Anda di halaman 1dari 42

DIARE AKUT

I Putu Wira Putra Suherman, Yeni Haryani

A. Pendahuluan
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak di negara berkembang. WHO memperkirakan 4 milyar kasus
terjadi di dunia pada tahun 2010 dan 2,2 juta diantaranya meninggal; sebagian
besar kejadian pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Lebih dari 5000 anak
meninggal setiap hari akibat diare. Dari semua kematian anak akibat diare,
78% terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Diare akut menempati peringkat
kedua penyebab kematian pada anak usia di bawah 5 tahun (sesudah
pneumonia)(1,2).
Diare akut menjadi beban ekonomi yang tinggi di sektor kesehatan
Indonesia oleh karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur yang ada
di rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan diare. Menurut data
Riskesdas tahun 2013, insiden diare pada balita di Sulawesi Tenggara
mencapai 4,2%(3). Anak dengan diare akut mengeluarkan tinja cair yang
mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air
dan elektrolit ini meningkat bila disertai muntah dan panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian. Diare akut dapat
disebabkan oleh karena suatu infeksi ataupun noninfeksi. Penyebab noninfeksi
dapat berupa alergi, defek anatomis, malabsorpsi, keracunan makanan, dan
neoplasma. Penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, atau parasit(4). Di
Negara berkembang, prevalensi diare akut akibat bakteri dan parasit lebih
tinggi dibandingkan akibat virus. Depkes RI didukung oleh Ikatan Dokter
Indonesia (IDAI) telah mencanangkan panduan terbaru tatalaksana diare pada
anak, yaitu Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), yang terdiri
dari: pemberian cairan, pemberian zink selama 10 hari berturut-turut,

1
meneruskan pemberian ASI dan makanan, pemberian antibiotik secara selektif
dan pemberian nasihat pada ibu/keluarga pasien(2)(4)(5)(6).

Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya, bayi belum dapat
membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI memberikan zat-zat
kekebalan yang belum dapat dibuat oleh bayi tersebut, sehingga bayi yang
minum ASI lebih jarang sakit, terutama pada awal dari kehidupannya.
Komponen zat anti infeksi yang banyak dalam ASI akan melindungi bayi dari
berbagai macam infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan antigen
lainnya. Praktek pemberian ASI dinegara berkembang telah berhasil
menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi per tahun dari kematian dan kesakitan.
Atas dasar tersebut WHO merekomendasikan untuk pemberian ASI eksklusif
sampai bayi 6 bulan. Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi di Indonesia dan
1,3 juta bayi di dunia dapat diselamatkan dari kematian dengan pemberian
ASI eksklusif(4).
Unsur penting dalam pengelolaan anak dengan diare adalah
penyediaan terapi rehidrasi oral dan terus menyusui, dan penggunaan
antimikroba hanya untuk anak dengan diare berdarah, kasus kolera yang
parah, atau infeksi non-usus serius. Para pengasuh anak-anak yang masih
muda juga harus diajarkan tentang praktek-praktek cara pemberian makanan
dan kebersihan yang dapat mengurangi morbiditas diare(7,8).
B. Definisi
Diare atau penyakit diare berasal dari kata diarrola (bahasa Yunani)
yang berarti mengalir terus, merupakan suatu keadaan abnormal dari
pengeluaran tinja yang terlalu frekuen. Hipokrates memberikan definisi diare
sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja(9).
Menurut UKK Gastroeneterologi – Hepatologi IDAI 2012, diare
adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari tiga kali perhari disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah (1).
Definisi praktis yang sering dipakai adalah defekasi dengan feses encer/berair
sebanyak ≥3 kali/hari. Diare akut adalah diare yang berlangsung ≤14

2
hari. Diare yang menetap sampai >14 hari disebut diare persisten, sedangkan
bila menetap >30 hari dinamakan diare kronik(2). Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini
tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama
berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna(5).
C. Epidemiologi
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak di negara berkembang. WHO memperkirakan 4 milyar kasus
terjadi di dunia pada tahun 2010 dan 2,2 juta diantaranya meninggal; sebagian
besar kejadian pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Lebih dari 5000 anak
meninggal setiap hari akibat diare. Dari semua kematian anak akibat diare,
78% terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Diare akut menempati peringkat
kedua penyebab kematian pada anak usia di bawah 5 tahun (sesudah
pneumonia)(1,2).
Menurut SKRT 2001 menyebutkan angka mortilitas balita mencapai
13%; Studi Mortalitas Dunia 2005 menyebutkan angka mortilitas anak karena
diare sebanyak 17%; WHO (Asia) sebesar 15%; dan Riskesdas 2007
menyebutkan angka mortilitas karena diare balita (1–4 tahun) sebesar
25,2%(4,9,10). Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 menyatakan bahwa
penyebab kematian bayi (umur 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare
(31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian pula penyebab kematian anak
balita (umur 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia
(15,5%)(5). Diare akut menjadi beban ekonomi yang tinggi di sektor
kesehatan Indonesia oleh karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur
yang ada di rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan diare. Menurut
data Riskesdas tahun 2013, insiden diare pada balita di Sulawesi Tenggara
mencapai 4,2%(3). Sehingga perlu adanya suatu upaya untuk menurunkan
angka mortilitas balita yang masih tinggi. Upaya tersebut sejalan dengan salah
satu target MDG’s (Goal ke-4) yaitu menurunkan angka kematian bayi dan

3
balita hingga 2/3 bagian dalam kurun waktu 1990–2015. Prevalensi diare
klinis berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 9% . Adapun rentang
prevalensi tersebut yaitu 4,2–18,9%(11,12).
D. Etiologi
Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Pada
beberapa kasus, keduanya sama-sama berperan. Penyebab noninfeksi dapat
berupa obat-obatan, alergi makanan, penyakit primer gastrointestinal seperti,
inflammatory bowel disease, atau berbagai penyakit sistemik seperti,
tirotoksikosis dan sindrom karsinoid.
Penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, ataupun parasit.
Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%)
sedangkan virus lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus,
Coronavirus, Minirotavirus(11,13).
Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia,
Bacillus cereus, Compylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium
perfringens, E coli, Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella spp, staphylococus
aureus, vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica, Sedangkan penyebab diare
oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis,
Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi,
Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercorlis, dan
trichuris trichiura(1).
Di negara-negara berkembang, prevalensi diare akut akibat bakteri dan
parasit lebih tinggi dibandingkan akibat virus, dengan puncak kasus pada
musim kemarau. Sebaliknya, di negara-negara industri diare akut lebih banyak
disebabkan oleh infeksi virus. Frekuensi isolasi organisme dari kultur feses
sebesar 2-40% pada berbagai penelitian. Angka ini kemungkinan masih jauh
dari yang sebenarnya karena banyak pasien yang tidak meminta pertolongan
medis serta kultur feses tidak selalu dilakukan ketika pasien berobat ke
dokter(11).

4
Tabel 1. Etiologi Diare Akut
Infeksi
1. Enteral
 Bakteri: Shigella sp, E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera,
Yersinia entreo colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus,
VNAG, Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella,
Pseudomonas, Aeromonas, Proteis, dll
 Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
cytomegalovirus (CMV), echovirus , virus HIV
 Parasit – Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporadium parvum, Balantidium coli.
 Worm: A. Lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichura, S.
Stercoralis, cestodiasis dll
 Fungus: Kardia/moniliasis
2. Parenteral:
 Otitits media akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diartthea: E.Coli,
Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll
 Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam
berat, makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens,
B. Cereus, S. aureus, Streptococcus anhaemohytivus, dll
 Alergi: susu sapi, makanan tertentu
 Malabsorpsi/maldifesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa,
galaktosa, fruktosa), disakarida(laktosa, maltosa, sakarosa), lemak:
rantai panjang trigliserida, protein: asam amino tertentu, celiacsprue
gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin &
mineral
3. Imunodefisiensi
 Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antasid, dll
 Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi
terapi radiasi

5
 Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik
(neuropatik diabetik)

E. Fisiologi Dan Patofisiologi


1. Fisiologi
Dalam keadaan normal, usus halus mampu menyerap cairan
sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter sehari.
Penyerapan air oleh usus halus ditentukan oleh perbedaan antara tekanan
osmotik di lumen usus dan didalam sel, terutama yang dipengaruhi oleh
konsentrasi natrium. Penyerapan natrium ke dalam enterosit dapat melalui
tiga cara yaitu 1) berpasangan dengan ion klorida, atau bahan non-
elektrolit seperti glukosa, asam amino, peptida, dll, 2) pertukaran dengan
ion hidrogen, 3) pasif melalui ruang intraseluler (tight junction), yang
dengan cara ini hanya sebagian kecil saja yang dapat diserap(14).
Setelah masuk ke dalam enterosit , natrium ini akan dikeluarkan
melalui enzim Na-K-ATPase (terdapat di membran basolateral) ke dalam
ruang intraseluler dan selanjutnya diteruskan ke dalam pembuluh darah. Di
dalam ileum dan kolon, cairan klorida diserap melalui pertukaran dengan
cairan bikarbonat.
Sekresi cairan di usus halus. Proses sekresi merupakan kebalikan
dari proses absorpsi. Penyerapan pasangan NaCl akan meningkatkan anion
klorida di dalam sel kripta dan pada waktu yang bersamaan natrium akan
dikeluarkan dari sel kripta dengan bantuan enzim Na-K-ATPase. Sekresi
klorida di dalam sel kripta dapat pula ditingkatkan dengan adanya
intracellular messenger (berupa cyclic nucleotide, misalnya cAMP,
cGMP, yang dapat menyebabkan peninggian permeabilitas sel kripta)
sehingga klorida dengan mudah keluar ke lumen usus(1).
Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan
kemampuan penyerapannya sampai 4400 ml sehari, bila terjadi sekresi
cairan yang berlebihan dari usus halus (ileosekal). Bila sekresi cairan
melebihi 4400 ml maka usus besar tidak mampu menyerap seluruhnya

6
lagi, selebihnya akan dikeluarkan bersama tinja dan terjadilah diare. Diare
dapat juga terjadi karena terbatasnya kemampuan penyerapan usus besar
pada keadaan sakit, misalnya kolitis, atau terdapat penambahan ekskresi
cairan pada penyakit usus besar, misalnya karena virus, disentri basiler,
ulkus, tumor, dsb. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa setiap
perubahan mekanisme normal absorpsi dan sekresi di dalam usus halus
maupun usus besar (kolon), dapat menyebabkan diare, kehilangan cairan,
elektrolit, dan akhirnya dehidrasi(1,2,7).
Diare terjadi karena adanya gangguan proses absorpsi dan sekresi
cairan serta elektrolit di dalam saluran cerna. Pada keadaan normal,
usus halus akan mengabsorbsi Na+, Cl-, HCO3-. Timbulnya
penurunan dalam absorpsi dan peningkatan sekresi mengakibatkan
cairan berlebihan melebihi kapasitas kolon dalam mengabsorpsi.
Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh faktor mukosa maupun faktor
intra luminal saluran cerna. Faktor mukosa dapat berupa perubahan
dinamik mukosa yaitu adanya peningkatan cell turnover dan fungsi
usus yang belum matang dapat menimbulkan gangguan absorpsi-
sekresi dalam saluran cerna(15).
Penurunan area permukaan mukosa karena atrofi vilus, jejas
pada brush border serta pemotongan usus dapat menurunkan absorpsi.
Selain itu, gangguan pada sistem pencernaan (enzim spesifik) atau
transport berupa defisiensi enzim disakaridase dan enterokinase serta
kerusakan pada ion transport (Na+/H+, Cl-/HCO3-) juga menimbulkan
gangguan absorpsi. Faktor-faktor dalam intraluminal sendiri juga ikut
berpengaruh, seperti peningkatan osmolaritas akibat malabsorpsi
(defisiensi disakaridase) dan bacterial overgrowth. Insufisiensi
pankreatik eksokrin, defisiensi garam empedu dan parasit adalah faktor
intra luminal lain penyebab penurunan absorbsi. Sedangkan
peningkatan sekresi disebabkan oleh toksin bakteri (toxin cholera, E. coli),
mediator inflamasi (eicosanoids, produk sel mast lain), asam empedu
dihidroksi, asam lemak hidroksi dan obat-obatan(7,9,16).

7
2. Patofisiologi
a) Virus
Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga
dapat disebabkan oleh adenovirus, enterovirus, astrovirus,
minirotavirus, calicivirus, dan sebagainya. Garis besar patogenesisnya
sebagai berikut ini. Virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama
makanan dan/atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam
usus. Setelah itu virus masuk ke dalam epitel usus halus dan
menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus
halus bagian apikal akan diganti oelh sel dari bagian kripta yang belum
matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini
tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai
akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili usus kemudian akan
memendek sehingga kemampuannya untuk menyerap dan mencerna
makanan pun akan berkurang. Pada saat inilah biasanya diare mulai
timbul. Setelah itu sel retikulum akan melebar, dan kemudian akan
terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria, untuk mengatasi
infeksi sampai terjadi penyembuhan(1,13).
b) Bakteri.
Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis
besarnya adalah sebagai berikut. Bakteri masuk ke dalam traktus
digestivus, kemudian berkembang biak di dalam traktus digestivus
tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan
merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim
adenili siklase (bila toksin bersifat tidak tahan panas, disebut labile
toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat tahan panas
atau disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas
enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang
mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium, dan air
dari dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan yang isotonis) serta
menghambat absorpsi natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke

8
dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di
dalam lumen usus (hiperosmoler). Kemudian akan terjadi
hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan di
dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen
usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon
seorang anak dapat menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari,
karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari belum
menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang,
atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan
terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus besar
dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu diare pada
kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut sebagai diare
profus(1,9).
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan
menyebabkan diare yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan
bakteri lain yang menghasilkan cGMP. Golongan kuman yang
mengandung LT dan merangsang pembentukan cAMP, diantaranya
adalah V. Cholera, ETEC, Shigella spp., dan Aeromonas spp.
Sedangkan yang mengandung ST dan merangsang pembentukan
cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan
Staphylococcus sp.

Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi


menjadi 3 bagian besar yaitu(17) :

a) Diare sekretorik
b) Diare invasif/dysentriform diarrhae
c) Diare osmotic

9
1. Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim
adenil siklase. Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi
cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan sekresi aktif ion
klorida, yang akan diikuti secara positif ileh air, natrium, kaliumm dan
bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-
muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan
dehidrasi(9)(18).
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin
yang dihasilkan oleh mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella,
Clostridium, Salmonella, Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya
tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim
tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada
anak paling sering disebabkan oleh kolera(1).
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan
bila disebabkan oleh vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2)
muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas badan, dan 4) penderita
biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi(2).
2. Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi
mikroorganisme dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan
pada mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh Rotavirus, bakteri
(Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit
(amoeba). Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba
menyebabkan tinja berlendir dan sering disebut sebgai dysentriform
diarrhea.
Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier
asam lambung, kuman masuk ke dalam usus halus dan berkembang
biak sambil mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini akan merangsang
enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga
terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan

10
peristaltik usus sampai di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa
keluar bersama tinja atau melakukan invasi ke dalam mukosa kolon
sehingga terjadi kerusakan mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang
disertai dengan serbukan sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala
tinja berlendir dan berdarah(4,19).
Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan
berdarah biasanya b.a.b sering tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan
panas badan, tenesmus ani, nyeri abdomen, dan kadang-kadang
prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi
kronis dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut
amoeboma.
Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang
invasif dimana diare oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus
masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan/minuman
tentunya harus mengatasi barier asam lambung, kemudian berkembang
biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus halus. Kemudian sel-
sel bagian apikal tersebut akan diganti dengan sel dari bagian kripta
yang belum matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karna
imatur, sel-sel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan
makanan sehingga terjadi gangguan absorpsi dan terjadi diare.
Kemudian vili usus memendek dan kemampuan absorpsi akan
bertambah terganggu lagi dan diare akan bertambah hebat. Selain itu
sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat menghasilkan enzim
disakaridase. Bila daerah usus halus yang terkena cukup luas, maka
akan terjadi defisiensi enzim disakaridase tersebut sehingga akan
terjadilah diare osmotik(1,3).
Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling
sering pada anak usia dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali
disertai dengan peningkatan panas badan dan batuk pilek, 3) muntah(9).

11
3. Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya
tekanan osmotik pada lumen usus sehingga akan menarik cairan dari
intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi diare berupa watery
diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh
malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif
maupun transpor aktif dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida
harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh enzim
disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi
enzim ini maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga
menimbulkan osmotic load dan terjadi diare. Disakarida atau
karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan
di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen.
Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal
distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites
terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru
akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu
pemberian makanan tambahan yang mengandung karbohidrat
kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik(1).
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae
akan tetapi biasanya tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai
dengan tanda klinis umum seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat
merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja asam
dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini
adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat
terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih
sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa(1,2)..

12
Tabel 2. Karakteristik Tinja dan Menentukan Asalnya(9)

Karakteristik
Usus Kecil Usus Besar
Tinja

Tampilan Watery Mukoid dan/atau berdarah

Volume Banyak Sedikit

Frekuensi Meningkat Meningkat

Darah Kemungkinan positif Kemungkinan darah segar


tetapi tidak pernah
darah segar

pH Kemungkinan <5,5 >5,5

Substansi Kemungkinan positif Negatif


pereduksi

WBC < 5 / LPK Kemungkinan > 10 /LPK

Serum WBC Normal Kemungkinan leukositosis


(bandemia)

Organisme Virus (Rotavirus, Bakteri invasif (E.coli,


Adenovirus, Shigella sp., Salmonella
Calicivirus, Astrovirs, sp., Campylobacter sp,
Norwalk virus) Yersinia sp., Aeromonas
sp, Plesiomonas sp)

Toksin bakteri (E.coli, Toksin bakteri (Clostridium


C. perfringens, Vibrio difficile
spesies)

Parasit (Giardia sp., Parasit (Entamoeba


Cryptosporodium sp.) histolytica)

13
Tabel 3. Organisme Penyebab Diare dan Gejala yang Sering Timbul(7)

Organisme Inkubasi Durasi Muntah Demam Nyeri


Abdominal
Rotavirus 1-7 hari 4-8 hari Ya Rendah Tidak
Adenovirus 8-10 hari 5-12 hari Delayed Rendah Tidak
Norwalk 1-2 hari 2 hari Ya Tidak Tidak
virus
Astrovirus 1-2 hari 4-8 hari +/- +/- Tidak
Calicivirus 1-4 hari 4-8 hari Ya +/- Tidak
Aeromonas None 0-2 +/- +/- Tidak
species minggu
Campyloba 2-4 hari 5-7 hari Tidak Ya Ya
cter species
C difficile Variable Variable Tidak Sedikit Sedikit
C Minimal 1 day Ringan Tidak Ya
perfringens
Enterohem 1-8 hari 3-6 hari Tidak +/- Ya
orrhagic E
coli
Enterotoxig 1-3 hari 3-5 hari Ya Rendah Ya
enic E coli
Plesiomona None 0-2 mg +/- +/- +/-
s species
Salmonella 0-3 hari 2-7 hari Ya Ya Ya
species
Shigella 0-2 hari 2-5 hari Tidak High Ya
species
Vibrio 0-1 hari 5-7 hari Ya Tidak Ya
species
Yersinia None 1-46 hari Ya Ya Ya

14
enterocoliti
ca
Giardia 2 mg 1+ Tidak Tidak Ya
species minggu
Cryptospor 5-21 hari Bulan Tidak Rendah Ya
idium
species
Entamoeba 5-7 hari 1-2+ mg Tidak Ya Tidak
species

Tabel 4. Organisme Yang Menyebabkan Keracunan Makanan(5)

Riwayat Organisme
Makanan
Susu Campylobacter and Salmonella species
Telur Salmonella species
Daging C perfringens, Aeromonas, Campylobacter, and
Salmonella species
Daging Sapi Enterohemorrhagic E coli
Poutry (ungags) Campylobacter species
Babi C perfringens, Y enterocolitica
Seafood Astrovirus, Aeromonas, Plesiomonas, and Vibrio
species
Oysters (kerang) Calicivirus, Plesiomonas and Vibrio species
Sayuran Aeromonas species, C perfringens

15
Tabel 5. Organisme yang Berhubungan Dengan Perjalanan(4)

Foreign Travel History Organism


Nonspecific Enterotoxigenic E coli, Aeromonas, Giardia,
Plesiomonas, Salmonella, and Shigella species
Underdeveloped tropics C perfringens
Africa Entamoeba species, Vibrio cholera
South and Central Entamoeba species, V cholera
America
Asia V cholera
Australia – Canada - Yersinia species
Europe
India Entamoeba species, V cholera
Japan Vibrio parahaemolyticus

F. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa saat tanpa penanggulangan medis adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan tubuh yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik lanjut. Kehilangan cairan menyebabkan haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun, serta suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik(3).
Mula – mula bayi dan anak menjadi cengeng, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Pada diare oleh karena
intoleransi, anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan
tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare(1).

16
Gejala muntah dapat terjadi sebelum / sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lembung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan
banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak, berat badan
turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun – ubun besar menjadi cekung,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering(20).
Berdasarkan banyak cairan yang hilang dapat dibagi menjadi :
- Dehidrasi ringan
- Dehidrasi sedang
- Dehidrasi berat
Berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi :
- Dehidrasi hipotonik
- Dehidrasi isotonik
- Dehidrasi hipertonik
Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi
renjatan hipovolemik dengan gejala – gejala yaitu denyut jantung menjadi
cepat, denyut nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi
lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen sampai soporokomatous).
Akibat dehidrasi, diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada
asidosis metabolik, tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam
(pernafasan Kussmaul)(21).
Asidosis metabolik terjadi karena :
1. Kehilangan NaHCO3 melalui tinja
2. Ketosis kelaparan
3. Produk – produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat
dikeluarkan (karena oliguria atau anuria).
4. Berpidahnya ion Na dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel
5. Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan tubuh).
Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponetremia) yaitu kadar Na dalam
plasma < 130 mEq/l, dehidrasi isotonik (dehidrasi isonatremia) bila kadar Na

17
dalam plasma 130 - 150 mEq/l, sedangkan dehidrasi hipertonik
(hipernatremia) bila kadar Na dalam plasma > 150 mEq/l.
Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa
renjatan dengan tandatanda denyut nadi cepat, tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin, dan kadang sianosis. Kehilangan kalium juga dapat menimbulkan
aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal
menurun dan akan timbul anuria; bila tidak segera diatasi akan timbul penyulit
berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti gagal ginjal akut. Bila
keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi pemusatan
sirkulasi paru-paru dan dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali(17,22,23).

Tabel 6. Derajat dehidrasi menurut WHO 2010

18
G. Diagnosa
Diagnosis pasien diare akut infeksi bakteri memerlukan pemeriksaan
sistematik dan cermat. Perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan
lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat
perjalanan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang(1,2).
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama
diare,frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir,
dan darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing:
biasa, berkurang, jarang, atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan
yang diberikan serta riwayat imunisasinya(2,7).
2. Pemeriksaan fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat
ditemukan beberapa hal, antara lain adalah sebagai berikut ini :

o Dehidrasi. Dehidrasi merupakan hal yang utama sebagai penyebab


kesakitan dan kematian, sehingga perlu dilakukan penilaian pada setiap
pasien akan tanda, gejala, dan tingkat keparahan dehidrasinya. Letargi,
penurunan kesadaran, ubun-ubun besar yang mencekung, membran
mukosa yang mengering, mata cekung, turgor kulit yang menurun, dan
terlambatnya capillary refill perlu dijadikan suatu hal yang patut
dicurigai kearah dehidrasi.
o Gagal untuk tumbuh dan malnutrisi. Penurunan massa otot dan lemak
atau terjadinya edema periferal dapat dijadiakan petunjuk bahwa
terjadi malabsorpsi dari karbohidrat, lemak dan/atau protein.

19
Organisme tersering yang dapat menyebabkan malabsorpsi lemak dan
diare yang intermiten adalah Giardia sp.
o Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal disertai dengan
kram perut merupakan hal yang biasa terjadi pada beberapa organisme.
Nyeri biasanya tidak bertambah bila dilakukan palpasi pada perut.
Apabila terjadi nyeri perut yang fokal maka nyeri akan bertambah
dengan palpasi, bila terjadi rebound tenderness, maka kita harus curiga
terjadinya komplikasi atau curiga terhadap suatu diagnosis yang
noninfeksius.
o Borborygmi. Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik usus
yang menyebabkan auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari
aktivitas saluran pencernaan.
o Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan
pada kulit perianal, terutama pada anak-anak yang kecil. Malabsorpsi
karbohidrat yang sekunder seringkali merupakan hasil dari feses yang
asam. Malabsoprsi asam empedu sekunder dapat menyebabkan
dermatitis disekitar perianal yang sangat hebat yang seringkali
ditandari sebagai suatu luka bakar(1,2,7,22).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
elinitest, bila diduga intoleransi gula.
c. Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan / uji resistensi.
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan
pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan kadar elektrolit terutama natrium, kalium, kalsium dan fosfor
dalam serum (terutama bila ada kejang).

20
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama pada penderita diare kronik.
I. Penatalaksanaan
a. Rencana Terapi Diare
1) Rencana Terapi A : Terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi
dan malnutrisi
a. Anak-anak tanpa tanda-tanda dehidrasi memerlukan tambahan
cairan dan garam untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit
akibat diare. Jika ini tidak diberikan, tanda-tanda dehidrasi dapat
terjadi.
b. Ibu harus diajarkan cara untuk mencegah dehidrasi di rumah
dengan memberikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya,
bagaimana mencegah kekurangan gizi dengan terus memberi
makan anak, dan mengapa tindakan-tindakan ini penting. Mereka
harus juga tahu apa tanda-tanda menunjukkan bahwa anak harus
dibawa ke petugas kesehatan. Langkah-langkah tersebut dirangkum
dalam empat aturan Rencana Terapi A.
 Aturan 1 : Memberikan anak lebih banyak cairan daripada
biasanya, untuk mencegah dehidrasi
Cairan yang diberikan adalah cairan yang mengandung
garam (oralit), dapat juga diberikan air bersih yang matang.
o Komposisi larutan oralit baru :
- Natrium klorida 2,6 gram/liter
- Glukosa 13,5 gram/liter
- Kalium klorida 1,5 gram/liter
- Trisodium sitrat 2,9 gram/liter
o Komposisi larutan oralit lama :
- Natrium klorida 3,5 gram/liter
- Glukosa 20 gram/liter
- Kalium klorida 1,5 gram/liter
- Trisodium sitrat 2,55 gram/liter

21
Dengan menurunkan osmolaritas dengan mengurangi konsentrasi
glukosa dan garam (NaCl) dimaksudkan untuk menghindari hipertonisitas
cairan selama absorpsi cairan oralit. Cairan yang mengandung garam,
seperti oralit, minuman asin (seperti minuman youghert), atau sayuran dan
sup ayam dengan garam. Ajari ibu untuk memasukan garam (kurang lebih
3g/L) pada minuman yang tidak bergaram (seperti air matang, air teh, jus
buah-buahan yang tidak diberi gula) atau sup selama diare.

Larutan oralit yang dapat dibuat dirumah mengandung 3g/L garam


dapur (1 sendok teh penuh garam) dan 18g/L dari gula dapur (sukrosa)
sangat efektif namun tidak dianjurkan karena seringkali lupa resepnya.
Minuman yang tidak boleh diberikan ialah minuman bersoda, teh manis,
jus buah-buahan yang manis. Minuman tersebut dapat menyebabkan diare
osmotik dan hipernatremia. Sedangkan kopi tidak boleh diberikan karena
bersifat diuretik.
Tabel 7. Jumlah Cairan yang Harus Diberi Sesuai Umur Menurut WHO
2015
Umur (tahun) Jumlahcairan yang harusdiberikan
<2 50-100 ml cairan
2-10 100-200 ml cairan
>10 >200 ml atause banyak yang
merekamau

 Aturan 2 : Berikan tambahan zinc (10 - 20 mg) untuk anak, setiap


hari selama 10 -14 hari
Zinc dapat diberikan sebagai sirup atau tablet, dimana
formulasinya tersedia dan terjangkau. Dengan memberikan zinc segera
setelah mulai diare, durasi dan tingkat keparahan episode serta risiko
dehidrasi akan berkurang. Dengan pemberian zinc selama 10 sampai
14 hari, zinc yang hilang selama diare diganti sepenuhnya dan risiko
anak memiliki episode baru diare dalam 2 sampai 3 bulan ke depan

22
dapat berkurang. Pada pedoman penatalaksanaan diare sebelumnya
tidak ada anjuran untuk memberikan zinc, namun pada pedoman
penatalaksanaan diare WHO 2005 ada anjuran seperti ini.
 Aturan 3 yaitu berikan anak makanan untuk mencegah kurang
gizi
Diet bayi yang biasanya harus dilanjutkan selama diare dan
ditingkatkan setelahnya. Makanan tidak boleh ditahan dan makanan
anak yang biasa tidak boleh diencerkan. pemberian ASI harus
dilanjutkan. Tujuannya adalah untuk memberikan makanan yang kaya
nutrisipada anak. Sebagian besar anak-anak dengan diare cair
mendapatkan kembali nafsu makan mereka setelah dehidrasi
diperbaiki, sedangkan orang-orang dengan diare berdarah seringkali
nafsu makan tetap buruk sampai penyakitnya sembuh. Anak-anak ini
harus didorong untuk mau makan secara normal sesegera mungkin.

Ketika makanan diberikan, gizi yang cukup biasanya diserap


untuk mendukung pertumbuhan dan pertambahan berat badan. Makan
juga mempercepat pemulihan fungsi usus normal, termasuk
kemampuan untuk mencerna dan menyerap berbagai nutrisi.
Sebaliknya, pada anak-anak yang dibatasi makannya dan makanan
yang diencerkan dapat menurunkan berat badan, menyebabkan diare
lebih lama dan lebih lambat memulihkan fungsi usus.

Secara umum, makanan yang sesuai untuk anak dengan diare


adalah sama dengan yang diperlukan oleh anak-anak yang sehat. Bayi
segala usia yang menyusui harus tetap diberi kesempatan untuk
menyusui sesering dan selama mereka inginkan. Bayi sering menyusui
lebih dari biasanya dan ini harus didukung.

o Bayi yang tidak disusui harus diberikan susu biasa mereka makan
(atau susu formula) sekurang-kurangnya setiap tiga jam, jika
mungkin dengan cangkir.

23
o Bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi makan ASI dan makanan
lain harus diberikan ASI lebih banyak. Setelah anak tersebut
sembuh dan meningkatnya pasokan ASI, makanan lain harus
diturunkan.
o Jika anak usia minimal 6 bulan atau sudah diberikan makanan
lunak, ia harus diberi sereal, sayuran dan makanan lain, selain susu.
Jika anak di atas 6 bulan dan makanan tersebut belum diberikan,
maka harus dimulai selama episode diare atau segera setelah diare
berhenti. Daging, ikan atau telur harus diberikan, jika tersedia.
Makanan kaya akan kalium, seperti pisang, air kelapa hijau dan jus
buah segar akan bermanfaat.

Berikan anak makanan setiap tiga atau empat jam (enam kali
sehari). Makan porsi kecil yang Sering, lebih baik daripada makan
banyak tetapi lebih jarang. Setelah diare berhenti, dapat terus memberi
makanan dengan energi yang sama dan membrikan satu lagi makan
tambahan daripada biasanya setiap hari selama setidaknya dua minggu.
Jika anak kekurangan gizi, makanan tambahan harus diberikan sampai
anak telah kembali berat badan normal-untuk-height.

 Aturan 4 Bawa anak ke petugas kesehatan jika ada tanda-tanda


dehidrasi atau masalah lainnya

Ibu harus membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak :

 Buang air besar cair sering terjadi


 Muntah berulang-ulang
 Sangat haus
 Makan atau minum sedikit
 Demam
 Tinja Berdarah
 Anak tidak membaik dalam tiga hari.

24
2) Rencana Terapi B: Terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan
dehidrasi ringan-sedang
Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan
untuk menentukan jumlah larutan yang tepat. Jumlah larutan ditentukan
dari berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak
diketahui maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia anak.
Seperti yang terlihat pada tabel.

Tabel 8. Jumlah Kebutuhan Cairan Menurut Umur


Jumlah cairan yang harus diberikan dalam 4 jam pertama
Usia <> 4-11 12-23 2-4 5-14 >15
bulan bulan tahun tahun tahun
Berat <> 5-7,9 kg 8-10,9 11-15,9 16-29,9 >30 kg
Badan kg kg kg
Jumlah 200-400 400-600 600-800 800- 1200- 2200-
(ml) 1200 2200 4000

Pedoman Pengobatan Dehidrasi Pada Anak dan Dewasa dengan


Dehidrasi Sedang :

 Jika pasien menginginkan lebih banyak oralit, maka dapat diberikan.


 Dorong ibu untuk terus menyusui anaknya.
 Untuk bayi di bawah 6 bulan yang tidak menyusui, jika menggunakan
larutan oralit WHO yang lama yang mengandung 90 mmol / L
natrium, juga memberi 100-200ml air bersih selama periode ini.
Namun, jika menggunakan larutan oralit osmolaritas rendah yang baru
mengandung 75mmol / L natrium, hal ini tidak perlu menambah air
bersih.

Edema (bengkak) kelopak mata adalah tanda dari over-hidrasi. Jika


hal ini terjadi, hentikan penggunaan oralit, tapi dapat diberi ASI atau air
putih, dan makanan. Jangan beri diuretik. Bila edema telah hilang,

25
lanjutkan pemberian oralit atau cairan rumah sesuai dengan Rencana
Terapi A.

Keluarga harus diajarkan cara memberikan larutan oralit. Larutan


dapat diberikan pada anak-anak menggunakan sendok atau cangkir. Botol
minum tidak boleh digunakan. Untuk bayi dapat digunakan pipet atau
syringe. Jika tanda-tanda dehidrasi parah telah muncul, terapi intravena
(IV) harus dimulai sesuai Rencana Terapi C. Jika anak masih memiliki
tanda-tanda yang menunjukkan dehidrasi beberapa, teruskan terapi
rehidrasi oral dengan mengulangi Rencana Terapi B. Pada saat yang sama
dimulai pemberian makanan, susu dan cairan lain, seperti yang dijelaskan
dalam Rencana Terapi A, dan terus menilai kembali anak. Jika tidak ada
tanda-tanda dehidrasi, harus dipertimbangkan rehidrasi telah lengkap. Bila
rehidrasi adalah lengkap:
o Turgor kulit normal
o Tidak haus
o Urin
o Anak menjadi tenang, tidak lagi mudah marah dan seringkali tertidur.

Ajarkan ibu cara untuk merawat anaknya di rumah dengan larutan


oralit dan makanan seperti pada Rencana Terapi A. Dengan larutan oralit
yang sebelumnya, tanda dehidrasi dapat menetap atau muncul kembali
selama pemberian oralit pada 5% anak-anak. Namun dengan larutan oralit
osmolaritas rendah yang baru, diperkirakan kegagalan pengobatan
sebelumnya dapat berkurang menjadi 3%, atau kurang.

Penyebab kegagalan tersering ialah:

o Intake larutan oralit yang kurang (lebih dari 15-20 ml/kg/jam), seperti
yang terjadi pada beberapa anak-anak dengan kolera
o Tidak cukup asupan larutan oralit karena kelelahan atau kelesuan
o Sering terjadi muntah-muntah yang parah.

26
Anak-anak tersebut harus diberikan larutan oralit dengan selang
nasogastric (NG) atau larutan Ringer laktat intravena (IV) (75
ml/kg/4jam), biasanya dilakukan di rumah sakit. Mulailah untuk
memberikan tambahan zinc, seperti dalam Rencana terapi A, segera
setelah anak dapat makan setelah 4 jam pertama periode rehidrasi.

Kecuali untuk ASI, makanan tidak boleh diberikan selama empat


jam pertama periode rehidrasi. Namun, anak-anak yang terus dalam
Rencana Terapi B lebih dari empat jam harus diberikan makanan setiap 3-
4 jam seperti yang dijelaskan dalam Rencana terapi A. Semua anak yang
lebih tua dari 6 bulan harus diberikan makanan sebelum pulang. Ini
membantu untuk menekankan kepada para ibu pentingnya terus makan
selama diare.

3) Rencana Terapi C : untuk Pasien dengan Dehidrasi Berat


Pengobatan bagi anak-anak dengan dehidrasi berat adalah rehidrasi
intravena cepat, mengikuti Rencana Terapi C. Jika mungkin, anak harus
dirawat di rumah sakit. Anak-anak yang masih dapat minum, walaupun
buruk, harus diberikan oralit secara peroral sampai infus berjalan. Selain
itu, ketika anak dapat minum tanpa kesulitan, semua anak harus mulai
menerima larutan oralit (sekitar 5 ml/kg/jam), yang biasanya dalam waktu
3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk pasien yang lebih tua). Ini
memberikan tambahan dasar dan potasium, yang mungkin tidak dapat
secara memadai disediakan oleh cairan infus. Mulai diberi cairan i.v
segera. Bila pasien dapat minum berikan oralit sampai cairan i.v dimulai.
Berikan 100 ml/Kg cairan Ringer Laktat (atau cairan normal salin bila
ringer laktat tidak tersedia)
 Lihat dan rasakan untuk semua tanda-tanda dehidrasi:
Jika tanda-tanda dehidrasi berat masih ada, ulangi infus cairan IV
seperti yang diuraikan dalam Rencana terapi C. Jika anak membaik (dapat
minum), tetapi masih menunjukkan tanda-tanda dari dehidrasi sedang,
hentikan infus IV dan berikan larutan oralit selama empat jam,

27
sebagaimana ditetapkan dalam Rencana terapi B. Jika tidak ada tanda-
tanda dehidrasi, ikuti Rencana terapi A.
Ingatlah bahwa anak membutuhkan terapi dengan larutan oralit
sampai diare berhenti. Jika fasilitas terapi IV tidak tersedia, tetapi dapat
diberikan dalam jangka waktu dekat (yaitu dalam waktu 30 menit),
kirimlah anak untuk pengobatan IV segera. Jika anak dapat minum,
berikan ibu beberapa larutan oralit dan tunjukkan kepadanya cara untuk
memberikannya kepada anaknya selama perjalanan. Jika terapi IV tidak
tersedia di dekatnya, petugas kesehatan yang telah dilatih dapat
memberikan larutan oralit menggunakan selang Naso Gastrik, dengan
kecepatan 20 ml/kg BB /jam selama 6 (enam) jam (total 120 ml/kg BB).
Jika perut menjadi bengkak, larutan oralit harus diberikan perlahan-lahan
sampai menjadi kurang buncit. Jika tidak bisa menggunakan selang NGT
namun anak dapat minum, larutan oralit harus diberikan melalui mulut
dengan kecepatan 20 ml/kg BB/jam selama 6 (enam) jam (total 120 ml /
kg berat badan). Jika terlalu cepat, anak dapat muntah berulang. Jika
terjadi hal ini, maka memberikan larutan oralit secara lebih lambat sampai
muntah mereda.
Anak-anak menerima terapi NGT atau per oral harus dinilai ulang
paling sedikit setiap jam. Jika tanda-tanda dehidrasi tidak membaik setelah
tiga jam, anak harus segera dibawa ke fasilitas terdekat di mana terapi IV
tersedia. Kalau tidak, jika rehidrasi maju memuaskan, anak harus dinilai
ulang setelah enam jam dan keputusan pada perawatan lebih lanjut dibuat
seperti yang dijelaskan di atas untuk terapi IV yang diberikan. Jika tidak
ada fasilitas NGT dan tidak dapat dilakukan secara peroral, anak harus
segera dibawa ke fasilitas terdekat di mana terapi IV atau NGT
tersedia(5,6).
b. Lima Lintas Diare
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata
Laksana Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata

28
laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit- rumah sakit.
Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare.
Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara
untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan
lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak
balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu(1,2,5,15):
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
1. Rehidrasi Cairan
Rehidrasi diberikan segera bila anak diare, untuk mencegah
dan mengatasi dehidrasi. Oralit formula lama dikembangkan dari
kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan
karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak
elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih
banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih
banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih
baik adalah disebakan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut
tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena
itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan
tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih
mendekati osmolaritas plasma,sehingga kurang menyebabkan risiko
terjadinya hipernatremia(19,20,24).
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah.
Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan,
namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit
baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja

29
hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain
itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan
UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak(4).
Tabel 9. Komposisi Oralit Formula Lama dan Baru(6)

Ketentuan pemberian oralit formula baru


a) Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b) Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang
untukpersediaan 24 jam
c) Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
d) ketentuan:
Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB
e) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa,
maka sisa larutan harus dibuang.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang
popular beberapa tahun terakhir karena memilik evidence based yang
bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya.Pemberian zinc
yang dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara
signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut,
ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera

30
dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang
sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan
dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan
seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga
berperan dalam system kekebalan tubuh dan meripakan mediator
potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran
penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran
cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air
dan elektrolit oleh usus halus,meningkatkan kecepatan regenerasi
epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan
pathogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di
negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak
masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat
kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air
besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada
anak.
Dosis zinc untuk anak-anak :
- Anak di bawah umur 6 bulan : 10mg (½ tablet) per hari
- Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak
telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan
dengan air matangm ASI atau oralit, Untuk anak-anak yang lebih
besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau
oralit(6,25).

31
Tabel 10. RDA Zinc Berdasarkan Umur
Group RDA Zinc

Bayi 4-5 mg

Anak usia 1-3 tahun 3 mg

Anak usia 4-8 tahun 4-5 mg

Wanita yang tidak hamil 8-9 mg

Wanita hamil dan menyusui 9-13mg

Pria 13-19mg

3. ASI dan makanan tetap diteruskan


ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan
menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan
berat badan serta pengganti nutrisis yang hilang. Pada diare
berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu
makan menandakan fase kesembuhan(24).
4. Antibiotik
Pemberian antibiotic sesuai indikasi misalnya diare berdarah
atau kolera. Pemberian antibiotic yang tidak rasional justru akan
memperpanjang lamanya diare karena akan megganggu keseimbangan
flora usus dan Clostridiumdifficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,pemberian antibiotic
yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap
antibiotic, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multiple ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap antibiotic yang sering dipakai seperti ampisilin,
tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim sulfametoksazole dalam
15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui

32
mekanisme berikut inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik
oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target
antibiotik dan perubahan permeabilitas membran terhadap antibiotik.
5. Nasihat (Edukasi) pada ibu atau pengasuh
Edukasi kepada ibu atau pengasuh untuk kembali segera ke
Puskesmas atau RS jika bayi atau anak kembali demam, tinja
berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat halus, diare
makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari(1).
b. Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare,
seperti antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang
mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu
mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan
sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3
tahun. Secara umum,, dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak
diperlukan untuk pengobatan diare akut.
1. Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua
diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus
yang sifatnya self-limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.
Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen
seperti V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella,
Campylobacter, dan sebagainya(2,9).

33
Tabel 10. Pemberian antibiotic pada diare akut

2. Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai
keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare
akut pada anak. beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang
termasuk dalam kategori ini adalah :
 Adsorben
(Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal,
cholestyramine). Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare
atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin
bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan
mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun

34
demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini
untuk pengobatan rutin diare akut pada anak(20).
 Antimotilitas
(Contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan
atropine, tinctura opii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat
mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak
mengurangi volume tinja pada anak. lebih dari itu dapat menyebabkan
ileus paralitik yang berat yang dapat datal atau dapat memperpanjang
infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme penyebab.
Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satu pun dari obat-
obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare (15).
 Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran
tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi cara ini
jarang digunakan.
 Kombinasi obat
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas
atau bahan lain. Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik
untuk digunakan pada berbagai macam diare. Kombinasi obat
semacam ini tidak rasional, mahal dan lebih banyak efek samping
daripada bila obat ini digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu tidak
ada tempat untuk menggunakan obat ini pada anak dengan diare(7).

3. Calcium Agonist Sensitizing Receptor (CASR)


Penelitian terbaru tentang obat-obatan gastroenteritis akut semakin
maju. Salah satunya yang saat ini dikembangkana adalah Calcium
Agonist Senstizing Receptor (CASR). CASR merupakan derivat
protein G coupled receptor permukaan sel yang diambil dari sel
kelenjar Paratiroid Sapi yang terbukti sebagai pengatur respon
keseimbangan cairan dan regulasi osmotic. Selain itu CASR juga dapat
sebagai salah satu komponen utama dalam regulasi homeostasis

35
kalsium. CASR sangat penting dalam mengatur motilitas usus
sehingga penyerapan air bisa maksimal sehingga dapat menekan
dehidrasi pada diare akut.
Peningkatan sekresi anion dan penurunan penyerapan ion-ion
fisiologis adalah dua kelainan utama yang ditemukan pada penanganan
elektrolit oleh usus selama diare, terutama pada diare sekretori.
Aktivasi dari CASR dapat menghambat sekresi berlebihan dari anion
apical dari krypte colon yang dapat menyebabkan kehilangan ion Cl-
dan HCO3- selama diare berlangsung. CASR juga menyebabkan
penyerapan dari anion Short Chain Fatty-Acid (SCFA), dimana dengan
peningkatan penyerapan SCFA dapat juga sekaligus merangsang
penyerapan ion Na+, Cl-, H+, dan ion-ion lainnya sehingga efikasinya
hamper sama dengan Oralit(26).
4. Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang
menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi
bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel
mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor
dalam sel epitel usus. Dengan mencermati penomena tersebut bakteri
probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan pengobatn
diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme
lain, speudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh
karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional rasional (antibiotik
asociatek diarrhea ) dan travellers,s diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam
25
tatalaksana diare akut pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk
menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan diare
akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3
lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua
pemberian sebanyak 1 – 2 kali. Kemungkinan mekanisme
efekprobiotik dalam pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan

36
mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa
patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi patogen pada anterosit,
modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada mukosa usus
dan imunno modulasi.(14,24)

Gambar 1. Alogaritme Tatalaksana Diare akut(2)

K. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolik.

37
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok
hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut
ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga
terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi
optimal tidak tercapai. Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah
komplikasi terutama oleh EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi
hubungannya dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial.2 Sindrom
Guillain-Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan komplikasi
potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain-
Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien
menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis.
Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui.2 Artritis
pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp(2,9).

L. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang
berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik(1).

M. Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.

38
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lai:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisas campak.
Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik
dan seng dalam pencegahan diare.(1,2,1)

39
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. BUKU AJAR GASTROENTEROLOGI-HEPATOLOGI. In 2009.

2. Eppy. Diare Akut. Probiotics. 2009;22:91–100.

3. Aman MCU, Manoppo JIC, Wilar R. Gambaran gejala dan tanda klinis

diare akut pada anak karena Blastocystic Hominis. 2015;3(April).

4. Amin LZ. Tatalaksan Diare Akut. CDK. 2015;42(7):504–8.

5. Kemenkes RI. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan: Situasi

Diare di Indonesia. 2011;2.

6. RI DK. Buku Saku Petugas Kesehatan. 2011;

7. Sweetser S. Evaluating the Patient With Diarrhea : A Case-Based

Approach. JMCP [Internet]. 2012;87(6):596–602. Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.mayocp.2012.02.015

8. Thibault R, Graf S, Clerc A, Delieuvin N, Heidegger CP, Pichard C.

Diarrhoea in the ICU : respective contribution of feeding and antibiotics.

Crit Care. 2013;1–8.

9. Zein U. Diare Akut Disebabkan Bakteri. 2004;1–15.

10. Poerwati E. Determinan Lama Rawat Inap Pasien Balita dengan Diare

Determinants of Length of Stay Children Under 5 with Diarrhea.

2012;27(4):241–4.

11. Zhao Y, Guo X, Zhang Z, Ma X, Wang R, Yan X. Epidemiology of

Functional Diarrhea and Comparison with Diarrhea-Predominant Irritable

Bowel Syndrome : A Population-Based Survey in China. 2012;7(8).

12. Christy MY, Ua FKM. Faktor yang berhubungan dengan kejadian dehidrasi

40
diare pada balita di wilayah kerja puskesmas kalijudan. 2013;297–308.

13. Istrate C, Hagbom M, Vikström E, Magnusson K. Rotavirus Infection

Increases Intestinal Motility but Not Permeability at the Onset of Diarrhea.

2014;88(6):3161–9.

14. Sherwood L. Fisiologl Manusia. 2012.

15. Dewantari EO. Manajemen Terapi pada Diare Akut dengan Dehidrasi

Ringan-Sedang dan Muntah Profuse pada Anak Usia 22 Bulan. Fak

Kedokteran, Univ Lampung Abstr. 2016;

16. Sultana S, Reuteler G, Moine D, Descombes P, Charton F, Bourdin G, et al.

EBioMedicine Oral Phage Therapy of Acute Bacterial Diarrhea With Two

Coliphage Preparations : A Randomized Trial in Children From

Bangladesh. Elsevier. 2016;4:124–37.

17. Leksana E. Dehidrasi dan Syok. 2015;42(5):391–4.

18. Dikman AE, Schonfeld E. Human Immunodeficiency Virus-Associated

Diarrhea : Still an Issue in the Era of Antiretroviral Therapy. Dig Dis Sci

[Internet]. 2015;2236–45. Available from:

http://dx.doi.org/10.1007/s10620-015-3615-y

19. Firmansyah MA. Tata Laksana Diare Akut dalam Kehamilan.

2016;29(1):25–30.

20. Leksana E. Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. 2015;42(1):70–3.

21. Jauregui J, Nelson D, Choo E, Stearns B, Levine AC, Liebmann O, et al.

External Validation and Comparison of Three Pediatric Clinical

Dehydration Scales. 2014;9(5):1–6.

41
22. Levine AC. Empirically Derived Dehydration Scoring and Decision Tree

Models for Children With Diarrhea : Assessment and Internal Validation in

a Prospective Cohort Study in Dhaka ,. 2015;3(3):405–18.

23. Modi P, Glavis-bloom J, Nasrin S, Guy A, Chowa EP. Accuracy of Inferior

Vena Cava Ultrasound for Predicting Dehydration in Children with Acute

Diarrhea in Resource-Limited Settings. 2016;1–12.

24. Gaffey MF, Wazny K, Bassani DG, Bhutta ZA. Dietary management of

childhood diarrhea in low- and middle-income countries : a systematic

review. BMC Public Health [Internet]. 2013;13(Suppl 3):S17. Available

from: http://www.biomedcentral.com/1471-2458/13/S3/S17

25. Kung JK, Owolabi O, Essien G, Aminu FT, Ngnie-teta I, Neufeld LM.

Promotion of Zinc Tablets with ORS through Child Health Weeks

Improves Caregiver Knowledge , Attitudes , and Practice on Treatment of

Diarrhoea in Nigeria. 2015;33(1):9–19.

26. Cheng SX. Calcium-sensing receptor : A new target for therapy of diarrhea.

2016;22(9):2711–24.

42

Anda mungkin juga menyukai