Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL

ANALISIS KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL


BAGI MASYARAKAT DI DESA PELANGAN KECAMATAN
SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT

Oleh:

RADEN HABIBI INSANUL HAER


(41302A0046)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Peserta Kerja Praktek di PT. Newmont Nusa Tenggara


Nama : Raden Habibi Insanul Haer
NIM : 41203A0046
Program Studi : Teknik Pertambangan
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Mataram

Mataram, September 2016

Menyetujui,

Dekan Ketua Program Studi Teknik Pertambangan


Fakultas Teknik Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Mataram Universitas Muhammadiyah Mataram

ISFANARI, ST.,MT DIAH RAHMAWATI, ST. MSc


NIDN.083008670 NIDN.0805097701
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat taufik
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal praktek kerja lapangan
ini.
Praktek kerja lapangan ini merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan
studi D3 Teknik Pertambangan Universitas Muhammadiyah Mataram. Besar
harapan penulis agar proposal ini dapat diperhatikan dan dipertimbangkan.
Penulis menyadari bahwa karena keterbatas pengetahuan penulis, maka
proposal ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Mataram, maret 2017

Penulis,

Raden Habibi Insanul Haer


PROPOSAL
ANALISIS KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL
BAGI MASYARAKAT DI DESA PELANGAN KECAMATAN
SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PEMILIHAN JUDUL
Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki
banyak kekayaan alam baik yang dapat diperbaharukan (renewable) maupun yang
tidak dapat diperbaharukan (unrenewable). Jenis kekayaan alam yang tidak dapat
diperbaharui contohnya adalah sumber daya alam berupa sumber energi dan
sumber daya manineral Banyak sekali jenis bahan galian yang ada di Indonesia,
antara lain emas, perak, tembaga dll. Salah satu wilayah yang memiliki cadangan
bahan galian emas adalah Kecamatan Sekotong. Namun karena jumlah cadangan
yang berada di Kecamatan Sekotong itu tidak ekonomis untuk ditambang oleh
perusahaan, maka warga sekitar menggunakan kesempatan itu untuk menambang
dengan cara tradisional.
Kegiatan pertambangan oleh masyarakat Sekotong telah berlangsung sejak
tahun 2008. Sebagian besar masyarakat kemudian beralih mata pencaharian
menjadi penambang karena dianggap lebih menguntungkan. Penelitian Ismayadi,
dkk (2014) menunjukkan adanya peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat
Desa Pelangan yang cukup signifikan akibat kegiatan pertambangan. Namun
kegiatan pertambangan tradisional biasanya tidak mempertimbangkan dampak
lingkungan sekitar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat. Hal inilah yang
menjadi ketertarikan untuk meneliti apakah kondisi sosial ekonomi masyarakat
yang telah meningkat akibat kegiatan pertambangan tersebut sesuai dengan
dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan menjadi fokus
dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat akibat kegiatan
pertambangan emas tradisional di Desa Pelangan Kecamatan Sekotong
Kabupaten Lombok Barat ?
2. Bagaimana dampak yang timbul kegiatan pertambangan yang dilakukan
masyarakat di desa palangan ?
3. Apa alternatif pekerjaan yang akan dilakukan setelah pertambangan di
desa pelangan sudah habis dilaksanakan ?
C. BATASAN MASALAH
Penelitian yang dilakukan mengambil 10 dusun yang ada di desa
pelangan. Alasan kenapa mengambil 10 dusun karena 10 dusun ini berada di
pinggir jalan dan gampang untuk diakses. 10 dusun yang diambil antara lain yaitu
Dusun Permula, Pewaringan, Bawak Bagek, Selindungan, Kayu Putih, Tanah
Abang, Tibu Samet, Nusa Damai, Pelangan Barat I Dan Pelangan Barat II.
Penelitian yang dilakukan mengambil responden 10% dari jumlah penduduk tiap
dusun.
D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum dan setelah
adanya kegiatan pertambangan emas tradisional di Desa Pelangan
Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
2. Dampak lingkungan yang timbul dari kegiatan penambangan emas
tradisional.
3. Setelah kegiatan pertambangan emas di desa pelangan berakhir alternatif
pekerjaan apa yang akan dilakukan oleh masyarakat pelangan.
E. LOKASI PENELITIAN
Desa Pelangan merupakan salah satu desa di Kecamatan Sekotong
Kabupaten Lombok Barat yang berjarak 25 km dari Kecamatan Sekotong. Desa
Pelangan berbatasan dengan Selat Lombok pada sebelah utara
(8042’59,89”LS/115054’51,63”BT) dan selatan
(8 50’41,24”LS/115 55’10,77”BT),
0 0
sebelah timur
(8 46’03,88”LS/115 59’09,79”BT) berbatasan dengan Desa Sekotong Barat dan
0 0

sebelah barat (8049’10,2”LS/115052’02,19”BT) berbatasan dengan Desa Batu


Putih.
Peta daerah penelitian

II. DASAR TEORI


2.1. Pertambangan di Indonesia
Pertambangan di Indonesia telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari sejarah besar bangsa ini. Seberapa tua pemakaian besi dan mineral lainnya
dalam kehidupan, setua itulah umur pertambangan dilakukan rakyat.
Pertambangan dilakukan oleh masyarakat secara tradisional dengan alat-alat
sederhana.. Pada tahun 1651 emas dapat diperoleh secara resmi dari tangan VOC
di pantai Pariaman. Perdagangan emas ini berlangsung atas perjanjian bilateral
antar Bandaharo di Sungai Tarab yang mengusai distribusi pengangkutan emas
dari Saruaso, pedalaman Minangkabau . Dua orang Bandaharo yaitu Bandaharo
Putih dan Bandaharo Kuning mengendalikan ekspor emas dari pedalaman
Minangkabau, sampai pada akhir abad XVIII, bangsa eropa yang pertama yang
menyelidiki sumberdaya alam di Tanah Datar, menyebutkan emas mulai habis
didaerah tersebut .
2.2 Pengertian Pertambangan Rakyat
Secara umum pertambangan rakyat dalam UU Minerba tahun 2009
menjadi suatu kegiatan yang sepertinya tidak ada bedanya dengan pertambangan
yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan pertambangan tersebut hanya
dibedakan dengan skala luas wilayah dan investasi yang berbeda. Akibatnya dapat
ditafsirkan bahwa aktivitas pertambangan rakyat juga menjadi bagian dari
aktivitas pertambangan pada umumnya, yaitu suatu kegiatan mulai penyelidikan,
ekplorasi, eksploitasi hingga penjualan. Sementara itu, bila diperhatikan
masyarakat yang melakukan penambangan maupun lingkungan dan kondisinya,
mereka memiliki karakteristik yang sulit sekali diatur sebagaimana suatu
perusahaan, masyarakat yang melakukan penambangan cenderung memiliki
mobilitas tinggi dan tidak berkelompok. Mereka cenderung individual. Namun
ketika mereka sampai pada suatu wilayah, maka dengan cepat mereka dapat
menyesuaikan diri untuk mencari teman dan membentuk kelompok. Menariknya,
ketika hasil galiannya terlihat menjanjikan, maka tidak lama kemudian teman-
teman sekampungnya akan menyusul, biasanya dalam jumlah besar dan
membentuk kelompok-kelompok sendiri. Pada umumnya identitas asalnya akan
tetap dibawa, tetapi tidak mengganggu satu dengan yang lain, karena interaksi
yang dibangun biasanya hanya dalam kelompoknya. Demikian hasil tidak lagi
menarik, maka mereka dengan mudah pula pergi berpindah mencari tempat lain.
Dengan sebagian dari karakteristik yang ada pada masyarakat penambang
tersebut, akan sulit bila aktivitas penambangan rakyat diperlakukan sama dengan
penambangan yang dijalankan dalam bentuk perusahaan. Hal terpenting lainnya
adalah batasan pengertian tentang pertambangan rakyat.Dalam UU Minerba 2009
tersebut tidak ada satu pasal pun yang menjelaskan batasan pengertian
pertambangan rakyat. Berbeda halnya dengan peraturan sebelumnya, dalam UU
no. 11 tahun 1967 maupun dalam PerMen ESDM tahun 1986 ada batasan
pertambangan rakyat. Walaupun batasan tersebut juga tidak cukup menjelaskan
tentang kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh rakyat, namun setidaknya
pengertian pertambangan rakyat secara jelas dibatasi, yaitu: pertambangan
Rakyat adalah suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua
golongan a,b,c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau
secara gotong royong dengan alat sederhana untuk mata pencaharian sendiri.

2.3 Dampak Pertambangan Rakyat


Sebagai mana dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa pertambangan
rakyat yang pada masa krisis ekonomi berkepanjangan dan munculnya era
reformasi yang terjadi di Indonesia, mengalami peningkatan luar biasa baik secara
kuantitas maupun kualitas dan sebagian besar telah bergeser kepada kategori
pertambangan emas tanpa izin ( PETI ). Menurut tim terpadu pusat pertambangan
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral masalah pertambangan emas tanpa
izin dalam publikasi mengenai penanggulangan masalah Pertambangan Tanpa
Izin tahun 2000, kegiatan pertambangan yang masuk kepada kategori PETI pada
umumnya tidak memenuhi berbagai kriteria yang dapat diterima baik dari aspek
ekonomi, konservasi, pengelolaan lingkungan, keselamatan dan kesejahteraan
kerja. Hal ini menimbulkan dampak negatif yang banyak disoroti dari kegiatan
pertambangan rakyat seperti:
a. Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, berupa terjadinya pengundulan
hutan menjadi padang pasir yang berjumlah ribuan hektar, dan pencemaran air
sungai terutama oleh unsure merkuri yang jauh diatas ambang batas.
b. Kecelakaan tambang yang menyebabkan hilangnya nyawa pelaku tambang
rakyat.
c. Pemborosan sumberdaya mineral, berupa tertinggalnya cadangan berkadar
rendah yang tidak ekonomis lagi untuk ditambang baik karena pertambangan
rakyat yang hanya menambang cadangan berkadar tingi maupun akibat “ recovery
“ pengolahan yang rendah.
d. Kawasan sosial antara lain terjadinya kerusuhan di wilayah-wilayah
pertambangan rakyat menyusul berkembangnya budaya premanisme, perjudian,
prostitusi, dan kemerosotan moral lainnya.
Disamping dampak negatif tersebut, kegiatan pertambangan rakyat juga
memberikan danpak positif, khususnya bagi masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan pertambangan itu sendiri, yaitu sebagai lapangan pekerjaan dan sumber
pendapatan utama bagi penambang dan keluarganya.

A. Dampak Kerusakan Lingkungan


Kegiatan Pertambangan tradisional biasanya tidak memperhatikan dampak
terhadap lingkungan. Sehingga hampir di seluruh lokasi penambangan tradisional
terjadi penurunan kualitas lingkungan, baik itu di lokasi penambangan (lubang)
maupun di lokasi pengolahan (amalgamasi). Pada lokasi penambangan, lubang
bukaan yang tidak terpakai lagi ditinggalkan begitu saja sehingga berpotensi
menimbulkan longsor dan terbawanya material tanah pada musim hujan hingga ke
laut menyebabkan hilangnya habitat biota dasar. Sementara pada lokasi
pengolahan, pada umumnya menyebabkan terjadinya pencemaran merkuri.
Seperti pada hasil proses amalgamasi pertambangan rakyat di Waluran, Sukabumi
umumnya menimbulkan berbagai permasalahan yaitu terjadinya pemborosan
sumberdaya mineral juga menimbulkan terjadinya degradasi lingkungan.
Terjadinya degradasi lingkungan khususnya di daerah aliran sungai disebabkan
oleh proses pencucian dan pendulangan yang dilakukan di sungai sehingga ampas
(tailing) terbuang ke dalam sungai. Sebagai akibatnya sungai menjadi keruh dan
tercemar oleh merkuri yang terbuang bersama ampas. Hasil pemantauan Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi menyebutkan bahwa di daerah
aliran sungai di Kecamatan Waluran pada umumnya telah mengalami pencemaran
merkuri (Hg) akibat kegiatan pertambangan emas di daerah sekitarnya (Widodo,
2008). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2011) di
beberapa muara sungai di Kecamatan Sekotong menunjukkan bahwa kandungan
merkuri pada sedimen muara sungai 2,66 – 9598,31 mg/kg, kandungan merkuri
pada gastropoda <0,00057 – 4,26 mg/kg, kandungan merkuri pada tailing 215,34
– 5361,52 mg/kg.

B. Dampak Sosial Ekonomi


dari penelitian yang dilakukan Zulkifli (2013) Penemuan emas telah pula
menyebabkan adanya peralihan pekerjaan hampir seluruh masyarakat gampong
Panton Makmur dan sebahagian masyarakat gampong lainnya disekitar tambang
emas tersebut. Data kajian menunjukkan bahwa banyak sekali petambang awalnya
memiliki pekerjaan sebagai petani/pekebun/peternak yaitu 63,9%, kemudian
buruh/ tukang/ karyawan Swasta sebesar 19,4%, dan sisanya untuk berbagai
pekerjaan yang lain. Banyaknya peralihan pekerjaan dari petani dan pekebun
berdampak pada lahan yang menganggur karena ditinggalkan untuk bekerja
ditambang. Hasil produksi pertanian yang umumnya membutuhkan masa tunggu
yang lama menyebabkan masyarakat lebih memilih ke tambang yang lebih instan
dan dianggap lebih menguntungkan dengan nilai yang lebih menggiurkan.
Penemuan emas telah pula menyebabkan adanya peralihan pekerjaan hampir
seluruh masyarakat gampong Panton Makmur dan sebahagian masyarakat
gampong lainnya
Harapan yang sangat besar digantungkan pada penambangan emas,
mereka umumnya berharap penambangan emas ini akan membawa perubahan
ekonomi yang besar pada pendapatan mereka saat ini dan keadaan kehidupan
pada masa yang akan datang. Sebahagian besar responden telah menikmati
perbaikan ekonomi dan kesejahteraan yang sangat mencolok disbanding
sebelumnya, dengan bekeja ditambang 38,9% responden telah menikmati
tambahan pendapatan setengah hingga satu kali lipat dari pendapatan
sebelumnya, 13,9% menikmati tambahan pendapatan lebih dari satu kali lipat
hingga dua setengah kali lipat, 19,4% responden menikmati tamabahan
pendapatan dua setengah kali lipat hingga lima kali lipat, demikian pula yang
menikmati tambahan pendapatan hingga lebih dari lima kali lipat juga 19,4%,
sedangkan yang menjawab tidak ada tamabahan pendapatan, bertambah kurang
dari seperempat pendapatan awal dan sampai setengah dari pendapatan awal
hanya dijawab oleh masing-masing 2,8% responden atau masing-masing satu
orang sampel, sesuai dengan kebiasaan dikawasan yang baru berkembang maka
tambahan pendapatan pada awalnya lebih cenderung digunakan untuk kegiatan
yang sifatnya konsumtif seperti membangun rumah yang baru atau
merenovasinya, membeli kenderaan bermotor baru, menambah konsumsi alat-
alat elektronik dan komunikasi yang lebih mahal dan lainnya. Maka tidak
mengherankan rumah-rumah di gampong Panton Makmur dan sekitarnya lebih
besar dan lebih mewah dengan peralatan yang lengkap, di banding sebelumnya
yang hanya merupakan kawasan hitam konflik Aceh yang umumnya menghuni
rumah bantuan BRR yang relatif kecil dan sederhana ukurannya.

III. METODE PENELITIAN


Metode Penelitian Analisis Deskriptif
Metode penelitian analisis deskriftif adalah suatu metode dalam meneliti
setatus sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriftif ini adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akutrat
mengenai fakta, sifat- sifat serta hubungan antara fenomenal yang diselidiki.
Adapun tahapan dari penelitian antara lain :
1. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data suatu hal yang penting dalam penelitian, karena
metode ini merupakan startegi atau cara yang dipakai oleh peneliti guna
mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitianya. Pengumpulan
dalam penelitian dimaksudkan guna mendapatkan bahan, keterangan,
kenyataan dan informasi yang bisa dipercaya. Untuk mendapatkan data yang
dimaksudkan tersebut, dalam penelitian bias di pakai berbagai macam metode,
diantaranya yaitu dengan memakai angket, observasi, wawancara, tes,
danalisis dokumen. Pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian
ini yaitu menggunakan metode angket atau kuisioner yang langsung dibacakan
ke responden.
Pada penelitian yang akan dilakukan untuk memperoleh data dan
informasi penulis mengunakan beberapa metode yaitu :
a. Metode kajian pustaka
Metode ini dilakukan dengan cara mencari literatur mengenai
kegiatan yang dilakukan, baik berupa data yang diberikan pihak
perusahaan, maupun hasil praktek kerja lapangan yang terdahulu.
b. Metode interview (wawancara)
Pengambilan data yang akan dilakukan yaitu mengambil data
kuisioner dari responden yang ada di desa pelangan. Jumlah dari
responden ditentukan melalui perhitungan 10% dari jumlah penduduk
tiap dusun yang ada di desa pelangan. Total dusun yang ada di desa
pelangan berjumlah 20 dusun. Sedangkan penelitian yang akan
dilakukan mengambil data kuisioner dari setengah jumlah dusun yang
ada yaitu 10 dusun. Dengan alasan kenapa mengambil 10 dusun ini
karena dari pengalaman penelitian PKM tahun kemarin masarakatnya
lebih menerima kedatangan kami dan lebih terbuka untuk menjawab
pertanyaan kami lontarkan dan juga karena 10 dusun tersebut mudah
untuk dijaukau karen dekat dengan jalan raya. 10 dusun yang
dimaksud adalah Bawak Bagek, Permula, Pewaringan, Kayu Putih,
Selindungan, Nusa Damai, Tanak Abang, Tibu Samet, Pelangan Barat
I, dan Pelangan Barat II. Jumlah penduduk dari 10 dusun diatas yaitu :
Bawak Bagek 354 orang, Permula 676 orang, Pewaringan 425 orang,
Kayu Putih 250 orang, Selindungan 488 orang, Nusa Damai 504
orang, Tanak Abang 287 orang, Tibu Samet 192 orang, Pelangan Barat
I 697 orang, Pelangan Barat II 330 orang. Jadi jumlah responden yang
akan diambil dari 10 dusun yaitu Bawak Bagek 35 orang, Permula 67
orang, Pewaringan 42 orang, Kayu Putih 25 orang, Selindungan 48
orang, Tibu Samet 19 orang, Pelangan Barat I 69 orang dan Pelangan
Barat II 33 orang. Total responden yang akan diberikan kuisioner yaitu
338 responden.
c. Metode observasi langsung (pengamatan lapangan)
Metode ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara
langsung kondisi di lapangan seperti dampak fisik dari kegiatan
penambangan.
2. Pengolahan Data
Setelah pengumpulan data selesai dilakukan tahapan selanjutnya yaitu
mengolah data hasil dari penelitian yang dilakukan. Data hasil dari kuisioner
yang di ambil dari responden dan diolah menjadi tabel yang akan dibuat
menjadi grafil .
3. Penarikan Kesimpulan
Mengambil kesimpulan dari hasil grafik yang akan dibuat dan hasil
pengamatan langsung dilapangan.
Tahap Kegiatan
Mulai

Identifikasi Lapangan

Studi Literatur

Observasi Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer Data Sekunder


1. Pengamatan langsung 1. Data jumlah penduduk dari
dilapangan bagaimana dampak BPS
lingkungan yang timbul 2. Data jumlah pengusaha
2. Data wawancara dengan
gelondong di desa pelangan
masyarakat yang bekerja sebagai
penambang dan bukan
penambang seperti :
a. Pekerjaan
b. Tingkat pendidikan
c. Tingkat teknologi
d. Tingkat Kesehatan
e. Tingkat perekonomian

Pengolahan Data Tabel


grafik
Pembuatan laporan

Kesimpulan
IV. WAKTU PELASANAAN
Penelitian yang dilakukan di desa pelangan kecamatan sekotong kabupaten
Lombok barat dengan mengambil data kuisioner dari 10% dari jumlah total
penduduk di 10 dususn di kecamatan sekotong. waktu yang di ambil yaitu
pada bulan mei 2017

Waktu (Minggu)
No Kegiatan
1 2 3 4
1 Observasi Lapangan
2 Pengumpulan Data
3 Penyusunan Laporan

V. PENUTUP
Demikian proposal penelitian yang ananda buat semoga proposal ini
bisa jadi acuan bagi pembuatan proposal bagi generasi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ismayadi, R.W., 2014, Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Penambangan
Emas Tradisional di Desa Pelangan Kecamatan Sekotong, Kabupaten
Lombok Barat, Laporan PKM-P, Teknik Pertambangan Universitas
Muhammadiyah Mataram, Mataram
Rahmawati, D., 2011, Identifikasi Kandungan Merkuri pada Beberapa Muara
Sungai di Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, Jurnal Ulul
Albab Vol. 15 No. 1 Januari 2011
Refles , 2012, Kegiatan Pertambangan Emas Rakyat Dan Implikasinya Terhadap
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kenagarian Mundam Sakti
Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung, artikel Program
Pascasarjana Universitas Andalas
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
Widodo, 2008, Pengaruh Perlakuan Amalgamasi terhadap Tingkat Perolehan
Emas dan Kehilangan Merkuri, Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan
Jilid 18 No.1 ( 2008) 47-53
Zulkifli, 2013 Analisis Dampak Ekonomi, Sosial Budaya dan Kesehatan
Masyarakat Akibat Penambangan Emas Di Kecamatan Sawang Aceh
Selatan, Jurnal ekonomika Universitas Almuslim Bireuen – Aceh Vol.IV
No.7

Anda mungkin juga menyukai