagai berikut.

a. Ukur dengan pita meteran mulai dari bahu sampai ke siku

b. Hasil ukur di bagi menjadi dua bagian, lalu putar pite meteran

c. Ukur lingkar lengan atas ibu.

5. Lakukan pengukuran panggul dengan cara sebagai berikut :

a. Inspeksi

Dilihat apakah ibu diduga memiliki panggul sempit/kelaonan panggul

pada :
1) Ibu yang sangat pendek

2) Ibu yang berjalan pincang

3) Ibu dengan kelainan tulang belakang (lordosis atau kifosis) dan lain-

lain.

b. Palpasi

Ibu hamil diduga memiliki panggul sempit/kelainan panggul bila posisi

janin dalam rahim mengalami kelainan letak pada primigravida kehamilan

aterm (cukup bulan).

c. Melakukan peresat Osborn positif

Dengan melakukan pengukuran panggul luar.

1) Distantium spinarum merupakan jarak iliaka anterior superior kanan

dan kiri normalnya 23-26 cm.

2) Distanium kristarum merupakan jarak antara krista iliaka terjauh

kanan dan kiri dengan ukuran normal 26-29 cm.

3) Konjugata eksterna (boudeloque)

Jarak dari pinggir atas simfisis ke lumbal IV dengan ukuran normal

80-90 cm

4) Lingkaran panggul yaitu dengan meletakkan pita pengukur atas

simfesis ke pertengahan spina iliaka anterior superior (SIAS)

trokanter mayor,ukuran normal.

6. Lakukan pemeriksaan fisik Head To Toe

1) anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih terlebih dahulu

2) meminta ibu untuk tidur terlentang di tempat tidur


a. Periksa Kepala

Bentuk kepala, kebersihan rambut, warna rambut, tekstur rambut,

distribusi rambut, roontok, kusam/pecah, tebal/tipis, lurus/keriting/ikal,

lesi/pembengkakan di kepala dan ada keluhan atau tidak

b. Wajah

Ada atau tidak cloasma gravidarum (hiperpigmentasi kulit wajah),

edema (pada ibu preeklampsia), pucat atau tidak

c. Mata

Bentuk, lingkar mata, konjungtiva anemis/tidak, sklera ikterus/tidak,

pupil isokor/tidak, refleks pupil terhadap cahaya +/-, peningkatan

tekanan intraokuler (TIO) ada/tidak, ketajaman penglihatan, lapang

pandang, pergerakan bola mata

d. Hidung

Bentuk pernafasan cuping hidung ada/tidak, warna mukosa hidung

(trimester I lembab dan kemerahan), pengeluaran ada/tidak, keadaan

sinus/polip, peradangan, fungsi penciuman.

e. Telinga

Bentuk, keadaan kanalis, kebersihan, serumen, pengeluran, nyeri

ada/tidak, alat bantu pendengaran, fungsi pendengaran (detik jam,

gesekan rambut, dan garpu tala)

f. Mulut

Keadaan bibir (sariawan, sianosis/pucat/bengkak) kebersihan dan

keadaan gigi, karies (karies biasanya meningkat pada ibu hamil karena
hipersalivasi), lengkap/tidak, keadaan gusi (epulis/bengkak), lidah

kotor/lesi/pecah-pecah/peradangan, bau mulut, tonsil, fungsi

pengecapan.

g. Leher

kelenjar tiroid, kelenjar limfe, ROM, peningkatan vena jugularis, kaku

kuduk, hiperpigmentasi kulit ada/tidak

h. Dada/Toraks
Bentuk, irama pernafasan, suara nafas, retraksi dinding dada ada/tidak,

suara perkusi dada ada/tidak, suara perkusi dada, ekspansi paru

i. Jantung

Nyeri dada, denyut ictus cordis, bunyi jantung,irama jantung,

pembesaran, frekuensi heart rate

j. Payudara

1. Bentuk, ukuran, dan simetris atau tidak.

2. Puting payudara menonjol atau masuk kedalam.

3. Adanya kolostrum atau cairan lain (untuk kehamilan > 20 minggu).

4. Meminta ibu mengangkat tanggan keatas unutk memeriksa adanya

retraksi atau dimpling.

5. Meminta ibu untuk mengangkat tanggan kiri ke atasa kepala, dan

melakukan palpasi secara sistematis pada payudara (setelah itu

sebelah kanan juga) dari arah payudara dan aksila untuk menilai

adanya massa dan pembesaran pembuluh limfe.

k. Abdomen
1) Memeriksa apakah ada bekas luka oprasi (kalau ada ibu ditanya

lebih lanjut, oprasi apa yang pernah dialaminya) dan mengukur

tinggi fundus uteri menggunakan tangaan (kalau > 12 minggu)

dan menggunakan pita ukur (kalau > 22 minggu).

2) Melakukan palpasi pada abdomen untuk mengetahui letak,

presentasi, posisi, dan penurunan kepala janin (kalau > 36

minggu).

Menghitung DJJ (dengan fetoskop kalau > 18 minggu)

l. Genetalia

kebersihan vulva, ada/tidaknya peningkatan sekret vagina, tanda

Chadwik, bekas luka episiotomi, varises.

Lakukan pemeriksaan panggul dalam

Untuk menilai, sebagai berikut.

1) Sudut arkus pubis bila < 90o maka kemungkinan panggul

sempit.

2) Promontorium, bila teraba kemungkinan panggul sempit.

3) Ada/tidak tumor.

4) Linea inominata.

5) Lingkungan (konkavitas) dinding sakrum, bila lengkung,

kemungkinan panggul luas.


m. Maternitas

Cara berjalan, varises pada kaki, untuk memeriksa adanya edema

yaitu dengan menekan dengan lembut pada daerah pretibia kaki ibu.

Mengkaji refleks patella

Ibu duduk di tepi tempat tidur, dengan kedua kaki menjuntai, lakukan
ketukan cepat dan tepat pada tendon daerah bawah patella.

E. Tahap Terminasi

1. Evaluasi kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang

diharapkan (subjektif dan objektif).

2. Simpulkan hasil kegiataan.

3. Berikan konseling pada ibu.


4. Terkait dengan keluhannya, perubahan fisik dan psikologis pada

kehamilan trimester I-III, kebutuhan serta perawatan kehamilan.

5. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.

6. Akhiri kegiatan

7. Cuci tangan

F. Dokumentasi

Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan

Pemeriksaan Palpasi dengan Manuver Leopold

Pemeriksaan ibu hamil dilakukan pada setiap kunjungan antenatal.

Pemeriksaan khusus obstetri merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan dengan

cara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.


Manuver Leopold adalah salah satu pemeriksaan palpasi yang biasa

dipergunakan untuk menetapkan kedudukan janin dalam rahim dan tuanya

kehamilan. Merupakan perasat yang dikemukakan oleh “Leopold”. Terdiri atas

empat langkah yang berkesinambungan, dengan melakukan palpasi pada bagian

atas lateral, dan bawah abdomen (uterus).

Tahap-Tahap Manuver Leopold

Pelaksanaan manuver leopold pada ibu hamil terdiri atas sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Memberitahu ibu dan menjelaskan tujuan pemeriksaan.

b. Pasien tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi.

c. Kedudukan tangan pasien pada saat pemeriksaan dapat di atas kepala atau

membujur di samping badan.

d. Kaki ditekukkan sedikit sehingga dinding abdomen lemas.

e. Bagian perut penderita dibuka seperlunya.

f. Pemeriksaan menghadap ke muka pasien saat melakukan pemeriksaan

Leopold I sampai III, sedangkan saat melakukan pemeriksaan Leopold IV

pemeriksa menghadap ke kaki.

2. Tahap pemeriksa

a. Leopold I, bertujuan untuk menentukan usia kehamilan dan juga untuk

mengetahui bagian janin apa yang terdapat pada fundus uteri (bagian atas

perut ibu).

b. Leopold II, bertujuan untuk menentukan dimana letak punggung maupun

ekstrermitas janin (bagian tangan dan kaki) pada kedua sisi perut ibu.
c. Leopold III, bertujuan untuk menentukan bagian janin apa (kepala atau

kosong) yang terdapat pada bagian bawah perut ibu serta apakah bagian

janin tersebut sudah menyentuh pintu atas panggul. atau tidak. .

d. Leopold IV, bertujuan untuk mengonfirmasi ulang bagian janin apa yang

terdapat pada bagian bawah janin telah memasuki pintu atas panggul.

Prosedur Pelaksanaan Manuver Leopold pada Ibu Hamil

Langkah Kegiatan

a. Persiapan Alat Dan Perlengkapan

1. Tempat tidur pasien

2. Kain penutup perut /selimut

3. Fantom ibu hamil

4. Pita pengukur

5. Wastafel atau tempat cuci tangan dan sabun

6. Fetoskop

7. Handuk lap tangan

8. Alat tulis untuk dokumentasi

b. Tahap Prainteraksi

1. Baca catatan keperawatan dan catatan medis pasien

2. Menyiapkan alat dan menempatkan alat-alat ke dekat pasien secara

ergonomis dan menjaga privasi ruangan

3. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir lalu

mengeringkannya. Lakukan mencuci tangan dengan tujuh langkah

efektif yaitus sebagai berikut


a. Menggosok kedua tangan

b. Menggosok punggung dan jari tangan

c. Menggosok sela-sela jari

d. Menggosok punggung jari

e. Menggosok ibu jari

f. Menggosok ujung jari pada telapak tangan

g. Membilas tangan lalu keringkan

c. Persetujuan Tindakan

1. Menjelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan

2. Menjelaskan tentang tujuan dari pemeriksaan yang akan dilakukan

3. Pastikan bahwa ibu telah mengerti mengenai prosedur dan tujuan yang

akan dilakukan

4. Buatlah informed consent

d. Persiapan Pasien

Atur posisi pasien senyaman mungkin . persilahkan ibu untuk berbaring

1. Sisihkan pakaian ibu sehingga seluruh bagian erut tampak jelas

2. Minta ibu untuk meletakkan telapak kaki pada tempat tidur, untuk

mengurangi ketetgangan perutt

3. Tutup paha dan kaki ibu dengan kain yang disediakan

e. Tahap Pemerikasaan Leopold 1

1. menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang berada di fundus

uteri

a. pemeriksa berada disamping kaknan ibu dan menghadap ke muka ibu


b. letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk

menentukan tinggi fundus. Fiksasi uterus bawah dengan meletakan

ibu jari dan telunjuk tangan kanan di bagaian lateral depan kanan dan

kiri setinggi tepi atas simfisis dan ukur tinggi fundus uteri

c. letakkan ujung telapak kiri dan kanan pada fundus uteri, rasakan

bagian janin yang ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan

secara lembut dengan menggeser telapak kiri dan kanan secara

bergantian

2. Lakukan pengukuran tinggi fundus uteri

a. masih dalam posisi yang sama ambillah pita pengukur lalu raba

daerah simfisis. Letakkan pita pengukur pada pinggir atas

simfisis kemudian bentangkan mengikuti pembesaran perut ibu

ke arah fundus uteri

b. pita pengukur hendaknya dipasang terbalik (angka dalam cm

menghadap ke perut ibu) dan membaca angka pada hasil

pemeriksaan lebih akurat

3. Hitung perikiraan usia kehamilan dengan menggunakan rumus Mc

Donald

a. usia kehamilan (hitungan bulan) = TFU (cm) x 2/7

b. usia kehamilan (hitungan minggu) = TFU (cm) x 8/7

Leopold II
1. Menentukan punggung janin

a. menentukan batas samping kanan dan kiri terhadap unterus ibu.

Kedua tangan pemeriksaan bergeser ke batas samping kanan dan kiri

ibu
b. lalu rabalah bagian janin yang terdapat pada sebelah kanan ibu,

apakah teradapat tahanan yang lurus, keras, panjang serta mendatar

seperti papan (punggung janin) ataukan teraba tonjolan tonjolan

kecil (ekstremitas janin)

2. Lakukan perhitungan DJJ

a. Tentukan lokasi untuk mendengarkan DJJ dengan memastikan posisi

atau setelah mendapati posisi punggung janin atau pada area garis

tengahh fundus 2-3 cm diatas simfisis pubis terus ke arah kuadran kiri

b. Letakkan laencer/fetoskop/pinard stetoskop diarea yang telah

ditentukan untuk mendengarkan DJJ

c. Hitung DJJ, untuk menghitung frekuensi danketeraturan denyut jantung

janin, dapat dilakukan dengan cara hitung 5 detik pertama (dj 1), 5detik

berhenti (jeda), hitung 5detik kedua (dj 2), 5 detik berhenti, hitung 5

detik ketiga (dj 3) sehingga didapatan rumus denyut jantung janin

(DJJ)= 4 x (dj 1+ dj 2 + dj 3)

Leopold III

1. menentukan bagian terendah janin, serta apakah bagian terendah itu sudah

memasuki pintu atas panggul atau belum.

2. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan menghembuskannya

3. Tekan jari tangan ke bawah secara perlahan dan dalam disekitar bagian

presentasi, pada saat klien menghembuskan nafas

4. Tangan pemeriksa meraba bagian terendah janin yang terdapat di daerah

pinggir simfisis, lalu goyangkan sedikit, jika masih dapat digoyangkan

maka bagian terendah janin belum masuk pintu panggul


5. Jika tidak dapat digoyangkan maka bagian terendah janin sudah memasuki

pintu atas panggul

Leopold IV

tentukan seberapa jauh janin sudah masuk PAP.

1. Pemeriksa menghadap ke kaki ibu . menelusuri bagian kiri dan kanan

abdomen ke arah bawah dengan kedua telapak tangan. Amati pertemuan

kedua tangan tersebut.

2. Posisikan pemeriksa menghadap kaki klien.

3. Letakkan kedua belah telapak tangan di kedua sisi abdomen.

4. Gerakkan jari tangan secara perlahan ke sisi bawah abdomen ke arah pelvis.

5. Palpasi bagian presentasi, tentukan letak dan bagian presentasi tersebut,

seberapa jauh bagian bawah janin telah memasuki pintu atas panggul.

6. Apabila konvergen (jari-jari kedua tangan bertemu), berarti baru sedikit

janin memasuki pintu atas panggul.

7. Apabila kedua jari pemeriksa sejajar kepala janin sebagian sudah masuk

pintu atas panggul.

8. Apabila jarak antara kedua jari pemeriksa jauh (divergen), janin (kepala

janin) telah banyak memasuki pintu atas panggul.

f. Tahap Terminasi Dan Dokumentasi

1. Mencuci tangan dan mengeringkannya

2. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu.

3. Mencatat hasil pemeriksaan.


Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hemoglobin

Hemoglobin adalah bentuk protein yang terkonjugasi di dalam sel darah merah

dan merupakan komponen pigmen yang mempunyai banyak kandungan besi.

Fungsi hemoglobin antara lain sebagai berikut.

1. Untuk mengikat oksigen yang kita hirup dan di transportasikan ke berbagai

bagian tubuh.

2. Memberi warna merah pada darah.

3. Mempertahankan keseimbangan asam basa dalam tubuh.

Pemeriksaan kadar hemoglobin di gunakan untuk menilai status besi. Terdapat

beberapa cara untuk menetukan kadar hemoglobin yaitu dengan cara sahli, talquis,

dan cyanmethemoglobin.

Untuk mengetahui kadar hemoglobin dalam darah, pengambilan darah

dilakukan melalui jarngan perifer. Prinsip pemeriksaan hemoglobin adalah darah

diubah menjadi Hematin klorida, yang warnanya menjadi coklat tua (tengguli).

Warna yang terjadi diencerkan dengan aquadest (air murni) sampai dengan warna

standart Hematin klorida.

Pemeriksaan Hb secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan rutin

untuk mendeteksi anemia, namun ada kecenderungan bahwa kegiatan ini tidak

dilakukan secara optimal selama kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi

dalam masa kehamilan mengakibatkan penurunan Hb secara progesif sekitar

minggu ke-30 yang secara fisiologis masih dianggap normal.


Menurut kriteria WHO tahun 1997 ibu hamil dikatakan anemi apabila nilai

batas hemoglobin di bawah 11 g/dL.

1. Anemia ringan apabila kadar Hb berkisar 10-< 11 g/dL.

2. Anemia sedang apabila kadar Hb 7 – 10 g/dL.

3. Anemia berat apabila kadar Hb di bawah 7 g/dL.

Anemia derat dengan kadar hemoglobin di bawah 4 g/dL. Atau kadar

hemotrokit di bawah 15% dapat menyebabkan kematian ibu. Anemia berat dapat

disertai gagal jantung yang menyebabkan kematian, karenanya pada keadaan

anemia diperlukan tranfusi darah.

Pemeriksaan Golongan Darah

Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya

perbedaan jenis karbhidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.

Manfaat pemeriksaan golongan darah adalah untuk menentukan golongan darah

1. Individu yang akan melakukan transfusi darah

2. Wanita hamil dan bayi bary lahir

3. Mendeteksi prognosis peenyakit hemolitik pada bayi baru lahir

4. Pemeriksaan awal kehamilan,serta

5. Sebagai upaya perlindungan pads individu yang melakukan operasi obstetrik

atau pada kasus perdarrahan yang lain.


Pemeriksaan Protein Urine

Pemeriksaan protein urine dengan asam asetat merupakan salah satu jenis

pemeriksaan laboratorium pada ibu hami luntuk mendiagnosis adanya keadaan

patologis pada ibu hamil.

Tingginya kadar protein dalam urin ibu hamil dapat mengindikasikan

terjadinya preeclampsia.

Preeclampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan yakni hipertensi

terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah

normal (Bobak, 2005). Pemeriksaan protein urine dibutuhkan oleh ibu hamil bila

dicurigai mengalami preeclampsia ringan atau berat, dari hasil pemeriksaan ini kita

dapat memberikan asuhan kepada ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah

timbulnya masalah potensial yaitu terjadinya eklampsia.

Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabkan protein urine positif adalah

infksitrak tusurinarius, anemia berat, gagal jantung, partus lama, hematuria,

skistomiasis, dan kontaminasi dengan darah dari vagina.

Berdasarkan evidance based, pemeriksaan protein urine merupakan

pemeriksaan yang direkomendasikan untuk dilakukan terhadap setiap ibu hamil

pada kunjungan antenatal kedua (usia kehamilan 14-28 minggu) penetapan kadar

protein urine dalam urine biasanya dinyatakan berdasarkan timbulnya timbulnya

kekeruhan pada urine. Oleh karena padatnya atau kasarnya kekeruhan itu menjadi

satu ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urine yang jernih

menjadi syarat yang penting. Salah satu uji protein urine yang cukup peka adalah

dengan melalui ppemanasan urine dengan asam asetat.


Pemeriksaan Glukosa Urine

Pemeriksaan glukosa urine pada ibu hamil merupakan salah satu tes yang
bertujuan untuk mendeteksi adanya komplikasi yang terjadi selama kehamilan yaitu
diabetes melitus. Pemeriksaan glukosa dalam urine dapat ditentukan dengan reaksi
reduksi menggunakan reagen Benedict (terbaik), fehling dan nylander. Cara lain
adalah dengan menggunakan carik celup.

Reaksi benedict sensitif karena larutan dalam jumlah sedikit menyebabkan


perubahan warna dari seluruh larutan sehingga praktis lebih mudah mengenalnya.
Hanya terlihat sedikit endapan pada dasar tabung. Uji benedict lebih peka karena
benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara kasar, karena dengan
berbagai kadar glukosa memberikan warna yang berlainan.

Penilaian hasil pemeriksaan

Hasil pemeriksaan glukosa urine harus dibaca ditempat yang terang untuk
menghindari kesalahan dalam pembacaan hasil dengan memperhatikan perubahan
warna.

Penilaian hasil pemeriksaanprotein urine

Negatif (-) Tetap biru jernih/sedikit kehijau-hijauan.

Positif (+) Warna berubah hijau kekuningan dan agak keruh (0,5-1% glukosa).

Positif (++) Kuning keruh (1-1,5%).

Positif (+++) Jingga/warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa).

Positif (++++) Merah bata/merah keruh (>3,5% glukosa).


2.1.10 Faktor –faktor yang mempengaruhi pelaksanaan antenatal care

pada ibu hamil.

Faktor - faktor yang mempengaruhi ibu dalam pelaksanaan perawatan

antenatal meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Depkes RI, 2008).

1. Faktor internal

a. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita

(BKKBN, 2006). Paritas atau jumlah kehamilan yang dialami ibu, dibedakan

menjadi primigravida adalah seorang wanita hamil untuk pertama kali,

secondigravida yaitu wanita hamil yang kedua kalinya, multigravida yaitu

wanita hamil lebih dari 2 kali, grandemultigravida adalah seorang wanita yang

hamil lebih dari lima kali (Mochtar, 2005).

Ibu yang pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang antenatal care,

sehingga dari pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga

kesehatan kehamilannya (Depkes RI, 2008).

b. Usia

Usia adalah waktu hidup individu mulai saat berulang tahun (Nursalam,

2001). Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih di

percaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya, jika

kematangan usia seseorang cukup tinggi maka pola berfikir seseorang akan lebih

dewasa. Ibu yang mempunyai usia produktif akan lebih berpikir secara rasional

dan matang tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI,

2008). Ibu hamil dengan usia yang masih sangat muda memiiliki kepribadian
immature (kurang matang), introvert (tidak mau berbagi dengan orang lain),

perasaan dan emosi yang tidak stabil dalam menghadapi kehamilan sehingga ibu

hamil tidak berminat untuk melaksanakan antenatal care (Yeyeh, 2009).

Hasil penelitian Tania (2010) tentang gambaran pengetahuan ibu hamil

tentang pentingnya pengawasan kehamilan (antenatal care) di poliklinik ibu

hamil RSU Dr. Pirngadi menyatakan bahwa usia ibu mempengaruhi, dalam

memeriksakan kehamilannya pada pelaksanaan antenatal care.

2. Faktor eksternal

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, perasaan, dan perabaan. Dan sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Hanya sedikit yang diperoleh

melalui penciuman, perasaan, dan perabaan. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (overt

behaviour) (Notoadmodjo, 2010)

Pengetahuan merupakan faktor yang dapat memudahkan seseorang atau

masyarakat terhadap apa yang akan dilakukan. Ibu yang akan memeriksakan

kehamilannya akan dipermudah apabila ibu mengetahui apa manfaat

memeriksakan kehamilan, siapa dan dimana memeriksakan kehamilan

dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Kurangnya pemahaman dan pengetahuan ibu


dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu

hamil (Depkes RI, 2008).

Hasil penelitian Mariam (2006) tentang faktor-faktor penyebab belum

tercapainya cakupan K4 antenatal care di Desa Sukoharjo I Wilayah Kerja

Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Tanggamus menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan ibu hamil sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan antenatal care.

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat

langsung tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap positif yang dimiliki

oleh seorang ibu hamil akan mempermudah dalam melaksanakan antenatal care

(Notoatmodjo, 2005).

Sikap merupakan faktor penting dan besar pengaruhnya terhadap derajat

kesehatan. Respon ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi keteraturatan antenatal care. Adanya sikap yang

baik tentang pelaksanaan antenatal care, mencerminkan kepedulian ibu hamil

terhadap kesehatan diri dan janinnya (Depkes, 2008).

Sikap ibu hamil yang proaktif untuk melaksanakan antenatal care sangat

diharapkan untuk memelihara kesehatan dan janinnya sehingga meningkatkan

kesehatan ibu hamil dan tidak ada komplikasi kehamilan (Meilani,dkk, 2009).
Seorang ibu hamil diharapkan bersikap otonom dan mandiri serta dapat

mengambil keputusan sendiri dalam mengikuti pelaksanaan antenatal care sehingga

terdeteksi komplikasi kehamilan sejak dini dan tidak memeriksakan kehamilan

setelah terjadi komplikasi (Schott, 2008).

c. Ekonomi

Ekonomi adalah pengetahuan dan penelitian mengenai asas-asas penghasilan,

produksi, distribusi, pemasukan, pemakaian barang serta kekayaan dan

penghematan (Dani, 2005). Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan,

keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah tidak mampu untuk menyediakan

dana bagi pemeriksaan kehamilan, masalah yang timbul pada keluarga dengan

tingkat ekonomi rendah, yaitu ibu hamil akan kekurangan energi dan protein. Hal

ini disebabkan tidak mampu nya keluarga untuk menyediakan kebutuhan energi dan

protein yang dibutuhkan ibu selama kehamilan (Depkes RI, 2008).

Penghasilan masyarakat Indonesia (75-100%) digunakan untuk membiayai

keperluan hidup. Persoalan ekonomi merupakan proritas utama, pendapatan

keluarga hanya berfokus kepada pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga hampir

tidak ada penyisihan dana untuk kesehatan. Ibu hamil jarang diperiksakan ke

pelayanan kesehatan karena tidak adanya biaya (Yulifah,dkk, 2009).

Hasil penelitian Mariam (2006) tentang faktor-faktor penyebab belum

tercapainya cakupan K4 antenatal care di Desa Sukoharjo I Wilayah Kerja

Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Tanggamus menunjukkan bahwa masyarakat

khususnya ibu hamil memiliki masalah dengan faktor ekonomi dalam

melaksanakan antenatal care.


d. Sosial budaya

Kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam suatu

masyarakat, termasuk di dalamnya pernyataan intelektual dan nilai-nilai artistik

yang menjadi ciri khas masyarakat (Eppink, 2010). Di berbagai wilayah Indonesia

terutama dalam masyarakat yang masih memegang teguh budaya tradisional

(patrilineal), suami lebih dominan dalam mengambil keputusan untuk menentukan

tindakan yang akan dilakukan pada istrinya sehingga mempengaruhi ibu hamil

dalam melaksanakan antenatal care (Yulifah,dkk, 2009).

Faktor budaya mempengaruhi berbagai perubahan yang relevan dengan

kehamilan dengan norma budaya yang mayoritas dan tidak semua berlaku bagi

orang yang berasal dari budaya lain. Orang yang berasal dari budaya yang berbeda

akan dibesarkan sesuai dengan kebudayaan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai

yang dianut. Ibu yang melakukan perawatan kehamilan yang mempunyai

keyakinan dan kepercayaan dengan dukun akan lebih memilih keyakinan tersebut

dibandingkan dengan perawatan kehamilan ke tempat pelayanan kesehatan (Schott,

2008). Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita meninggalkan

rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan budaya yang menghambat

keteraturan kunjungan ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Tatanan budaya

yang turun temurun mempengaruhi keputusan ibu dalam memeriksakan kehamilan.

Misalnya ibu hamil akan memeriksakan kehamilan ke dukun misalnya dengan

khusuk, dan meminta zimat atau pelindung selama kehamilan sesuai dengan

komplikasi yang dialami oleh ibu hamil (Depkes RI, 2008).


e. Letak Geografis

Letak geografis adalah letak suatu tempat yang didasarkan pada letak

keadaan alam di sekitarnya (Gussa, 2010). Letak geografis sangat menentukan

terhadap pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan antenatal care. Ibu hamil yang

tinggal ditempat yang terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir dan

transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan ke

tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu yang lama, sementara ibu

hamil harus memeriksakan kehamilannya (Meilani,dkk, 2009).

Jarak yang mudah terjangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai akan

memberi kemudahan bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dan bisa

melaksanakan antenatal care sehingga jika terdapat keadaan gawat darurat dapat

segera ditangani (Yeyeh, 2009).

f. Informasi

Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran,

pengalaman, atau instruksi. Informasi merupakan fungsi penting untuk

membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Informasi yang diperoleh ibu

hamil baik dari tenaga kesehatan, dan media lain dan berapa lama ibu hamil

menyerap apa yang mereka dengarkan. Rentang perhatian manusia terhadap

informasi rata-rata adalah sekitar 20 menit, kehamilan memperpendek rentang

skala tersebut karena kecemasan dan kelelahan mengganggu kemampuan

mendengar secara aktif (Schott, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2008) bahwa semakin banyak informasi dapat

mempengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan

menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai


dengan pengetahuan yang dimilikinya. Ibu yang pernah mendapatkan informasi

tentang antenatal care dari tenaga kesehatan, media massa, maupun media

elektronik akan meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya

melakukan antenatal care, sehingga ibu dapat teratur dalam melakukan

kunjungan antenatal care (Notoatmodjo, 2005).

g. Dukungan

Dukungan merupakan sokongan atau bantuan dari orang terdekat untuk

melakukan suatu tindakan. Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil

adalah suaminya. Dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri

antara lain suami mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami

menunjukkan kebahagiaan pada kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri,

tidak menyakiti istri, berdo’a untuk keselamatan istri dan suami menunggu

ketika istri dalam proses persalinan (Harymawan, 2007).

Menurut Yeyeh (2009), ada empat jenis dukungan yang dapat diberikan

suami sebagai calon ayah bagi anaknya, meliputi dukungan emosi yaitu suami

sepenuhnya memberi dukungan secara psikologis kepada istrinya dengan

menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada kehamilannya serta peka

terhadap kebutuhan dan perubahan emosi ibu hamil, dukungan instrumental

yaitu dukungan suami yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan fisik ibu

hamil dengan bantuan keluarga lainnya, dukungan informasi yaitu dukungan

suami dalam memberikan informasi yang diperoleh mengenai kehamilan,

dukungan penilaian yaitu memberikan keputusan yang tepat untuk perawatan

kehamilan istrinya.
Dukungan keluarga yang dapat diberikan agar kehamilan ibu dapat berjalan

lancar meliputi memberikan dukungan pada ibu untuk menerima kehamilannya,

memberikan dukungan pada ibu untuk mepersiapkan peran sebagai ibu,

memberi dukungan pada ibu untuk menciptakan ikatan yang kuat antara ibu dan

anak yang dikandungya melalui perawatan kehamilan, menyiapkan keluarga

lainnya untuk menerima kehadiran anggota keluarga baru. Keadaan lingkungan

keluarga yang tidak mendukung akan mempengaruhi ibu dalam memeriksakan

kehamilannya. Sebaliknya, adanya dukungan dari lingkungan keluarga akan

membuat ibu hamil nyaman dalam melewati kehamilannya. Psikologi ibu hamil

sangat unik dan sensitif, oleh karena itu dukungan yang diberikan harus harus

serius dan maksimal (Yeyeh, 2009).

2.2 Konsep Preeklamsi

2.2.1 Definisi Preeklamsi

Preeklamsia merupakan keadaan yang khas pada kehamilan yang ditandai

dengan gejala edema, hipertensi, serta proteinuria yang terjadi setelah usia

kehamilan 28 minggu dan belum diketahui penyebabnya. Tetapi ada faktr

tertentu sebagai predisposisi yaitu kehasan pada kehamilan terutama pada

primigravida, overditensi uterus (Kehamilan kembar, polihidramnion,

abnormalitas janin), penyakit ginjal, hipertensi essensial, diabetes, dan

disfungsi plasenta (Armagustini, 2010)

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada

triwulan Ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola

hidatidosa. Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat (Abdul, dkk,
2006). Menurut Mansjoer, dkk (2007) preeklampsia adalah timbulnya

hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia

kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Kemudian Preeklampsia

menurut Achdiat (2004) adalah suatu sindroma klinis dalam kehamilan (usia

kehamilan > 20 minggu dan / atau berat janin 500 gram) yang ditandai dengan

hipertensi, proteinuria dan edema.

2.2.2 Etiologi preeklamsia

Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui secara

pasti, tetapi pada umum nya disebabkan oleh (vasospasme arteriola). Faktor-

faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya preeklampsia

antara lain: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, molahidatidosa,

multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35

tahun serta anemia (Maryunani, dkk, 2012).

Dalam penelitian Rozikhan (2007), sebab preeklampsia dan eklampsia

sampai sekarang belum diketahui. Telah banyak teori yang mencoba

menerangkan sebabmusabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang

memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang diterima harus dapat

menerangkan hal-hal berikut: (1) primigraviditas, kehamilan ganda,

hidramnion dan mola hidatidosa; (2) semakin tuanya kehamilan; (3) terjadinya

perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; dan (4)

timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. Salah satu teori

yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan ischaemia rahim dan

plasenta (ischemaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan

darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, pada


akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu,

diabetes , peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat

dari plasenta atau desidua yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi.

Tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangakan semua hal yang berkaitan

dengan penyakit tersebut. Ternyata tidak hanya satu faktor yang menyebabkan

pre-eklampsia dan eklampsia.

Dalam teori dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia

adalah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan

semua hal yang berkaitan dengan penyakit itu. Ada banyak faktor yang

menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang

ditemukan sering kali sudah ditentukan mana yang sebab dan mana yang

akibat. Dan sampai saat ini, apa yang menjadi penyebab preeklampsia dan

eklampsia belum diketahui, telah banyak teori yang mencoba menerangkan

sebab-musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi

jawaban yang memuaskan (Chapman, 2006).

2.2.3 Gejala Preeklamsi

Terjadinya Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg,

atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau adanya

tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik

sekurang- kurangnya 90 mmHg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mmHg atau

lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah

dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.

Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi

terjadi preeklampsia berat.


Berikut merupakan gejalan-gejala preeklamsia menurut (Maryunani,

dkk, 2012) adalah:

1. Hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, diukur

minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.

2. Proteinuria 5 gram/ 24 jam atau lebih, +++ atau ++++ pada pemeriksaan

kualitatif.

3. Oliguria, urine 400 ml / 24 jam atau kurang

4. Edema paru-paru, sianosis

5. Tanda gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah pengelihatan,

pandangan kabur dan spasme arteri retina pada funduskopi, nyeri

epigastrium, mual atau muntah serta emosi mudah marah

6. Pertumbuhan janin intrauterine terlambat

7. Adanya HELLP syndrome (H= Hemolysis, ELL= Elevated Liver

Enzym, P= Low Plat

8. Pertumbuhan janin intrauterine terlambat Kriteria menentukan adanya

edema adalah: nilai positif jika edema di daerah tibia, lumbosakral,

wajah (kelopak mata), dan tangan, terutama setelah bangun tidur dipagi

hari.

2.2.4 Macam – Macam Preeklamsi

Pembagian preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat, berikut

ini adalah penggolongannya (Rukiyah dan Yulianti, 2010):

1. Preeklampsia Ringan
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau

edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan.

Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit

trofoblas, penyebab preeklampsia ringan belum diketahui secara jelas,

penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme

general dengan segala akibatnya (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

Gejala preeklampsia ringan meliputi:

1. Kenaikan tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan

darah diastolik 90-110 mmHg

2. Proteinuria secara kuantitatif >0,3 gr/l dalam 24 jam

3. Edema pada pretibial, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan

4. Tidak disertai dengan gangguan fungsi organ

2. Preeklampsia Berat

Preeklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai

dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria

dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah dan Yulianti,

2010).

Gejala klinis preeklampsia berat meliputi:

1. Tekanan darah sistolik >160 mmHg atau tekanan darah diastolik >110

mmHg
2. Trombosit <100.000 /mm3

3. Proteinuria ( >3 gr/ liter/24 jam) atau positif 3 atau 4, pada pemeriksaan

kuantitatif bisa disertai dengan:

a. Oliguria (urine < 400 ml/24 jam)

b.Keluhan serebral, gangguan pengelihatan

c. Nyeri abdomen

d.Gangguan fungsi hati

e. Gangguan perkembangan Intrauterine

2.2.5 Pencegahan Kejadian Preeklamsia dan Eklmasia

Preeklamsi dan eklamsia merupakan komlikasi kehamian yang berkelanjutan

dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosa dini

dapat mengurangi kejadian dan kemnurunkan angka kesakitan dan kematian.

Untuk dapat menegakkan diagnosa dini diperlukan pengawasan hamil yang

teratur dengan memeperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah,

dan pemeriksaan urine untuk menentuan poliuria

Untuk mencegah kejadian preeklamsiringan dapat diberikan nasihat tentang

1. Diet makan. Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin,

dan rendah lemak: kurangi garam apabila berat badan bertambah atau

edema: makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna: untuk


meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap

hari

2. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup sesuai pertambahan usia kehamilan

berarti bekerja seperlunya disesuaikan dengan kemampuan lebih banyak

duduk atau berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah

menuju plasenta tidak mengalami gangguan.

3. Pengawasan antenatal (hamil) bila terjadi perubaahan perasaan dan

gerajk janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan

yang memerlukan perhatian :

a. Uji kemungkinan preeklamsi :

 Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikaannya

 Pemeriksaan tinggi fundus uteri

 Pemeriksaan kenaikan berat adan atau edema

 Pemeriksaan protein dalam urine

 Jika mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati,

gambaran darah umum, dan pemeriksaan retina mata.

b. Penilaian kondisi janin dalam rahim

 Pemantauan tinggi fundus uteri

 Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantuung

janin, pemantauan air ketuban

 Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonogradi

Dalam keadaan yang meragukan, maka rujuk penderita merupakan

sikap yang terpilih.


2.2.6 Penanganan Preeklamsia

Berikut merupakan penanganan preeklamsia sesuaidengan jenis

preeklamsianya :

1. Preeklamsia ringan

Penderita preeklamsia ringan biasanya tidak dirawat dan harus lebih

sering melakukan pemeriksaan dengan memantau tekanan darah, urine

(untuk proteinuria), dan kondisi janin. Selain itu pasien diminta untuk

istirahat, dan juga konseling pasien dengan keuarganya tentang tanda-

tanda bahaya. Obat anti hipertensi dan diuretik belum direkomendasikan

untuk digunakan pada penderita preeklamsia ringan kecuali jika terdapat

edema paru, dekompensatio ordis atau gagal ginjal akut (Artikasari,

2009)

2. Preeklamsia berat

Penanganan preeklamsia berat dan eklamsia sama, kucuali bahwa

persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang

pada eklamsia. Semua kasus preeklamsia berat harus ditangani seacara

aktif (Artikasari, 2009) pengelolaan preeklamsia berat mencakup

pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan,

pelayanan supportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang

tepat untuk persalinan. Pengelolaan cairan pada preeklamsia bertujuan

untuk mencegah terjadinya edema paru dan oliguria. Diuretikum

diberikan jika terjadi edema paru dan payah jantung. Pemberian obat

antikejang pada preeklamsia bertujuan sebagai antikejang antara lain

diazepam, fenitoin, dan magnesium sulfat (MgSO4) (Rini, 2010).


MgSO4 diberikan secara intavena kepada ibu dengan eklamsia (sebagai

tata laksana kejang) dan preeklamsia berat (sebagai pencegahan kejang)

(Kemenkes RI, 2013)

2.2.7 Karakteristik Penyebab Preeklamsia

1. Umur

Usia adalah usia individu terhitung mulai saat dia dilahirkan sampai

saat berulang tahun, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan (Nursalam, 2001). Insiden

tertinggi pada kasus preeklampsia pada usia remaja atau awal usia 20 tahun,

tetapi prevalensinya meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Dengan

bertambahnya usia seseorang, maka kematangan dalam berfikir semakin

baik.

Usia sangat memengaruhi kehamilan, usia yang baik untuk hamil

berkisar antara 20-35 tahun. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita telah

berkembang dan berfungsi secara maksimal. Sebaliknya pada wanita

dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun kurang baik untuk hamil.

Karena kehamilan pada usia ini memiliki ini memiliki resiko tinggi, seperti

terjadinya keguguran atau kegagalan persalinan, bahkan bisa menyebabkan

kematian. Wanita yang usianya lebih tua memiliki tingkat risiko komplikasi

melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih muda. Bagi

wanita yang berusia diatas 35 tahun, selain fisik mulai melemah, juga

kemungkinan munculnya berbagai risiko gangguan kesehatan, seperti darah

tinggi, diabetes, dan berbagai penyakit lainnya termasuk preeklampsia


(Gunawan, 2010). Tinggi rendahnya usia seseorang memengaruhi

terjadinya preeklampsia (Sarwono, 2006).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha mengembangkan kepribadian dan

kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.

Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi maka akan cenderung untuk

mendapatkan informasi,baik dari orang lain maupun media massa. Semakin

banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang

didapat tentang kesehatan. Oleh karena itu, pendidikan seseorang tentang

suatu objek mengandungg dua aspek positif dan negatif. Kedua aske ini

yang akan menentukan sikap dan perilaku seseorang (Sulistiyani, 2013)

3. Paritas

Persalinan yang berulang –ulang akan mempunyai banyak resiko terhadap

kehamilan, telah terbukti bahwa ersalinan yang paling aman. Pada The New

England Journal od Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama resiko

terjadi preeklamsia 3,9%, kehamilan kedua 1,7%, dan kehamilan ketiga

1,8%. Menurut Manuaba (1999) paritas adalah wanita yang pernah

melahirkan dan dibagi menjadi beberapa istilah:

1. Primigravida : adalah seorang wanita yang telah melahirkan janin untuk

pertama kali
2. Multipara : adalah seorang wanita yang telah melahirkan janin lebih dari

satu kali

3. Grande multipara : adalah wanita yang telah melahirkan janin lebih

dari lima kali. Pada primigaravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi

bila dibandingankan dengan multigaravida, terutama primigaravida

muda (Sarwono, 2006).

4. Status pekerjaan ibu

Faktor pekerjaan ibu dapat mempengaruhi terjadinya resiko

preeklamsi/eklamsia. Wanita yang bekerja di luar rumah memiliki resiko

lebih tinggi mengalami preeklamsia di bandingkan dengan ibu rumah

tangga. Pekerjaan dikaitkan dengan adanya aktifitas fisik dan stress yang

merupakan faktor resiko terjadinya preeklamsia (Indrianii, 2012)

5. Jarak kehamilan dengan persalinan sebelumnya

Selama kehamilan sumber biologis dalam tubuh ibu secara sistematis

terpakai dan untuk kehamilan berikutnya dibutuhkan waktu 2-4 tahun agar

kondisi ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Apabila terjadi kehamilan

sbelum 2 tahun, kesehtan ibu akan mundur secara progresif. Jarak yang

aman bagi wanita untuk melahirkan kembali paling sedikit 2 tahun. Hali ini

agar wanita dapat pulih setelah masa kehamilan dan laktasi. Ibu yang hamil

lagi sebelum 2 tahun sejak kelahiran anak terakhir seringkali mengalami

komplikasi kehamilan dan persalinanan.


6. Antenatal Care

Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

tenaga kesehtan untuk ibu selama kehamilannya dan dilaksanankan sesuai

dengan Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).

Pelayanan Antenatal yang diberikan sesuai standar asuhan kebiddanan

sangat mempengaruhi kondisi ibu dan janin, baik pada saat kehamilan,

persalinan, maupun masa nifass (0-42 hari) dan neonatus (0-28 hari). Faktor

resiko juga dapat terdeteksi sehingga penanganan dan rujukan dapat

dilakukan sedini mungkin (Pritasari dkk, 2012).

Kunjungan antenatal kurang dari 4 kali dengan demikian akan

meningkatkan resiko menderita preeklamsi/eklamsi(Djannah, 2010)

7. Riwayat komplikasi

Ibu yang pernah mengalami kmplikasi pada waktu kehamilan,

persalinan dan nifas sebeumnya akan menghadapi resiko tinggi pada

kehamilan dan persalinan berikutnya. Menurut Djaja dan Suwandono

(2006), ibu yang mengalami komplikasi pada kehamilan terdahulu beresiko

14 kali mengalami komplikasi pada kehamilan berikutnya dibandingkan ibu

yang tidak mengalami komplikasi kehamilan dahulu. Selain itu ibu yang

mengalami komplikasi pada persalinan terdahulu beresiko 9 kali mengalami

komplikasi pada persalinan berikutnya dibandingkan ibu yang tidak

mengalami komplikasi pada persalinan terdahulu (Armagustini, 2010)

Peningkatan resiko preeklamsia / eklamsia dapat terjadi pada ibu yang

memiliki riwayat hiertensi kronik, diabetes dan adanya riwayat preeklamsia

/ eklamsia sebelumnya (Astuti, 2015)


8. Penyakit kronik

Riwayat penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes melitus

dapat menyebabkan kesehatan dan pertumbuhan janin terganggu dan

dapat terjadi penyulit selama kehamilan. Apabila ibu hamil memiliki

hipertensi maka resiko terjadinya lahirmati, retarrdasi pertumbuhan

janin, dan preeklamsi akan menjadi lebih besar. Sedangkan ibu yang

memiliki penyakit diabetes mellitus (DM) akan mengingkatkan

mortalitas perinatal sebesar 3 – 5 %. Sedangkan kejadiaan anomali

kongenital beresiko lebih tinggi 6 – 12 % dibandingkan dengan ibu hamil

tanpa DM 2 – 3 % (Sukaesih, 2012)

2.3 Konsep Ibu

2.3.1 Pegertian Ibu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan

Nasional, 2003). Kata “Ibu” secara etimologi berarti wanita yang telah

melahirkan seseorang. Sebutan untuk wanita yang sudah bersuami dan

panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang

belum. Dengan demikian, berdasarkan KBBI tersebut, sebutan “ibu” adalah

sebutan yang identik dan melekat pada perempuan. Secara otomatis, kata ibu

yang diucapkan akan menuntun pikiran dan majinasi kita pada sosok wanita

atau perempuan.
Wanita atau ibu adalah makhluk bio-psiko-sosial-cultural dan spiritual

yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam

sesuai dengan tingkat perkembangannya (Sofyan, 2006)

2.3.2 Peran Ibu

Peran ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak – anak. Ibu

mempunyai peran penting untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh

dan pendidik anak- anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari

peranan sosialnnya sebagai anggota dalam keluarga (Effendi, 1998)

Menurut (Lomis, 1990) Peran ibu dalam keluarga:

a. Mendidik

Ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam hal mendidik

sebagai seorang istri tentu saja diharapkan mampu memebrikan motivasi

kepada suami khususnya dan anak- anak pada umumnya

b. Memelihara

Selain mendidik ibu juga diharapkan mampu memelihara anak dengan

baik menjaga harta benda yang ditinggalkan suaminya ketika bekerja,

memelihara harkat dan martabat kuluarga, serta menjaga kerahasiaan

keluarga.

c. Mengasuh

Bukan hanya mendidik dan memelihara namun tanpa sentuhan lembut

dari seorang ibu yang mengasuh dan menyayangi anak – anaknya maka

kita tidak akan menjadi manusia yang berpendidikan.


d. Mengayomi

Ibu bukan saja menjadi tempat bernaung yang harus dihormati dan

menjadi contoh bagi anak-anaknya.

2.3.3 Peran Ibu dalam Keluarga

Beberapa peran ibu dalam keluarga dapat disebutkan seperti perincian di

bawah ini :

1. Peran ibu sebagai istri

Seseorang ibu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu

keluarga, berstatus sebagai pendamping suami dalam situasi yang

bagaimanapun juga. Disertai rasa kasih sayang, kecintaan loyalitas dan

kesetiaan pada pasangan hidunya. Sehingga mempunyai peran yang sangat

penting dalam kehidupan keluarga.

2. Peran ibu sebagai orang tua

Peran ibu terhadap anak-anaknya dirumah sebagai pendidik dan

pengayom pertama sebelum masuk pendidikan formal, yang sangat berarti

dalam perkembangan dan pertumbuhan segala potensi anak.

3. Peran ibu dalam mengurus dan merawat keluarga

Ibu mempertahankan hubungan – hubungan dalam keluarga, ibu

menciptakan suasana yang mendukung kelancaran perkembangan anak –

anak dan semua kelangsungan keberadaan unsur keluarga lainnya.

Seorang ibu yang sabar menanamkan anak an membesarkan anak dan

keuarganya dipengaruhi oleh emosi atau keadaan yang berubah – ubah.


4. Ibu sebagai contoh dan teladan

Dalam mengemmbangkan kepribadian dalam membentuk sikap anak,

seorang ibu perlu memberikan contoh dan teladan yang dapat diterima.

Dalam mengembangkan kepribadian, anak belajar melalui peniruan

terhadaporang lain. Seringkali tanpa disadari orang dewasa memberi

contoh teladan yang sebenarnya justru tidak diinginkan.

5. Ibu memberi rangsang dan pelajaran

Seorang ibu memberikan rangsangan sosial bagi perkembangan anak.

Semasa bayi pendekatan ibu dan perkembangan anak, kemampuan bicara

dan pengetahuan lainnya. Setelah anak masuk sekolah, ibu mencitakan

suasana belajar yang menyenangkan agar anak senang belajar dirumah.

Anak akan belajar lebih giat bila merasa enak daripada bila disuruh belajar

dengan bentakan. Dengan didamping oleh ibu yang penuh kasih sayang

akan memberi rasa aman yang diperlukan setiap anggota keluarga. Agar

ibu dapat melaksanakan tugas dengan baik, dukungan dan dorongan dari

ayah sangat dibutuhkan. Disamping itu sebagai jantung keluarga harus ada

ayah sebagai otot dalam keluarga, kepala keluarga dan berperan utama

dalam menciptaan suasana keluarga. http://www.peranorangtua.com


2.4 Kerangka Konseptual

Faktor yang Frekuensi Kunjungan


mempengaruhi Antenatal Care (ANC) :
kunjungan ANC : a. Trimester I
1. Pengetahuan b. Trimester II
2. Sikap c. Trimester III
3. Ekonomi
4. Sosial budaya
5. Letak geografis
6. Informasi
7. dukungan

Faktor Yang mempengaruhi


preeklamsi :
a. Umur
b. Pendidikan
c. Paritas
d. Status pekerjaan ibu Kejadian Preeklamsi
e. Jarak kehamilan
f. Antenatal Care (ANC)
g. Riwayat komplikasi
h. Penyakit kronik

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 2.4 Kerangka konseptual Hubungan Keteraturan Antenatal Care (ANC)


dengan Resiko Kejadian Preeklamsi pada ibu hamil
2.5 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Terdapat hubungan antara keteraturan antenatal care (ANC) dengan

kejadian preeklamsia pada ibu hamil

Ho : Tidak terdapat hubungan antara keteraturan antenatal care (ANC) dengan

kejadian preeklamsia pada ibu hamil

Anda mungkin juga menyukai