Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nyeri Persalinan
 Nyeri
1.1. Definisi nyeri

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik
ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang
pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman
perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan. Sedangkan menurut (Smeltzer & Bare, 2001),
nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan
potensial, disamping itu nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh
yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun
individu mengatakannya potensial. Kozier (2004), menambahkan
nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat individual
yang tidak dapat di ungkapkan kepada orang lain.

1.2. Fisiologi Nyeri

Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf
dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron
sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau
neuron motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya
yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang
belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai
impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-
reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.

7
8

Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-


zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin,
leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan
mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls ke otak
(Torrance & Serginson, 1997).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula
spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut
perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori asenden berawal
disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden dan
traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian
bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks
serebri. Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem
asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari
reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Terdapat
interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika diaktifkan,
menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang
menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden.
Seringkali area ini disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang
adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk
mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun
demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya
sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron
inhibitor sistem assenden menutup gerbang untuk input nyeri dan
mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi
interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut
yang mengirim sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri
melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitor dalam kornu
dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin yang menghambat
transmisi nyeri (Wall, 1978 dikutip dari Smeltzer & Bare, 2002).
9

1.3. Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)


Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan
bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai
saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana
nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling
relevan (Tamsuri, 2007).
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan
bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan
bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan
impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup
pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-
A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk
mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu,
terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih
cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan
menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini
dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan
lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor,
apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan
serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien
mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan
ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang
memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen,
seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik
10

distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk


melepaskan endorfin (Potter, 2005).

1.4. Klasifikasi Nyeri


1.4.1. Berdasarkan Lokasi / Letak
a. Cutaneus / superfisial
yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam.
Contoh: Terkena ujung pisau atau gunting, jarum suntik.
b. Deep somatic / nyeri dalam
yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah,
tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama daripada
cutaneus.
Contoh: Sensasi pukul, sensasi terbakar misalnya ulkus
lambung.
c. Nyeri Alih
merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena
banyak organ tidak memiliki reseptor, biasanya nyeri terasa
di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat
terasa dengan berbagai karakteristik.
Contoh : Infark miokard yang menyebabkan nyeri alih ke
rahang, lengan kiri, dan bahu kiri, batu empedu
yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan.
d. Radiasi
Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian
tubuh yang lain. Biasanya nyeri terasa seakan menyebatr ke
bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri
dapat menjadi intermitten atau konstan.
Contoh : Nyeri punggung bagian bawah akibat diskus
intravetebral yang ruptur disertai nyeri yang
11

meradiasi sepanjag tungkai dari iritasi saraf


skiatik

1.4.2. Berdasarkan penyebabnya


a. Fisik : Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur
femur).
b. Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya
tidak disadari. (contoh: orang yang marah-marah, tiba-
tiba merasa nyeri pada dadanya), Biasanya nyeri terjadi
karena perpaduan 2 sebab tersebut.

1.4.3 Berdasarkan lama/durasinya


Menurut Smeltzer (2001), nyeri diklasifikasikan
berdasarkan durasinya yaitu:
a. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan kumpulan pengalaman
yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
sensori, persepsi dan emosi serta berkaitan dengan
respon autonomi psikologi dan perilaku. Nyeri akut
merupakan peristiwa yang baru, tiba-tiba dan durasinya
singkat. Disamping itu nyeri ini dapat di identifikasi, rasa
nyerinya dapat berkurang atau hilang, sifatnya jelas dan
mungkin sekali untuk berakhir atau hilang dalam batas
nyeri sedang sampai berat , dan durasinya kurang dari 6
bulan. Contoh aktual nyeri akut adalah nyeri pasca
bedah, nyeri akibat prosedur pengobatan atau trauma dan
nyeri oleh karena adanya penyakit yang bersifat aktual.
12

b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah situasi atau keadaan
pengalaman nyeri yag menetap atau kontinyu selama
beberapa bulan atau tahu setelah fase penyembuhan dari
suatu penyakit atau injuri.karakteristiknya adalah nyeri
dalam skala berat, dan intensitas nyeri sukar diturunkan.

1.5. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri


a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan,
yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi
bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak
belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus
dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau
meninggal jika nyeri diperiksakan (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak
berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih
dipengaruhi faktor budaya (contoh: tidak pantas kalau laki-laki
mengeluh nyeri, sedangkan wanita boleh mengeluh nyeri dalam
situasi yang sama) (Smeltzer & Bare, 2002).
c. Kultur
Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan
memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai
kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi
perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang.
Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai
13

pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih
akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap
nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer&
Bare, 200).
d. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua
keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang
konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan
bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri
saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan
dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi
pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara
umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan
mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer &
Bare, 2002).
e. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap
pengobatan atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa
pengobatan tersebut benar benar bekerja. Menerima pengobatan
atau tindakan saja sudah merupakan efek positif. Harapan positif
pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan
medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk
yang diterima pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif
intervensi tersebut nantinya. Individu yang diberitahu bahwa suatu
medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan
mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang
diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek
apapun. Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi
peran yang amat penting dalam meningkatkan efek plasebo
(Smeltzer & Bare, 2002).
14

f. Pengalaman masa lalu


Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri
yang dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa
menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan
lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera
reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir
pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat
meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat. Efek yang
tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya
menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap
pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi
dengan tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan
terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri
dengan baik (Smeltzer & Bare, 2002).
g. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan
menyulitkan seseorang mengatasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
h. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan
dan perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran
orang yang di cintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan
(Smeltzer & Bare, 2002).

 Nyeri Persalinan
2.1 Pengertian
Nyeri adalah bagian integral dari persalinan dan melahirkan
(Melzack, 1984) di kutip oleh mander (2003). Persalinan adalah suatu
proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2005).
15

Sedangkan menurut (Varney, 2002), Persalinan adalah rangkaian


proses fisiologis yang berakhir denagn pengeluaran hasil konsepsi
oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya dimulai dengan
adanya kontraksi yang ditandai dengan perubahan progresif pada
servik, dan diakhiri dengan kelahiran plasenta.
Nyeri persalinan disebabkan adanya regangan segmen bawah
rahim, Farer (2001). Intensitas nyeri sebanding dengan kekuatan
kontraksi dan tekanan yang terjadi, nyeri bertambah ketika mulut
rahim dalam dilatasi penuh akibat tekanan bayi terhadap struktur
panggul diikuti regangan dan perobekan jalan lahir. Nyeri persalinan
unik dan berbeda pada setiap individu karena nyeri tidak hanya
dikaitkan dengan kondisi fisik semata, tetapi berkaitan juga dengan
kondisi psikologis ibu pada saat persalinan

2.2 Tanda-tanda Persalinan


Tanda-tanda inpartu menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai
berikut:
a. Rasa sakit oleh adanya His yang datang lebih kuat, sering dan
teratur.
b. Keluar lendir dan bercampur darah (show) yang lebih banyak
karena robekan-robekan kecil pada serviks.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukan telah
ada.

2.3 Proses Persalinan


Persalinan dapat dibagi menjadi 4 kala menurut (Wiknjosastro, 2005).
2.3.1 Kala I
Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan
wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah
(bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari
16

lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau


mendatar. Sedangkan darah berasal dari pembuluh-pembuluh
kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena
pergeseran-pergeseran ketika seevikas membuka.
Proses membukanya srviks sebagai akibar his dibagi dalam 2
fase:
a. Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi
sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter
3 cm.
b. Fase Aktif : dibagi dalam 3 fase lagi, yakni:
1) Fase akselerasi.
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
2) Fase dilatasi maksimal.
Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
3) Fase deselarasi pembukaan menjadi lambat kembali.
Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9cm menjadi
lengkap.

2.3.2 Kala II
Kala II adalah kala pengeluaran. Dimulai dari pembukaan
lengkap sampai lahirnya bayi. His menjadi lebih kuat dan lebih
cepat, yaitu 2-3 menit sekali karena kepala janin sudah masuk
keruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-
otot dasar panggul, yang secara refleksoris menimbulkan rasa
mengejan.
Perawatan selama kala II :
Pada saat ini, ibu dibantu agar berada dalam posisi yang
nyaman baginya, denyut nadi diperiksa setiap 15 menit. Denyut
jantung janin diperiksa antara tiap kontraksi atau his. Wajah dan
17

leher ibu diusap dengan handuk basah, kandung kemih


dikosongkan dan kemajuan persalinan diamati.

2.3.3 Kala III atau Kala Uri


Dimulai dari lahirnya bayi sampai lahirnya placenta.
Placenta biasanya lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir.
Pengeluaran placenta disertai pengeluaran darah.

2.3.4 Kala IV
Dimulai dari keluarnya placenta sampai 1-4 jam atau
sampai tanda-tanda vital ibu stabil.

2.4 Penyebab Nyeri Persalinan


Rasa nyeri saat persalinan merupakan hal yang normal terjadi.
Penyebabnya meliputi faktor fisiologis dan psikis (Hartanti, 2005).
a. Faktor fisiologis
Faktor psikologis yang dimaksud adalah kontraksi. Gerakan
otot ini menimbulkanrasa nyeri karena saat itu otot-otot rahim
memanjang dan kemudian memendek. Serviks juga akan melunak,
menipis dan mendatar, kemudian tertarik. Saat itulah kepala janin
menekan mulut rahim dan membukannya. Jadi, kontraksi
merupakan bagian dari upaya membuka jalan lahir.
Intensitas rasa nyeri dari pembukaan satu sampai
pembukaan sepuluh akan bertambah tinggi san semakin sering
sebanding dengan kekuatan kontraksi dan tekanan bayi terhadap
struktur panggul, diikuti regangan bahkan perobekan jalan lahir
bagian bawah. dari tak ada pembukaan sampai pada pembukaan 2
bisa berlangsung sekitar 8 jam. Rasa sakit pada pembukaan 3 cm
sampai selanjutnya rata-rata 0,5-1cm perjam.
Maka lama dan frekuensi nyeri makin sering dan makin
bertambah kuat sampai mendekati proses persalinan.
18

b. Faktor Psikis
Rasa takut dan cemas yang berlebihan akan mempengaruhi
rasa nyeri. Setiap ibu mempunyai versi sendiri-sendiri tentang nyeri
persalinan, karena ambang batas rangang nyeri setiap orang
berlainan dan subyektif sekali. Ada yang merasa tidak sakit hanya
perutnya yang terasa kencang. Adapula yang merasa tidak tahan
mengalami rasa nyeri. Beragam respon itu merupakan suatu
mekanisme proteksi diri dari rasa nyeri yang dirasakan.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan


2.5.1 Faktor Internal
a. Pengalaman dan pengetahuan tentang nyeri
Pengalaman sebelumnya seperti persalinan terdahulu akan
membantu ibu dalam mengatasi nyeri, karena ibu telah
memiliki koping terhadap nyeri. Ibu multipara dan
primipara kemungkinan akan berespon terhadap nyeri
berbeda-beda walaupun menghadapi kondisi yang sama
yaitu suatu persalinan. Hal ini dikarenakan ibu multipara
telah memiliki pengalaman pada persalinan sebelumnya.
b. Usia
Usia muda cenderung dikaitkan dengan kondoso psikologis
yang masih labil, yang memicu terjadinya kecemasan
sehingga nyeri yang dirasakan menjadi lebih berat. Usia
juga dipakai sebagai salah satu faktor dalam menentukan
toleransi terhadap nyeri . toleransi akan meningkat seiring
bertamabahnya usia dan pehaman terhadap nyeri.
c. Aktifitas Fisik
Aktifitas ringan bermanfaat mengalihkan perhatian dan
mengurangi rasa sakit menjelang persalinan, selama itu
tidak melakukanlatihan-latihan yang tidak terlalu keras dan
19

berat, serta menimbulkan keletihan pada wanita karena hal


ini justru akan memicu nyeri yang lebih berat.
d. Kondisi psikologi
Situai dan kondisi psikologis yang labil memegang peranan
penting dalam memunculkan nyeri persalinan yang lebih
berat. Salah satu mekanisme pertahanan jiwa terhadap sterss
adalah konversi yaitu memunculkan gangguan secara psikis
menjadi gangguan fisik.

2.5.1 Faktor Eksternal


a. Agama
Semakin kuat kualitas keimanan seseorang maka
mekanisme pertahanan tubuh terhadap nyeri semakin baik
karena berkaitan dengan kondisi psikologis yang relatif
stabil.
b. Lingkungan Fisik
Lingkungan yag terlalu ekstrim seperti perubahan cuaca,
panas, dingin, ramai, bising memberikan stimulus terhadap
tubuh yang memicu terjadinya nyeri.
c. Budaya
Budaya tertentu akan mempengaruhi respon seseorang
terhadap nyeri, ada budaya yang mengekspresikan nyeri
secara bebas, tapi ada pula yang tidak perlu di ekspresikan
secara berlebihan.
d. Support System
Tersedianya sarana dan support system yang baik dari
lingkungan dalam mengatasi nyeri, dukungan keluarga dan
orang terdekat sangat membantu mengurangi rangsang
nyeri yang dialami oleh seseorang saat menghadapi
persalinan.
20

e. Sosial Ekonomi
Tersedianya sarana dan lingkungan yang baik dapat
membantu mengatasi rangsang nyeri yang dialami.
Seringkali status ekonomi mengikuti keadaan nyeri
persalinan. Keadaan ekonomi yang kurang, pendidikan
yang rendah, informasi yang minimal dan kurang sarana
kesehatan yang memadai akan menimbulkan ibu kurang
mengetahui bagaiman mengatasi nyeri yang dialami dan
masalah ekonomi berkaitan dengan biaya dan persiapan
persalinan sering menimbulkan kecemasan tersendiri dalam
menghadapi persalinan.

2.6 Jenis Nyeri Persalinan


Persalinan berhubungan dengan dua jenis nyeri yang berbeda.
Pertama nyeri berasal dari otot rahim, pada saat otot ini berkontraksi
nyeri yang timbul disebut nyeri viseral. Nyeri ini tidak dapat
ditentukan dengan tepat lokasinya (Pain-Pointed). Nyeri viseral juga
dapat dirasakan pada orang lain yang bukan merupakan asalnya
disebut nyeri alih (Reffered pain). Pada persalinan nyeri alih dapat
diraasakan pada orang yitu punggung bagian bawah dan sacrum.
Sedangkan nyeri yang kedua timbul pada saat mendekati kelahiran.
Tidak seperti nyeri viseral, nyeri ini terlokalisir didaerah vagina,
rectum dan perinium sekitar anus. Nyeri jenis ini disebut nyeri
somatik dan disebabkan peregangan stuktur jalan lahir bagian bawah
akibat penurunan bagian terbawah janin (Ratnaningsih, 2010).

2.7 Fisiologi Nyeri Persalinan


Sensasi nyeri dihasilkan oleh jaringan serat saraf kompleks
yang menghasilkan sistem saraf perifer dan sentral. Dalam nyeri
persalinan, sistem saraf otonom dan terutama komponen simpatis
berperan dalam sensasi.
21

2.7.1 Sistem Saraf Otonom


Sistem saraf otonom mengontrol aktivitas otot polos dan
viseral, uterus yang dikenal sebagai sistem saraf involunter
karena organ ini berfungsi tanpa kontrol kesadaran. Terdapat
dua komponen yaitu sistem simpatis dan parasimpatis. Saraf
simpatis mensuplay uterus dan membentuk bagian yang sangat
penting dari neuroanatomi nyeri persalinan.
Neuron aferen menstransmisikan informasi dari rangsang
nyeri dari sistem saraf otonom menuju sistem saraf pusat dari
visera terutama melalui serat saraf simpatis. Neuron aferen
somatik dan ototnom bersinaps dalam region kornu dorsalis dan
saling mempengaruhi, menyebabkan fenomena yang disebut
nyeri alih. Nyeri ini adalah nyeri yang peling dominan dirasakan
selama bersalin terutama selama kala 1 (Mander, 2003).
Neuron aferen otonom berjalan keatas melalui medulla
spinalis dan batang otak berdampingan dengan neuron aferen
somatik, tetapi walaupun sebagian besar srat aferen otonom
berjalan menuju hipothalamus sebelum menyebar ke thalamus
dan kemudian terakhir pada korteks serebri.
Gambaran yang berada lebih lanjut dari sistem saraf
otonom adalah fakta bahwa neuron aferen yang keluar dari
sistem saraf pusat hanya melalui tiga region:
a. Dalam otak (Nervus kranialis III, VII, IX, dan X)
b. Dalam region torasika (T1 sampai T12, L1 dan L3)
c. Segmen sakralis kedua dan ketiga medulla spinalis.
Region torasika membentuk aliran keluar sistem saraf simpatis
yang menyuplai organ viseral, misalnya uterus.

2.7.2 Jaras Perifer Nyeri Pesalinan


Karya eksperimental pada sistem saraf otonom
menunjukkan bahwa baik komponen simpatis dan parasimpatis
22

menyuplai sebagiab besar organ abdomen dan pelvis, termasuk


uterus. Secara anatomis, otot polos utetus disuplai sebagian
besar oleh serat – C yang tidak bermielin dan sebagian oleh serat
– A delta kecil yang bermielin.
Selama kala 1 persalinan, nyeri diakibatkan oleh dilatasi
serviks dan segmen bawah uterus dan distensi korpus uteri.
Nyeri selama kala ini diakibatkan oleh kekuatan kontraksi dan
tekanan yang dibangkitkan. Hasil temuan bahwa tekanan cairan
omnion lebih dari 15mmHg diatas tonus yang dibutuhkan untuk
meregangkan segmen bawah uterus dan serviks dan dengan
demikian menghasilkan nyeri, Mander (2003). Dengan demikian
logis untuk megharapkan bahwa makin tinggi tekanan cairan
omnion, makin besar distensi sehingga menyebabkan nyeri yang
lebih.. nyeri ini dilanjutkan ke dermaton yang disuplai oleh
segmen medulla spinalis yang sama dengan segmen yang
menerima input nosiseptif dari uterus dan serviks. Nyeri
persalinan selama kala 1 disebabkan oleh kontraksi rahim yang
dihantarkan oleh serabut sarfa simpatis dan serabut saraf
thorakal 11 dan 12. nyeri yang disebabkan peregangan mulut
rahim. Nyeri disebarkan melalui saraf dari medulla spinalis yaitu
thorakal 11 dan 12 serta lumbal 1. Rasa nyeri yang timbul
dirasakan sebagai nyeri punggung 10%, nyeri pinggang 20%
dan sebagisn besar nyeri pada bagian bawah perut 70%
(Ratnaningsih, 2010).
Pada kala 11 persalinan, nyeri tambahan disebabkan oleh
regangan dan robekan jaringan misalnya pada perineum dan
tekanan pada otot skelet perinium. Nyeri diakibatkan oleh
rangsangan struktur somatik superfisial dan digambarkan
sebagai nyeri yang tajam dan terlokalisasi, terutama pada daerah
yang disuplai oleh syaraf pudensus. Nyeri pada kala 11
disebabkan karena peregangan perineum, tarikan peritonium,
23

kekuatan yang mendorong pengeluaran janin serta tekanan dari


traktus urinarius bagian bawah dan pelvis. Rangsangan nyeri
disebarkan melalui saraf parasimpatis dari jaringan perinium.
Nyeri yang timbul dirasakan pada daerah dasar panggul dan
selangkangan maupun paha.

2.8 Lama Nyeri Persalinan


Nyeri selama persalinan dirasakan selama kala pembukaan dan
makin hebat dalam kala pengeluaran. Pada ibu yang baru pertama kali
bersalin, kala pembukaan berlangsung kira-kira 13 jam dan kala
pengeluaran kira-kira 1 ½ jam. Pada wanita yang pernah melahirkan
kala pembukaan berlangsung lebih singkat yaitu sekitar 7 jam dan kala
pengeluaran sekitar 1/2 jam (Maya, 2010).

2.9 Penyebaran Nyeri persalinan


Rangsangan nyeri persalinan pada kala 1 di transmisiklan dari
serat aferen melalui flesus hipogastrik superior, inferior, dan tengah,
rantai somatik torakal bawah dan lumbal, ke ganglia akar saraf
posterior pada T10 sampai L1. Nyeri dapat disebar dari area pelvis ke
umbilicus, paha atas, dan area madsakral. Pada penurunan janin,
biasana pada kala II rangsangan ditransmisikan melalui saraf pudental
melalui pleksus sacral ke ganglia akar sarf posterrior pada S2 sampai
S4. selama persalinan kala II, ketika tidak ada lagi tahanan dari
serviks, nyeri masih dialami karena distensi lanjut segmen uterus
bawah. Ketika janin turun ke pelvis, nyeri yang disebabkan oleh
distensi sepertiga anterior vagina dan perinium menggantikan nyeri
viseral profunda. Tekanan dan trauma pada fascia, jaringan
subkutan,dan otot skelet merangsang nosiseptor dan menggeser lokasi
nyeri secara eksternal. Tekanan pada akar pleksus lumbo sakral
menimbulkan nyeri pada paha, kaki, vagina, perinium, dan rectum
(Walsh, 2007).
24

2.10 Penilaian dan Pengukuran Nyeri


Kualitas nyeri dapat dinilai sederhana yang meminta pasien
menjelaskan nyeri dengan kata-kata mereka sendiri (misalnya tumpul,
berdenyut, seperti terbakar). Evaluasi ini juga dapat didekati dengan
menggunakan penelitian yang lebih formal, seperti kuesioner nyeri
MC bill, yang merupakan salah satu alat yang digunakan untuk
menilai nyeri. Kuesioner ini mengukur dimensi fisiologik dan
psikologik nyeri yang dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama
klien menandai lokasi nyeri disebuah gambar tubuh manusia. Pada
bagian kedua klien memilih 20 kata yang menjelaskan kualitas
sensorik, afektif, evaluatif, dan kualitas lain dari nyeri. Pada bagian
ketiga klien memilih kata seperti singkat, berirama atau menetap
untuk menetap untuk menjalaskan pola nyeri. Pada bagian keempat
klien menentukan tingkatan nyeri pada suatu skala 0 sampai 5 (Price,
2005).
Alat bantu lain yang digunakan untuk menilai intensitas atau
keparahan nyeri klien:

a. Face Pain Rating Scale

b. Skala intensitas nyeri deskritif


25

c. Skala identitas nyeri numerik

d. Skala analog visual

e. Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi.
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
26

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat


keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta
untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah.
Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari
waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Menurut Wong dan Baker (1998), pengukuran skala nyeri
menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun
mulai dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga
wajah yang menangis untuk “nyeri berat”.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal
Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama
di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri”
sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien
skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru
yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa
paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik
(Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti
alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan
patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel
subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas
nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap
ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran
27

keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat


mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih
satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah
digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien
melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala,
maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat
bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga,
mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan
setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai
apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).

2.11 Akibat Tidak Mengatasi Nyeri


Menurut Mander (2004), nyeri persalinan yang berat dan lama
dapat mempengaruhi ventilasi, sirkulasi metabolisme dan aktivitas
uterus. Nyeri saat persalinan bisa menyebabkan tekanan darah
meningkat dan konsentrasi ibu selama persalinan menjadi terganggu,
tidak jarang kehamilan membawa “stress” atau rasa khawatir / cemas
yang membawa dampak dan pengaruh terhadap fisik dan psikis, baik
baik pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya. Misalnya
mengakibatkan kecacatan jasmani dan kemunduran kepandaian serta
mental emosional nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan
menimbulkan rasa cemas. Rasa cemas yang berlebihan juga
menambah nyeri.

2.12 Managemen Nyeri


2.12.1 Managemen Farmakologi
Managemen farmakologi merupakan suatu pendekatan
yang digunakan untuk menghilangkan nyeri dengan
menggunakan obat-obatan. Obat merupakan bentuk
pengendalian nyeri yang paling sering diberikan oleh perawat
28

dengan kolaborasi dengan dokter. Terdapat tiga kelompok obat


nyeri yaitu:
a. Analgetik non opioid – Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAISN)
Efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai sedang
terutama asetomenofn (Tylenol) dan OAISN dengan ef anti
peritik, analgetik dan anti iflamasi, Asam asetilsalisilat
(aspirin) dan Ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan OAINS
yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri akut derajat
ringan. OAINS menghasilkan analgetik dengan bekerja
ditempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari
prekorsor asam arokidonat. Prostaglandin mensintesis
nosiseptor dan bekerja secara sinergis dengan prodok
inflamatorik lain di tempat cedera, misalnya bradikinibin
dan histamin untuk menimbulkan hiperanalgetik. Dengan
demikian OAINS mengganggu mekanisme transduksi di
nosiseptor aferen primer dengan menghambat sintesis
prostaglandin.
b. Analgesia opioid
Merupakan analgetik yang kuat yang bersedia dan
digunakan dalam penatalaksanaan nyeri dengan skala
sedang sampai dengan berat. Obat-obat ini merupakan
patokan dalam pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri
terkait kanker. Morfin merupakan salah satu jenis obat ini
yang digunakan untuk mengobati nyeri berat. Berbeda
dengan OAINS yang bekerja diperifer, Morfin
menimbulkan efek analgetiknya di sentral. Morfin
menimbulkan efek dengan mengikat reseptor opioid di
nukleus modulasi di batang otak yang menghambat nyeri
pada sistem assenden.
29

c. Adjuvan / Koanalgetik
Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek
komplementer dalam penatalaksanaan nyeri yang semula
dikembangkan untuk kepentingan lain. Contoh obat ini
adalah Karbamazopin (Tegretol) atau Fenitoin (Dilantin)
(Price & Wilson, 2006).

2.12.2 Managemen Non-Farmakologi


Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi
(memanajemen) nyeri saat persalinan, yaitu salah satunya
dengan memberikan terapi non farmakologis.Terapi non-
farmakologis yaitu terapi yang digunakan yakni dengan tanpa
menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan berbagai
teknik yang setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri
saat persalinan tiba. Beberapa hal yang dapat dilakukan ialah:
a. Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien
pada sesuatu selain nyeri. Ada empat tipe distraksi, yaitu
distraksi visual, misalnya membaca atau menonton televisi,
Distraksi auditory, misalnya mendengarkan musik,
Distraksi taktil, misalnya menarik nafas dan massase,
Distraksi kognitif, misalnya bermain puzzle.
b.Hypnosis-diri
Hypnosis-diri dengan membantu merubah persepsi
nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Hypnosis-diri
menggunakan sugesti dari dankesan tentang perasaan yang
rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan
menggunakan bagian ide pikiran dan kemudian kondisi-
kondisi yang menghasilkan respons tertentu bagi mereka
(Edelman & Mandel, 1994). Hypnosis-diri sama seperti
dengan melamun. Konsentrasi yang efektif mengurangi
30

ketakutan dan sters karena individu berkonsentrasi hanya


pada satu pikiran. Selain itu juga mengurangi persepsi nyeri
merupakan salah satu sederhana untuk meningkatkan rasa
nyaman ialah membuang atau mencegah stimulasi nyeri.
Hal ini terutama penting bagi klien yang imobilisasi atau
tidak mampu merasakan sensasi ketidaknyamanan. Nyeri
juga dapat dicegah dengan mengantisipasi kejadian yang
menyakitkan, misalnya seorang klien yang dibiarkan
mengalami konstipasi akan menderita distensi dan kram
abdomen. Upaya ini hanya klien alami dan sedikit waktu
ekstra dalam upaya menghindari situasi yang
menenyebabkan nyeri (Mander, 2003).
c. Stimulas Kutaneus
Terapi stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit
yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri massase, mandi
air hangat, kompres panas atau dingin dan stimulasi saraf
elektrik transkutan (TENS) merupakan langkah-langkah
sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri. Cara
kerja khusus stimulasi kutaneus masih belum jelas. Salah
satu pemikiran adalah cara ini menyebabkan pelepasan
endorfin, sehingga memblog transmisi stimulasi nyeri.
Teori Gate-kontrol mengatakn bahwa stimulasi kutaneus
mengaktifkan transmisi tersebut saraf sensori A-Beta yang
lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan
transmisi nyeri melalui serabut dan delta-A berdiameter
kecil. Gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri.
Bahwa keuntungan stimulasi kutaneus adalah tindakan ini
dapat dilakkan dirumah, sehingga memungkinkan klien dan
keluarga melakukan upaya kontrol gejala nyeri dan
penanganannya. Penggunaan yang benar dapat mengurangi
persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot.
31

Stimulasi kutaneus jangan digunakan secara langsung pada


daerah kulit yang sensitif (misalnya luka bakar, luka
memar, cram kulit, inflamasi dan kulit dibawah tulang yang
fraktur) (Mander,2004).
d. Massase
Masasse adalah melakukan tekanan tangan pada
jaringan lunak, biasanya otot, atau ligamentum, tanpa
menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk
meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan / atau
memperbaiki sirkulasi. Masase adalah terapi nyeri yang
paling primitive dan menggunakan refleks lembut
manusia untuk menahan, menggosok, atau meremas
bagian tubuh yang nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
e. Terapi Hangat dan Dingin
Terapi hangat dan dingin bekerja dengan
menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor). Terapi
dingin dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat
sensitifitas reseptor nyeri. Agar efektif es harus diletakkan
di area sekitar pembedahan. Penggunaan panas dapat
meningkatkan aliran darah yang dapat mempercepat
penyembuhan dan penurunan nyeri (Smeltzer & Bare,
2002).
f. Relaksasi pernafasan
Relaksasi pernafasan yang merupakan suatu bentuk
asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat
mengajakan pada klien bagaimana cara melakukan
pernafasan, nafas lambat (menahan inspirasi secara
maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara
perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik
relaksasi pernafasan juga dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare,
32

2002). Menurut kegunaanya teknik relaksasi pernafasan


dianggap mampu meredakan nyeri, prosesnya menarik
nafas lambat melalui hidung (menahan inspirasi secara
maksimal) dan menghembuskan nafas melalui mulut secara
perlahan-lahan.

B. Teknik Relaksasi Pernafasan


1. Pengertian Teknik Relaksasi Pernafasan
Teknik relaksasi merupakan teknik pereda nyeri yang banyak
memberikan masukan terbesar karena teknik relaksasi dalam persalinan
dapat mencegah kesalahan yang berlebihan pasca-persalinan. Ada pun
relaksasi pernapasan selama proses persalinan dapat mempertahankan
komponen sistem saraf simpatis dalam keadaan homeostatis sehingga tidak
terjadi peningkatan suplai darah, mengurangi kecemasan dan ketakutan
agar ibu dapat beradapatasi dengan nyeri selama proses persalinan
(Mander, 2003).
Teknik relaksasi pernafasan merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan pada klien
bagaimana cara melakukan pernafasan, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan.
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi pernafasan juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah
(Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Bobak (2004), Teknik relaksasi pernafasan merupakan
suatu tindakan pengendalian nyeri non farmakologis yang dapat membantu
ibu mengendurkan seluruh tubuhnya kektika rahim berkontraksi.

2. Tujuan Teknik Relaksasi Pernafasan


Ada pun relaksasi pernapasan selama proses persalinan dapat
mempertahankan komponen sistem saraf simpatis dalam keadaan
homeostatis sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah, menguragi
33

kecemasan dan ketakutan agar ibu dapat beradapatasi dengan nyeri selama
proses persalinan (Mander, 2003). Relaksasi telah terbukti meningkatkan
kemampuan individu untuk menoleransi nyeri. Relaksasi dan pernapasan
yang terkontrol dapat meningkatkan kemampuan mereka mengatasi
kecemasan dan meningkatkan rasa mampu mengendalikan yang
menimbulkan stres dan nyeri (Schott & Priest, 2008).

3. Prosedur teknik Relaksasi Pernafasan


Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah
pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataran bentuk diafragma
selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas
sejalan dengan desakan udaara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-
langkag teknik relaksasi pernafasan adalah sebagai berikut:
a. Ciptakan lingkungan yang tenang
b. Usahakan tetap rileks dan tenang
c. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
d. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstremitas atas dan bagian bawah rileks
e. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
f. Menarik nafas lagi melalui hidung dan hembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan
g. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
h. Usahakan agar tetap konsentrasi/ mata sambil terpejam
i. Pada saat kontraksi pusatkan pada daerah yang nyeri
j. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
k. Ulangi sampai 15 kali, dengan seling istirahat singkat setiap 5 kali
l. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan
cepat (Priharjo, 2002).
34

C. Penelitian terkait
Penelitian tentang nyeri yang penulis temukan adalah penelitian milik
irawati dengan judul Perbedaan Intensitas Nyeri Kala 1 Persalinan Normal
Sebelum dan Sesudah diberikanTeknik Relaksasi Nafas Dalam di Puskesmas
Srondol semarang (Skripsi), Universitas Diponegoro Tahun 2003. Hasil
penelitian yang dilakukan adalah : Ada perbedaan secara bermakna intensitas
nyeri kala 1 persalinan normal sebelun dan setelah diberikan teknik relaksasi
napas dalam. Nyeri persalinan kala 1 yang dirasakan ibu sebelum pemberian
teknik relaksasi nafas dalam yaitu tidak nyaman (skala nyeri 2) 13,3 %,
menderita (skala nyeri 3) 16,7%, sangat menderita (skala 4) dan menyiksa
(skala 5) 30%, sedangkan setelah pemberian teknik relaksasi napas dalam
yaitu kondisi tidak nyaman (skala nyeri 2) 6,7%, menderita (skala nyeri 3)
53,3%, sangat menderita (skala nyeri 4) 26,7%, dan menyiksa (skala nyeri 5)
13,3%.
Selain penelitian milik Irawati, penulis juga menemukan penelitian
milik hartanti dengan judul Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Skala Nyeri
Pada Pasien Post Sectio Caesaria. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa selisih rata-rata skala nyeri adalah sebesar 1,57 dengan standart deviasi
0,57 dan nilai t sebesar 15,099 dengan nilai p sebesar 0,001 9 (<0,05). Oleh
karena itu diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh relaksasi terhadap skala
nyeri pada pasien post operasi sectio caesar.
35

D. Kerangka Teori

Managemen Nyeri:
Persalinan
Manajemen Farmakologi:

 Analgetik non opioid

Nyeri  Analgetik opioid

 Adjuvan / Koanalgetik

Manajemen Non Farmakologi :

 Distraksi
Faktor Internal: Faktor Eksternal :
 Sypnosis-Diri
 Pengalaman dan  Agama
Pengetahuan  Stimulasi Cutaneus
 Lingkungan
 Usia  Massase
 Budaya
 Aktifitas Fisik  Terapi dingin dan panas
 Support
 Kondisi System  Teknik Relaksasi
Psikologis Pernafasan
 Sosial
Ekonomi

Skema 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Modifikasi L & Breslow, (2007), Smeltzer dan Bare
(2002)
36

E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-
konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo, 2001).
Kerangka konsep penelitian ini menggunakan teori proses, tingkat
nyeri ibu bersalin kala 1 merupakan input, pemberian teknik relaksasi
pernafasan merupakan proses, dan tingkat nyeri ibu bersalin setelah diberikan
relaksasi pernafasan pada persalinan normal kala 1 merupakan out put
(Keluaran).
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tingkat nyeri Pemberian teknik Tingkat Nyeri


sebelum relaksasi sesudah diberikan
diberikan teknik pernafasan teknik relaksasi
relaksasi pernafasan

Skema 2.2 Kerangka Konsep

F. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan oleh peneliti ada 2 kategori, yaitu :
1. Variabel bebas (Independent Variable)
Variabel bebas atau independent variable merupakan suatu variabel
yang menjadi sebab perubahan atas timbulnya suatu variabel dependen
(terikat) dan bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003).
Variabel independent (bebas) dalam penelitian ini adalah Teknik Relaksasi
Pernafasan.
2.Variabel terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat atau dependent variabel merupakan variabel yang
dapat dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini
dapat tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2003).
Variabel terikat dalam penelitian ini Tingkat Nyeri Persalinan.
37

G. Hipotesis
Berdasarkan dari kerangka konsep penelitian diatas, maka hipotesis
yang dapat dirumuskan adalah terdapat perbedaan yang bermakna antara
tingkat nyeri pada pasien persalinan normal kala 1 fase aktif sebelum dan
sesudah diberikan teknik relaksasi pernafasan.

Anda mungkin juga menyukai